Peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKN dengan model paradigma pedagogi reflektif pada kelas III SDN Nanggulan.

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN SIKAP KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN PKN DENGAN MODEL PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA

KELAS III SDN NANGGULAN Bernadus Johan Susanto Universitas Sanata Dharma

2016

Salah satu tujuan pembelajaran PKn adalah membentuk sikap kedisiplinan siswa. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SDN Nanggulan masih rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menggambarkan dan mengetahui bagaimana pelaksanaan model Paradigma Pedagogi Reflektif sebagai upaya meningkatkan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan dan (2) untuk meningkatkan dan mengetahui peningkatan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Nanggulan, dengan subyek penelitian berjumlah 29 siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan dua siklus. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang didukung oleh observasi dan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian yang menerapkan model paradigma pedagogi reflektif pada mata pelajaran PKn sikap kedisiplinan siswa meningkat. Persentase siswa yang memiliki sikap kedisiplinan meningkat dari 45% menjadi 83% pada siklus I dan menjadi 86% pada siklus II. Sedangkan rata-rata nilai skala sikap kedisiplinan juga meningkat dari 66 menjadi 76 pada siklus I dan menjadi 84,83 pada siklus II.


(2)

ABSTRACT

IMPROVING DISCIPLINE ATTITUDE IN CIVIC LEARNING USING REFLECTIVE PEDAGOGY PARADIGM MODEL IN 3rdGRADE

NANGGULAN ELEMENTARY SCHOOL

Bernadus Johan Susanto Sanata Dharma University

2016

One of the objectives civic learning is to form student’s discipline. Based

on the observation and interview, the discipline of students grade III B in Nanggulan Elementary School was low. The objectives of the study were (1) to know the way using model of reflective pedagogical paradigm as an effort to improve students’ grade III B in Nanggulan Elementary School discipline (2) to improve students’ grade III B in Nanggulan Elementary School discipline attitude.

The type of the study was class action research. The study was done in Nanggulan Elementary School which the amount of interviewee was 29 students. The class action research was done into two cycles. Questionnaire was used as a technique to gathering data that added by observation and interview.

Based on result of the study that implemented, reflective pedagogical

paradigm model in civic learning subject was success to improve the students’

discipline. The percentage of students’ disciplineincreased from 55% into 83% in

the first cycle then became 86% in the second cycle. Meanwhile average attitude scale of discipline also increased from 66 into 76 in the first cycle then became 84,83 in the second cycle.


(3)

PENINGKATAN SIKAP KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN PKN DENGAN MODEL PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF

PADA KELAS III SDN NANGGULAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Bernadus Johan Susanto 121134199

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv MOTTO

Don’t try to change the world,

Find something that you love and do it everyday Do that for the rest of you life

And eventually, the world will change (Macklemore and Ryan Lewis - Growing Up)

Dalam dunia ini tidak ada kata hanya sampai sekarang Yang ada hanyalah dari sekarang

(Hyun Jung-hwa)

Karena sebuah hasil yang memuaskan berawal dari internet cepat dan secangkir kopi

(Sandy Pracoyo)

Secepatnya engkau berlari

Tetap kau harus berhenti untuk mensyukuri (Parisude - Samsara)


(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Januari 2016 Peneliti


(8)

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Yang bertanda tanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma,

Nama : Bernadus Johan Susanto Nomor Mahasiswa : 121134199

Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENINGKATAN SIKAP KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN PKN DENGAN MODEL PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA KELAS III SDN NANGGULAN

Dengan demikian, saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan ke dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta izin dari saya, atau memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 27 Januari 2016 Yang menyatakan,


(9)

vii ABSTRAK

PENINGKATAN SIKAP KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN PKN DENGAN MODEL PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA

KELAS III SDN NANGGULAN Bernadus Johan Susanto Universitas Sanata Dharma

2016

Salah satu tujuan pembelajaran PKn adalah membentuk sikap kedisiplinan siswa. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SDN Nanggulan masih rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menggambarkan dan mengetahui bagaimana pelaksanaan model Paradigma Pedagogi Reflektif sebagai upaya meningkatkan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan dan (2) untuk meningkatkan dan mengetahui peningkatan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Nanggulan, dengan subyek penelitian berjumlah 29 siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan dua siklus. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang didukung oleh observasi dan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian yang menerapkan model paradigma pedagogi reflektif pada mata pelajaran PKn sikap kedisiplinan siswa meningkat. Persentase siswa yang memiliki sikap kedisiplinan meningkat dari 45% menjadi 83% pada siklus I dan menjadi 86% pada siklus II. Sedangkan rata-rata nilai skala sikap kedisiplinan juga meningkat dari 66 menjadi 76 pada siklus I dan menjadi 84,83 pada siklus II.


(10)

viii ABSTRACT

IMPROVING DISCIPLINE ATTITUDE IN CIVIC LEARNING USING REFLECTIVE PEDAGOGY PARADIGM MODEL IN 3rd GRADE

NANGGULAN ELEMENTARY SCHOOL

Bernadus Johan Susanto Sanata Dharma University

2016

One of the objectives civic learning is to form student’s discipline. Based

on the observation and interview, the discipline of students grade III B in Nanggulan Elementary School was low. The objectives of the study were (1) to know the way using model of reflective pedagogical paradigm as an effort to improve students’ grade III B in Nanggulan Elementary School discipline (2) to improve students’ grade III B in Nanggulan Elementary School discipline attitude.

The type of the study was class action research. The study was done in Nanggulan Elementary School which the amount of interviewee was 29 students. The class action research was done into two cycles. Questionnaire was used as a technique to gathering data that added by observation and interview.

Based on result of the study that implemented, reflective pedagogical

paradigm model in civic learning subject was success to improve the students’

discipline. The percentage of students’ discipline increased from 55% into 83% in

the first cycle then became 86% in the second cycle. Meanwhile average attitude scale of discipline also increased from 66 into 76 in the first cycle then became 84,83 in the second cycle.


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan tugas akhir skripsi dengan judul “Peningkatan Sikap Kedisiplinan dalam Pembelajaran PKn dengan Model Paradigma Pedagogi Reflektif pada Kelas III SDN Nanggulan” dapat selesai dengan lancar. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat adanya bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu izinkan penulis untuk menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan atas izin yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ, S.S., BST., M.A. selaku Ketua Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

3. Christiyanti Aprinastusti, S.Si., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

4. Drs. Paulus Wahana, M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan masukan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.


(12)

x

5. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Sri Rahayu, S.Pd. selaku Kepala SD Negeri Nanggulan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

7. Lis Endang Retnowati, selaku Guru Kelas III B SD Negeri Nanggulan yang telah memberikan izin, masukan, dan dukungan sehingga penelitian dapat terlaksana dengan lancar.

8. Tarsisius Judiwijana dan Yohana Fransiska Marjiyem yang telah memberikan doa dan dukungan moral maupun material.

9. Yusuf Wiryorejo, Maria Saliyem, Petrus Kahana, M. M. Tri Esti W., Anastasia Sumi, Nicola Srilestariningsih, yang telah memberikan semangat, dukungan moral maupun material, dan doa.

10.Bravi, Oka, Nugroho, Purnomo, Sita, Yosi, Astrid, Ika, dan Hilda yang telah berjuang bersama menyusun skripsi dalam kelompok payung dan mahasiswa kelas E 2012.

11.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(13)

xi

Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 27 Januari 2016 Penulis

Bernadus Johan Susanto


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Operasional ... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ... 7


(15)

xiii

1. Sikap ... 7

a) Pengertian Sikap ... 7

b) Struktur Sikap ... 8

2. Kedisiplinan ... 9

a) Pengertian Kedisiplinan ... 9

b) Tujuan Pembinaan Disiplin ... 10

3. Pendidikan Kewarganegaraan ... 11

a) Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ... 11

b) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 11

4. Paradigma Pedagogi Reflektif ... 12

a) Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif ... 12

b) Dinamika Paradigma Pedagogi Reflektif ... 13

c) Kelebihan Paradigma Pedagogi Reflektif ... 15

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 17

C. Kerangka Berpikir ... 21

D. Hipotesis Tindakan ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 23

B. Setting Penelitian ... 24

1. Tempat Penelitian ... 24

2. Subyek Penelitian ... 25

3. Obyek Penelitian ... 25


(16)

xiv

C. Rencana Tindakan ... 25

1. Siklus I ... 25

a) Perencanaan ... 25

b) Pelaksanaan ... 26

c) Observasi ... 29

d) Refleksi ... 29

2. Siklus II ... 30

a) Perencanaan ... 30

b) Pelaksanaan ... 30

c) Observasi ... 31

d) Refleksi ... 32

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

1. Kuesioner ... 32

2. Observasi ... 33

3. Wawancara ... 34

E. Instrumen Penelitian ... 34

1. Lembar Kuesioner ... 34

2. Lembar Wawancara ... 36

3. Lembar Observasi ... 38

F. Teknik Pengujian Instrumen ... 38

1. Validitas ... 38

a) Validitas Rupa ... 39


(17)

xv

c) Validitas Konstruk ... 40

2. Reliabilitas ... 50

G. Teknik Analisis Data ... 53

1. Aspek Konitif ... 53

2. Aspek Afektif ... 54

3. Aspek Konatif ... 55

H. Indikator Keberhasilan ... 57

I. Jadwal Penelitian ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 60

1. Siklus I ... 60

a) Perencanaan ... 60

b) Tindakan ... 62

c) Pengamatan ... 62

d) Refleksi ... 71

2. Siklus II ... 74

a) Perencanaan ... 74

b) Tindakan ... 74

c) Pengamatan ... 75

d) Refleksi ... 84

B. Pembahasan ... 86

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 95


(18)

xvi

B. Keterbatasan Penelitian ... 96

C. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

LAMPIRAN ... 99


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skala Likert ... 33

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner ... 34

Tabel 3.3 Sebaran Butir Item Aspek 1 ... 35

Tabel 3.4 Sebaran Butir Item Aspek 2 ... 35

Tabel 3.5 Sebaran Butir Item Aspek 3 ... 36

Tabel 3.6 Pedoman Wawancara ... 37

Tabel 3.7 Pedoman Observasi ... 38

Tabel 3.8 Validasi Skala Sikap Kedisiplinan Kelas 3 ... 42

Tabel 3.9 Pernyataan Skala Sikap Kedisiplinan yang Valid ... 48

Tabel 3.10 Kriteria Koefisien Reliabitias ... 51

Tabel 3.11 Hasil Reliabiliatas Skala Sikap Kedisiplinan Kelas 3 ... 52

Tabel 3.12 Kriteria PAP tipe I ... 53

Tabel 3.13 Rentang Nilai Aspek Kognitif ... 54

Tabel 3.14 Rentang Nilai Aspek Afektif ... 55

Tabel 3.15 Rentang Nilai Aspek Konatif ... 56

Tabel 3.16 Rentang Nilai Secara Keseluruhan ... 57

Tabel 3.17 Indikator Keberhasilan Peraspek ... 58

Tabel 3.18 Indikator Keberhasilan Secara Keseluruhan ... 58

Tabel 3.19 Jadwal Penelitian pada Semester Ganjil ... 59

Tabel 4.1 Hasil Skala Sikap Siklus I Aspek Kognitif ... 64


(20)

xviii

Tabel 4.3 Hasil Skala Sikap Siklus I Aspek Konatif ... 66

Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Siklus I ... 67

Tabel 4.5 Hasil Skala Sikap Siklus I Secara Keseluruhan ... 69

Tabel 4.6 Hasil Skala Sikap Siklus II Aspek Kognitif ... 76

Tabel 4.7 Hasil Skala Sikap Siklus II Aspek Afektif ... 78

Tabel 4.8 Hasil Skala Sikap Siklus II Aspek Konatif ... 79

Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Siklus II ... 80

Tabel 4.10 Hasil Skala Sikap Siklus II Secara Keseluruhan ... 82

Tabel 4.11 Aspek Pencapaian dan Rata-rata Kelas Secara Keseluruhan ... 87

Tabel 4.12 Peningkatan Sikap Kedisiplinan dan Rata-rata Siswa Peraspek ... 89


(21)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Siklus Model Kurt Lewin ... 24 Gambar 3.2 Rumus Product Moment ... 41 Gambar 4.1 Grafik Presentase Sikap Kedisiplinan Siswa Secara Keseluruhan .. 88 Gambar 4.2 Grafik Presentase Peningkatan Sikap Kedisiplinan Siswa


(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Silabus Pembelajaran ... 99 Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 108 Lampiran 3 Validasi RPP ... 129 Lampiran 4 Validasi Kuesioner ... 136 Lampiran 5 Kuesioner Valid ... 142 Lampiran 6 Contoh Kuesioner Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II ... 145 Lampiran 7 Hasil Penghitungan Kuesioner Kondisi Awal ... 152 Lampiran 8 Hasil Wawancara ... 156 Lampiran 9 Hasil Observasi ... 159 Lampiran 10 Foto-foto Pembelajaran Siklus I dan Siklus II ... 163 Lampiran 11 Surat Izin Penelitian ... 166 Lampiran 12 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ... 168


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan Kewarganegaran menjadi salah satu mata pelajaran dalam satuan pendidikan sekolah dasar. Dalam Depdiknas (2006: 46) dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu mata pelajaran yang mengajarkan dan melatih para siswanya untuk memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pembentukan warga negara yang dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban dapat dilakukan sejak dini. Anak-anak usia sekolah dasar dapat dikenalkan dengan hak dan kewajiban mereka sendiri. Pengenalan dapat dimulai dengan cakupan lingkungan yang terkecil misalnya keluarga atau sekolah. Lingkungan keluarga dan sekolah dapat dikenalkan terlebih dahulu karena lingkungan tersebut adalah lingkungan yang ditemui oleh siswa setiap hari.

Hak dan kewajiban warga negara berkaitan satu dengan yang lainnya. Untuk mendapatkan hak kita harus melaksanakan kewajiban kita dahulu. Kewajiban tersebut dapat berupa peraturan baik peraturan tertulis maupun peraturan tidak tertulis. Untuk mendapatkan hak terlebih dulu kita harus melaksanakan aturan-aturan yang berlaku. Pengenalan dan pemahaman terhadap aturan-aturan yang berlaku di lingkungan sekitar perlu diajarkan terlebih dahulu kepada siswa-siswa sekolah dasar. Hal


(24)

2

tersebut mengajarkan siswa untuk memahami arti penting dari sebuah peraturan yang kemudian menumbuhkan kesadaran siswa untuk melaksanakan dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku di lingkungan sekitarnya. Selain dapat menumbuhkan kesadaran siswa, pemahaman tentang peraturan tersebut juga dapat meningkatkan sikap kedisiplinan siswa. Sikap kedisiplinan ini meliputi penghayatan, pemahaman, dan pelaksanaan nilai-nilai kedisiplinan.

Menurut Pusat Kurikulum (2002 dalam Aryani, 2010: 8) pendidikan di Indonesia masih begitu buruk. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, di antaranya adalah penilaian yang sebatas pengetahuan (kognitif). Penilaian yang pada aspek kognitif dapat membuat siswa memahami materi pelajaran tetapi belum tentu dapat menerapkan suatu pembelajaran ke dalam kehidupan sehari-hari. Chamim (2003: ix, dalam Aryani, 2010: 40) menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan (civic education) bagi Indonesia berarti pendidikan pengetahuan, sikap, mental, nilai-nilai, dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi, sehingga terwujud warga masyarakat yang demokratis dan mampu menjaga persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, serta demokratis. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya tidak cukup dengan mengembangkan kemampuan dan keterampilan kognitif saja. Suatu pendidikan diharapkan tidak hanya mengembangkan kemampuan dan keterampilan kognitif, tetapi juga mampu


(25)

3

mengembangkan kemampuan dan keterampilan afektual sehingga dapat berpengaruh terhadap perilaku siswa ke arah yang lebih baik.

Sementara itu berdasarkan observasi yang peneliti laksanakan pada 31 Juli 2015 di kelas III B, SD Negeri Nanggulan. Peneliti mengobservasi sikap kedisiplinan di dalam kelas dan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru yang berkaitan dengan sikap kedisiplinan siswa. Peneliti melihat sembilan siswa yang berbicara dengan teman di sebelahnya atau di belakangnya saat guru menyampaikan materi. Di awal pembelajaran ketika guru menanyakan PR, ada tiga siswa yang belum mengerjakan PR tersebut. Selain itu saat guru memberikan soal latihan kepada siswa, ada seorang siswa yang tidak mau mengerjakan soal latihan tersebut, dia hanya diam di tempat duduknya. Walaupun guru telah menegurnya tetapi dia tetap tidak mau mengerjakan. Sedangkan hasil skala sikap yang mengukur sikap kedisiplinan siswa di keluarga, sekolah, dan masyarakat masih rendah. Pada kondisi awal, persentase siswa yang memiliki sikap kedisiplinan minimal “Cukup” pada aspek kognitif sebesar 48%, pada aspek afektif sebesar 48%, dan pada aspek konatif sebesar 38%.

Selain mengobservasi sikap kedisiplinan siswa, peneliti juga mengobservasi model pembelajaran yang digunakan oleh guru kelas. Peneliti melihat guru tidak melibatkan siswa dalam pembelajaran. Guru tidak menggali pengetahuan awal siswa. Guru juga tidak memberikan umpan balik kepada siswa tentang materi pembelajaran. Ketika terdapat siswa yang berbicara dengan temannya ketika guru menyampaikan materi.


(26)

4

Guru pun menegur dan menghampiri mereka, tetapi tidak beberapa lama kemudian siswa kembali berbicara dengan temannya, kali ini guru menegur tetapi tidak menghampiri mereka. Di akhir pembelajaran guru langsung menutup pelajaran tidak memberikan penguatan dan refleksi.

Melihat permasalahan tersebut peneliti ingin meningkatkan sikap kedisiplinan pada siswa kelas III B, SD Negeri Nanggulan. Peneliti akan menggunakan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif. Menurut Kolvenbach (dalam Suparno, 2015: 19), model pembelajaran ini mengembangkan siswa untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan/ ketrampilan sesuai bidangnya (Competence). PPR juga mengembangkan kompetensi siswa dalam hal membedakan baik dan buruk suatu pembelajaran dan mempunyai kemampuan mengambil keputusan yang benar (Conscience). Selain itu model pembelajaran ini mengembangkan kepekaan untuk dapat berbuat baik kepada orang lain yang membutuhkan (Compassion). Di dalam model pembelajaran PPR terdapat tiga unsur utama yaitu pengalaman, refleksi, dan aksi. Siswa dibantu untuk menggali pengalamannya sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, kemudian mengambil makna bagi hidup pribadi, hidup bersama, dan hidup kemasyarakatan melalui refleksi. Selanjutnya PPR mengajak siswa untuk melakukan tindakan baik masih batin atau sudah tindakan psikomotorik setelah siswa merefleksikan pengalaman belajar mereka.

Berdasarkan permasalahan yang peneliti temukan di kelas III B, SD Negeri Nanggulan, peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas


(27)

5

dengan judul “Peningkatan Sikap Kedisiplinan dalam Pembelajaran PKn dengan Model Paradigma Pedagogi Reflektif pada Kelas III SDN Nanggulan.”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan model Paradigma Pedagogi Reflektif untuk meningkatkan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan?

2. Apakah pelaksanaan model Paradigma Pedagogi Reflektif dapat meningkatkan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan?

C. Tujuan Penelitian

1. Menggambarkan dan mengetahui bagaimana pelaksanaan model Paradigma Pedagogi Reflektif sebagai upaya meningkatkan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan.

2. Meningkatkan dan mengetahui peningkatan sikap kedisiplinan siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa

Pembelajaran menggunakan Paradigma Pedagogi Reflektif dapat memberikan pengalaman baru dalam melaksanakan kegiatan belajar sehingga kegiatan belajar dapat bervariasi serta dapat mengurangi kejenuhan dan kebosanan pada saat mengikuti proses belajar di kelas. 2. Bagi Guru


(28)

6

Pembelajaran menggunakan Paradigma Pedagogi Reflektif memberikan wawasan dan memotivasi guru untuk menggunakan pendekatan ini dalam pembelajaran pada mata pelajaran lain dan di kelas yang berbeda.

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini memberikan masukan atau saran kepada Kepala Sekolah bahwa penggunaan Paradigma Pedagogi Reflektif adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang efektif.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan sarana untuk belajar, berlatih, menerapkan, dan mengembangkan pengetahuan tentang model Paradigma Pedagogi Reflektif

E. Definisi Operasional

1. Sikap adalah reaksi seseorang terhadap obyek sikap yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan konatif.

2. Kedisiplinan yang berasal dari kata dasar disiplin adalah kemampuan mengendalikan diri untuk berperilaku tertib dan patuh terhadap aturan-aturan yang berlaku di keluarga, sekolah, dan masyarakat.

3. Paradigma Pedagogi Reflektif adalah suatu model pembelajaran yang mengembangkan 3C yaitu competence, conscience dan compassion. Langkah-langkah PPR ini adalah konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi.


(29)

7 BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka

1. Sikap

a) Pengertian Sikap

Menurut Thrustone, Likert, dan Osgood (dalam Azwar, 2015:4) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap pada suatu obyek bisa berupa perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable). Sedangkan LaPierre (dalam Azwar, 2015:5) menyatakan bahwa sikap dapat didefinisikan sebagai suatu pola perilaku untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Di sisi lain Secord dan Backman (dalam Azwar, 2015:5) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu pola perilaku yang berhubungan dengan perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) yang dapat berupa suatu perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable).


(30)

8 b) Struktur Sikap

Azwar (2015: 23) menyatakan bahwa struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, komponen-komponen tersebut adalah:

(1) Komponen Kognitif (Cognitive)

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Mann (dalam Azwar 2015:24) menambahkan bahwa seringkali komponen kognitif dapat disamakan dengan pendapat (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu yang kontroversial. (2) Komponen Afektif (Affective)

Menurut Mann (dalam Azwar 2015:24) komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek inilah yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.

(3) Komponen Perilaku (Conative)

Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk beraksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu (Mann 1969, dalam Azwar 2015:24).


(31)

9 2. Kedisiplinan

a) Pengertian Kedisiplinan

Kata disiplin mempunyai akar pada kata disciple yang berarti “mengajar atau melatih.” Salah satu definisi adalah “melatih melalui pengajaran atau pelatihan.” Disiplin merupakan bagian dari proses berkelanjutan pengajaran atau pendidikan (Khalsa, 2008:xix).

Menurut Supadjar (1983:4) disiplin mengandung makna kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai di dalam suatu sistem sosial, demi kualitas kehidupan. Dengan demikian di dalam disiplin tercermin adanya sistem nilai, sistem sosial, bentuk kepribadian pendukungnya, dan perspektif masa depan yang akan dicapai dari pola interaksi yang terjadi. Disiplin dimengerti bukan sebagai mekanisme, tetapi sebagai pengambilan sikap sebagai situasi masyarakat. Sikap dalam bentuk tingkah laku yang menjadi kebiasaan, tetapi tetap terbuka bagi hal baru yang merealisir nilai-nilai tertentu. Sedangkan Pidarta (1995:64) berpendapat bahwa disiplin adalah tata kerja seseorang sesuai aturan dan norma yang telah disepakati sebelumnya. Ada disiplin yang berasal dari luar, ada juga disiplin yang berasal dari dalam diri seseorang. Disiplin yang bersumber dari luar mungkin karena takut dan mungkin karena pengaruh lingkungan yang begitu kuat. Disiplin yang berasal dari luar lama-kelamaan juga bisa menjadi disiplin yang berasal dari dalam. Disiplin dari diri sendiri lebih baik


(32)

10

dari pada yang bersumber dari luar, sebab ini dapat memotivasi diri sendiri (Finch, 1982 dalam Pidarta, 1995:64).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah suatu tindakan seseorang yang mencerminkan ketaatan dan kepatuhan terhadap suatu norma-norma atau aturan yang telah disepakati sebelumnya.

b) Tujuan Pembinaan Disiplin

Menurut Supadjar (1983:12) ada beberapa tujuan pembinaan disiplin khususnya di dalam kelas.

(1) Memperkenalkan tata hubungan guru dan murid (2) Menemukan identitas diri dan kelompok

(3) Menyiapkan tata tertib hubungan kemasyarakatan

(4) Mengantar prinsip-prinsip kehidupan bersama, sebagai politik, yaitu kesadaran berbangsa dan bernegara

(5) Menyadarkan bahwa Pancasila adalah prinsip-prinsip kehidupan bersama.

Sementara itu Schaefer (1986:3) mengungkapkan bahwa tujuan disiplin terbagi menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek dari disiplin adalah untuk melatih dan mengontrol anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk perilaku yang pantas dan tidak pantas dilakukan serta perilaku yang masih asing bagi anak. Sedangkan tujuan jangka panjang dari disiplin adalah untuk perkembangan pengendalian diri dan


(33)

11

pengarahan diri sendiri (self control and self direction) yaitu dalam hal mana anak-anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar.

3. Pendidikan Kewarganegaraan

a) Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Utami (2010:2) Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengarahkan siswa untuk menjadi warga negara yang demokratis, yang merhargai perbedaan, dan mencintai keadilan dan kebenaran. Kemudian Chamim (2003:ix, dalam Aryani, 2010:40) berpendapat bahwa pendidikan kewarganegaraan (civic education) bagi Indonesia berarti pendidikan pengetahuan, sikap, mental, nilai-nilai, dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi, sehingga terwujud warga masyarakat yang demokratis dan mampu menjaga persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, serta demokratis.

b) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini secara rinci dijelaskan dalam Permendiknas RI Nomor 23 tahun 2006. Disebutkan bahwa tujuan pencapaian dari mata pelajaran PKn adalah sebagai berikut:

(1) Memampukan siswa berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.


(34)

12

(2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta antikorupsi.

(3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

(4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Utami, 2010:2).

4. Paradigma Pedagogi Reflektif

a) Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif

Pedagogi adalah cara para pengajar untuk mendampingi para siswanya. Pedagogi merupakan seni dan ilmu mengajar. Pedagogi meliputi pandangan hidup dan visi mengenai idealnya pribadi terpelajar. Hal tersebut juga memberikan criteria pemilihan sarana-sarana yang harus dipakai dalam pendidikan (Subagja, 2010:22).

Selanjutnya Subagja (2010:39) memaparkan bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif terdiri atas beberapa langkah yaitu pengalaman, refleksi, dan aksi. Langkah-langkah tersebut menawarkan bermacam-macam cara seorang pengajar untuk dapat mendampingi para pelajar mereka untuk memudahkan proses belajar dan berkembang lewat menatap kebenaran dan menggali arti manusiawinya. Pola pengalaman, refleksi, dan aksi sungguh-sungguh membantu para


(35)

13

pelajar berkembang menjadi manusia kompeten, bertanggung jawab, dan berbelas kasih.

b) Dinamika Paradigma Pedagogi Reflektif

Menurut Subagja (2010:42) Paradigma Pedagogi Reflektif terdapat lima langkah yaitu: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.

(1) Konteks

Pengalaman seseorang selalu menjadi titik tolak dalam Paradigma Pedagogi Reflektif. Oleh karena itu sebelum mengajar, pengajar harus mengetahui sebanyak mungkin konteks tempat kegiatan mengajar dan belajar berlangsung. Pengajar perlu memahami dunia pelajar, termasuk cara-cara hidup keluarga, teman-teman, kelompok baya, kebudayaan kaum muda dan adat, tekanan sosial, kehidupan sekolah, dan hal lain yang berdampak pada dunia si pelajar dan mempengaruhinya kea rah baik atau buruk (Subagja, 2010:43).

(2) Pengalaman

Pengalaman dalam Peradigma Pedagogi Reflektif tidak mentok pada pemahaman intelektual saja. Namun mendesak supaya keseluruhan pribadi, budi, perasaan, dan kemauan masuk dalam pengalaman belajar. Baik ranah kognitif maupun afektif terlibat, karena tanpa perasaan batin yang terkait dengan


(36)

14

pemahaman intelektual, belajar tidak mendorong seseorang untuk bertindak (Subagja, 2010:49).

(3) Refleksi

Pada tingkat refleksi siswa diajak untuk menangkap makna yang lebih mendalam dari apa yang telah dipelajari. Refleksi juga mengajak siswa untuk menemukan hubungan apa yang telah dipelajari dengan segi-segi lain dari pengetahuan. Refleksi selanjutnya membentuk suara hati siswa untuk dituangkan dalam perbuatan mereka (Subagja, 2010:54).

(4) Aksi

Aksi menunjukkan pertumbuhan batin seseorang berdasarkan penalaman yang telah direfleksikan oleh siswa. Siswa menentukan pilihan-pilihan batin yang selanjutnya dinyatakan melalui aksi (Subagja, 2010:61)

(5) Evaluasi

Evaluasi dalam Paradigma Pedagogi Reflektif tidak hanya untuk mengetahui kemajuan akademik. Namun yang menjadi fokus adalah pertumbuhan siswa yang menyeluruh sebagai pribadi demi sesama. Evaluasi berkala perkembangan siswa dalam sikap, prioritas-prioritas, dan kegiatan-kegiatan selaras dengan sikap menjadi orang demi orang lain (man for others) perlu dilakukan (Subagja, 2010:63).


(37)

15

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif tersebut dapat dilihat bahwa PPR tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi juga mengembangkan aspek afektif dan konatif. Karena tujuan dari model pembelajaran PPR adalah mengembangkan siswa yang mencakup 3C (Competence, Conscience, dan Compassion).

c) Kelebihan Paradigma Pedagogi Reflektif

Paradigma Pedagogi Reflektif memiliki beberapa kelebihan jika diterapkan dalam pembelajaran. Kelebihan-kelebihan tersebut menurut Kolvenbach (dalam Suparno, 2015:19) adalah model pembelajaran ini mengembangkan siswa untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan/ ketrampilan sesuai bidangnya (Competence). PPR juga mengembangkan kompetensi siswa dalam hal membedakan baik dan buruk suatu pembelajaran dan mempunyai kemampuan mengambil keputusan yang benar (Conscience). Selain itu model pembelajaran ini mengembangkan kepekaan untuk dapat berbuat baik kepada orang lain yang membutuhkan (Compassion). Dengan cara tersebut siswa tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan/ketrampilan saja tetapi menggunakan ilmu pengetahuan/ ketrampilan tersebut untuk membedakan hal yang baik dan tidak baik serta mempunyai kepekaan untuk menolong sesame yang membutuhkan.

Selain itu kelebihan-kelebihan PPR dijelaskan oleh Subagja (2010:68) sebagai berikut ini:


(38)

16

(1) Paradigma Pedagogi Reflektif dapat diterapkan kepada semua kurikulum

Paradigma Pedagogi Reflektif ini dapat diterapkan dalam semua kurikulum yang diterapkan pemerintah. Paradigma ini tidak menuntut tambahan apapun, selain pendekatan baru pada cara mengajarkan mata pelajaran yang ada.

(2) Paradigma Pedagogi Reflektif fundamental untuk proses belajar mengajar

Paradigma ini dapat diterapkan pada ranah non-akademik, seperti kegiatan ekstrakurikuler, olahraga, program pelayanan masyarakat, retret, dan sebagainya. Paradigma ini dapat membantu siswa menemukan hubungan antara bagian-bagian dari suatu bidang studi atau dengan bidang-bidang studi lain.

(3) Paradigma Pedagogi Reflektif menjamin para pengajar menjadi pengajar yang lebih baik

Paradigma ini memungkinkan para pengajar memperkaya baik isi maupun susunan yang mereka ajarkan, cara mendorong inisiatif siswa, cara mendorong siswa untuk aktif dan bertanggung jawab terhadap hasil studi, dan cara memotivasi siswa untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan pengalaman siswa.


(39)

17

(4) Paradigma Pedagogi Reflektif mempribadikan proses belajar dan mendorong pelajar merefleksikan makna dan arti dari apa yang dipelajari

Paradigma ini mendukung integrasi antara pengalaman belajar di ruang kelas dengan pengalaman di rumah, waktu bekerja, dunia teman sebaya, dan sebagainya.

(5) Paradigma Pedagogi Reflektif menekankan matra sosial belajar maupun mengajar

Paradigma ini mendorong kerjasama yang erat dan berbagi pengalaman serta dialog antar siswa. Melalui interaksi tersebut lama-kelamaan siswa menjadi sadar bahwa pengalaman-pengalaman yang paling mendalam timbul dari hubungan yang manusiawi.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh John (2011) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Anak di Kelas melalui Cerita.” Penelitian tersebut dilakukan pada siswa TKK 11 BPK Penabur Jakarta. Subjek penelitian ini adalah seluruh peserta didik Kelompok B (kelas B2) yang berjumlah 23 anak terdiri dari 11 anak perempuan dan 12 anak laki-laki dengan rentang usia antara 5 - 6 tahun. Jenis pelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan tiga siklus. Ada tiga indikator yang digunakan dalam penelitian ini: (1) Mendengarkan saat guru menerangkan materi, (2) Mengerjakan instruksi guru, dan (3) Berbicara


(40)

18

dengan sopan. Pada siklus pertama terjadi peningkatan secara berurutan sebesar 13,04%; 4,35%; dan 4,35% dibandingkan sebelum mendapat tindakan. Pada siklus kedua juga terjadi peningkatan dibandingkan siklus pertama secara berurutan sebesar 13,04%; 8,7%; dan 4,35%. Selanjutnya pada siklus ketiga terjadi peningkatan yang cukup besar dibandingkan siklus kedua, secara berurutan sebesar 17,39%; 13,04%; dan 17,39%. Setelah tiga siklus didapat hasil prosentase anak yang sudah dapat menyimak meningkat menjadi 91.30% atau 21 anak dari 23 anak, sementara prosentase untuk aspek ketaatan meningkat menjadi 82.61% atau 19 anak dari 23 anak, dan untuk aspek berbicara dengan sopan meningkat menjadi 86.96% atau 20 anak dari 23 anak. Penelitian relevan kedua dilakukan oleh Widiyanti (2013) yang bejudul “Pengaruh Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PPR dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa.” Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian ini dilakukan di SMPK St. Yusuf, Kota Madiun. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIII tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 50 siswa yang tediri dari 25 siswa untuk kelas control dan 25 siswa untuk kelas eksperimen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Dari data yang diperoleh bahwa siswa yang belajar Pendidikan Karakter dengan PPR dalam Pendidikan Agama Katolik memperoleh skor rata-rata hitung 108,04 dan pendidikan karakter dengan


(41)

19

pendekatan konvensional dalam Pendidikan Agama Katolik memperoleh skor rata-rata hitung sebesar 99,92.

Penelitian relevan yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Darwis (2014) yang berjudul “Kemampuan Guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam Meningkatkan Kedisiplinan Belajar Siswa dalam Pembelajaran di SMKN Parigi Selatan.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan guru PKn dalam mengajar untuk meningkatkan kedisiplinan belajar siswa SMKN Parigi Selatan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hambatan yang ditemukan guru dalam upaya meningkatkan kedisiplinan siswa SMKN Parigi Selatan. Subyek penelitian adalah guru PKn berjumlah 2 orang dan kepala sekolah selaku informan kunci. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi, angket, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti menerapkan teknik pengumpulan data secara deskriptif kualitatif. Hasil observasi dalam pembelajaran, wawancara dengan kepala sekolah, dan angket menunjukkan bahwa guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki kemampuan yang baik dalam meningkatkan kedisiplinan belajar siswa dalam pembelajaran. Hal itu terbukti berdasarkan data yang diperoleh bahwa guru selalu memberi nasihat kepada siswa. Jika terdapat siswa yang melanggar kedisiplinan, guru memberikan teguran untuk tidak mengulangi pelanggaran tersebut. Selanjutnya jika masih tetap tidak mengindahkan teguran yang telah diberikan maka akan diberikan sanksi yang bersifat edukatif, jika masih tetap tidak membuat jera maka langkah terakhir yang dilakukan oleh guru PKn di SMKN


(42)

20

Parigi Selatan ialah dengan memberikan nilai tidak tuntas kepada siswa yang tidak disiplin dalam pembelajaran. Sementara itu hambatan yang ditemui guru dalam peningkatan kedisiplinan belajar siswa ialah sarana dan prasarana sekolah serta masih kurangnya motivasi belajar siswa dalam pembelajaran sehingga menyebabkan pembelajaran kurang efektif.

Ketiga penelitian di atas dapat mendukung penelitian ini. Pada penelitian pertama, John sebagai peneliti berhasil meningkatkan kedisiplinan siswa TKK 11 BPK Penabur Jakarta menggunakan cerita. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti dapat menyisipkan cerita dalam model pembelajaran PPR. Cerita dapat dilakukan saat penyampaian materi kepada siswa. Kemudian untuk penelitian kedua yang dilakukan oleh Widiyanti untuk meningkatkan kepribadian dan pendidikan karakter siswa SMPK St. Yusuf. Penelitian tersebut berhasil membuktikan bahwa model Paradigma Pedagogi Reflektif dapat meningkatkan kepribadian dan pendidikan karakter siswa. Sedangkan penelitian ketiga yang dilakukan oleh Darwis menjelaskan bagaimana guru SMKN Parigi Selatan dalam mengajar sehingga dapat meningkatkan kedisiplinan siswa. Penelitian tersebut dapat memberikan masukan kepada peneliti agar selalu memberi nasihat kepada siswa dalam mengajar sehingga tujuan dari penelitian ini yaitu meningkatkan kedisiplinan siswa dapat tercapai.


(43)

21 C. Kerangka Berpikir

Sikap kedisiplinan siswa dalam pembelajaran menjadi salah satu faktor penting tercapainya tujuan pembelajaran. Sikap kedisiplinan pola perilaku siswa yang berkaitan dengan pengetahuan (kognitif), perasaan (afektif), dan predisposisi tindakan (konasi) siswa yang mencerminkan ketaatan dan kepatuhan terhadap norma-norma atau aturan yang ada di keluarga, sekolah, dan masyarakat yang telah disepakati sebelumnya. Namun saat ini sikap kedisiplinan siswa masih buruk, khususnya siswa sekolah dasar. Hal tersebut

Kedisiplinan PPR

PKn

Darwis (2014) Judul penelitiannya adalah

“Kemampuan Guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam Meningkatkan Kedisiplinan Belajar Siswa dalam Pembelajaran di SMKN Parigi Selatan.”

John (2011) Judul penelitiannya adalah “Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Anak di Kelas melalui Cerita.”

Widiyanti (2013) Judul penelitiannya adalah “Pengaruh Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PPR dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa.” Susanto (2016)

“Peningkatan Sikap Kedisiplinan dalam Pembelajaran PKn dengan Model Paradigma Pedagogi Reflektif pada Kelas III SDN Nanggulan.”


(44)

22

dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah model pengajaran guru yang masih berada di tingkat pemahaman (kognitif). Pemahaman siswa belum cukup untuk mencapai tujuan dari PKn yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, mental, nilai-nilai, dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi, sehingga terwujud Indonesia yang kuat, sejahtera, serta demokratis.

Untuk menghadapi masalah tersebut guru dapat menggunakan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif. Model pembelajaran ini mengintegrasikan pemahaman masalah dunia, kehidupan, dan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga nilai-nilai tersebut muncul dari kesadaran dan kehendak siswa melalui refleksinya. Selain itu PPR juga mengembangkan 3C yaitu competence, conscience dan compassion. Model pembelajaran ini mempunyai tiga unsur utama yaitu pengalaman, refleksi, dan aksi yang mengajak siswa untuk melakukan aksi nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan nyata dari pembelajaran yang telah direfleksikan oleh siswa.

D. Hipotesis Tindakan

1. Penerapan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran PKn melalui tahap konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.

2. Penerapan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran PKn dapat meningkatkan kedisiplinan siswa kelas III B, SD Negeri Nanggulan tahun ajaran 2015/2016.


(45)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III membahas tentang jenis penelitian, setting penelitian, rencana tindakan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian instrumen, dan analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Suhardjono (2006:58) berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran. Sedangkan menurut Kusumah (2010:9) penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru kelasnya sendiri dengan cara merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif. PTK bertujuan untuk memperbaiki kinerja guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model Kurt Lewin. Konsep pokok penelitian tindakan Model Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observating), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai siklus yang dapat digambarkan sebagai berikut:


(46)

24

Gambar 3.1 Siklus Model Kurt Lewin (1990 dalam Aqib, 2007:21) B. Setting Penelitian

Setting dalam penelitian ini meliputi tempat, subjek, objek, dan waktu penelitian.

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Nanggulan yang beralamat di Nanggulan, Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Sebelah utara, timur, dan selatan berbatasan dengan pemukiman penduduk. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan

Acting

Planning

Reflecting

Observing

Siklus 1

Planning

Acting

Observing

Siklus 2


(47)

25

pemukiman penduduk, Puskesmas Depok I, dan ± 100 meter sebelah barat adalah Jalan Ring Road Timur.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan, tahun ajaran 2015/2016. Siswa kelas III B berjumlah 29 siswa dengan 11 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan.

3. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah sikap kedisiplinan pada mata pelajaran PKn. Sikap kedisiplinan meliputi penghayatan, pemahaman, dan pelaksanaan nilai-nilai kedisiplinan.

4. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari 31 Juli 2015 sampai dengan 15 September 2015 di SD Negeri Nanggulan.

B. Rencana Tindakan

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan sikap kedisiplinan pada siswa SD Negeri Nanggulan dalam mata pelajaran PKn.

1. Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan peneliti meminta izin kepada Kepala SD Negeri Nanggulan untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. Peneliti juga meminta izin kepada guru kelas III B untuk melakukan penelitian di kelas tersebut. Setelah mendapat


(48)

26

izin peneliti mengobservasi kelas untuk mendapat gambaran bagaimana sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas. Selain itu peneliti juga mewawancarai guru kelas bagaimana sikap siswa di dalam kelas maupun di luar kelas. Kemudian peneliti juga menyiapkan RPP mata pelajaran PKn dengan materi aturan-aturan di masyarakat. Selain itu peneliti juga menyiapkan media yang akan dipakai dalam pembelajaran.

b. Pelaksanaan

Pada siklus pertama dilakukan dua kali pertemuan. Alokasi waktu tiap pertemuan adalah 2 x 35 menit.

Pertemuan 1 (2 x 35 menit) Kegiatan Pembuka

- Guru mengucapkan salam pembuka. - Guru mengabsen siswa.

- Guru menyampaikan apersepsi.

- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan Inti

- Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai pengertian aturan.

- Siswa menyebutkan pengertian aturan sesuai dengan pengetahuan mereka.

- Guru memberikan penjelasan tentang aturan, bisa menambahkan maupun membenarkan pendapat dari siswa.


(49)

27

- Siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok dengan anggota setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 anak.

- Guru membagikan puzzle kepada setiap kelompok dan menginstruksikan siswa untuk menyusunnya.

- Siswa menyusun puzzle.

- Siswa secara berkelompok mempresentasikan puzzlenya yang berupa gambar aturan di sekolah maupun di masyarakat.

- Selain mempresentasikan puzzle setiap siswa juga membuat daftar kegiatan yang akan dilakukannya sebagai perwujudan bahwa mereka akan melaksanakan aturan baik di sekolah maupun di masyarakat.

- Guru memberikan soal evaluasi. Kegiatan Penutup

- Siswa bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran. - Guru menyampaikan refleksi.

- Guru membimbing siswa untuk melakukan aksi dalam kehidupan nyata berhubungan dengan nilai kedisiplinan.

- Guru menyampaikan salam penutup. - Guru mengajak siswa untuk berdoa. Pertemuan 2 (2 x 35 menit)

Kegiatan Pembuka

- Guru mengucapkan salam pembuka. - Guru mengabsen siswa.


(50)

28

- Guru menyampaikan apersepsi.

- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan Inti

- Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai contoh aturan. - Siswa menyebutkan kembali beberapa contoh aturan yang telah

disampaikan siswa.

- Guru memberikan penjelasan tentang contoh aturan, bisa menambahkan maupun membenarkan pendapat dari siswa. - Guru memberikan penjelasan mengenai macam-macam aturan

yang berlaku di masyarakat beserta contohnya seperti gambar yang sudah ditampilkan.

- Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.

- Guru membagikan macam-macam gambar aturan yang berlaku di masyarakat.

- Guru meminta siswa mengelompokkan gambar yang diberikan sesuai dengan macam-macam aturan yang berlaku di masyarakat.

- Guru meminta siswa menuliskan manfaat adanya aturan dalam kehidupan sehari-hari.

- Guru meminta kelompok yang telah selesai mengerjakan untuk mempresentasikan hasil yang telah didiskusikan di dalam kelompok.


(51)

29 Kegiatan Penutup

- Siswa bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran. - Guru menyampaikan refleksi.

- Guru membimbing siswa untuk melakukan aksi dalam kehidupan nyata berhubungan dengan nilai kedisiplinan.

- Guru menyampaikan salam penutup. - Guru mengajak siswa untuk berdoa. c. Observasi

Peneliti melakukan observasi bagaimana sikap kedisiplinan siswa selama dua kali pembelajaran di siklus I. Peneliti juga mencatat beberapa hal penting yang berhubungan dengan sikap kedisiplinan yang muncul dalam pembelajaran tersebut.

d. Refleksi

Pada tahap ini peneliti melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Peneliti mengidentifikasi permasalah-permasalahan yang muncul. Peneliti juga melihat hasil observasi apakah sudah menunjukkan peningkatan. Walaupun hasil refleksi menunjukkan bahwa pada siklus I telah mengalami peningkatan, tetapi peneliti tetap melanjutkan penelitian ke siklus II untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.


(52)

30 2. Siklus II

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini peneliti kembali menyiapkan RPP, materi, dan soal evaluasi untuk pembelajaran di siklus II. Selain itu peneliti juga menyiapkan alat dan bahan untuk kegiatan siswa dalam pembelajaran.

b. Pelaksanaan

Pada siklus II ini dilaksanakan satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit.

Pertemuan (2 x 35 menit) Kegiatan Pembuka

- Guru mengucapkan salam pembuka. - Guru mengabsen siswa.

- Guru menyampaikan apersepsi.

- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan Inti

- Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai aturan-aturan apa saja yang ada di lingkungan sekitar.

- Guru juga bertanya jawab tentang sikap apa yang harus dimiliki untuk melaksanakan aturan-aturan itu dan pernahkah siswa melakukan aturan itu.

- Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota setiap kelompoknya terdiri dari 5-6 anak.


(53)

31

- Siswa secara berkelompok mempraktikan cerita yang berwujud dialog mengenai contoh sikap disiplin atau sikap tidak disiplin yang telah disiapkan oleh guru di depan kelas.

- Guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk membedakan mana sikap disiplin dan yang mana sikap tidak disiplin berdasarkan cerita yang dipraktikkan.

- Siswa secara berkelompok membuat poster mengenai contoh sikap disiplin.

- Guru memberikan soal evaluasi kepada siswa. Kegiatan Penutup

- Siswa bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran. - Guru menyampaikan refleksi.

- Guru membimbing siswa untuk melakukan aksi dalam kehidupan nyata berhubungan dengan nilai kedisiplinan.

- Guru menyampaikan salam penutup. - Guru mengajak siswa untuk berdoa. c. Observasi

Peneliti melakukan observasi bagaimana sikap kedisiplinan siswa dalam pembelajaran di siklus II. Peneliti juga mencatat beberapa hal penting yang berhubungan dengan sikap kedisiplinan yang muncul dalam pembelajaran tersebut.


(54)

32 d. Refleksi

Pada tahap ini peneliti melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Peneliti mengidentifikasi permasalah-permasalahan yang muncul. Peneliti juga melihat hasil observasi, apakah sudah menunjukkan peningkatan.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Kuesioner

Kuesioner adalah suatu daftar pertanyaan tertulis yang terinci dan lengkap yang harus dijawab oleh responden tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya (Masidjo, 1995:70). Kuesioner dibuat peneliti untuk mengetahui sikap kedisiplinan siswa yang meliputi pemahaman (kognitif), penghayatan (afektif), dan pelaksanaan (konatif) nilai-nilai kedisiplinan. Kuesioner diisi oleh siswa kelas III B, SD Negeri Nanggulan sebanyak tiga kali. Pengisian sebanyak tiga kali tersebut meliputi pengisian sebelum mendapat tindakan untuk melihat kondisi awal bagaimana sikap kedisiplinan siswa, setelah dilakukan tindakan siklus I, dan setelah dilakukan tindakan siklus II.

Penelitian ini menggunakan kuesioner terstruktur. Pilihan jawaban pada kuesioner menggunakan skala likert yaitu “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Cukup” (C), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS).


(55)

33

Tabel 3.1 Skala Likert

Alternatif Jawaban Skor

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Cukup 3 3

Tidak Setuju 2 4

Sangat Tidak Setuju 1 5

Untuk menghindari kecenderungan siswa menjawab pilihan jawaban “Cukup” dibandingkan dengan pilihan jawaban lainnya, peneliti tidak mencantumkan pilihan jawaban “Cukup” dalam kuesioner. Kuesioner pada penelitian ini berisi 20 pertanyaan yang telah dijabarkan dari tiga aspek sikap kedisiplinan yaitu kognitif, afektif, dan konatif..

2. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung kemudian mencatat hal-hal yang ingin diteliti (Sanjaya, 2006:86). Observasi dilakukan terhadap siswa kelas III B SD Negeri Nanggulan. Peneliti menggunakan observasi terstruktur. Peneliti menggunakan teknik observasi untuk mengamati sikap kedisiplinan siswa yang meliputi pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan nilai-nilai kedisiplinan.


(56)

34 3. Wawancara

Wawancara menurut Hopkins (1993:125) dalam Wiriaatmaja (2007:117) suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut dari sudut pandang yang lain. Orang-orang yang diwawancarai dapat termasuk beberapa orang siswa, kepala sekolah, beberapa teman sejawat, pegawai tata usaha sekolah, orang tua siswa dll. Pada penelitian ini wawancara menggunakan wawancara terstruktur. Wawancara ini ditujukan kepada guru kelas II B SD Negeri Nanggulan tentang bagaimana sikap kedisiplinan siswa di sekolah. Peneliti melakukan wawancara kepada guru kelas II B karena saat peneliti melaksanakan penelitian, tahun ajaran 2015/2016 baru berjalan dua minggu, sehingga peneliti melihat guru kelas II B lebih mengetahui karakter siswa kelas III B.

E. Instrumen Penelitian 1. Lembar Kuesioner

Lembar kuesioner digunakan untuk mengetahui sikap kedisiplinan siswa di keluarga, sekolah, dan di masyarakat. Kuesioner ini diisi sendiri oleh siswa dengan bentuk checklist. Sedangkan untuk kisi-kisi kuesioner dikembangkan berdasarkan tiga aspek berikut.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah 1 Memahami aturan yang

berlaku (kognitif) 7, 17, dan 19

15, 18, dan


(57)

35

Tabel 3.3 Sebaran Butir Item

Aspek 1. Memahami nilai kedisiplinan (kognitif)

No Favorable Unfavorable

1

Saya meyakini membuat jadwal kegiatan sehari-hari dapat menjadikan hidup teratur

Saya memahami pentingnya menaati peraturan hanya di rumah saja

2

Saya yakin bahwa aturan disiplin dapat membantu saya menjadi rajin

Saya tidak bersungguh-sungguh dalam melaksanakan aturan yang berlaku di masyarakat

3

Saya tahu jika melaksanakan piket itu dapat menjaga kebersihan

Saya tahu piket dapat membuat saya lelah

Tabel 3.4 Sebaran Butir Item

Aspek 2. Menghayati nilai kedisiplinan (afektif)

No Favorable Unfavorable

1 Saya bangga memakai seragam sesuai peraturan sekolah

Saya senang memakai seragam bebas ke sekolah

2

Saya menghargai teman yang sedang piket dengan tidak berada di dalam kelas

Saya tidak ingin melaksanakan aturan disiplin di kelas karena saya merasa bosan

3

Aturan di sekolah tidak terlalu penting bagi saya

2 Menghayati aturan

yang berlaku (afektif) 3 dan 6 5, 12, dan 14 5

3 Melaksanakan aturan yang berlaku (konatif)

1, 4, 8, 10, 11, 13, dan

16

2 dan 9 9

Jumlah


(58)

36

Tabel 3.5 Sebaran Butir Item

Aspek 3. Melaksanakan nilai kedisiplinan (konatif)

No Favorable Unfavorable

1 Saya mengumpulkan tugas tepat waktu

Saya mencontek ketika ulangan, demi memperoleh nilai baik 2 Saya sudah melaksanakan

piket di kelas sesuai dengan jadwal

Saya malas untuk bangun pagi

3 Saya datang ke sekolah tepat waktu

4 Saya melaksanakan aturan yang berlaku di masyarakat dengan sungguh-sungguh. 5 Saya memakai seragam sesuai

peraturan sekolah agar tidak mendapat sanksi

6 Saya berniat memperhatikan penjelasan guru saat pelajaran di kelas

7 Saya membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar hidup lebih teratur

2. Lembar Wawancara

Peneliti akan melakukan wawancara kepada guru kelas II B SD Negeri Nanggulan. Berikut adalah garis besar pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan diajukan kepada narasumber.


(59)

37

Tabel 3.6 Pedoman Wawancara

Pernyataan Jawaban Keterangan Ya Tidak

Apakah semua siswa menaati peraturan sekolah?

Apakah semua siswa melaksanakan peraturan kelas?

Apakah ada manajemen kelas di dalam kelas? Jika ada, apakah semua siswa menerapkannya?

Apakah ada siswa yang telat mengumpulkan tugas? Jika ada seberapa sering?

Apakah ada jadwal piket kelas? Jika ada apakah semua siswa melaksanakan tugas piket sesuai jadwal?

Apakah semua siswa memiliki sikap dan nilai kedisiplinan yang baik pada raport?

Apakah semua siswa masuk kelas tepat waktu? Apakah siswa memakai seragam sesuai dengan aturan sekolah?


(60)

38 3. Lembar Observasi

Peneliti juga telah menyusun format observasi yang akan digunakan oleh peneliti pada saat pelaksanaan penelitian. Adapun format tersebut adalah:

Tabel 3.7 Pedoman Observasi

No Aspek yang diamati Deskripsi Hasil Pengamatan 1. Siswa memperhatikan

guru saat melakukan pembelajaran. 2. Siswa tidak ramai

sendiri pada saat proses pembelajaran berlangsung.

3.

Siswa menjalankan aturan yang berlaku di kelas.

4. Aktivitas belajar siswa

F. Teknik Pengujian Instrumen 1. Validitas

Validitas adalah derajat derajat yang menunjukkan di mana suatu instrument penelitian mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi, 2007:122). Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: validitas rupa (face validity), validitas isi (content validity), dan validitas konstruk (construct validity).


(61)

39 a. Validitas Rupa (Face Validity)

Validitas rupa merupakan validitas yang menunjukkan suatu alat ukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak mengukur apa yang ingin diukur (Siregar, 2012:46). Validitas ini biasanya mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen penelitian. Validitas rupa di dalam penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu validitas rupa untuk siswa dan validitas rupa untuk guru. (1) Validitas Rupa (Face Validity) untuk Siswa

Validitas rupa untuk siswa ini diujikan kepada siswa kelas III untuk mengetahui seberapa paham mereka atas pernyataan-pernyataan yang disusun oleh peneliti. Peneliti memilih siswa kelas bawah dikarenakan instrumen yang digunakan pada saat penilitian ditujukan kepada siswa kelas IV yang telah menerima materi yang diajarkan.

(6) Validitas Rupa (Face Validity) untuk Guru

Validitas rupa untuk guru diujikan kepada guru kelas atas, yaitu guru kelas 4. Pemilihan guru kelas 4 karena validasi dilakukan di kelas 4, sehingga guru menilai pernyataan-pernyataan yang disajikan mudah dipahami siswa atau sulit dipahami serta layak diujikan atau memerlukan perbaikan lagi. c) Validitas Isi (Content Validity)

Validitas isi (content validity) merupakan pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui tingkatan seberapa besar item-item


(62)

40

instrumen mewakili konsep yang diukur. (Jogiyanto, 2008: 56). Mengukur validitas isi dilakukan dengan expert judgement atau dilakukan oleh yang ahli dan mengetahui tentang konsep yang akan diukur. Ahli yang dipilih oleh peneliti untuk mengukur instrumen penelitian ini adalah 2 dosen dan 1 guru (guru kelas III B). Para ahli ini memberikan penilaian dan komentar terhadap instrumen penelitian yang telah disusun oleh peneliti.

Terdapat 10 komponen penilaian yang diisi berdasarkan skor yang disediakan. Pedoman penskoran untuk komponen penilaian yaitu 4 = sangat baik, 3 = baik, 2 = cukup, 1 = kurang. Skor dari komponen penilaian yang diberikan pada para ahli lalu dihitung totalnya. Peneliti juga menyediakan kualifikasi dari skor total yang diperoleh dari penilaian komponen tersebut. Kualifikasi dari skor total tersebut yang menentukan instrumen penelitian yang layak digunakan atau tidak layak digunakan, sehingga peneliti dapat melakukan perbaikan sebelum instrumen digunakan sebagai alat uji penelitian.

d) Validitas Konstruk (Construct Validity)

Validitas Konstruk (Construct Validity) merupakan penilaian pada alat ukur yang dipakai mengandung suatu definisi operasional dari suatu konsep teoritis (Margono, 2003:187). Pengujian validitas konstruk dapat dilakukan dengan uji empiris.


(63)

41

Uji empiris langsung dilaksanakan kepada siswa dengan pembagian kuesioner sikap kedisiplinan.

Peneliti melakukan uji empiris kepada siswa kelas IV di SD Negeri Nanggulan. Jumlah responden uji empiris di SD Negeri Nanggulan berjumlah 31 siswa. Jumlah tersebut memenuhi kriteria minimal untuk uji empiris yaitu paling sedikit 30 responden. Teknik penghitungan yang dilakukan oleh peneliti menggunakan teknik korelasi product-moment Pearson. Korelasi ini digunakan untuk menganalisis korelasi dua variabel (X=variabel bebas, Y=variabel terikat) (Mundir, 2013:114). Rumus korelasi product-moment tersebut yaitu:

2 2 2

2

)

( X n Y Y X n Y X XY n rxy           

Gambar 3.2 Rumus Product Moment Keterangan:

rxy= koefisien validitas

X= skor butir soal Y = skor total

n= jumlah responden

Data yang diperoleh dari uji empiris tersebut lalu diolah untuk mengetahui pernyataan yang valid dan tidak valid. Penghitungan yang dilakukan peneliti adalah menggunakan progam SPSS 16.1. Output hasil uji empiris yang dihitung


(64)

42

menggunakan SPSS 16.1. Aitem dikatakan valid apabila nilai Pearson Correlation (r hitung) lebih besar dari nilai koefisensi korelasi (r tabel) Product Moment. Berdasarkan jumlah responden uji skala sikap kedisiplinan peneliti telah menentukan nilai koefisiensi korelasi (r tabel) Product Moment sebesar 0,355 untuk signifikansi 5% dan 0,456 untuk signifikansi 1%.

Pernyataan dapat dikatakan valid dan memiliki signifikansi 5% dan kepercayaan sebesar 95% apabila 0,355 ≤ r hitung ≤ 0,456, sedangkan untuk signifikansi 1% dan kepercayaan 99% apabila r hitung > 0,456. Maka, peneliti menuliskan hasil dari SPSS 16.1 seperti dibawah ini:

Tabel 3.8 Validasi Skala Sikap Kedisiplinan Kelas 3 Aspek

yang Diamati

Pernyataan Pearson Correlation (r hitung)

Keterangan

Kognitif

Saya memahami bahwa aturan disiplin dapat membuat hidup lebih teratur

.247 Tidak Valid

Saya yakin bahwa aturan disiplin dapat membantu saya menjadi rajin

.531** Valid,

Saya menyadari pentingnya aturan yang berlaku di lingkungan yang membuat hidup lebih tertib dan aman

.318 Tidak Valid


(65)

43

Saya meyakini membuat jadwal kegiatan sehari-hari dapat menjadikan hidup teratur

.437* Valid,

Saya mengatahui sikap disiplin penting diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

.161 Tidak Valid

Saya masuk kelas tepat waktu agar tidak mengganggu pelajaran

.309 Tidak Valid

Saya tahu jika melaksanakan piket itu dapat menjaga kebersihan

.566** Valid,

Saya melupakan aturan kedisiplinan di lingkungan sekolah

.038 Tidak Valid

Saya tidak bersungguh-sungguh dalam melaksanakan aturan yang berlaku di masyarakat

.387* Valid

Aturan yang dibuat membuat saya tertekan dalam melakukan berbagai macam kegiatan

.220 Tidak Valid

Saya memahami pentingnya menaati peraturan hanya di rumah


(66)

44 saja.

Saya menyadari bersikap mematuhi aturan membuat hidup semakin ruwet

.180 Tidak Valid

Saya sadar masuk kelas tepat waktu itu membuat saya tergesa-gesa

.005 Tidak Valid

Saya tahu piket dapat membuat saya lelah

.459** Valid

Afektif

Saya merasa senang ketika melaksanakan aturan di lingkungan sekitar

.273 Tidak Valid

Ketika diajak untuk membolos oleh teman saya menolak

.338 Tidak Valid

Aturan di sekolah membuat saya lebih rajin

.091 Tidak Valid Apabila melanggar

peraturan saya siap menerima sanksi

.346 Tidak Valid

Saya merasa ketekunan dalam belajar, membuat saya pandai

.275 Tidak Valid

Saya menghargai teman yang sedang piket dengan tidak berada di dalam kelas

.459** Valid

Saya senang melakukan .260 Tidak Valid


(67)

45 piket sesuai jadwal Saya bangga memakai seragam sesuai peraturan sekolah

.487** Valid

Saya tidak ingin melaksanakan aturan disiplin di kelas karena saya merasa bosan

.379* Valid

Saya tidak tertarik untuk menaati peraturan yang sudah dibuat

-.142 Tidak Valid

Aturan di sekolah tidak terlalu penting bagi saya

.380* Valid

Saya tidak mau menerima sanksi bila saya melangggar aturan

.189 Tidak Valid

Mencoret-coret tembok merupakan tindakan yang layak dilakukan di masyarakat karena menyalurkan rasa seni

.055 Tidak Valid

Saya tertarik ajakan teman untuk membolos saat pelajaran yang tidak saya sukai

.320 Tidak Valid

Saya senang membuang sampah di laci kelas

.079 Tidak Valid Saya senang memakai

seragam bebas ke sekolah


(68)

46 Konatif

Saya sudah melaksanakan piket di kelas sesuai dengan jadwal

.589** Valid

Saya datang ke sekolah tepat waktu

.729** Valid

Saya mengumpulkan tugas tepat waktu

.538** Valid

Saya melaksanakan aturan yang berlaku di masyarakat dengan sungguh-sungguh.

.455* Valid

Saya berniat memperhatikan

penjelasan guru saat pelajaran di kelas

.808** Valid

Saya mematikan televisi ketika sedang belajar

.173 Tidak Valid Saya membuat jadwal

kegiatan sehari-hari agar hidup lebih teratur

.384* Valid

Saya setiap hari masuk kelas tepat waktu agar tidak ketinggalan pelajaran

.330 Tidak Valid

Saya memakai seragam sesuai peraturan sekolah agar tidak mendapat sanksi

.570** Valid

Saya mengerjakan tugas .054 Tidak Valid


(69)

47 jika saya diingatkan Saya membiarkan teman yang melanggar peraturan

.236 Tidak Valid

Saya datang terlambat ke sekolah

.113 Tidak Valid Saya tidak

bersungguh-sungguh dalam melaksanakan aturan yang dituliskan

-.118 Tidak Valid

Saya mencontek ketika ulangan, demi memperoleh nilai baik

.448* Valid

Saya malas untuk bangun pagi

.620** Valid

Saya terpaksa melakukan piket kelas

.-.007 Tidak Valid Saya malas mengerjakan

pekerjaan rumah karena menyita waktu bermain saya

-.148 Valid

Berdasarkan tabel validasi di atas dapat disimpulkan aitem pernyataan yang valid ditandai dengan bintang satu (*) untuk signifikansi sebesar 0,05 atau kepercayaan 95% dan bintang dua (**) untuk signifikansi sebesar 0,01 atau kepercayaan 99%, peneliti menyimpulkan ke dalam tabel di bawah ini:


(70)

48

Tabel 3.9 Pernyataan Skala Sikap Kedisiplinan Yang Valid Aspek

yang Diamati

Pernyataan Pearson Correlation

Keterangan

Kognitif

Saya yakin bahwa aturan disiplin dapat membantu saya menjadi rajin

.531** Valid, tingkat kepercayaan 99%

Saya meyakini membuat jadwal kegiatan sehari-hari dapat menjadikan hidup teratur

.437* Valid, tingkat kepercayaan 95%

Saya tahu jika melaksanakan piket itu dapat menjaga kebersihan

.566** Valid, tingkat kepercayaan 99%

Saya tidak bersungguh-sungguh dalam melaksanakan aturan yang berlaku di masyarakat

.387* Valid, tingkat kepercayaan 95%

Saya memahami pentingnya menaati peraturan hanya di rumah saja.

.401* Valid, tingkat kepercayaan 95%

Saya tahu piket dapat membuat saya lelah

.459** Valid, tingkat kepercayaan 99%

Afektif

Saya menghargai teman yang sedang piket dengan tidak berada di dalam kelas

.459** Valid, tingkat kepercayaan 99%


(71)

49

Saya bangga memakai seragam sesuai peraturan sekolah

.487** Valid, tingkat kepercayaan 99%

Saya tidak ingin melaksanakan aturan disiplin di kelas karena saya merasa bosan

.379* Valid, tingkat kepercayaan 95%

Aturan di sekolah tidak terlalu penting bagi saya

.380* Valid, tingkat kepercayaan, 95%

Saya senang memakai seragam bebas ke sekolah

.365* Valid, tingkat kepercayaan 95%

Konatif

Saya sudah melaksanakan piket di kelas sesuai dengan jadwal

.589** Valid, tingkat kepercayaan 99%

Saya datang ke sekolah tepat waktu

.729** Valid, tingkat kepercayaan 99%

Saya mengumpulkan tugas tepat waktu

.538** Valid, tingkat kepercayaan 99%

Saya melaksanakan aturan yang berlaku di masyarakat dengan sungguh-sungguh.

.455* Valid, tingkat kepercayaan 95%

Saya berniat memperhatikan

penjelasan guru saat pelajaran di kelas

.808** Valid, tingkat kepercayaan 99%


(72)

50

Saya membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar hidup lebih teratur

.384* Valid, tingkat kepercayaan 95%

Saya memakai seragam sesuai peraturan sekolah agar tidak mendapat sanksi

.570** Valid, tingkat kepercayaan 99%

Saya mencontek ketika ulangan, demi memperoleh nilai baik

.448* Valid, tingkat kepercayaan 95%

Saya malas untuk bangun pagi

.620** Valid, tingkat kepercayaan 99%

Berdasarkan tabel diatas, maka aitem yang memiliki tingkat kepercayaan sebesar 95% sebanyak 9 pernyataan dan aitem yang memiliki tingkat kepercayaan sebesar 99% sebanyak 11 pernyataan. Jadi, secara keseluruhan aitem yang valid terdapat 20 pernyataan skala sikap yang terdiri aspek kognitif, afektif, dan konatif.

2. Reliabilitas

Reliabilitas disebut juga konsistensi atau keajegan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur (Sukardi, 2007:127). Peneliti menggunakan rumus penghitungan Cronbach alpha. Conbrach alpha dapat digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen skala Likert atau


(73)

51

instrumen yang item-itemnya dalam bentuk esai (Usman dan Akbar, 2006: 291), rumusnya adalah:

α

= k

s

i 2

s

i2

keterangan:

α = Cronbach’s koefficient alpha k = jumlah pecahan

∑s2

i= jumlah varians skor total

s2i= varians responden untuk item ke i

Pengujian keputusan pada hasil uji reliabilitas peneliti menggunakan tabel kriteria koefisien reliabilitas menurut Masidjo (1995). Berikut adalah tabel kriteria koefisien reliabitas:

Tabel 3.10 Kriteria Koefisien Reliabitias Interval Koefisien Reliabilitas Kualifikasi

0,91 – 1,00 Sangat tinggi 0,71 – 0,90 Tinggi 0,41 – 0,70 Cukup 0,21 – 0,40 Rendah Negatif – 0,20 Sangat rendah

Berdasarkan tabel di atas apabila penghitungan reliabitas menggunakan Cronbach alpha memperoleh hasil 0,91-1,00 maka intrumen penelitian yang digunakan memiliki koefisien sangat tinggi. Hasil penghitungan reliabitas memperoleh 0,71-0,90 maka instrumen penelitian yang digunakan memiliki koefisien tinggi. Hasil


(74)

52

penghitungan reliabilitas menunjukkan angka 0,41-0,70 maka instrumen penelitian yang digunakan memiliki koefisien cukup. Hasil penghitungan reliabilitas menunjukkan angka 0,21-0,40 maka instrumen penelitian yang digunakan memiliki koefisien rendah. Hasil penghitungan reliabilitas menunjukkan negatif-0,20 maka instrumen penelitian yang digunakan memiliki koefisien sangat rendah.

Reliabilitas dari uji validasi skala sikap kedisiplinan dihitung menggunakan SPSS 16.1diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.11 Hasil Reliabiliatas Skala Sikap Kedisiplinan Kelas 3

Berdasarkan tabel di atas, reliabitas aitem skala sikap kedisiplinan diperoleh hasil sebesar 0,867, apabila dilihat pada tabel koefisien reliabilitas menurut Masidjo (1995) termasuk dalam kualifikasi tinggi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa skala sikap kedisiplinan kelas 3 memiliki reliabilitas yang tinggi, yang menandakan bahwa aitem-aitem pernyataannya memiliki taraf kepercayaan, ketepatan dan ketelitian yang tinggi untuk diujikan.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items .856 .867 20


(75)

53 G. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data statistik inferensial. Peneliti menggunakan statistik inferensial untuk mengetahui peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn kelas III B. Untuk menghitung peningkatan sikap kedisiplinan siswa kelas III dari kondisi awal sampai dengan pelaksanaan siklus ke 2 dilakukan peraspek dengan menggunaan tabel kriteria PAP tipe I.

Tabel 3.12 Kriteria PAP tipe I

Dari tabel di atas diketahui bahwa siswa dikatakan memiliki sikap kedisiplinan jika berada pada rentang skor 65% - 100% dengan kata lain siswa dikatakan memiliki sikap kedisiplinan jika mendapatkan skor C atau cukup. Langkah-langkah untuk menganalisis sikap kedisiplinan siswa adalah sebagai berikut:

1. Mengitung jumlah skor seluruh siswa

Jumlah skor seluruh siswa = jumlah skor item semua siswa Tingkat

Penguasaan Kompetensi

Nilai Huruf Keterangan

90% - 100% A Sangat Baik

80% - 90% B Baik

65% - 79% C Cukup Baik 55% - 64% D Tidak Baik Di bawah 55% E Sangat Tidak Baik


(76)

54 2. Menghitung rata-rata skor kelas

�� � − � � � = jumlah skor

jumlah siswa

3. Menghitung nilai rata-rata

�� �� � � − � �= skor yang diperoleh

skor maksimal × 100

4. Menentukan rentang skor berdasarkan kriteria sikap kedisiplinan menggunakan PAP I

a. Aspek Kognitif (memahami nilai kedisiplinan)

Dalam skala sikap terdapat 6 soal yang mewakili aspek kognitif. Skor maksimal = 6 soal × 5 (sangat baik)

= 30

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa skor maksimal pada aspek kognitif adalah 30. Selanjutnya peneliti menentukan rentang nilai untuk penggolongan sikap kedisiplinan siswa berdasarkan PAP tipe I. Rentang nilai tersebut dapat dilihat pada tabel 3.13.

Tabel 3.13 Rentang Nilai Aspek Kognitif Tingkat

Penguasaan Kompetensi

Rentang Skor Keterangan 90% x 30 = 27 27 – 30 Sangat Baik 80% x 30 = 24 24 – 26, 99 Baik 65% x 30 = 19,5 19,50 – 23,99 Cukup Baik 55% x 30 = 16, 5 17 – 19,49 Tidak Baik


(77)

55

Dari tabel 3.13 diketahui bahwa pada aspek kognitif siswa dapat dikatakan memahami nilai kedisiplinan jika mendapat minimal skor 20. Pada kondisi awal terdapat 48% atau 14 dari 29 siswa yang memiliki pemahaman terhadap nilai kedisiplinan.

b. Aspek Afektif (menghayati nilai kedisiplinan)

Dalam skala sikap terdapat 5 soal yang mewakili aspek afektif. Skor maksimal = 5 soal × 5 (sangat baik)

= 25

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa skor maksimal pada aspek afektif adalah 25. Selanjutnya peneliti menentukan rentang nilai untuk penggolongan sikap kedisiplinan siswa berdasarkan PAP tipe I. Rentang nilai tersebut dapat dilihat pada tabel 3.14.

Tabel 3.14 Rentang Nilai Aspek Afektif

Dari tabel 3.14 diketahui bahwa pada aspek afektif siswa dapat dikatakan menghayati nilai kedisiplinan jika mendapat minimal skor 15. Pada kondisi awal terdapat 48% atau 14 dari 29 siswa yang memiliki penghayatan terhadap nilai kedisiplinan.

Tingkat Penguasaan Kompetensi

Rentang Skor Keterangan 90% x 25 = 22,5 22,50 – 25 Sangat Baik

80% x 25 = 20 20 – 22,49 Baik 65% x 25 = 16,25 16,25 – 19,99 Cukup Baik 55% x 25 = 13,75 13,75 – 16,24 Tidak Baik


(78)

56

c. Aspek Konatif (melaksanakan nilai kedisiplinan)

Dalam skala sikap terdapat 9 soal yang mewakili aspek konatif. Skor maksimal = 9 soal × 5 (sangat baik)

= 45

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa skor maksimal pada aspek konatif adalah 45. Selanjutnya peneliti menentukan rentang nilai untuk penggolongan sikap kedisiplinan siswa berdasarkan PAP tipe I. Rentang nilai tersebut dapat dilihat pada tabel 3.15.

Tabel 3.15 Rentang Nilai Aspek Konatif

Dari tabel 3.15 diketahui bahwa pada aspek konatif siswa dapat dikatakan melaksanakan nilai kedisiplinan jika mendapat minimal skor 31. Pada kondisi awal terdapat 38% atau 11 dari 29 siswa yang melaksanakan nilai kedisiplinan.

d. Rentang Skor Secara Keseluruhan

Dalam skala sikap secara keseluruhan terdapat 20 soal Skor maksimal = 20 soal × 5 (sangat baik)

= 100 Tingkat

Penguasaan Kompetensi

Rentang Skor Keterangan 90% x 45 = 40,5 40,50 – 45 Sangat Baik

80% x 45 = 36 36 – 40,49 Baik 65% x 45 = 29,25 29,25 – 35,99 Cukup Baik 55% x 45 = 24, 75 24,75 – 29,24 Tidak Baik


(1)

165


(2)

166

LAMPIRAN 11

Surat Izin Penelitian


(3)

167


(4)

168

LAMPIRAN 12

Surat Keterangan telah

Melaksanakan Penelitian


(5)

169


(6)

170

CURRICULUM VITAE

Bernadus Johan Susanto adalah anak pertama dari pasangan Tarsisius Judiwijana dan Yohana Fransiska Marjiyem. Lahir di Tangerang pada tanggal 7 Mei 1994. Pendidikan pertama dimulai di Taman Kanak-kanak Kanisius Milir pada tahun 1998-2000. Dilanjutkan dengan menempuh pendidikan dasar di SD Kanisius Milir pada tahun 2000-2006. Kemudian masuk ke jenjang selanjutnya yaitu di SMP Negeri 2 Pengasih pada tahun 2006-2009. Selanjutnya pada tahun 2009-2012 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Wates. Pada tahun 2012-2016 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selama menempuh pendidikan dari SD-SMA penulis telah mengikuti berbagai macam kegiatan di antaranya Dokter Kecil, Pramuka, Pleton Inti, dan Pasukan Pengibar Bendera pada upacara HUT RI.


Dokumen yang terkait

ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR).

0 3 29

Pengembangan modul IPA ``Ayo Cinta Lingkungan`` untuk siswa kelas III SDN Babarsari Yogyakarta menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif.

0 0 2

Peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran paradigma pedagogi reflektif bagi siswa kelas III reflektif di SD Kanisius Kintelan.

7 53 249

Peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn menggunakan model paradigma pedagogi reflektif bagi siswa kelas III SDN Kledokan.

3 41 229

Peningkatan sikap kedisiplinan pada pembelajaran PKn menggunakan model paradigma pedagogi reflektif bagi siswa kelas III Di SD Kanisius Kadirojo tahun ajaran 2015/2016.

2 9 230

Peningkatan sikap nasionalisme dalam pembelajaran PKn dengan model problem based learning bagi kelas V A di SD Negeri Nanggulan.

0 4 259

Perbedaan prestasi belajar kelas V SDN Demangan Yogyakarta atas penerapan model pembelajaran berbasis paradigma pedagogi reflektif.

0 11 320

Penerapan paradigma pedagogi reflektif pada mata pelajaran PKN dalam meningkatkan kesadaran siswa akan nilai kedisiplinan kelas II SD Negeri Sarikarya.

0 0 2

Penerapan paradigma pedagogi reflektif pada mata pelajaran PKN dalam meningkatkan kesadaran siswa akan nilai kedisiplinan kelas II SD Negeri Sarikarya

0 6 261

Penerapan paradigma pedagogi reflektif pada mata pelajaran PKN dalam meningkatkan kesadaran siswa akan nilai kedisiplinan kelas II SDK Jetisdepok tahun 2013/2014 - USD Repository

0 0 237