Gambaran Menyeluruh tentang Strategi

didukung dengan adanya perencanaan lebih lanjut oleh ayah 1, dan pasangan orangtua 3. Perencanaan yang dibuat oleh masing-masing subjek berupa langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi stres mereka. Perencanaan tersebut antara lain berupa usaha-usaha yang akan dilakukan agar anak tidak tertinggal dalam hal pendidikan, seperti usaha dalam memberitahu anak tentang hal-hal yang baik dan buruk, mengajari anak untuk melakukan hal-hal sederhana, mendidik dalam pergaulan dan sopan santun serta mengajari membaca dan menulis. Selain itu, subjek juga terus mengikuti perkembangan anak di sekolah secara bertahap. Hal tersebut dijadikan patokan subjek untuk menentukan langkah yang akan dilakukan selanjutnya, yaitu memfokuskan aktivitas anak pada suatu bidang yang spesifik. Untuk melakukan usaha ini, subjek memanfaatkan tingkat pendidikan dan standar kehidupan yang cukup tinggi karena mereka berpendapat bahwa dengan memberikan pendidikan khusus bagi anak tersebut maka dapat membantu anak untuk mempersiapkan kehidupan yang sedikit layak untuk masa depannya. Masalah anak retardasi mental ini pada awalnya menimbulkan beban yang cukup berat pada pasangan orangtua 3 sehingga subjek lebih memfokuskan usaha pada masalah perkembangan pendidikan dan nasib masa depan anak. Oleh karena itu, usaha atau kegiatan yang dilakukan subjek saat ini hanya untuk mempersiapkan kehidupan masa depan anak retardasi mental tersebut. Namun, pada akhirnya ayah 3 menjadi tidak terlalu terbeban karena ia telah memahami kondisi kejiwaan anak. Hal ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menyebabkan subjek tidak terlalu memikirkan masalah anak ini lagi dan ia hanya melanjutkan usaha pada perkembangan pendidikan anak. Tindakan problem-focused coping lainnya yang dilakukan hampir semua orangtua adalah restraint coping. Secara umum, subjek menahan diri untuk melakukan usaha atau rencana yang dimiliki hingga adanya waktu dan kesempatan yang tepat. Pasangan subjek 1 masih menunggu waktu untuk membuka usaha warung kecil-kecilan untuk anak mereka tersebut hingga anak sudah mampu membaca dan menulis. Pasangan subjek 2 cenderung merencanakan ingin melakukan pengobatan bagi anak untuk memeriksakan bagian pernapasan dan keadaan otak anak. Rencana yang dimiliki subjek ini masih tertunda atau belum terlaksana karena terbentur dengan kesulitan biaya pengobatan. Ibu 3 masih menunggu anak untuk lulus SMA-LB agar rencana memfokuskan anak dalam bidang olahraga bisa terlaksana suatu saat nanti. Selain problem-focused coping, subjek juga menggunakan usaha emotion-focused coping dalam mengatasi dan mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang menimbulkan stres Passer dan Smith, 2004. Secara keseluruhan, ketiga pasang subjek menggunakan usaha turning to religion dengan meningkatkan kepercayaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersikap pasrah serta menyerahkan semua keadaan yang dialami kepada Tuhan. Ketiga pasang subjek juga menyikapi masalah yang mereka hadapi dengan berusaha untuk berpikir positif dan mengambil hikmah dari kejadian yang dialami. Oleh karena itu, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI semua subjek cenderung memilih untuk berpikir positif, mensyukuri setiap keadaan yang dialami, dan belajar menjadi orangtua yang lebih sabar dan lebih baik lagi. Subjek juga merasa bahwa dengan kehadiran anak retardasi mental tersebut, subjek tidak merasa kesulitan ekonomi secara berlebihan sehingga subjek menganggap bahwa kehadiran anak memberikan rejeki tersendiri dalam keluarga. Subjek juga yakin bahwa di balik semua kekurangan anak retardasi mental tersebut, pasti akan ada kelebihan dan keajaiban lain yang dialami anak. Dalam hal ini, subjek memanfaatkan keyakinan dan sikap positif yang mereka miliki dalam menghadapi suatu masalah. Kesadaran dan pemikiran yang positif ini juga mendukung subjek untuk dapat menerima kehadiran dan keadaan anak retardasi mental apa adanya walaupun terkadang mereka masih merasa sedih atau kecewa. Penerimaan terhadap keadaan yang telah terjadi secara nyata ini berupa sikap menyadari, menerima, dan memaklumi keadaan anak sehingga orangtua tidak bisa memaksakan keinginannya kepada anak tersebut dan mampu bersikap pasrah dalam proses penerimaan selanjutnya. Keseluruhan subjek juga menggunakan tindakan behavioral disengagement setelah selama ini mereka melakukan berbagai usaha demi perkembangan anak tersebut. Behavioral disengagement adalah suatu sikap menyerah terhadap keadaan dengan mengurangi atau menghentikan usaha untuk menghadapi masalah. Pada umumnya, ketiga pasang subjek cenderung tidak melanjutkan usaha pengobatan medis maupun alternatif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI untuk perkembangan anak. Namun, pasangan subjek 2 juga tidak melanjutkan pendidikan anak di sekolah. Ketiga pasang subjek tersebut menghentikan usaha-usaha mereka karena para subjek merasa putus asa karena tidak ada perubahan atau perkembangan yang dialami oleh anak retardasi mental tersebut. Selain usaha behavioral disengagement, pasangan orangtua 1 dan 2 serta ayah 3 memilih tindakan mental disengagement dimana subjek berusaha untuk tidak memikirkan masalah anak retardasi mental tersebut secara mendalam. Masing-masing subjek merasa bahwa kehadiran anak retardasi mental dalam keluarga bukan sesuatu yang sangat membebani sehingga subjek tidak merasakan adanya keluhan yang muncul dan berusaha untuk bersikap santai dalam menjalani keadaan yang dihadapi. Selain itu, ibu 1 dan 2 memilih untuk mendiamkan atau tidur dan melakukan kegiatan lain seperti pengajian supaya perasaan kesal atau beban yang dialami dapat sedikit berkurang. Pasangan subjek 1 dan 2 juga mengambil tindakan humor untuk mengatasi situasi stres tersebut. Secara umum, masing-masing subjek menggunakan tindakan tersebut karena subjek merasa senang melihat tingkah laku-tingkah laku yang lucu dari anak tersebut. Tingkah laku anak yang lucu tersebut pada akhirnya sering dijadikan subjek sebagai bahan untuk bercanda dalam keluarga. Selain tindakan-tindakan tersebut, ibu 2 juga memilih focus on and venting of emotions. Tindakan tersebut dilakukan subjek dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bersikap mendiamkan atau mencubit anaknya yang retardasi mental sebagai bentuk dari pelampiasan emosinya ketika merasa kesal atau sedih. Usaha seeking social support juga digunakan oleh para subjek untuk mencari bantuan dan dukungan emosional kepada orang lain dalam situasi stres Passer dan Smith, 2004. Ibu 3 menggunakan usaha seeking instrumental social support dengan selalu meminta saran dan informasi dari kepala sekolah di SLB untuk mengikuti perkembangan anak tersebut nantinya. Seeking emotional social support digunakan oleh pasangan subjek 1, pasangan subjek 2, dan ibu 3. Usaha ini berupa usaha untuk mendapatkan dukungan moral, pengertian, dan simpati dari orang lain. Secara umum, masing-masing subjek tersebut cenderung untuk berbagi cerita atau curhat dengan teman-teman dan keluarganya. Mereka memilih untuk menggunakan usaha ini karena mereka menyadari akan pentingnya kehadiran orang lain yang sangat berguna untuk membantu mengurangi beban dan perasaan sedih yang dialami. Ketiga pasang subjek memilih menggunakan strategi coping tertentu karena didukung dengan sumberdaya yang dimiliki masing- masing orangtua. Menurut Lazarus dan Folkman dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997, sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dalam mengatasi stres secara efektif antara lain kesehatan dan energi, keyakinan yang positif, internal locus of control, kemampuan dan dukungan sosial, sumberdaya material. Selain itu beberapa variabel yang ada dalam individu seperti usia, tingkat pendidikan, dan standar kehidupan juga dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dimanfaatkan sebagai sumberdaya dalam mengatasi stres Smet, 1994 ; Cohen Edward, 1989 dan Moos, 1995; dalam Taylor, 1999 . Dalam penelitian ini, ketiga pasang orangtua secara umum memanfaatkan kondisi kesehatan mereka yang cukup baik, keyakinan dan sikap positif dalam menerima dan menghadapi masalah, dukungan sosial dari keluarga dan orang-orang terdekat serta kemampuan sosial yang cukup baik yang dimiliki oleh pasangan subjek 1 dan 2 dalam menempatkan diri di masyarakat untuk mengatasi stres yang dialami secara efektif. Usia produktif dan tingkat pendidikan yang dimiliki ayah 1 merupakan salah satu sumberdaya yang dimanfaatkannya untuk mengatasi stres serta strategi coping yang dipilih ayah 3 juga dipengaruhi oleh standar kehidupannya yang tinggi terhadap kehidupan. Berikut skema gambaran menyeluruh strategi coping orangtua yang memiliki anak retardasi mental : Gambar 12. Gambaran Menyeluruh Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental 129 Keterangan : = keadaan anak retardasi mental yang menjadi stressor ● = strategi coping yang hanya dilakukan ayah ■ = strategi coping yang hanya dilakukann ibu Sumberdaya Coping Orangtua 1: 1. Kesehatan dan energi yang kuat 2. Keyakinan dan sikap positif dalam menghadapi masalah keuangan yang sulit 3. Kemampuan yang cukup baik dalam menempatkan diri di masyarakat 4. Dukungan sosial dari teman dan orang terdekat 5. Usia produktif dan tingkat pendidikan ayah yang tinggi Orangtua 2: 1. Kondisi kesehatan dan energi yang kuat 2. Keyakinan yang positif dalam menyikapi masalah keadaan anak 3. Ibu memiliki kemampuan sosial yang cukup baik 4. Dukungan sosial dari keluarga dan orangtua lain yang memiliki nasib sama Orangtua 3: 1. Kondisi fisik dan kesehatan kuat 2. Keyakinan dan sikap positif dalam menerima keadaan 3. Ibu mendapatkan dukungan sosial dari sahabat dan anak 4. Standar kehidupan yang dimiliki ayah cukup tinggi Stres yang dialami Orangtua Orangtua 1: 1. Muncul emosi negatif, seperti perasaan sedih, kesal, prihatin dan khawatir 2. Tuntutan dan perhatian ekstra dalam pendidikan anak 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak Orangtua 2: 1. Munculnya perasaan jenuh, sedih dan terbeban 2. Merasa putus asa dan menyerah dengan pendidikan anak 3. Tuntutan dan perhatian ekstra dalam merawat anak agar bisa mandiri 4. Kekhawatiran terhadap masa depan anak Orangtua 3: 1. Muncul perasaan sedih, kecewa, minder, cemas, dan putus asa dengan keadaan anak 2. Tuntutan dan perhatian ekstra dalam pendidikan anak 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak Keadaan Anak Retardasi Mental Berat Orangtua 1: 1. IQ anak 39 2. Anak mengalami kesulitan membaca dan menulis 3. Anak mengalami gangguan perkembangan motorik 4. Anak mengalami hambatan dalam berkomunikasi 5. Masih bergantung pada pertolongan oranglain untuk mengurus kebutuhan sehari-harinya 6. Tidak adanya gangguan kesehatan secara khusus Orangtua 2: 1. IQ anak 36 2. Anak mengalami hambatan dalam pendidikan, belum bisa membaca dan menulis 3. Anak mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara 4. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi 5. Sudah bisa mengurus kebutuhannya sendiri, tidak sepenuhnya bergantung pada pertolongan orang lain 6. Anak mengalami gangguan kesehatan pernapasan Orangtua 3: 1. IQ anak 34 2. Kurangnnya pemahaman dan daya tangkap anak, anak hanya bisa meniru tidak bisa membaca dan menulis tanpa contoh 3. Anak mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara 4. Anak mengalami kesulitan berkomunikasi 5. Anak sudah bisa mengurus kebutuhannya sendiri 6. Tidak ada keluhan yang serius terhadap kesehatan Strategi Coping Orangtua 1: 1. Problem-focused Coping a. Active coping menyekolahkan anak di YPAC b. Planning merencanakan pembinaan bagi anak secara intensif ● c. Restraint coping menunda untuk membukakan usaha dagang 2. Emotion-focused Coping a. Turning to religion berdoa, pasrah, dan mendekatkan diri pada Tuhan b. Positive reinterpretation and growth mensyukuri keadaan, yakin akan adanya kemudahan dan kelebihan lain c. Acceptance menerima dan memaklumi keadaan anak, menjalani keadaan dengan pasrah dan sesuai kemampuan tanpa merasa minder d. Mental disengagement bersikap santai, mengalihkan perasaan e. Behavioral disengagement menghentikan pengobatan dan terapi untuk anak f. Focus on and venting of emotions katarsis emosi dengan mencubit anak ■ g. Humor memanfaatkan tingkah laku anak sebagai bahan hiburan 3. Seeking Social Support a. Seeking emotional social support berbagi cerita pada istri, saudara atau ibu-ibu lain di YPAC Orangtua 2: 1. Problem-focused Coping a. Active coping mendidik anak di rumah untuk melakukan pekerjaan sehari-hari b. Restraint coping menunda untuk melakukan pengobatan pernapasan dan keadaan otak anak 2. Emotion-focused Coping a. Turning to religion pasrah dan berdoa kepada Tuhan b. Positive reinterpretation and growth lebih banyak bersyukur, belajar menjadi lebih sabar c. Acceptance pasrah menerima keadaan dengan ikhlas, memaklumi dan menerima keadaan anak d. Mental disengagement bersikap santai, mengalihkan perhatian dengan mengikuti pengajian e. Behavioral disengagement tidak melanjutkan pendidikan anak di SLB f. Humor ekspresi dan tingkah laku anak dijadikan hiburan dalam keluarga 3. Seeking Social Support a. Seeking emotional social support berbagi cerita kepada keluarga yang mengetahui keadaan anak dan kepada orangtua lain yang senasib Orangtua 3: 1. Problem-focused Coping a. Active coping menyekolahkan anak di SLB b. Planning berencana mengikuti perkembangan olahraga, ingin tetap melanjutkan pendidikan anak c. Suppression of competing activities pada awalnya fokus pada perkembangan pendidikan dan masalah masa depan anak d. Restraint coping menunda rencana untuk memfokuskan kegiatan anak dalam bidang olahraga ■ 2. Emotion-focused Coping a. Turning to religion pasrah menerima kodrat Tuhan dan terus berdoa b. Positive reinterpretation and growth berpikir positif akan adanya keajaiban meyakini tidak pernah merasa kekurangan c. Acceptance menerima keadaan dan kenyataan yang telah terjadi d. Mental disengagement tidak merasa terbeban dan tidak fokus pada suatu usahamasalah anak retardasi mental saja ● e. Behavioral disengagement menghentikan pengobatan medis maupun alternatif 3. Seeking Social Support a. Seeking emotional social support berbagi cerita kepada sahabat atau anaknya yang lain ■ b. Seeking instrumental social support meminta saran dari kepala sekolah ■

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dalam menghadapi dan menerima kehadiran anak retardasi mental dalam keluarga, para subjek menggunakan strategi problem-focused coping, emotion-focused coping dan seeking social support. Strategi problem-focused coping yang digunakan oleh ketiga pasang subjek adalah active coping yang berupa tindakan aktif yang dilakukan subjek untuk mengatasi stressor dan restraint coping dengan melakukan coping secara pasif dengan menunggu waktu dan kesempatan yang tepat. Active coping yang dilakukan subjek antara lain memilih untuk menyekolahkan anak di sekolah khusus seperti SLB atau YPAC, sedangkan restraint coping yang dilakukan subjek antara lain adalah menunda rencana yang dibuat seperti membuka usaha dagang untuk anak ataupun memeriksakan keadaan fisik anak hingga adanya waktu dan kesempatan yang tepat. Selain itu, subjek 1 menggunakan tindakan planning untuk mendukung usahanya yang lain dan subjek 3 juga melakukan tindakan planning dan suppression of competing activities untuk membantu mengatasi stres yang dialami. Keseluruhan subjek juga menggunakan strategi emotion-focused coping yang berupa tindakan turning to religion dengan meningkatkan kepercayaan keagamaan kepada Tuhan, yaitu bersikap pasrah menerima PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI keadaan, berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Subjek juga melakukan usah positive reinterpretation and growth dengan mengambil sisi positif atau hikmah dari situasi stres melalui belajar untuk lebih banyak bersyukur dan belajar menjadi orang yang lebih baik, acceptance yaitu pasrah menerima kenyataan yang telah terjadi dengan menerima dan memaklumi keadaan dengan ikhlas, mental disengagement yang berupa pelepasan secara psikologis terhadap masalah dengan tidak memikirkan masalah itu lagi dengan bersikap santai dan mengalihkan perhatian dengan melakukan kegiatan lain. Usaha yang juga dilakukan oleh semua subjek adalah behavioral disengagement yaitu dengan menyerah terhadap keadaan dan menghentikan usaha untuk menghadapi masalah, seperti tidak melanjutkan pengobatan bagi anak. Tindakan lain yang juga digunakan oleh subjek 1 dan 2 adalah humor, sedangkan dan focus on and venting emotions hanya dilakukan oleh subjek 1. Strategi terakhir yang digunakan oleh seluruh subjek adalah seeking social support yang berupa seeking emotional social support yaitu mencoba mendapatkan dukungan moral, pengertian dan simpati melalui sharing atau berbagi cerita dengan orang-orang terdekat, sedangkan seeking instrumental social support hanya digunakan oleh subjek 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing subjek dalam memilih menggunakan strategi coping tertentu juga memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk mengatasi stres yang dialami secara efektif, antara lain kondisi kesehatan yang baik, keyakinan dan sikap positif terhadap masalah, dukungan sosial yang didapat dari orang lain, dan kemampuan sosial yang cukup baik di tengah masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : a. Bagi subjek penelitian, hasil penelitian ini diharapkan lebih dapat membantu subjek untuk memilih dan menggunakan strategi coping yang sesuai dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki untuk menghadapi dan menerima kehadiran anak retardasi mental di dalam keluarga. b. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan wacana dalam menyikapi dan mendukung orangtua yang memiliki anak retardasi mental dengan memberikan dukungan moral berupa saran, nasihat, informasi, pengertian atau simpati kepada mereka. c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian yang masih terdapat kekurangan dalam pengumpulan data ini agar dilengkapi dengan menggunakan metode pengumpulan data yang lain, seperti observasi yang lebih terstruktur atau melakukan wawancara dengan orang-orang dekat subjek yang signifikan untuk menambah kelengkapan informasi dan sebagai sumber untuk melakukan keabsahan data sehingga hasilnya bisa lebih sempurna. DAFTAR PUSTAKA Basuki, S. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Creswell, John W. 1997. Qualitative Inquiry And Research Design:Choosing Among Five Traditions. California: SAGE Publications, Inc. Dagun, Save M. 1990. Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Hartoko, V. D. Handayani, Christina S. 2003. Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Huffman, K.; Vernoy, M. Vernoy, J. 1997. Psychology In Action 4th edition. New York: John Wiley Sons, Inc. Indra. 1980. Faktor-faktor Penting Dalam Kehidupan Keluarga Bahagia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Ingalls, Robert P. 1978. Mental Retardation: The Changing Outlook. Canada: John Wiley Sons, Inc. Kartono, Kartini. 1985. Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta: Rajawali. Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Passer M. W. Smith R. W. 2004. Psychology In Mind and Behavior. New York: McGraw-Hill Companies. Poerwandari, E. K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia. Prasadio, Triman. 1976. Gangguan Psikiatrik Pada Anak-anak Dengan Retardasi Mental. Surabaya: Universitas Airlangga. Prasadio, Triman 1978. Anak-anak Yang Terlupakan: Liku-liku Anak Terbelakang. Surabaya: Airlangga University Press. Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology. Canada: John Willey Sons, Inc. Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi kelima. Jakarta : Erlangga. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI