Analisa Data Hasil Penelitian

Strategi Coping Subjek I Ayah Subjek I Ibu Subjek II Ayah Subjek II Ibu Subjek III Ayah Subjek III Ibu alternatif. 2. Akan membawa ke pengobatan medis untuk mengobati pernapasan anak kalau ada kesempatan. 2. Emotion Focused Coping a. Turning to religion 1. Menyerahkan semua keadaan kepada Tuhan dan terus berdoa untuk masa depan anaknya. 2. Menyadari bahwa anak tersebut adalah pemberian dari Tuhan. 3. Merasakan adanya peningkatan dalam hal keimanannya selama ini. 1. Menerima keadaan anak apa adanya sebagai pemberian dari Tuhan. 2. Berserah kepada Tuhan dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. 3. Berpendapat Tuhan masih adil karena keadaan anaknya masih lebih baik dari anak lain yang lebih parah. 1. Menganggap masalah ini adalah cobaan dari Tuhan yang harus dihadapi dalam hidup. 2. Merasa bersyukur dan berserah kepada Tuhan. 3. Tidak menyesali kehadiran anak tersebut karena anak adalah anugerah Tuhan. 1. Bersikap pasrah dan selalu berdoa kepada Tuhan. 2. Memiliki keyakinan bahwa Tuhan memiliki rencana tersendiri untuk anak tersebut. 3. Menyerahkan keadaan ini kepada Tuhan dan selalu berdoa menunggu mukjizat dari Tuhan. 1. Menyadari bahwa keadaan ini adalah kodrat Tuhan dan berserah kepada Tuhan. 2. Bersikap pasrah menyerahkan keadaan anak kepada Tuhan dan menunggu mukjizat dari Tuhan. 3. Merasa bertambah kuat dalam hal iman. 1. Berserah dan berdoa kepada Tuhan untuk mengurangi beban. 2. Pasrah dan berserah kepada Tuhan. 3. Menyadari bahwa keadaan ini adalah kodrat serta lebih banyak bersyukur kepada Tuhan. Strategi Coping Subjek I Ayah Subjek I Ibu Subjek II Ayah Subjek II Ibu Subjek III Ayah Subjek III Ibu b. Positive reinterpreta- tion and growth 1. Yakin akan adanya kelebihan yang dimiliki oleh anak di balik kekurangan anaknya. 2. Memilih untuk lebih berpikir positif ketika sedang merasa kesal. 3. Merasa ada perubahan positif yang dialaminya. 4. Lebih dapat mensyukuri keadaan yang dihadapi dan bisa belajar banyak hal. 1. Lebih bersyukur kepada Tuhan masih diberi rejeki dan kemudahan dalam keadaan yang sulit. 1. Banyak mensyukuri setiap keadaan yang dihadapi. 2. Mengambil sisi positif dari keadaan anaknya bahwa anak tersebut masih mampu menjalankan aktivitas sehari-hari sendiri. 1. Bisa belajar lebih sabar dan belajar menjadi orang yang lebih baik. 2. Mengambil hikmah bahwa kehadiran anak tersebut membawa rejeki tersendiri bagi keluarganya. 1. Sisi positif yang bisa diambil adalah percaya adanya keajaiban dan kelebihan yang dimiliki anak. 1. Mengambil hikmah dari keadaan ini bahwa tidak pernah merasa kekurangan dan kesulitan. c. Acceptance 1. Menerima kehadiran dan keadaan anak tersebut dalam keluarga serta tidak memiliki perasaan malu atau minder. 2. Tidak memiliki perasaan. 1. Hanya bisa menerima keadaan anak. 2. Memaklumi keadaan anaknya yang tidak normal. 3. Bersikap pasrah menerima 1. Menerima keadaan dengan ikhlas dan tidak mengeluh dengan kenyataan yang dihadapi. 2. Mencoba memaklumi 1. Menyadari dan menerima keadaan anak sehingga tidak memaksakan anak untuk bisa belajar dan memahami pelajaran. 2. Merasa tidak malu untuk mengakui 1. Menyadari dan menerima keadaan anak dan kenyataan yang terjadi. 2. Bersikap pasrah menerima keadaan anak. 3. Menerima anak apa adanya. 1. Tetap menerima keadaan anak apa adanya walaupun merasa kecewa. 2. Berusaha menerima keadaan yang Strategi Coping Subjek I Ayah Subjek I Ibu Subjek II Ayah Subjek II Ibu Subjek III Ayah Subjek III Ibu tertekan dan tetap bersyukur dalam menerima keadaan anak apa adanya. 3. Tidak menganggap masalah anak tersebut sebagai suatu kesulitan. 4. Berusaha menghadapi keadaan ini apa adanya sesuai dengan kemampuan dan tetap menerima keadaan anak tersebut apa adanya keadaan anak sepenuhnya sebagai pemberian Tuhan. 4. Menjalani keadaan sekarang dengan pasrah. keadaan anaknya yang kurang mampu dan menerima cobaan dalam keadaan apapun. 3. Bersikap pasrah dan menerima keadaan anak tersebut. 4. Menerima kenyataan yang memang harus dihadapi. keadaan anak. 3. Tidak bisa menolak keadaan anak yang menderita retardasi mental dan tidak menjadikan anak tersebut sebagai beban. 4. Menyadari bahwa hal terpenting adalah menerima dan menjalani keadaan apa adanya. terjadi. d. Focus on and venting of emotions 1. Bersikap mendiamkan atau mengerjakan tugas atau aktivitas lain. 2. Sering mencubit untuk melampiaskan emosi. Strategi Coping Subjek I Ayah Subjek I Ibu Subjek II Ayah Subjek II Ibu Subjek III Ayah Subjek III Ibu e. Denial f. Mental disengage- ment 1. Kehadiran anak yang menderita retardasi mental bukan menjadi beban dalam keluarga. 2. Bersikap santai dalam menghadapinya dan tidak terlalu memikirkan masalah yang ditimbulkan. 3. Tidak terlalu fokus dalam menghadapi masalah yang muncul terkait dengan anak tersebut. 4. Tidak ada keluhan yang muncul, apalagi sampai menimbulkan penyakit. 1. Merasa kehadiran anak tersebut tidak menjadi beban dalam keluarga. 2. Memilih untuk mendiamkan atau tidur ketika sedang kesal. 1. Tidak terlalu merasakan dan tidak terbeban masalah ini. 2. Berusaha untuk bersikap santai. 1. Berdoa dan mengikuti pengajian untuk mengurangi beban atau perasaan sedih memiliki anak tersebut. 1. Merasa tidak ada keluhan dan tidak terbeban karena sudah memahami kondisi kejiwaan anak. g. Behavioral disengage- ment 1. Tidak melakukan usaha untuk membawa anak melakukan terapi jalan lagi. 1. Sudah tidak melakukan pengobatan lagi untuk anak karena 1. Merasa putus asa dalam pendidikan anak sehingga tidak 1. Tidak mencari informasi lagi untuk meningkatkan perkembangan 1. Tidak membawa anak ke orang pintar lagi. 2. Menyerah pasrah karena 1. Tidak pernah ke dokter lagi setelah anak bisa jalan. Strategi Coping Subjek I Ayah Subjek I Ibu Subjek II Ayah Subjek II Ibu Subjek III Ayah Subjek III Ibu 2. Tidak pernah membawa anak ke dokter lagi. kesulitan biaya. melanjutkan pendidikan anak untuk sekolah di SLB. 2. Menghentikan pengobatan medis untuk anak. anak. 2. Tidak berusaha menyekolahkan anak di SLB lagi karena merasa jenuh. belum ada usaha pengobatan yang berhasil. 3. Tidak melanjutkan kegiatan pengobatan medis ataupun alternatif. h. Alcoholdrug use i. Humor 1. Senang mengganggu anak tersebut dengan menggunakan tingkah lakunya yang aneh dan lucu. 1. Sering menggunakan tingkah laku anak yang lucu-lucu untuk dijadikan humor dalam keluarga. 1. Sering menggunakan tingkah laku anak untuk dijadikan hiburan dalam keluarga. 1. Menggunakan ekspresi dan tingkah laku anak untuk dijadikan humor dan menghibur anggota keluarga. 3. Seeking Social Support a. Seeking instrumental social support 1. Meminta saran dari kepala sekolah untuk melihat perkembangan anak. b. Seeking emotional social support 1. Memilih untuk berbagi cerita dengan istri mengenai 1. Sering cerita atau curhat dengan adik- adiknya dan 1. Berbagi cerita dengan keluarganya yang 1. Berbagi cerita dengan orangtua lain yang juga memiliki anak 1. Sering berbagi cerita dengan sahabat dekat atau anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Strategi Coping Subjek I Ayah Subjek I Ibu Subjek II Ayah Subjek II Ibu Subjek III Ayah Subjek III Ibu masalah yang dihadapi berkaitan dengan anak yang menderita retardasi mental. ibu-ibu di sekolah yang sedang mengantar anaknya untuk mengurangi beban. mengetahui keadaan anak tersebut. retardasi mental untuk mengurangi perasaan sedih. untuk mengurangi beban dan merasa lebih puas.

D. Pembahasan Penelitian

Orangtua yang memiliki anak retardasi mental berat akan menghadapi situasi stres karena adanya perubahan yang penting dalam hidup mereka dan menimbulkan tuntutan baru yang harus dipenuhi. Peristiwa memiliki anak yang menderita retardasi mental berat termasuk dalam major negative events dimana stres yang dialami orangtua adalah peristiwa negatif yang sangat membebani dan menuntut orangtua untuk mengatasi masalah tersebut Van Praag dan Zautra dalam Passer dan Smith, 2004. Oleh karena itu, orangtua yang memiliki anak retardasi mental berat akan berusaha melakukan usaha- usaha tertentu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut. Hal ini disebut dengan strategi coping yaitu segala usaha yang spesifik berupa pikiran dan perilaku yang digunakan oleh orangtua dalam menghadapi situasi stres ketika memiliki anak yang menderita retardasi mental berat. Strategi coping meliputi problem-focused coping yaitu dengan menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres, emotion-focused coping yaitu berusaha untuk mengatur respon emosional yang muncul akibat situasi stres, dan seeking social support yaitu berusaha memperoleh bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres. Dalam penelitian ini akan menggambarkan mengenai usaha-usaha atau tindakan yang mengarah ke dalam problem-focused coping, emotion-focused coping atau seeking social support yang dilakukan subjek untuk menghadapi situasi stres ketika memiliki anak retardasi mental berat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Gambaran Dinamika Psikologis Strategi

Coping Masing-masing Subjek Berikut ini adalah gambaran dinamika psikologis strategi coping yang dilakukan oleh masing-masing subjek penelitian : a. Subjek I Ayah Subjek memiliki anak retardasi mental berat dengan IQ 39. Anak subjek tersebut tidak mengalami masalah yang serius dengan kesehatannya, namun dalam segi komunikasinya agak kurang dapat dimengerti oleh orang lain. Selain itu, anak retardasi mental tersebut juga belum mampu untuk mengurus kebutuhannya sehari-hari, misalnya untuk memakai baju sendiri, anak tersebut belum bisa melakukannya sendiri. Hal ini disebabkan karena kondisi tangan anak tersebut agak lemah. Perkembangan pendidikan anak retardasi mental tersebut juga sedikit lamban karena anak tersebut saat ini hanya mampu menulis angka-angka sederhana. Peristiwa-peristiwa tersebut membuat subjek merasa tertekan namun subjek terus berusaha untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan yang dihadapinya berkaitan dengan memiliki anak retardasi mental tersebut. Subjek menggunakan berbagai bentuk strategi coping yang berbeda untuk menghadapi, mengatasi dan mengurangi stres yang ditimbulkan dengan adanya anak retardasi mental. Dalam menghadapi stres yang dialami, subjek melakukan strategi coping yang berfokus pada masalah problem-focused coping antara lain active coping, planning, dan restraint coping. Dalam pelaksanaannya, subjek melakukan active coping dengan menyekolahkan anaknya di sekolah khusus yaitu di YPAC atau Yayasan Pendidikan Anak Cacat dan membimbing serta mendidik anak secara terus-menerus untuk melakukan aktivitas sehari-harinya di rumah supaya anak menjadi tidak tergantung dengan orang lain. 1 Subjek melakukan tindakan secara aktif dengan menyekolahkan anak di YPAC karena menurut subjek, anak yang menderita retardasi mental membutuhkan pendidikan dan tenaga pengajar yang khusus. 2 Subjek juga berharap anak yang menderita retardasi mental tersebut nantinya mampu untuk membaca dan menulis dengan sekolah di YPAC karena subjek ingin mempersiapkan kehidupan masa depan anaknya dan tidak ingin anak tersebut menjadi lebih tertinggal dari orang lain. 3 Keinginan subjek ini cenderung dipengaruhi dengan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki subjek cukup tinggi sehingga subjek berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan masa depan anaknya. Usaha subjek menyekolahkan anaknya di YPAC didukung dengan usaha planning yang subjek lakukan, yaitu berupa rencana akan terus membina anak dengan segala cara supaya anak tersebut tidak ketinggalan, antara lain memberitahu anak tentang yang baik dan yang buruk, mengajari untuk melakukan hal-hal kecil, mendidik dalam 1 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 1, 3b 4 hal. 160 ; w2 no.1b 2c hal. 164. 2 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 1. hal 160. 3 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 5c hal. 161; w2 no. 7b hal. 165. pergaulan dan sopan santun serta mengajari membaca dan menulis. 4 Selain kedua usaha tersebut, subjek juga melakukan restraint coping dengan berencana bahwa suatu saat nanti subjek akan membukakan usaha dagang untuk anaknya jika memang anak tersebut tidak memiliki kemampuan yang lain lagi. 5 Dalam menghadapi stres yang dihadapi, subjek juga menggunakan strategi coping yang berfokus pada respon emosional emotion-fosused coping yaitu turning to religion, positive reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement, behavioral disengagement, dan humor. Subjek merasa khawatir terhadap kehidupan masa depan anaknya, namun subjek berusaha untuk bersikap pasrah dan menyerahkan semua keadaan tersebut kepada Tuhan melalui doa. 6 Kehadiran anak yang menderita retardasi mental ini membawa perubahan dalam kehidupan iman subjek. Subjek merasakan adanya peningkatan dalam hal keimanan dan kepercayaannya kepada Tuhan sehingga subjek mampu menyadari akan kehadiran dan keadaan anak retardasi mental yang merupakan pemberian dari Tuhan yang harus ia terima. 7 Hal tersebut mempengaruhi pola pikir subjek terhadap keadaan memiliki anak retardasi mental yang dihadapinya. Subjek memiliki keyakinan diri yang positif dimana ia tidak pernah 4 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 3a hal. 160. 5 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 11a hal. 162. 6 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 5a hal. 160 w1 no. 10a hal. 162. 7 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 8b hal. 161 w1 no. 12a hal. 162.