Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
tersebut akan menambah beban dalam keluarga dan orangtua akan semakin sulit menerima kenyataan dengan baik. Jika hal tersebut berlangsung secara
terus-menerus maka bisa membuat orangtua menjadi tertekan atau stres. Orangtua harus belajar untuk menerima keadaan anak tersebut dengan baik
dan mengerti bagaimana menerima suatu kondisi dan perubahan-perubahan yang ada karena mereka dipaksa untuk berhadapan dengan pengalaman yang
berbeda dengan para orangtua lainnya dalam merawat anak. Orangtua juga dituntut untuk berlatih menjadi individu yang dewasa dan sabar untuk
melakukan berbagai penyesuaian diri dengan keadaan anak mereka seperti memberikan perawatan, pendidikan, dukungan, dan perhatian ekstra tanpa
terlalu bersikap berlebihan atau overprotection kepada anak. Selain itu, mereka akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi
karena persoalan retardasi mental tidak bisa dilepaskan dari sikap dan kesadaran masyarakat terhadap arti dari retardasi mental itu sendiri. Soutter
dalam Prasadio, 1976 mengemukakan, masyarakat dahulu beranggapan bahwa retardasi mental memiliki hubungan dengan penyakit kutukan, moral
deficiency, kejahatan, dan keturunan sehingga anak retardasi mental biasanya menjadi bahan tertawaan, dianggap sebagai individu yang aneh, konyol, dan
idiot. Oleh karena itu, masyarakat cenderung menghindari interaksi dengan orangtua yang memiliki anak retardasi mental sehingga orangtua akan
mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan masyarakat karena adanya stigma negatif yang tumbuh dalam masyarakat tersebut.
Kehadiran anak yang menderita retardasi mental ini membawa berbagai perubahan dalam kehidupan orangtua dan membawa mereka pada
keadaan baru. Sarason Sarason 1984 dan Moos Schaefer 1986 menyatakan bahwa transisi atau perubahan dalam kehidupan ini menimbulkan
keadaan yang menekan stres karena dalam kehidupan terdapat berbagai kejadian-kejadian utama yang membawa seseorang dari suatu keadaan yang
nyaman ke keadaan baru yang menimbulkan berbagai perubahan-perubahan yang penting dan menimbulkan tuntutan-tuntutan baru yang harus dipenuhi
dalam kehidupan dalam Sarafino, 1990. Keadaan baru bagi orangtua yang memiliki anak retardasi mental akan menimbulkan stres karena orangtua
mengalami perubahan-perubahan penting dalam hidup dan harus memenuhi berbagai tuntutan baru, antara lain melakukan berbagai penyesuaian diri
dengan keadaan anak retardasi mental serta tuntutan dalam menghadapi dan menerima stigma yang tumbuh dalam masyarakat tanpa harus mengisolasi diri
dari kehidupan sosial. Lazarus 1990 mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi atau
perasaan yang dialami individu ketika individu merasa bahwa kebutuhan atau tuntutannya melebihi sumberdaya individu dan sosial yang bisa digunakan
dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997. Menurut Zautra 2003, stres bisa didefinisikan sebagai respon terhadap suatu peristiwa yang ditandai
dengan munculnya emosi-emosi negatif dalam Passer dan Smith, 2004. Sarafino 1990 menyebutkan bahwa ketika berhadapan dengan suatu
peristiwa yang menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk melakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suatu tindakan untuk mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun meminimalkan stres tersebut. Tindakan tersebut biasa dikenal dengan coping
stres yang menurut Lazarus dan Launier 1978 coping stres ini selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk strategi coping yang mengarah pada usaha
kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan konflik-konflik yang muncul dalam situasi stres
Taylor, 1999. Passer dan Smith 2004 mengemukakan tiga bentuk umum strategi
coping yaitu emotion-focused coping yang merupakan suatu usaha untuk mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang
menimbulkan stres, problem-focused coping yaitu suatu usaha untuk menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres tersebut atau
faktor-faktor yang menyebabkan stres, dan seeking social support berupa usaha pengelolaan stres dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh
bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres, yang dapat berupa bimbingan, dukungan emosional, dukungan moril, atau bantuan materi seperti
uang. Berdasarkan uraian di atas, maka penting dilakukan penelitian untuk
mengetahui dan memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk strategi coping pada orangtua yang memiliki anak retardasi mental. Hal ini
dikarenakan mereka harus berhadapan dengan keadaan dan tuntutan baru yang menimbulkan situasi stres sehingga orangtua harus memilih bentuk strategi
coping yang sesuai dengan diri mereka agar usaha tersebut dapat membantu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengatasi, mengurangi dan menurunkan efek negatif dari situasi stres yang dialami tersebut.
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk strategi coping pada orangtua yang memiliki anak
retardasi mental dengan menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif sehingga menghasilkan pemahaman mengenai strategi coping yaitu segala
upaya dan tindakan yang dilakukan oleh orangtua dalam mengatasi stres yang dialami.