Penetapan Dosis Infusa Perubahan Berat Badan Tikus

C. Penetapan Kadar Air

Tujuan dari penetapan ini adalah untuk menentukan banyaknya air yang terkandung dalam simplisia daun sirsak yang dinyatakan dalam satuan persen. Air merupakan media yang cukup baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Direktorat Jenderal Bina Kesehatan 2008 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661MenkesSKVII1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional, standar kadar air maksimum simplisia adalah 10. Penetapan kadar air dalam daun sirsak dengan cara destilasi menggunakan pereaksi toluen. Prinsipnya adalah menguapkan air dengan pembawa cairan kimia yang mempunyai titik didih yang lebih besar dari air dan tidak dapat bercampur dengan air serta berat jenis yang lebih kecil dari air. Toluen memiliki titik didih dan berat jenis yaitu 110 C dan 0,87 kgL, sedangkan air memiliki titik didih 100 C dan berat jenis sebesar 1 kgL. Pada penelitian ini dilakukan replikasi 3 kali dan didapat rata-rata kadar air dari simplisia daun sirsak sebesar 9,7. Hal ini membuktikan bahwa kadar air dari simplisia daun sirsak yang akan dijadikan sebagai bahan uji ini telah memenuhi syarat simplisia yang baik.

D. Penetapan Dosis Infusa

Tujuan dari penetapan ini adalah untuk menentukan besar atau banyaknya pemejanan yang akan diberikan pada kelompok perlakuan. Berdasarkan bukti empiris, banyaknya daun sirsak dalam terapi pengobatan adalah 10 lembar daun sirsak 2 g. Jadi, 2 g ini dijadikan sebagai dosis terapi. Dalam penelitian ini, dosis terapi ditetapkan sebagai dosis II, sehingga perlu dilakukan konversi dosis dari manusia ke tikus. Kelompok perlakuan hewan uji diberikan empat peringkat dosis dengan faktor pengali sebesar 1,67. Empat peringkat dosis yang didapat secara berturut yaitu 108, 180, 301, dan 503 mgkgBB.

E. Uji Toksisitas Subkronis

Uji ini bertujuan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji dan memperlihatkan apakah spektrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis atau tidak Donatus, 2001. Pada penelitian lain, telah dilakukan uji toksisitas akut ekstrak air daun sirsak pada mencit, di mana hasilnya yaitu ekstrak air daun sirsak mempunyai potensi ketoksikan akut pada mencit dengan dosis letal tengah semu lebih dari 5000 mgkgBB secara oral Arthur, et al ., 2011. Dalam penelitian ini dilakukan uji toksisitas subkronis. Uji ketoksikan subkronis merupakan uji dimana suatu senyawa diberikan dengan dosis berulang pada subjek uji tertentu dan dilakukan selama kurang dari tiga bulan Donatus, 2001. Dalam penelitian, subjek uji yang digunakan sebanyak 50 ekor tikus putih galur Sprague Dawley jantan dan betina, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Tujuan penggunaan hewan uji tikus adalah karena kemiripan dengan manusia dalam hal absorbsi, distribusi, metabolisme, maupun ekskresi. Tiap kelompok terdiri dari 10 ekor 5 jantan dan 5 betina yang dimasukkan dalam kandang secara terpisah. Kelompok I merupakan kontrol negatif yang menggambarkan keadaan normal ginjal tanpa adanya pemejanan infusa daun sirsak. Tujuan penggunaan kelompok kontrol adalah untuk mengetahui perbandingan kadar kreatinin darah dan gambaran histologis antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Pada kelompok I diberi akuades dengan dosis 8333 mgkgBB, sedangkan kelompok II, III, IV, dan V diberi perlakuan infusa daun sirsak dengan dosis masing-masing sebesar 108, 180, 301, dan 503 mgkgBB. Volume pemberian infusa daun sirsak yang diberikan kepada subyek uji dihitung menggunakan rumus “C x V = D x BB” dan diberikan sesuai dengan kebiasaan konsumsi pada manusia, yaitu secara peroral. Berdasarkan penelitian Arthur, et al. 2011, daun sirsak mengandung saponin, tanin terkondensasi, glikosida dan flavonoid, serta mengandung adanya zat kelompok acetogenins. Acetogenins dari Annonaceae ini merupakan kelas penting dari produk alami yang memiliki berbagai macam sifat biologis seperti sitotoksik, antitumoral, antiparasit, insektisida, dan aktivitas imunosupresif Gleye, et al., 1996. Acetogenin bekerja menghambat mitochondrial complex I pada rantai transpot elektron sehingga mengendalikan mitokondria sel yang overacting, bila mitokondria normal maka pertumbuhan sel kanker dapat terkendali. Uji toksisitas subkronis infusa daun sirsak dalam penelitian ini dilakukan selama 30 hari dengan memeriksa kadar kreatinin dalam darah dan mengamati gambaran histologis ginjal.

1. Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui wujud efek toksik subkronis terhadap kadar kreatinin dalam darah akibat pemakaian infusa daun sirsak dan mengungkapkan kekerabatan antara dosis dengan spektrum efek toksik yang timbul. Darah tikus jantan dan betina diambil melalui sinus orbitalis mata pada saat sebelum diberikan infusa daun sirsak untuk diperiksa kadar kreatinin. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin darah pada hewan uji sebelum diberikan perlakuan dan juga untuk mengetahui kemungkinan adanya kondisi patologi yang terkait dengan fungsi ginjal. Pada hari ke-31 atau setelah diberikan infusa daun sirsak selama 30 hari, darah tikus jantan dan betina diambil melalui sinus orbitalis mata untuk diperiksa kadar kreatinin. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin darah pada hewan uji setelah diberi perlakuan infusa daun sirsak. Bila terjadi perbedaan terhadap kadar kreatinin yang diukur pada saat sebelum dan sesudah pemberian infusa daun sirsak, maka dapat diketahui apakah pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari mempengaruhi fungsi ginjal tikus atau tidak. Darah yang keluar ditampung dalam tabung eppendorf dan kemudian disentrifugasi untuk diambil serum darahnya untuk pemeriksaan kreatinin. Pemeriksaan kreatinin dalam penelitian ini dilakukan di Parahita Medical Lab. Penetapan kadar kreatinin pada serum yang dilakukan menggunakan metode creatinine assay. Metode ini dilakukan secara autoanalizer dengan alat. Prinsip dari metode ini adalah alkaline picrate yaitu pada pH alkali, kreatinin didalam sampel bereaksi dengan picrate untuk membentuk creatinine-picrate complex , kemudian pada absorbansi 500 nm akan secara langsung menunjukkan besar kadar kreatinin didalam serum darah. Hasil kadar kreatinin pada tikus jantan yang didapat dari pemeriksaan analisis darah ini diuji normalitasnya dengan uji statistik Kolmogorov-Sminorv dan mendapatkan hasil bahwa nilai Significancy 0,05 data ada pada lampiran 10. Karena nilai p yang diperoleh pada kelima kelompok data adalah 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi kelima kelompok tersebut adalah normal. Kemudian untuk melihat adanya perbedaan antara masing-masing kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, dilakukan uji statistik Anova pola satu arah dan uji Scheffe. Deskripsi data tercantum pada tabel I. Kreatinin merupakan produk akhir dari metabolisme kreatin otot dan kreatin fosfat protein, yang disintesis dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah, dan diekskresikan dalam urine. Meningkatnya kadar kreatinin dalam darah merupakan indikasi rusaknya fungsi ginjal Lu, 1995. Tabel I. Kadar kreatinin darah tikus jantan pada awal sebelum pemberian dan setelah pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari secara oral Kelompok Perlakuan n Nilai Pre Nilai Post Nilai p Mean mgdL ± SEM Mean mgdL ± SEM I Kontrol Akuades 5 0,48 ± 0,02 0,52 ± 0,03 0,158 TB II Infusa Daun Sirsak 108 mgkg BB 5 0,50 ± 0,02 0,52 ± 0,01 0,468 TB III Infusa Daun Sirsak 180 mgkg BB 5 0,47 ± 0,01 0,49 ± 0,01 0,633 TB IV Infusa Daun Sirsak 301 mgkg BB 5 0,47 ± 0,02 0,47 ± 0,01 1,000 TB V Infusa Daun Sirsak 503 mgkg BB 5 0,47 ± 0,01 0,50 ± 0,01 0,083 TB Keterangan: Pre = Sebelum pemberian infusa daun sirsak Post = Sesudah pemberian infusa daun sirsak Mean = Rerata kadar kreatinin mgdL SEM = Standart Error of Mean TB = Berbeda tidak bermakna p 0,05 Rerata kadar kreatinin darah tikus jantan sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari menunjukkan adanya peningkatan tabel I, namun peningkatan yang terjadi ini tidak bermakna TB dilihat dari nilai p. Peningkatan kadar kreatinin darah yang terjadi akibat infusa daun sirsak selama 30 hari bukanlah merupakan gejala klinik yang mempengaruhi fungsi ginjal tikus jantan. Peningkatan kadar kreatinin darah juga dialami oleh kelompok kontrol negatif yang diberi akuades. Berdasarkan hasil kadar kreatinin darah tikus jantan antara pre dan post test dinyatakan dalam mean , pemberian infusa daun sirsak pada dosis 108, 180, dan 503 mgkgBB mengalami peningkatan namun tidak bermakna, sedangkan pada dosis 301 mgkgBB tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan melainkan sama yaitu rata-rata kadar kreatinin darah sebesar 0,47 mgdL. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadinya peningkatan kreatinin secara signifikan setelah pemberian subkronis infusa daun sirsak atau akuades pada tikus jantan karena nilai pre dan post -nya sama. Kadar kreatinin darah pada tikus betina diuji normalitasnya dengan uji statistik Kolmogorov-Sminorv dan mendapatkan hasil bahwa nilai Significancy 0,05 data ada pada lampiran 11. Karena nilai p yang diperoleh pada kelima kelompok data adalah 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi kelima kelompok tersebut adalah normal. Kemudian untuk melihat adanya perbedaan antara masing-masing kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, dilakukan uji statistik Anova pola satu arah dan uji Scheffe. Deskripsi data tercantum pada tabel II. Tabel II. Kadar kreatinin darah tikus betina pada awal sebelum pemberian dan setelah pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari secara oral Kelompok Perlakuan n Nilai Pre Nilai Post Nilai p Mean mgdL ± SEM Mean mgdL ± SEM I Kontrol Akuades 5 0,53 ± 0,02 0,55 ± 0,02 0,240 TB II Infusa Daun Sirsak 108 mgkg BB 5 0,54 ± 0,02 0,56 ± 0,02 0,289 TB III Infusa Daun Sirsak 180 mgkg BB 5 0,53 ± 0,01 0,53 ± 0,02 0,889 TB IV Infusa Daun Sirsak 301 mgkg BB 5 0,51 ± 0,01 0,52 ± 0,01 0,666 TB V Infusa Daun Sirsak 503 mgkg BB 5 0,54 ± 0,01 0,55 ± 0,02 0,680 TB Keterangan: Pre = Sebelum pemberian infusa daun sirsak Post = Sesudah pemberian infusa daun sirsak Mean = Rerata kadar kreatinin mgdL SEM = Standart Error of Mean TB = Berbeda tidak bermakna p 0,05 Rerata kadar kreatinin darah tikus betina sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari menunjukkan adanya peningkatan tabel II, namun peningkatan ini tidak bermakna TB dilihat dari nilai p. Hal yang sama juga terlihat pada rata-rata kadar kreatinin darah tikus betina pada kontrol negatif yang diberi akuades. Berdasarkan hasil kadar kreatinin darah tikus betina antara pre dan post test dinyatakan dalam mean , pemberian infusa daun sirsak pada dosis 108, 301, dan 503 mgkgBB mengalami peningkatan walaupun tidak bermakna, sedangkan pada dosis 180 mgkgBB tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan melainkan sama yaitu rata-rata kadar kreatinin darah sebesar 0,53 mgdL. Hal ini menunjukkan tidak terjadi peningkatan kadar kreatinin setelah pemberian subkronis infusa daun sirsak atau akuades pada tikus betina karena nilai pre dan post-nya sama. Kadar kreatinin tikus jantan pada hari ke-31 dievaluasi secara statistik menggunakan Anova pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95 dan dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat kekerabatan antara dosis, apakah perbedaan tiap kelompok perlakuan bermakna atau tidak bermakna tabel III. Tabel III. Uji Scheffe kreatinin dalam darah pada tikus jantan pada hari ke-31 DOSIS I II III IV KONTROL I - TB TB TB TB II TB - TB TB TB III TB TB - TB TB IV TB TB TB - TB KONTROL TB TB TB TB - Keterangan: I = Infusa daun sirsak 108 mgkgBB II = Infusa daun sirsak 180 mgkgBB III = Infusa daun sirsak 301 mgkgBB IV = Infusa daun sirsak 503 mgkgBB Kontrol = Akuades 8333 mgkgBB TB = Berbeda tidak bermakna p 0,05 Berdasarkan hasil Anova pola satu arah yang dilakukan dapat diketahui propabilitasnya 0,100 0,05 menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan yang tidak bermakna antara keempat kelompok perlakuan yang diuji terhadap kelompok kontrol. Dari hasil uji Scheffe juga dapat diketahui bahwa kadar kreatinin tikus jantan pada hari ke-31 akibat pemberian infusa daun sirsak dengan empat peringkat dosis dan kontrol negatif yang diberi akuades menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Gambar 13. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin dalam darah tikus jantan Hasil ini juga digambarkan dalam diagram batang gambar 10. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian peningkatan dosis pada infusa daun sirsak tidak meningkatkan kadar kreatinin dalam darah pada tikus jantan, sehingga dapat diketahui bahwa pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari tidak mempengaruhi fungsi ginjal tikus jantan. Hal yang sama pada tikus betina, di mana kadar kreatinin tikus betina pada hari ke-31 dievaluasi secara statistik menggunakan Anova pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95 dan dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat kekerabatan antara dosis, apakah perbedaan tiap kelompok perlakuan bermakna atau tidak bermakna tabel IV. Berdasarkan hasil Anova pola satu arah yang dilakukan dapat diketahui propabilitasnya 0,507 0,05 menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan yang tidak bermakna antara keempat kelompok perlakuan yang diuji terhadap kelompok kontrol. Tabel IV. Uji Scheffe kreatinin dalam darah pada tikus betina pada hari ke-31 DOSIS I II III IV KONTROL I - TB TB TB TB II TB - TB TB TB III TB TB - TB TB IV TB TB TB - TB KONTROL TB TB TB TB - Keterangan: I = Infusa daun sirsak 108 mgkgBB II = Infusa daun sirsak 180 mgkgBB III = Infusa daun sirsak 301 mgkgBB IV = Infusa daun sirsak 503 mgkgBB Kontrol = Akuades 8333 mgkgBB TB = Berbeda tidak bermakna p 0,05 Dari hasil uji Scheffe juga menunjukkan bahwa kadar kreatinin tikus betina pada hari ke-31 akibat pemberian infusa daun sirsak dengan empat peringkat dosis dan kontrol negatif yang diberi akuades menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Hasil ini digambarkan dalam diagram batang gambar 14. Hal ini berarti pemberian peningkatan dosis pada infusa daun sirsak selama 30 hari tidak meningkatkan kadar kreatinin tikus betina, sehingga diketahui bahwa pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari tidak mempengaruhi fungsi ginjal tikus betina. Gambar 14. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin dalam darah tikus betina Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa daun sirsak dengan empat peringkat dosis yaitu 108, 180, 301, dan 503 mgkgBB selama 30 hari tidak mengakibatkan perubahan secara biokimia pada kadar kreatinin tikus jantan dan betina sehingga diindikasikan bahwa ginjal tetap berfungsi dengan normal. Jadi, tidak adanya kekerabatan antara dosis dengan spektrum efek toksik.

2. Pemeriksaan histologis ginjal

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perubahan secara struktural pada organ ginjal yang terkena. Setelah pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari, sebagian hewan uji 3 jantan dan 2 betina dikorbankan dan diambil organ ginjalnya untuk dilakukan pemeriksaan histologis. Hewan uji yang lain dikorbankan 15 hari kemudian untuk uji reversibilitas. Ginjal tikus dipotong- potong setebal 3 mm-5 mm dengan pisau skalpel, kemudian dimasukkan ke dalam formalin 10. Pengecatan organ menggunakan haematoxylin dan eosin. Preparat histologis ginjal dibaca di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 dan 400, dan hasil pemeriksaannya dibuat fotomikroskopik sebagai data kualitatif. Satuan anatomis fungsi ginjal adalah nefron, suatu struktur yang terdiri atas berkas kapiler yang dinamai glomerulus tempat darah yang disaring dan tubulus ginjal tempat air dan garam dalam filtrat diserap kembali McPhee and Ganong, 2010. Dari hasil penelitian uji toksisitas subkronis selama 30 hari ini, didapatkan hasil pemeriksaan gambaran histologis ginjal tikus jantan pada masing-masing kelompok yang dideskripsikan pada tabel V. Tabel V. Hasil pemeriksaan histologis ginjal pada tikus jantan Perlakuan Gambaran Histologis Ginjal Kontrol akuades Gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal. Infusa daun sirsak 108 mgkgBB Ditemukan satu tikus jantan mengalami perubahan secara struktural pada gambaran histologis yaitu infiltrasi limfosit di daerah interstisium nefritis interstitialis, sedangkan dua tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal. Infusa daun sirsak 180 mgkgBB Gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal. Infusa daun sirsak 301 mgkgBB Ditemukan satu tikus jantan mengalami perubahan secara struktural pada gambaran histologis yaitu infiltrasi limfosit di daerah interstisium nefritis interstitialis, sedangkan dua tikus lainnya tidak mengalami perubahan atau normal. Infusa daun sirsak 503 mgkg BB Gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal. Hasil gambaran histologis organ ginjal pada tikus jantan dapat dilihat secara mikroskopik pada gambar 15 dan 16. Gambar 15. Fotomikroskopik ginjal tikus jantan kelompok kontrol akuades yang normal atau tidak adanya kerusakan dengan A perbesaran 100x dan B perbesaran 400x Gambar 16. Fotomikroskopik ginjal tikus jantan kelompok perlakuan infusa daun sirsak 108 mgkgBB A dan B dan 301 mgkgBB C dan D yang mengalami perubahan gambaran histologis secara struktural yaitu infiltrasi limfosit di daerah interstisium dengan A,C perbesaran 100x dan B,D perbesaran 400x Pada pemberian infusa daun sirsak dengan dosis 108 dan 301 mgkgBB ditemukan adanya perubahan secara struktural pada ginjal tikus jantan yaitu infiltrasi limfosit di daerah interstisium. Infiltrasi limfosit yang terjadi sangat sedikit, tidak ditemui cacat seluler seperti erosi interstisium serta nekrosis sel-sel epitel pada tubulus dan interstisium, maka glomerulus, tubulus, dan interstisium dapat dikatakan dalam batas normal. Nefritis interstitialis adalah kelainan ginjal di mana ruang antara tubulus ginjal mengalami pembengkakan, yang biasanya hasil dari reaksi alergi obat, tetapi bisa juga disebabkan oleh penyakit autoimun, infeksi atau infiltrasi penyakit lainnya. Maka dari itu, infiltrasi limfosit di daerah interstisium ini dapat dikatakan bukan disebabkan oleh perlakuan pemberian infusa daun sirsak melainkan faktor kondisi patologis dari individu tikus. Hal ini dikarenakan, apabila dikaitkan pada hasil pemeriksaan biokimia pada kreatinin darah yang telah dilakukan, kadar kreatinin darah pada tikus jantan menghasilkan nilai yang normal atau berbeda tidak bermakna dengan kontrol. Kadar kreatinin dalam darah merupakan indikasi fungsi ginjal, sehingga dari hasil pemeriksaan biokimia pada kreatinin tersebut diindikasikan bahwa ginjal masih berfungsi dengan baik. Selain itu, pada dosis infusa daun sirsak tertinggi 503 mgkgBB tidak ditemukan kerusakan ginjal melainkan gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal. Jadi, nefritis interstitialis yang ditemukan pada ginjal tikus jantan kelompok perlakuan dosis 108 dan 301 mgkgBB disebabkan oleh faktor patologi dari individu tikus itu sendiri. Berdasarkan deskripsi gambaran histologis ginjal pada tikus jantan tersebut dapat disimpulkan bahwa infusa daun sirsak tidak mengakibatkan perubahan secara struktural pada ginjal tikus jantan atau sediaan uji ini tidak memberikan efek toksik terhadap organ ginjal yang terkena yaitu gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal. Pada tikus betina, hasil pemeriksaan gambaran histologis ginjal pada masing-masing kelompok dideskripsikan pada tabel VI. Tabel VI. Hasil pemeriksaan histologis ginjal pada tikus betina Perlakuan Gambaran Histologis Ginjal Kontrol akuades Ditemukan satu tikus jantan mengalami perubahan gambaran histologis yaitu infiltrasi limfosit di daerah interstisium nefritis interstitialis, sedangkan satu tikus lain tidak mengalami perubahan atau normal. Infusa daun sirsak 108 mgkgBB Gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal. Infusa daun sirsak 180 mgkgBB Gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal. Infusa daun sirsak 301 mgkgBB Gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal. Infusa daun sirsak 503 mgkgBB Gambaran glomerulus, tubulus, dan interstisium dalam batas normal. Hasil gambaran histologis organ ginjal pada tikus betina dapat dilihat secara mikroskopik pada gambar 17 dan 18. Gambar 17. Fotomikroskopik ginjal tikus betina kelompok perlakuan infusa daun sirsak 108 mgkgBB yang normal atau tidak adanya kerusakan dengan A perbesaran 100x dan B perbesaran 400x Gambar 18. Fotomikroskopik ginjal tikus betina kelompok kontrol akuades yang mengalami perubahan gambaran histologis secara struktural yaitu infiltrasi sel limfosit di daerah interstisium dengan A perbesaran 100x dan B perbesaran 400x Pada kelompok kontrol yang diberikan akuades ditemukan adanya perubahan secara struktural pada ginjal tikus betina yaitu infiltrasi limfosit di daerah interstisium. Infiltrasi limfosit yang terjadi sangat sedikit, tidak ditemui cacat seluler seperti erosi interstisium dan nekrosis sel-sel epitel pada tubulus dan interstisium, maka glomerulus, tubulus, dan interstisium dapat dikatakan dalam batas normal. Sedangkan pada semua kelompok perlakuan yang diberikan infusa daun sirsak dosis 108, 180, 301, dan 503 mgkgBB memberikan hasil gambaran histologis yang normal. Hasil pemeriksaan histologis ginjal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan biokimia pada kreatinin darah yang telah dilakukan, di mana kadar kreatinin darah pada tikus betina menghasilkan nilai yang normal atau berbeda tidak bermakna dengan kontrol. Kadar kreatinin dalam darah merupakan indikasi fungsi ginjal. Jika kadar kreatinin normal maka menandakan bahwa ginjal berfungsi dengan baik tidak ada kerusakan ginjal. Hal ini membuktikan bahwa infiltrasi limfosit di daerah interstisium yang terjadi karena faktor kondisi patologis dari individu tikus, di mana hal ini terjadi pada kelompok kontrol bukan pada kelompok perlakuan. Pada sebagian tikus jantan maupun betina memang mengalami perubahan secara struktural pada ginjal, namun secara biokimia yaitu nilai kadar kreatinin antara sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan pada tikus tersebut adalah berbeda tidak bermakna. Hal ini dapat disebabkan oleh salah satu faktor yaitu pengamatan yang hanya dilakukan pada satu bagian kecil lokasi saja dari organ ginjal tikus dan dimungkinkan bahwa bagian lokasi lainnya normal, sehingga perubahan secara biokimia dengan struktural dalam hal ini tidak dapat dikorelasikan. Daerah interstisium merupakan daerah di antara tubulus yang satu dengan tubulus yang lain. Interstisium korteks yang melebar dikatakan abnormal. Pelebaran ini dapat disebabkan oleh edema atau infiltrasi oleh sel radang akut. Kerusakan terjadi jika ditemukan secara histologis yaitu ditandai dengan edema interstisial, sering kali disertai infiltrasi leukositik di interstisum dan tubulus, serta nekrosis tubulus fokal Kumar, et al., 2010. Nefritis intersitial akut biasanya hasil dari reaksi alergi obat, tetapi bisa juga disebabkan oleh penyakit autoimun, infeksi atau infiltrasi penyakit lainnya. Nefritis interstitial merupakan jejas tubular yang manifestasi awalnya berupa edema tubulus proksimal dimana sel-sel epitel pada tubulus proksimal dan interstisium membengkak dengan sitoplasma yang granuler karena terjadi pergeseran air ekstraseluler ke intrasel Wulandari, 2010. Pergeseran cairan ini terjadi karena toksin menyebabkan perubahan muatan listrik permukaan sel epitel tubulus, transport ion aktif dan asam organik, dan kemampuan mengkonsentrasikan dari ginjal yang akhirnya mengakibatkan tubulus dan interstisium rusak Wijaya dan Miranti, 2005. Dari hasil deskripsi gambaran histologis ginjal pada tikus betina tersebut menunjukkan bahwa pemberian infusa daun sirsak tidak mengakibatkan perubahan organ ginjal secara struktural. Pada penelitan Arthur, et al. 2011 mengenai uji toksisitas subkronis ekstrak air Annona muricata pada tikus yang dilakukan selama 14 hari secara per oral memberikan hasil yang signifikan terhadap hasil biokimia darah yaitu kadar kreatinin. Kadar kreatinin darah mengalami peningkatan yang signifikan p 0,001 secara statistik dengan Newman-Keuls multiple comparison test. Dosis yang diberikan pada uji toksisitas subkronis pada penelitian tersebut terdiri dari tiga peringkat, antara lain 100, 1000, 2500 mgkgBB. Peningkatan kadar kreatinin yang signifikan ini terjadi hanya pada dosis tertinggi ekstrak air daun sirsak 2500 mgkgBB, baik pada tikus jantan maupun betina. Nilai rata-rata kadar kreatinin pada tikus jantan kelompok normal adalah 0,87 mgdL dan pada tikus betina sebesar 0,77 mgdL. Sedangkan pada kelompok perlakuan dengan dosis tertinggi 2500 mgkgBB adalah 1,23 mgdL tikus jantan dan 1,2 mgdL tikus betina. Perubahan secara biokimia yang dilihat dari kadar kreatinin pada dosis tinggi tersebut menandakan adanya kemungkinan kerusakan ginjal, terutama pada mekanisme infiltrasi ginjal. Jadi, penelitian tersebut menyebutkan bahwa Annona muricata dengan dosis 2500 mgkgBB dapat menyebabkan ginjal rusak yang berakibat pada gagal ginjal. Bila dibandingkan antara penelitian Arthur, et al. tersebut dengan penelitian uji subkronis infusa daun sirsak selama 30 hari secara per oral ini adalah ekstrak air daun sirsak dengan dosis 2500 mgkgBB tikus diberikan selama 14 hari dapat mempengaruhi perubahan secara biokimia yaitu kadar kreatinin darah pada tikus jantan dan betina yang meningkat, sedangkan pemberian infusa daun sirsak dosis 108, 180, 301, dan 503 mgkgBB tikus selama 30 hari tidak memberikan perubahan secara biokimia dan struktural baik pada tikus jantan maupun betina, di mana kadar kreatinin darah yang diperoleh menghasilkan perbedaan yang tidak bermakna dengan kontrol dan gambaran histologis ginjal yang normal. Dosis infusa daun sirsak 108, 180, 301, dan 503 mgkgBB pada tikus dikonversikan pada manusia diperoleh hasil secara berurut yaitu 17,28; 28,8; 48,16; dan 80,48 mgkgBB manusia. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa dosis infusa daun sirsak sebesar 17,28; 28,8; 48,16; dan 80,48 mgkgBB untuk manusia tidak memberikan efek toksik terhadap ginjal jika dikonsumsi secara jangka panjang yaitu 30 hari karena tidak meningkatan kadar kreatinin darah dan efek toksik pada ginjal, serta tidak ada hubungan kekerabatan antara dosis dengan spektrum efek toksik. Dalam penelitian uji toksisitas subkronis selama 30 hari ini memang tidak ditemukan adanya kerusakan pada organ ginjal tikus jantan dan betina, namun disarankan untuk melakukan penelitian uji toksisitas kronis infusa daun sirsak ini terhadap ginjal pada tikus putih jantan dan betina yaitu selama 90 hari atau lebih, untuk mengetahui apakah pemakaian infusa daun sirsak pada manusia dengan dosis 17,28; 28,8; 48,16; dan 80,48 mgkgBB dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal atau tidak jika dikonsumsi selama 3 bulan ataupun lebih.

3. Uji Reversibilitas

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keterbalikkan reversibilitas spektrum efek toksik yang terjadi. Efek toksik disebut berpulih reversible jika efek itu dapat hilang dengan sendirinya. Sebaliknya, efek nirpulih irreversible akan menetap atau justru bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan Lu, 1995. Sisa hewan uji dikorbankan 14 hari kemudian setelah selama 30 hari diberi pelakuan infusa daun sirsak dan diambil organ ginjalnya untuk dilakukan pemeriksaan histologis. Dari hasil pemeriksaan histologis ginjal dalam uji reversibilitas, pada keseluruhan ginjal tikus jantan baik kelompok perlakuan yang diberi infusa daun sirsak dosis 108, 180, 301, dan 503 mgkgBB maupun kelompok kontrol yang diberi akuades menunjukkan kondisi ginjal yang normal. Hasil ini dibuktikan dengan adanya fotomikroskopik ginjal yang tidak terlihat adanya perubahan gambaran histologis gambar 19 Gambar 19. Fotomikroskopik ginjal tikus jantan hasil uji reversibilitas kelompok perlakuan infusa daun sirsak 301 mgkgBB yang normal atau tidak adanya kerusakan dengan A perbesaran 100x dan B perbesaran 400x . Sedangkan dari pemeriksaan histologis ginjal pada tikus betina, ditemukan dua tikus yang mengalami perubahan gambaran histologis ginjal gambar 20 yaitu kelompok kontrol yang diberi akuades satu tikus dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak pada dosis 108 mgkgBB satu tikus. Gambar 20. Fotomikroskopik ginjal tikus betina hasil uji reversibilitas kelompok perlakuan infusa daun sirsak 108 mgkgBB yang mengalami perubahan gambaran histologis secara struktural yaitu infiltrasi limfosit di daerah interstisium dengan A perbesaran 100x dan B perbesaran 400x Perubahan gambaran histologis yang terjadi yaitu infiltrasi limfosit di daerah interstisium nefritis interstitialis. Infiltrasi limfosit yang terjadi sangat sedikit, dan tidak ditemui cacat seluler seperti erosi tubulus dan nekrosis sel-sel epitel pada tubulus, maka glomerulus dan tubulus dapat dikatakan dalam batas normal. Namun infiltrasi limfosit di daerah interstisium ini bukan dikarenakan oleh perlakuan pemberian infusa daun sirsak melainkan faktor kondisi patologis yang bersifat individu, karena perubahan secara struktural pada ginjal ini terjadi pada kelompok kontrol dan nefritis intersitial bisa disebabkan oleh penyakit autoimun, infeksi atau infiltrasi penyakit lainnya. Pelebaran pada daerah interstisium memang disebabkan oleh edema atau infiltrasi oleh sel radang akut, seperti pada penyakit interstisium akut, atau mungkin juga oleh akumulasi sel radang kronik dan jaringan fibrosa Kumar, et al ., 2010. Menurut Wijaya dan Miranti 2005, nefritis interstitial merupakan jejas tubular yang manifestasi awalnya berupa edema tubulus proksimal dimana sel-sel epitel tubulus proksimal membengkak dengan sitoplasma yang granuler karena terjadi pergeseran air ekstraseluler ke intrasel. Dapat disimpulkan bahwa tidak adanya sifat ketoksikan yang muncul karena tidak ada perubahan secara stuktural pada ginjal tikus jantan dan betina pada hari ke-15 setelah pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari. Hasil ini sesuai dengan uji toksisitas subkronis yang telah dilakukan selama 30 hari, di mana pada uji tersebut menunjukkan bahwa infusa daun sirsak tidak mengakibatkan perubahan secara struktural pada ginjal.

F. Perubahan Berat Badan Tikus

Data pendukung yang lain yaitu berat badan tikus. Perubahan berat badan hewan uji berkaitan erat dengan kondisi fisik hewan tersebut. Perubahan tersebut dapat meningkat dan dapat menurun tergantung kecukupan gizi yang terkandung dalam pakan. Pengukuran berat badan tikus dapat mempengaruhi volume pemberian infusa daun sirsak yang diberi selama perlakuan. Perubahan berat badan masing- masing kelompok perlakuan dianalisis secara statistik menggunakan General Linear Model Multivariate. Perubahan berat badan dapat digunakan sebagai salah satu pertanda atau penampakan umum suatu kondisi fisik tikus. Hal ini bisa terjadi karena mengalami pertumbuhan, yaitu dengan bertambah besar ukuran tubuh akibat berkembangnya sel yang salah satunya ditandai dengan adanya kenaikan berat badan. Perubahan berat badan dapat disebabkan karena jumlah asupan makanan yang dikonsumsi atau bisa juga disebabkan adanya suatu penyakit. Adanya suatu penyakit dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan yang berdampak penurunan berat badan karena konsumsi makanan yang tidak cukup. Data berat badan yang diuji dengan analisis General Linear Model Multivariate diperoleh hasil yang berbeda tidak bermakna. Artinya, ada perubahan berat badan yang tidak bermakna antara kelompok kontrol akuades dengan kelompok perlakuan pemberian infusa daun sirsak. Ini berarti perbedaan berat badan tikus kelompok kontrol akuades dengan tikus kelompok perlakuan pemberian infusa daun sirsak disebabkan oleh proses pertumbuhan. Tabel VII. Purata berat badan ± SEM tikus jantan akibat pemberian infusa daun sirsak Kelompok Hari ke- 7 14 21 28 I 239,0 ± 12,7 255,9 ± 11,5 276,1 ± 11,1 289,4 ± 8,4 298,6 ± 7,6 II 234,9 ± 13,1 TB 246,5 ± 8,3 TB 267,1 ± 9,3 TB 279,1 ± 11,0 TB 295,1 ± 8,9 TB III 237,1 ± 11,7 TB 252,7 ± 10,5 TB 274,4 ± 11,8 TB 289,1 ± 12,0 TB 303,2 ±9,9 TB IV 227,3 ± 15,0 TB 256,6 ± 13,7 TB 272,4 ± 9,7 TB 281,6 ± 9,1 TB 294,9 ± 9,3 TB V 235,8 ± 11,9 TB 256,0 ± 10,8 TB 270,0 ± 8,1 TB 283,9 ± 6,7 TB 298,2 ± 6,6 TB Mean gram ± SEM, n = 5 Keterangan: I = Kontrol akuades 8333 mgkgBB II = Infusa daun sirsak 108 mgkgBB III = Infusa daun sirsak 180 mgkgBB IV = Infusa daun sirsak 301 mgkgBB V = Infusa daun sirsak 503 mgkgBB TB = Berbeda tidak bermakna Tabel VIII. Purata berat badan ± SEM tikus betina akibat pemberian infusa daun sirsak Kelompok Hari ke- 7 14 21 28 I 194,8 ± 5,1 191,4 ± 6,6 193,0 ± 6,2 195,8 ± 8,4 199,5 ± 7,8 II 194,4 ± 8,1 TB 191,7 ± 4,8 TB 196,2 ± 2,8 TB 201,5 ± 3,4 TB 206,3 ± 4,7 TB III 198,1 ± 9,5 TB 202,0 ± 6,6 TB 201,3 ± 7,5 TB 206,0 ± 8,1 TB 213,8 ± 7,4 TB IV 192,5 ± 5,1 TB 186,8 ± 5,4 TB 188,2 ± 5,8 TB 192,5 ± 4,5 TB 197,0 ± 6,1 TB V 195,4 ± 4,2 TB 194,7 ± 6,0 TB 194,0 ± 8,6 TB 194,1 ± 9,0 TB 202,0 ± 8,4 TB Mean gram ± SEM, n = 5 Keterangan: I = Kontrol akuades 8333 mgkgBB II = Infusa daun sirsak 108 mgkgBB III = Infusa daun sirsak 180 mgkgBB IV = Infusa daun sirsak 301 mgkgBB V = Infusa daun sirsak 503 mgkgBB TB = Berbeda tidak bermakna Pada gambar 21 dan 22 menunjukkan grafik dengan profil yang sama, artinya pertambahan umur tikus juga diikuti dengan pertambahan berat badan. Gambar 21. Grafik perubahan berat badan tikus jantan selama pemberian infusa daun sirsak pada hari ke-0 sampai ke-28 Keterangan: Dosis I = infusa daun sirsak 108 mgkgBB Dosis II = infusa daun sirsak 180 mgkgBB Dosis III = infusa daun sirsak 301 mgkgBB Dosis IV = infusa daun sirsak 503 mgkgBB Kontrol akuades 8333 mgkgBB Gambar 22. Grafik perubahan berat badan tikus betina selama pemberian infusa daun sirsak pada hari ke-0 sampai ke-28 Keterangan: Dosis I = infusa daun sirsak 108 mgkgBB Dosis II = infusa daun sirsak 180 mgkgBB Dosis III = infusa daun sirsak 301 mgkgBB Dosis IV = infusa daun sirsak 503 mgkgBB Kontrol akuades 8333 mgkgBB

G. Asupan Makan Tikus