Penelitian terdahulu dengan penelitian ini memiliki satu perbedaan jika dilihat dari jenis penelitiannya. Penelitian yang dilakukan Masurkhi merupakan
penelitian bukan PTK. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dan Cendekia memiliki persamaan dengan penelitian ini dalam penggunaan model
Problem Based Learning. Penelitian yang dilakukan Septiningsih memiliki
persamaan dalam hal pembelajaran PKn. Kemudian, penelitian yang dilakukan Hafidh Maksum memiliki persamaan dalam sikap nasionalisme.
2.3 Kerangka Berpikir
Pendidikan di sekolah dasar perlu diwujudkan melalui pembelajaran. Semua pembelajaran di sekolah menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Aspek kognitif adalah suatu proses yang memiliki sifat menambah wawasan atau pengetahuan guna menambah hasil
belajar. Selanjutnya, aspek afektif merupakan sesuatu yang berkaitan dengan sikap dan nilai Sudijono, 2006: 54. Hasil belajar ranah afektif akan terlihat pada
siswa dalam berbagai tingkah laku seperti motivasi mengikuti pelajaran, perhatiannya terhadap mata pelajaran, menghormati guru, disiplin dalam
mengikuti pelajaran. Sementara itu, aspek psikomotorik merupakan sesuatu hal yang berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual atau motorik. Ketiga
aspek tersebut adalah bekal siswa untuk mengatasi permasalahan. Pembelajaran yang dapat mengasah ketiga aspek tersebut adalah pembelajaran yang mampu
melibatkan keaktifan siswa dalam berpikir. Keaktifan siswa bisa membangun kembali pengetahuan awal siswa. Berbekal pengetahuan awal, siswa mampu
menemukan masalah dalam pembelajaran sekaligus bisa menyelesaikan masalah tersebut.
Salah satu model pembelajaran yang mampu membantu siswa mencari arti masalahnya dalam pembelajaran adalah Problem Based Learning. Model Problem
Based Learning menggunakan masalah-masalah yang nyata dan dekat dengan
keseharian siswa. Permasalahan yang dihadirkan dalam pembelajaran tidak boleh melenceng dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kurikuum. PBL
memiliki tahapan seperti; 1 guru merancang permasalahan yang sesuai dengan kurikulum, 2 guru melibatkan siswa dalam permasalahan, mendefinisikan hal
yang harus dipelajari, 3 siswa mencari informasi untuk memperoleh fakta yang relevan, dan 4 siswa mengajukan solusi.
Pembelajaran berbasis masalah sangat sesuai diterapkan pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganeraan. Model
ini melatih siswa dalam menganalisis masalah yang dekat dengan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak model pembelajaran yang bisa digunakan guru untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai dalam pembelajaran PKn,
hanya saja guru dalam mengajar tidak menggunakan model-model pembelajaran yang menarik. Model yang biasa digunakan guru dalam mengajar adalah model
ceramah, sehingga siswa cenderung tidak aktif, tampak bosan mudah mengantuk dan lebih banyak diam. Hal ini menyebabakan nilai-nilai Pendidikan
Kewarganegaraan yang diajarkan guru tidak bisa dipahami, dihayati dan dilaksanakan siswa. Akibatnya, guru cenderung memfokuskan pembelajaran
hanya pada aspek kognitif semata, tanpa memperhatikan aspek afektif dan konatif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti memandang perlu adanya penggunaan metode belajar yang berbeda dari pembelajaran pada umumnya
ceramah, yaitu metode pembelajaran berbasis masalah Problem Based Learning
. Penggunaan metode ini bertujuan untuk meningkatkan sikap nasionalisme siswa pada mata pelajaran PKn. Jika metode pembelajaran berbasis
masalah diterapkan pada pembelajaran, metode tersebut diharapkan dapat meningkatkan aspek kognitif pemahaman, afektif penghayatan dan konatif
pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme siswa.
2.4 Hipotesis Tindakan 2.4.1