44
masyarakat Batak Toba, yaitu Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Di bawah pimpinannya misi penginjilan terjadi dengan pesat. Sampai dekade-dekade awal
abad kedua puluh, sebagian besar etnik Batak Toba telah menganut agama Kristen Protestan. Berdasarkan rapat pendeta pada 3 Februari 1903, penginjilan diperluas
ke daerah Simalungun dan Karo, dan ternyata berhasil dengan baik Nestor Rico Tambunan 1996:58-60.
2.3 Gambaran Umum Kesenian Batak Toba
Kesenian yang ada dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba di antaranya adalah: sastra, tortor tari, gorga rupa, dan gondang musik.
1 Seni sastra yang terdapat dalam budaya Batak Toba merupakan ekspresi dari mitologi-mitologi, pelipur lara, norma-norma sosial, dan lainnya, yang muncul
sesuai dengan alam pikiran manusianya yang menjadi bahan teladan dalam kehidupan. Oleh karena itu sastra ini berdasar kepada konsep budaya masyarakat
Batak Toba pada umumnya. Di antara seni sastra Batak Toba itu adalah sebagai berikut: a tabas-tabas, yaitu semacam doa yang diucapkan oleh datu atau dukun;
b tudosan, yaitu perumpamaan suatu benda terhadap kehidupan, dengan membandingkan pada perasaan hati; c turi-turian, yaitu cerita yang berbentuk
legenda, misalnya legenda Siboru Deak Parujar, Tunggal Panaluan, dan lainnya; d umpama, yaitu sejenis pantun yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma sosial
dan keteladanan; e umpasa yaitu penyajian sastra yang bermakna sebagai ucapan syukur atau berkat, dan mengandung unsur pantun; f andung-andung yaitu
penyajian untuk meratapi jenazah orang yang dikasihi; g huling-hulingan atau hutinsa yaitu penyajian sastra yang berbentuk teka-teki, jika ia berbentuk teka-teki
cerita maka disebut dengan torhan-torhanan.
Universitas Sumatera Utara
45
2 Seni tortor dalam kebudayaan Batak Toba merupakan gambaran dari kehidupan, yaitu tentang tubuh manusia, norma-norma, penyembahan, dan lainnya.
Secara etimologis, tortor berasal dari kata martortor bergetar, yaitu dari suara getaran rumah adat. Rumah adat Batak Toba tidak dipaku dengan paku dari besi,
tetapi diikat dengan rotan. Jadi kalau berjalan di dalam rumah sambil menghentak- hentak akan kedengaran getaran martortor kayu M. Hutasoit 1976:15.
M. Hutasoit 1976:15-22 dalam bukunya yang bertajuk Gondang dohot Tortor Batak, membagi tortor ke dalam dua bagian besar: 1 Tortor Hatopan, yaitu
tortor umum yang ditandai dengan karakteristik semua gerakan penari adalah sama. Gerakan tortor ini telah diketahui orang ramai. Tortor Hatopan in dibagi dua: a
Tortor Hatopan Baoa tortor yang dilakukan oleh kaum pria saja, b Tortor HatopanBoru tortor yang dilakukan oleh kaum wanita saja; 2 Tortor
Hapunjungan, yaitu tortor khusus yang tidak semua orang bebas menarikannya, karena sudah ditentukan kelas-kelasnya. Misalnya Tortor Naposo adalah khusus
untuk muda-mudi, Tortor Raja khusus untuk raja atau orang yang diagungkan. Tortor Hapunjungan terbagi dua: a Tortor Hapunjungan Baoa adalah jenis teraian
lelaki, yang terdiri dari Tortor: Naposo, Nasiar-siaran; Situan Natorop, Mejan, Raja, Dalan, Sibaran, Joa-joa, Monsak, dan Hoda-hoda; b Tortor Hapunjungan
Boru adalah jenis tarian wanita, yang terdiri dari Tortor: Naposo, Soripada, Siboru, Sibaran, Haro-haro, Siar-siaran, Sihutur Sanggul, Tumba, dan lainnya.
Dalam budaya Batak Toba terdapat seni gorga. Mengenai seni gorga ini, Baginda Sirait 1980:17 menjelaskan bahwa bermula adalah seorang raja yang
kaya mencari dukun untuk mengobati anak kesayangannya. Sudah banyak dukun dan datu yang mencoba mengobati tetapi tidak ada yang berhasil. Dengan tidak
diduga datanglah seorang tua natua-tua memberikan tafsir berupa kaji diri, bahwa
Universitas Sumatera Utara
46
penyakit anak itu akan sembuh kalau roh jahat yang menguasai anak yang sakit itu diusir. Untuk mengusir roh jahat itu maka dibawalah si anak ke rumah. Mula-mula
di atas tanah dibuat gambar yang berbentuk raksasa dan untuk menimpa garis- garisnya maka dipotonglah ayam sambil menumpahkan darah ayam itu mingikuti
garis raksasa tadi. Melalui sembahyang dan menghadirkan gambar tadi maka sembuhlah penyakit si anak. Atas permintaan raja maka dipanggillah tukang untuk
memahatkan gambar seperti gambar pengobatan tadi di atas pintu rumahnya. Lebih lanjut B. Sirait mengemukakan bahwa pada umumnya gorga yang
terdapat di Batak Toba adalah mengandung nilai-nilai spiritual dan estetika tinggi. Jenis gorga dibagi dalam dua bagian besar yang dibedakan dengan warnanya: a
gorga silinggom adalah gorga yang didominasi warna hitam, b gorga sipalang atau sigara ni api didominasi warna merah. Menurut garisnya terdiri dari gorga: a
si tompi yaitu lambang ikatan kekeluargaan, b dalihan na tolu melambangkan kekerabatan, c simeol-meol melambangkan kegembiraan, d simeol-meol
masialoan sama seperti simeol-meol cuma motifnya berhadap-hadapan, e si tagan lambang peringatan agar tidak sombong dan congkak, f si jonggi lambang
keperkasaan, g si lintong lambang kesaktian, h simarogung-ogung lambang kejayaan dan kemakmuran, i ipon-ipon lambang kemajuan, i iran-iran lambang
kecantikan, j hariara sundung di langit melambangkan terciptanya manusia, k hoda-hoda lambang kebesaran, l simataniari lambang kekuatan hidup, m desa
na ualu adalah melambangkan perbintangan untuk menentukan saat-saat baik bagi manusia untuk bertani, menangkap ikan, dan lainnya, n janggar atau jorngom
melambangkan penjaga keamanan, o gaja dompak melambangkan kebenaran, p ulu paung berupa raksasa setengah manuasia dan setengah hewan melambangkan
keperkasaan untuk menjaga setan-setan dari luar kampung, q singa-
Universitas Sumatera Utara
47
singamelambangkan keadilan hukum dan kebenaran, r boraspati cecak melambangkan kekuatan pelindung manusia dari bahaya dan memebri tuah serta
harta kekayaan kepada manusia; s susu payudara wanita melambangkan kesuburan B. Sirait 1980:18-36.
2.4 Musik vokal