Aspek Pengukuran - Karakteristik

3.7. Aspek Pengukuran - Karakteristik

1. Pengukuran umur didasarkan pada skala ukur ordinal. Data umur dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu: 0 = masa persiapan 55-59, 1 = usia lanjut dini 60-64, 2 = resiko tinggi ≥ 65 tahun. 2. Pengukuran status penyakit didasarkan pada skala ukur ordinal dengan memberikan 25 pertanyaan dengan alternatif jawaban ”ya” bobot nilai 0 dan ”tidak” bobot nilai 1. Selanjutnya seluruh jawaban dikategorikan menjadi 2 yaitu : 0 = tidak baik, jika nilai jawaban dari kuesioner status penyakit lansia mean, yang berarti ada masalah kesehatan kronis selama 3 bulan terakhir. 1 = baik, jika nilai jawaban dari kuesioner status penyakit lansia mean, yang berarti tidak ada masalah kesehatan kronis selama 3 bulan terakhir. - Gaya Hidup 1. Pengukuran variabel gaya hidup didasarkan pada skala ordinal yaitu dengan memberikan 35 pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaaan pola makan, 5 pertanyaan aktivitas fisik, 5 pertanyaan olahraga, 5 pertanyaan kebiasaan istirahat, 5 pertanyaan kebiasaan merokok, dan 5 pertanyaan kebiasaan mengonsumsi obat. Dimana setiap aspek dilihat secara deskriptif saja. Selanjutnya seluruh jawaban dijumlahkan kemudian dikategorikan menjadi 2 yaitu: 0 = tidak baik, bila nilai jawaban dari kuesioner setiap item mean, yang berarti gaya hidup lansia tidak baik. 1 = baik, bila nilai jawaban dari kuesioner setiap item mean, yang berarti gaya hidup lansia tersebut baik. 2. Pengukuran pola makan didasarkan pada skala ukur ordinal dengan memberikan 10 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban “ya” bobot nilai 2 “tidak” bobot nilai 0 dan “kadang-kadang” bobot nilai 1. Selanjutnya seluruh jawaban dikategorikan menjadi 2 yaitu: 0 = tidak baik, jika nilai jawaban dari kuesioner pola makan mean, yang berarti tidak beragam jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. 1 = baik, bila nilai jawaban dari kuesioner pola Universitas Sumatera Utara makan mean, yang berarti beragam jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi Poniyah, 2012. 3. Pengukuran aktivitas fisik didasarkan pada skala ukur ordinal dengan memberikan 5 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban “ya” bobot nilai 2 “tidak” bobot nilai 0 dan “kadang-kadang” bobot nilai 1. Selanjutnya seluruh jawaban dikategorikan menjadi 2 yaitu : 0 = tidak cukup, jika nilai jawaban dari kuesioner aktivitas fisik mean, yang berarti tidak melakukan aktivitas di dalam maupun di luar rumah. 1 = cukup, jika nilai jawaban dari kuesioner aktivitas fisik mean, yang berarti melakukan aktivitas apapun di dalam maupun di luar rumah Poniyah, 2012. 4. Pengukuran olahraga didasarkan pada skala ukur ordinal dimana pertanyaan nomor 1,2,4 dan 5 diajukan dengan alternatif jawaban “ya” bobot nilai 2 “tidak” bobot nilai 0 dan “kadang- kadang” bobot nilai 1. Sedangkan khusus untuk soal nomor 3 jawaban “ya” diberi nilai 0, jawaban “tidak” diberi nilai 2 dan “kadang-kadang” diberi nilai 1. Selanjutnya seluruh jawaban dikategorikan menjadi 2 yaitu: 0 = tidak cukup, jika jika nilai jawaban dari kuesioner olahraga mean, yang berarti tidak melakukan olahraga atau melakukan olahraga tapi tidak rutin. 1 = cukup, jika nilai jawaban dari kuesioner mean, yang berarti melakukan olahraga rutin 3-4 kali dala m seminggu selama ≥ 20-30 menit Poniyah, 2012. 5. Pengukuran kebiasaan istirahat didasarkan pada skala ukur ordinal dimana pertanyaan nomor 1,2 dan 5 diajukan dengan alternatif jawaban “ya” bobot nilai 2 “tidak” bobot nilai 0 dan “kadang-kadang” bobot nilai 1. Sedangkan khusus untuk soal nomor 3 dan 4 jawaban “ya” diberi nilai 0, jawaban “tidak” diberi nilai 2 dan “kadang-kadang” diberi nilai 1. Selanjutnya seluruh jawaban dikategorikan menjadi 2 yaitu : 0 = tidak cukup, jika nilai jawaban dari kuesioner kebiasaan istirahat mean, yang berarti tidak tiduristirahat 7-8 jam per hari. 1 = cukup, jika nilai jawaban dari kuesioner kebiasaan istirahat mean, yang berarti tiduristirahat ≥ 7-8 jam per hari Poniyah, 2012. Universitas Sumatera Utara 6. Pengukuran kebiasaan merokok didasarkan pada skala ukur ordinal dimana pertanyaan nomor 1,2,3 dan 4 diajukan dengan alternatif jawaban “ya” bobot nilai 0 “tidak” bobot nilai 2 dan “kadang-kadang” bobot nilai 1. Sedangkan khusus untuk soal nomor 5 jawaban “ya” diberi nilai 2, jawaban “tidak” diberi nilai 0 dan “kadang-kadang” diberi nilai 1. Selanjutnya seluruh jawaban dikategorikan menjadi 2 yaitu : 0 = tidak baik, jika nilai jawaban dari kuesioner kebiasaan merokok mean, yang berarti pernah merokok, baik dahulu maupun sekarang. 1 = baik, jika nilai jawaban dari kuesioner kebiasaan merokok mean, yang berarti tidak pernah merokok, baik dahulu maupun sekarang Poniyah, 2012. 7. Pengukuran kebiasaan mengonsumsi obat didasarkan pada skala ukur ordinal dengan memberikan 5 pertanyaan yang diajukan dengan altern atif jawaban “ya” bobot nilai 0 “tidak” bobot nilai 2 dan “kadang-kadang” bobot nilai 1. Selanjutnya seluruh jawaban dikategorikan menjadi 2 yaitu: 0 = tidak baik, jika nilai jawaban dari kuesioner kebiasaan mengonsumsi obat mean, berarti suka mengonsumsi obat. 1 = baik, jika nilai jawaban dari kuesioner kebiasaan mengonsumsi obat mean, yang berarti tidak suka mengonsumsi obat. - Asupan Gizi Kontribusi energi dan protein dari makanan diperoleh dari perhitungan kecukupan energi dan protein yang dianjurkan AKG dapat ditafsirkan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut : ×100 Keterangan : TK = Tingkat Konsumsi K = Konsumsi Energi dan Protein KD = Konsumsi yang dianjurkan 1. Asupan energi Jumlah makanan yang dikonsumsi mengandung karbohidrat dan lemak dikonversi ke dalam gram dengan menggunakan formulir food recall 1 × 24 jam. Pengukuran variabel asupan energi Universitas Sumatera Utara didasarkan pada skala ukur ordinal. Jawaban responden dikategorikan berdasarkan konsep gizi seimbang menjadi 4 yaitu: 3 = b aik, apabila tingkat kecukupan ≥ 100 AKG, 2 = sedang, apabila tingkat kecukupan 80-99 AKG, 1 = kurang, apabila tingkat kecukupan 70-80 AKG, 0 = defisit, apabila tingkat kecukupan 70 AKG. 2. Asupan protein Jumlah makanan yang dikonsumsi mengandung protein dikonversi ke dalam gram dengan menggunakan formulir food recall 1 × 24 jam. Pengukuran variabel asupan protein didasarkan pada skala ukur ordinal. Jawaban responden dikategorikan berdasarkan konsep gizi seimbang menjadi 4 yaitu: 3 = b aik, apabila tingkat kecukupan ≥ 100 AKG, 2 = sedang, apabila tingkat kecukupan 80-99 AKG, 1 = kurang, apabila tingkat kecukupan 70-80 AKG, 0 = defisit, apabila tingkat kecukupan 70 AKG Supariasa, 2001. - Status Gizi Status gizi dinilai dengan cara pengukuran berat badan kg dibagi dengan tinggi badan m² yang dinyatakan dalam IMT. Nilai IMT tersebut dikategorikan menjadi 3 yaitu : 0 = kurus, bila IMT 18,5, 1 = normal, bila IMT 18,5 sd 25, 2 = gemuk, bila IMT 25 WHO, 2005.

3.8. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ASUPAN IMUNONUTRISI DAN STATUS GIZI DENGAN STATUS IMUNITAS PADA LANSIA DI KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG

2 14 80

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Ka

0 4 11

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pedan Klaten.

0 3 16

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIJAMBE Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijambe.

0 0 12

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO Hubungan Kualitas Hidup Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo.

0 0 10

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO Hubungan Kualitas Hidup Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo.

0 2 14

HUBUNGAN POLA ASUH GIZI DENGAN STATUS GIZI BATITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAMPER TENGAH KOTA SEMARANG

1 4 60

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KAKAKTUA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PELAMBUAN

0 0 5

2.1.1. Penilaian Status Gizi - Hubungan Karakteristik, Gaya Hidup, dan Asupan Gizi Dengan Status Gizi Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga

0 1 24

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN STATUS GIZI REMAJA

0 0 6