Perumusan Masalah Manfaat Penelitian Metode Pengukuran Asupan Gizi 1. Food Recall Membandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi AKG untuk Indonesia.

dan dampak terhadap status kesehatan melalui promosi kesehatan di wilayah binaan Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi. Penelitian yang dilakukan di Malang oleh Indarwati 2006 tentang Peran Perawat Dalam Upaya Membantu Mempertahankan Status Kesehatan Lansia Dinoyo Malang memberikan gambaran bahwa status kesehatan lansia didapatkan 10 status kesehatan lansia baik, 83,3 status kesehatan lansia cukup dan 6,7 status kesehatan lansia kurang. Secara keseluruhan hasil penelitian menjelaskan bahwa perlunya memberikan informasi tentang kesehatan Bustan, 2007. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga didapatkan informasi bahwa wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga terdiri dari 4 kelurahan, yaitu kelurahan Aek Habil, kelurahan Aek Manis, kelurahan Aek Muara Pinang dan kelurahan Aek Parombunan. Selain itu diperoleh data jumlah lansia yang berumur 55 tahun keatas sebanyak 607 orang. Selanjutnya peneliti mendapat informasi melalui wawancara singkat dengan beberapa orang lansia yang datang berkunjung ke Puskesmas Aek Habil bahwa nafsu makan mereka sudah menurun, tidak bervariasi ditambah dengan berbagai penyakit yang mulai bermunculan seperti Rematik, Hipertensi, dan Diabetes Melitus. Gaya hidup lansia di wilayah kerja puskesmas Aek Habil ini paling banyak waktu mereka dihabiskan di rumah, baik itu berjualan atau mengurus cucu. Dari uraian dan masalah di atas maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan karakteristik, gaya hidup, dan asupan gizi dengan status gizi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan karakteristik, gaya hidup dan asupan gizi dengan status gizi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Ae k Habil Kota Sibolga?”. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Universitas Sumatera Utara Mengetahui hubungan umur, status penyakit yang diderita 3 bulan terakhir, gaya hidup, asupan energi dan asupan protein dengan status gizi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui umur dan status penyakit lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. 2. Untuk mengetahui gaya hidup lansia dalam hal pola makan, aktivitas fisik, olahraga, kebiasaan istirahat, kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi obat pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. 3. Untuk mengetahui asupan energi dan protein lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. 4. Untuk mengetahui status gizi lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi untuk perencanaan kesehatan penduduk kelompok lanjut usia bagi Dinas Kesehatan Kota Sibolga. 2. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang berada di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga agar dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan kesadaran kelompok lanjut usia tentang pentingnya menjalankan gaya hidup, asupan gizi yang sehat, sehingga terwujud status gizi lansia yang baik, meningkatkan umur harapan hidup, pelayanan kesehatan dan pelaksanaan posyandu lansia mampu ditingkatkan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

Universitas Sumatera Utara Menurut Almatsier 2001, status gizi diartikan sebagai keadaan tubuh akibat konsumsi dan penggunaan zat gizi. Berdasarkan pendapat Supariasa, dkk 2001 dapat disimpulkan bahwa status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari zat gizi ke dalam bentuk variebel tertentu. Dengan kata lain status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh nutrient input dengan kebutuhan tubuh nutrient output akan zat gizi tersebut. Kebutuhan akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, seperti tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktifitas fisik dan faktor yang bersifat relatif yaitu, gangguan pencernaan ingestion, perbedaan daya serap absorption, tingkat penggunaan utilization dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran excretion dan destruction dari zat gizi tersebut dalam tubuh. Status gizi seseorang dapat dinilai dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan secara tidak langsung melalui survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

2.1.1. Penilaian Status Gizi

Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan menjadi metode secara langsung dan metode tidak langsung Supariasa, 2001. 2.1.2. Metode Penilaian Status Gizi Secara Langsung Status gizi lansia secara langsung dapat diukur dengan berbagai cara sebagai berikut:

1. Antropometri

Antropometri atau ukuran tubuh adalah serangkaian teknik pengukuran dimensi kerangka tubuh manusia secara kuantitatif yang meliputi tinggi badan TB, dan berat badan BB. Adapun beberapa pengukuran antropometri yang dapat dilakukan pada lansia adalah sebagai berikut: 1 Berat badan Merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan dan hasilnya cukup akurat Supariasa dkk, 2001. Berat badan juga merupakan komposit pengukuran Universitas Sumatera Utara ukuran total tubuh. Pengukuran berat badan juga dapat memberikan gambaran status gizi seseorang dengan mengetahu indeks massa tubuh. Pengukuran berat badan ini menggunakan timbangan injak bathroomscale. Subjek diukur dalam posisi berdiri dengan ketentuan subjek memakain pakaian seminimal mungkin, tanpa isi kantong dan sandal. Pembacaan skala dilakukan pada alat dengan ketelitian 0,1 kg Fatmah, 2010. 2 Tinggi badan Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Tinggi Badan merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat, serta dapat digunakan sebagai ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan BB terhadap TB quac stick faktor umur dapat dikesampingkan Supariasa dkk, 2001. Pengukuran tinggi badan dapat menggunakan alat pengukur tinggi badan microtoise dengan kepekaan 0,1 cm dengan menggunakan satuan sentimeter atau inci. Pengukuran dilakukan pada posisi berdiri lurus dan tanpa menggunakan alas kaki. Pengukuran tinggi badan lansia sangat sulit dilakukan untuk lansia mengingat adanya masalah postur tubuh seperti terjadinya kifosis atau pembengkokan tulang punggung, sehingga lansia tidak dapat berdiri tegak. Oleh karena itu, pengukuran tinggi lutut, panjang depa dan tinggi duduk dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi badan. 3 Panjang depa Panjang depa merupakan salah satu prediktor tinggi badan lansia dan dianggap sebagai pengganti ukuran tinggi badan lansia karena usia berkaitan dengan penurunan tinggi badan. Pada kelompok lansia terlihat adanya penurunan nilai panjang depa yang lebih lambat dibandingkan dengan penurunan tinggi badan, sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang depa cenderung tidak banyak berubah seiring pertambahan usia. Pengukuran panjang depa tidak mahal dan teknik prosedurnya cukup sederhana dengan alat mistar Universitas Sumatera Utara panjang 2 meter. Panjang depa biasanya menggambarkan hasil pengukuran yang sama dengan tinggi badan normal dan dapat digunakan untuk menggantikan tinggi badan. Subjek yang diukur harus memiliki kedua tangan yang dapat direntangkan sepanjang mungkin dalam posisi lateral dan tidak dikepal. Jika salah satu kedua tangan tidak dapat diluruskan karena sakit atau sebab lainnya, maka pengukuran ini tidak dapat dilakukan Fatmah, 2010. Penelitian yang dilakukan Fatmah, dkk 2008, untuk mengetahui tinggi badan lansia dapat diperoleh dari prediksi tinggi lutut knee height, panjang depa arm span, dan tinggi duduk sitting height. Panjang depa dapat digunakan untuk estimasi TB lansia orang cacat dan yang tidak dapat berdiri tinggi. Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang tulang di tangan, kaki lutut dan tinggi tulang vertebral. 4 Indeks Massa Tubuh IMT Status gizi dinilai dengan cara pengukuran berat badan kg dibagi dengan tinggi badan m² yang dinyatakan dalam IMT. IMT = berat badan kg tinggi badan m² Pengelompokan Indeks Massa Tubuh untuk klasifikasi status gizi lansia berdasarkan standar WHO 2005 seperti dalam tabel berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO 2005 Kategori IMT Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 - 18,4 Universitas Sumatera Utara Normal 18,5 - 25,0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0-27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat 27,0 Sumber: WHO 2005

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel superficial epithelial tissue seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat rapid clinical surveys. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda sign dan gejala symptom atau riwayat penyakit Supariasa, 2001. Didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan epitel atau bagian tubuh lain terutama pada mata, kulit dan rambut. Selain itu pengamatan juga dapat dilakukan pada bagian tubuh yang dapat diraba dan dilihat atau bagian tubuh lain yang terletak dekat permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Cara ini relatif murah dan tidak memerlukan peralatan canggih, namun hasilnya subjektif dan memerlukan tenaga terlatih Fatmah, 2010. 3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain, darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik Supariasa, 2001. Universitas Sumatera Utara Penilaian dengan biokimia ini lebih sensitif dan mampu menggambarkan perubahan status gizi lebih dini pada lansia, seperti hiperlipidemia, kurang kalori protein dan anemia defisiensi besi Fe dan asam folat. Plasma dan serum memberikan gambaran hasil masukan jangka pendek, sedangkan cadangan dalam jaringan menggambarkan status gizi dalam waktu lama atau jangka panjang Fatmah, 2010. 4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi khususnya jaringan dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Penggunaan metode biofisik dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik epidemic of night blindness. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi Supariasa, 2001.

2.1.3. Metode Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

1. Survei konsumsi makanan Survei konsumsi makanan adalah penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan metode dengan pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi Supariasa, 2001. 2. Statistik vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa satistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan metode ini dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat Supariasa, 2001. 3. Faktor ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Pengukuran faktor ekologi Universitas Sumatera Utara dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi Supariasa, 2001.

2.1.4. Klasifikasi Status Gizi

Keadaan kesehatan gizi sesuai dengan tingkat konsumsi dibagi menjadi tiga, yaitu Sediaoetama, 1996. a. Gizi lebih overnutritional state Gizi lebih adalah tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi berlebih. Kondisi ini ternyata mempunyai tingkat kesehatan yang lebih rendah, meskipun berat badan lebih tinggi dibandingkan berat badan ideal. Keadaan demikian, timbul penyakit-penyakit tertentu yang sering dijumpai pada orang kegemukan seperti : penyakit kardiovaskuler yang menyerang jantung dan sistem pembuluh darah, hipertensi, diabetes mellitus dan lainnya. b. Gizi baik eunutritional state Tingkat kesehatan gizi terbaik yaitu kesehatan gizi optimum eunutritional state. Dalam kondisi ini jaringan penuh oleh semua zat tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya. Tubuh juga mempunyai daya tahan yang setinggi-tingginya. c. Gizi kurang undernutrition Gizi kurang merupakan tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi defisien. Mengakibatkan terjadi gejala-gejala penyakit defisiensi gizi. Berat badan akan lebih rendah dari berat badan ideal dan penyediaan zat-zat gizi bagi jaringan tidak mencukupi, sehingga akan menghambat fungsi jaringan tersebut. Penentuan status gizi berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1995MenkesSKXII2010 tentang menilai status gizi diperlukan standar antropometri yang mengacu pada Standar World Health Organization WHO. Keputusan menteri tersebut juga menyepakati cara penggolongan status gizi khusus untuk indeks BBU, TBU dan BBTB. Universitas Sumatera Utara Keunggulan standar antropometri terbaru WHO lebih baik dibandingkan standar NCHSWHO oleh karena dibuat berdasarkan data dari berbagai negara dan etnis, sehingga sesuai untuk negara-negara yang sedang berkembang. Keunggulan antropometri yang lain adalah prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sempel cukup besar, kemudian relatif tidak menggunakan tenaga ahli, alat murah dan mudah dibawa. Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan, dapat mengidentifikasi status gizi buruk, kurang, baik, karena sudah ada ambang batas yang jelas Supariasa, 2001.

2.2. Lanjut Usia

Pengertian lanjut usia lansia menurut Undang-undang RI Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 enam puluh tahun keatas. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 138 ayat 1 menetapkan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ayat 2 menetapkan bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis. Menurut Fatmah 2010 pengertian lansia dibedakan atas dua macam, yaitu lansia kronologis kalender dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang usianya muda secara biologis tetapi bila dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya dapat tergolong lansia. Di Indonesia, istilah untuk kelompok usia ini belum baku, orang memiliki sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah usia lanjut ada pula lanjut usia atau jompo dengan padanan kata dalam bahasa Inggris biasa disebut the aged, the elders, older adult, serta senior citizen Tamher Noorkasiani, 2009.

2.2.1. Klasifikasi

Universitas Sumatera Utara Lanjut usia lansia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi empat kelompok antara lain : usia pertengahan middle age yaitu kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut elderly yaitu kelompok usia 60-74 tahun, usia lanjut tua old yaitu kelompok usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua very old yaitu kelompok usia di atas 90 tahun. Menurut Departemen Kesehatan RI 2006 dalam Fatmah 2010 batasan lansia antara lain : 1 virilitas prasenium, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa usia 55-59 tahun, 2 usia lanjut dini senescen, yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini usia 60-64 tahun, 3 lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif, yaitu usia di atas 65 tahun. Menurut Maryam, dkk 2008 lansia dibagi dalam lima klasifikasi, meliputi : 1. pralansia prasenilis yaitu seseorang yang berusia antara 45 –59 tahun, 2. lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih, 3. lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barangjasa, 4. lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain Depkes RI, 2003.

2.2.2. Karakteristik

Menurut Keliat 1999 yang dikutip oleh Maryam, dkk 2008, karakteristik lansia yaitu : 1 berusia lebih dari 60 tahun, 2 kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, dan 3 lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. Sedangkan menurut Bustan 1997, beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui masalah lansia antara lain : a. Jenis kelamin Universitas Sumatera Utara Lansia lebih banyak pada perempuan. Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan perempuan. Misalnya lansia laki-laki sibuk dengan hipertropi prostat sedangkan lansia perempuan sibuk dengan osteoporosis. b. Status perkawinan Status masih pasangan hidup lengkap atau sudah hidup jandaduda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis. c. Living arrangement Keadaan pasangan ; tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya. Tanggungan keluarga ; masih menanggung anak atau anggota keluarga. Tempat tinggal ; rumah sendiri, tinggal dengan anak. Dewasa ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian dari keluarganya, baik lansia sebagai kepala keluarga ataupun bagian dari keluarga anaknya. Namun akan cenderung bahwa lansia akan ditinggalkan oleh keturunannya dalam rumah yang berbeda. d. Kondisi kesehatan Kondisi umum lansia ; kemampuan untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam kegiatan sehari-hari seperti: mandi, buang air kecil dan besar. Frekuensi sakit ; frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain. Bahkan ada yang karena penyakit kroniknya sudah memerlukan perawatan khusus. Secara individu pengaruh proses ketuaan menimbulkan berbagai masalah. Salah satunya adalah berkaitan dengan penduduk lansia adalah permasalahan kesehatan, sebab perjalanan penyakit lansia mempunyai ciri tersendiri yaitu bersifat menahun, semakin berat dan sering kambuh. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mengetahui penyakitmasalah sedini mungkin. Dengan demikian proses penyakit dapat dihambat atau dicegah sedini mungkin agar tetap dalam keadaan sehat, baik fisik maupun mental serta sosial, sehingga masih berguna bagi masyarakat dan sesedikit mungkin merupakan beban keluarganya. Universitas Sumatera Utara e. Keadaan ekonomi Sumber pendapatan resmi ; pensiunan lansia ditambah sumber pendapatanan lain kalau masih aktif. Penduduk lansia di daerah pertanian menunjukkkan proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan di daerah non pertanian. Lapangan kerja sektor pertanian cukup banyak menyerap tenaga kerja lansia, disamping sektor perdagangan dan jasa. Sumber pendapatan keluarga ; ada tidaknya bantuan keuangan dari anakkeluarga lainnya, atau bahkan masih ada anggota keluarga yang tergantung padanya. Kemampuan pendapatan ; lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi, sementara pendapatan semakin menurun sampai seberapa besar pendapatan lansia dapat memenuhi kebutuhannya.

2.2.3. Proses Menua dan Perubahan Fisiologis Akibat Penuaan

Proses penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus- menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan Depkes RI, 2001. Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Dengan kata lain usia tua adalah fase terakhir dari rentang kehidupan Fatimah, 2010. Menua menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita Constantinides, 1994. Proses menua merupakan proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup Nugroho, 2000. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain: kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul. Kemunduran lain yang terjadi adalah Universitas Sumatera Utara kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru Maryam dkk, 2008. Menurut Darmojo 2004 yang dikutip oleh Maryam, dkk 2008, menjadi tua bukanlah suatu penyakit atau sakit tetapi suatu proses perubahan di mana kepekaan bertambah atau batas kemampuan beradaptasi menjadi berkurang yang sering dikenal dengan geriatric giant, di mana lansia akan mengalami 13 i, yaitu imobilisasi; instabilitas mudah jatuh; intelektualitas terganggu demensia; isolasi depresi; inkontinensia; impotensi; imunodefisiensi; infeksi mudah terjadi; impaksi konstipasi; iatrogenesis kesalahan diagnosis; insomnia; impairment of gangguan pada; penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, komunikasi, dan integritas kulit, inaniation malnutrisi. Adapun perubahan biologiskondisi lanjut usia yang dapat memengaruhi status gizi secara jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Kondisi Lanjut Usia Yang Dapat Memengaruhi Status Gizi No Kondisi Lanjut Usia Perubahan Pola Makan Status Gizi 1 Metabolisme basal menurun Kebutuhan energi menurun Cenderung kegemukanobesitas 2 Aktivitas kegiatan fisik berkurang Energi yang dipakai sedikit Cenderung kegemukanobesitas 3 Ekonomi meningkat Konsumsi berlebih Cenderung kegemukanobesitas 4 Fungsi indera menurun Makan tidak enaknafsu makan menurun Dapat terjadi kurang gizi 5 Penyakit periodental atau gagal ginjal Kesulitan makan makanan berserat sayur, daging, cenderung makanan lunak Dapat terjadi kurang gizi dan kegemukanobesitas 6 Penurunan seksresi asam lambung dan enzim pencernaan makanan Mengganggu penyerapan vitamin dan mineral Defisiensi zat gizi mikro 7 Mobilitas usus menurun Susah buang air besar Wasir perdarahan anemia 8 Sering menggunakan obat- obatanalkohol Menurunkan nafsu makan Dapat terjadi kurang gizi 9 Gangguan kemampuan motorik Kesulitan untuk menyiapkan makanan sendiri Dapat terjadi kurang gizi 10 Kurang bersosialisasi, kesepian perubahan psikologis Nafsu makan menurun Dapat terjadi kurang gizi 11 Pendapatan menurun Asupan makanan menurun Dapat terjadi kurang gizi 12 Demensia pikun Sering makanlupa makan Dapat terjadi kurang gizi dan kegemukanobesitas Sumber : Depkes RI, 2011 Universitas Sumatera Utara

2.3. Gaya Hidup

Pengertian gaya hidup menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang-lambang sosial. Gaya hidup atau life style dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu. Gaya hidup individu yang dicirikan dengan pola perilaku individu akan memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja, tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang memengaruhi pola perilakunya. Dan tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang berlaku untuk semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan fisik, lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, menciptakan berbagai gaya yang berbeda pula Hadywinoto, 1999. Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan oleh Poniyah 2011 tentang pengaruh gaya hidup variabel pola makan terhadap status kesehatan lansia memberikan hasil penelitian yaitu uji statistik menunjukkan variabel pola makan berpengaruh terhadap status kesehatan lansia. Berdasarkan hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik pada variabel pola makan menunjukkan ada pengaruh pola makan terhadap status kesehatan lansia dengan nilai β = 2,541 dan p = 0,000, bernilai positif menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh yang searah positif terhadap status kesehatan lansia di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan. Menurut Belloc Breslow 1972 yang termasuk gaya hidup sehat adalah: 1. Pola makan yang baik Universitas Sumatera Utara 2. Aktivitas fisik 3. Olahraga 4. Istirahattidur 7 – 8 jam perhari 5. Tidak merokok 6. Tidak minum-minuman keras 7. Tidak mengonsumsi obat-obatan Watson, 2003.

2.3.1. Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu Adriani Wirjatmadi, 2012. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomik, identitas budaya, religi dan magis, komunikasi, lambing status ekonomi serta kekuatan dan kekuasaan, oleh karena itu ekspresi stiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lainnya. Ekspresi tersebut akan membentuk pola perilaku makan yang disebut kebiasaan makan Baliwati dkk, 2010. Menurut penelitian Maulida 2012 yang dilaksanakan di Kelurahan Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tentang gambaran pola konsumsi pangan dan status gizi menunjukkan bahwa lansia yang memiliki pola makan yang baik sebesar 47,8 memiliki status gizi dengan kategori normal. Namun ada sebesar 21,1 memiliki pola makan yang baik tetapi status gizinya berada dalam kategori tidak baik, 17,8 gizi kurang karena sistem pencernaan pada lanjut usia sudah mulai terganggu, dimana gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapannya menjadi lambat dan kurang efisien dan ada sebesar 13,3 obesitas. Pola makan yang tidak seimbang akan menyebabkan terjadinya kekurangan gizi atau sebaliknya pola konsumsi yang tidak seimbang juga mengakibatkan zat gizi tertentu berlebih dan menyebabkan terjadinya gizi lebih. Asupan gizi yang tepat berperan dalam menciptakan kesehatan lansia secara optimal, kecukupan gizi akan terpenuhi jika para lansia memerhatikan pola makan Universitas Sumatera Utara yang beragam dan bergizi seimbang Adriani Wirjatmadi, 2012. Sebenarnya pola makan atau pola konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung, namun hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi seseorang atau masyarakat Supariasa dkk, 2001. Menurut Nugroho 2008 menu adalah susunan hidangan yang dipersiapkan untuk disajikan pada makan. Menu seimbang untuk lansia adalah susunan yang mengandung cukup semua unsur gizi yang dibutuhkan lansia. Syarat menu yang seimbang untuk lansia antara lain : a. Mengandung zat gizi beraneka ragam bahan makanan yang terdiri atas zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur. b. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lansia adalah 50 dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang kompleks sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian. c. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30 dari total kalori. d. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut usia, yaitu 8-10 dari total kalori. e. Dianjurkan mengandung tinggi serat selulosa yang bersumber pada buah, sayur, dan macam-macam pati, yang dikonsumsi dalam jumlah besar secara bertahap. f. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non-fat, yoghurt, dan ikan. g. Makanan mengandung tinggi zat besi Fe, seperti kacang-kacangan, hati, daging, bayam, atau sayuran hijau. h. Membatasi penggunaan garam. i. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan mudah dicerna. j. Hindari bahan makanan yang tinggi mengandung alkohol. k. Pilih makanan yang mudah dikunyah seperti makanan lunak.

2.3.2. Aktivitas Fisik

Universitas Sumatera Utara Menurut Fatmah 2010 aktivitas fisik merupakan tiap gerakan anggota tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot rangka dan yang menyebabkan pengeluaran energi yang sangat penting peranannya terutama bagi lansia. Dengan melakukan aktivitas fisik, maka lansia tersebut dapat mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatannya. Sedangkan Afriwardi 2010 berpendapat bahwa aktivitas fisik adalah segala kegiatan atau aktivitas yang menyebabkan peningkatan penggunaan energikalori oleh tubuh. Beberapa contoh aktivitas fisik antara lain : menyapu, muncuci, makan, menaiki tangga, mengangkat barang dan kegiatan lainnya. Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan oleh Poniyah 2011 tentang pengaruh gaya hidup variabel aktivitas fisik memberikan hasil penelitian yaitu 74 orang pada kategori tidak cukup dengan persentase tertinggi status kesehatan buruk sebanyak 74,3. Uji statistik menunjukkan variabel aktivitas fisik berpengaruh terhadap status kesehatan lansia. Berdasarkan hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik pada variabel aktivitas fisik, ada pengaruh antara aktivitas fisik lansia terhadap status kesehatan lansia dengan nilai β = 1.922 dan p= 0,000, bernilai positif menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh yang searah positif terhadap status kesehatan lansia di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan. Jadi dapat ditafsirkan secara teoritis bahwa status kesehatan lansia di wilayah kerja Puskesmas Darusalam medan akan meningkat jauh lebih baik apabila aktivitas fisik lansia cukup.

2.3.3. Olahraga

Olahraga adalah serangkaian aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dengan berpedoman pada aturan-aturan atau kaidah-kaidah tertentu tetapi tidak terikat pada intensitas dan waktunya Afriwardi, 2010. Olahraga merupakan bagian dari kegiatan fisik secara terencana, terstruktur, berulang untuk meningkatkan kebugaran tubuh. Kurang olahraga juga beresiko terhadap penurunan kekuatan, massa tulang dan absorpsi kalsium. Semakin bertambahnya usia seseorang, Universitas Sumatera Utara maka aktivitas fisik yang dilakukannya semakin menurun. Hal ini terkait dengan penurunan kemampuan fisik yang terjadi secara alamiah Fatmah, 2010. Melakukan olahraga adalah suatu bentuk latihan fisik yang memberikan pengaruh yang baikpositif terhadap kemampuan fisik seseorang apabila dilakukan secara baik dan benar. Melakukan latihan fisik yang baik dapat bermanfaat sebagai upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dan apabila ditinjau secara fisiologi, psikologi dan sosial memberikan dampak secara langsung dan jangka panjang Adriani Wirjatmadi, 2012. Menurut Maryam dkk, 2008 beberapa contoh olahragalatihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran, kesegaran, dan kelenturan fisiknya sebagai berikut : 1. Pekerjaan rumah dan berkebun. Kegiatan ini harus dilakukan dengan tepat agar napas sedikit lebih cepat, denyut jantung lebih cepat, dan otot menjadi lelah 2. Berjalan-jalan, sangat baik untuk meregangkan otot-otot kaki dan bila jalannya makin lama makin cepat maka akan bermanfaat untuk daya tahan tubuh. Jika melangkah dengan panjang dan mengayunkan lengan 10-20 kali, maka dapat melenturkan tubuh. 3. Jalan cepat. Jalan cepat dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali seminggu, latihan selama 15-30 menit, dan dilakukan tidak kurang dari 2 jam setelah makan. 4. Renang, merupakan olahraga paling baik dilakukan untuk menjaga kesehatan karena hampir semua otot bergerak, sehingga kekuatan otot semakin meningkat. Namun olahraga kurang diminati karena segan mengingat keadaan kulit lnasia dan pakaian yang harus dikenakan. 5. Bersepeda, baik bagi penderita arthritis karena tidak menyentuh lantai sama sekali, sehingga tidak akan menyebabkan sakit pada sendi-sendinya. 6. Senam. Melakukan senam secara teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup adalah sebagai berikut : a Mempertahankan atau meningkatkan taraf kesegaran jasmani yang baik Universitas Sumatera Utara b Mengadakan koreksi tehadap kesalahan sikap dan gerak c Membentuk sikap dan gerak d Memperlambat proses degenerasi karena perubahan usia e Membentuk kondisi fisik kekuatan otot, kelenturan, keseimbangan, ketahanan, keluwesan dan kecepatan f Membentuk berbagai sikap kejiwaan membentuk keberanian, kepercayaan diri, kesiapan diri, dan kesanggupan bekerja sama g Memberikan rangsangan bagi saraf-saraf yang lemah, khususnya bagi lansia h Memupuk rasa tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan masyarakat.

2.3.4. Kebiasaan Istirahat

Menurut Maryam dkk, 2008, istirahat dapat berarti bersantai menyegarkan diri atau diam tidak melakukan aktivitas apapun setelah melakukan kerja keras. Istirahat dapat berarti pula menghentikan sementara semua kegiatan sehari-hari bahkan sampai tertidur. Istirahat yang cukup diperlukan agar tubuh dapat kembali ke kondisi normal setelah digunakan untuk beraktifitas. Istirahat terbaik adalah tidur. Kebutuhan tidur untuk lansia adalah 6-8 jam sehari. Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah yang terkadang mengganggu kenyamanan anggota keluarga yang lain yang tinggal serumah. Biasanya pada lanjut usia terjadi gangguan pola tidur sehingga dapat menyebabkan perubahan fisik. Maka untuk dapat memberikan kebutuhan istirahat yang cukup untuk menjaga kesehatan lansia maka dapat dilakukan dengan cara memberikan tempat tidur yang nyaman, mengatur lingkungan yang cukup ventilasi, bebas dari bau-bauan, serta memberikan minum hangat sebelum tidur misalnya susu hangat Adriani Wirjatmadi, 2012. Perubahan pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari. Tidur terlalu lama, akan cenderung mengganggu kesehatan. Sebagaimana dijelaskan diatas, saat tidur pun tubuh butuh nutrisi. Bila tidur terlalu lama, tubuh akan mengalami Universitas Sumatera Utara katabolik. Akibatnya, akan semakin merasa malas, tidak bertenaga, dan memboroskan waktu. Kurang tidur dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang lengkap atau kompleks. Penelitian di Universitas de Lille, Prancis, mengindikasikan bahwa otak memerlukan tidur untuk mempertahankan kemampuan mengingat informasi yang kompleks. Umumnya manusia bisa tidur dalam 6-8 jam sehari. Tetapi ada orang yang bisa tidur dibawah 6 jam. Kurang tidur berdampak negatif terhadap tubuh kita seperti kurang konsentrasi, cepat marah, lesu, lelah Maryam dkk, 2008. Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita. Banyak orang yang tidur jadi lemas, tidak ada semangat, lekas marah dan stress. Hasil riset terbaru para ahli di Chicago membuktikan 3 hari mengalami kurang tidur kemampuan tubuh dalam memroses glukosa akan menurun secara drastis, sehingga dapat meningkatkan resiko mengidap diabetes. Selanjunya menurut mereka, tidur tidak nyenyak selama 3 hari berturut-turut akan menurunkan toleransi tubuh terhadap glukosa, khususnya pada orang muda dan orang dewasa Santoso, 2009. Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit. Pada saat tidur tubuh juga mereparasi bagiaan-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan Depkes RI, 2008.

2.3.5. Kebiasaan Merokok

Merokok bukanlah gaya hidup yang sehat. Merokok dapat menganggu kerja paru-paru yang normal, karena hemoglobin lebih mudah membawa karbondioksida daripada membawa oksigen. Jika terdapat karbondioksida dalam paru-paru, maka akan dibawa oleh hemoglobin sehingga tubuh memperoleh oksigen yang kurang dari biasanya. Kandungan nikotin dalam rokok yang terbawa dalam aliran darah dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh yaitu mempercepat denyut jantung sampai 20 kali lebih cepat dalam satu menit daripada dalam keadaan normal. Menurunkan suhu Universitas Sumatera Utara kulit sebesar setengah derajat karena penyempitan pembuluh darah kulit dan menyebabkan hati melepaskan gula ke dalam aliran darah. Merokok merupakan faktor resiko terpenting untuk terjadinya penyakit tidak menular, karena dapat menyebabkan arterio skleorosis dini, penyakit jantung koroner, penyakit paru obstruktif menahun, kanker paru, larynx, rongga mulut, pancreas, dan osephagus, selain itu juga dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar lemak dalam darah sebagai faktor resiko terjadinya stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah Bustan, 2007. Farmingham Heart Study menemukan bahwa merokok menurunkan kadar kolesterol baik High Density Level HDL. Penurunan HDL ini berbeda, pada perempuan penurunannya lebih tinggi dari pada laki-laki. Pada laki-laki rata-rata 4,5 mgdl dan pada perempuan 6,5 mgdl. Perokok dikategorikan sebagai berikut: 1. Perokok ringan : 10 batanghari 2. Perokok sedang : 10-20 batanghari 3. Perokok berat : 20 batanghari Prevalensi merokok lansia pada kelompok umur 55-64, 65-74 dan 75+ cukup tinggi yaitu di atas 30, dan paling tinggi pada kelompok umur 55-64 tahun 37,5 dengan rerata jumlah batang rokokhari sebanyak 13 batang rokok Kemenkes RI, 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Lipid Research Program Prevalance Study menunjukan bahwa mereka yang merokok dua puluh batang atau lebih perhari, mengalami penurunan kadar HDL sekitar 11 pada laki-laki dan 14 pada perempuan. Merokok juga mengurangi usia harapan hidup, rata-rata 10 tahun. Atau apabila tidak merokok berarti menambah usia harapan hidup rata-rata 10 tahun. Demikian antara lain hasil penelitian selama 50 tahun di Inggris mengenai dampak merokok terhadap kesehatan Depkes RI, 2008.

2.3.6. Kebiasaan Mengonsumsi Obat

Dalam pengobatannya lansia memerlukan obat yang beraneka ragam dibandingkan orang dewasa. Selain itu, fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obatan yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini menyebabkan Universitas Sumatera Utara kemungkinan besar terjadi penumpukan obat dalam tubuh dan dapat juga menyebabkan keracunan obat jika diberikan dosis yang sama dengan orang dewasa.Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Adapun efek samping obat yang terjadi pada lansia dapat menimbulkan penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat, misalnya poliurisering buang air kecil akibat pemakaian obat diuretik obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni, lansia dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresan, dan lain-lain. Efek samping tersebut biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama Maryam dkk, 2008.

2.4. Asupan Gizi

Pengertian konsumsi makanan berbeda dengan kecukupan gizi. Konsumsi makan adalah sesuatu yang nyata, sedangkan kecukupan gizi adalah kandungan zat gizi yang terkandung didalam bahan makanan. Tingkat konsumsi seseorang sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari suatu makanan. Kualitas makanan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh yang terdapat dalam makanan, sedangkan kuantitas makanan menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh Sediaoetama, 2000. 2.4.1. Kebutuhan Gizi Lansia Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang adekuat Almatsier, 2001. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan adalah banyaknya tiap-tiap zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan sehari- hari untuk mencegah defisiensi zat gizi Sudiarti Utari, 2006 dalam Fatmah, 2010. Kebutuhan gizi bagi lansia perlu dipenuhi secara adekuat, karena merupakan pokok kelansungan proses pergantian sel-sel dalam tubuh, dan guna mengatasi proses menua serta memperlambat terjadinya usia biologis. Kebutuhan kalori berkurang karena berkurangnya aktivitas. Kebutuhan kalori lansia dianjurkan tidak melebihi 1700 kalori, sebaiknya disesuaikan dengan macam kegiatannya Nugroho, 2008. Universitas Sumatera Utara Menurut Astawan M Wahyuni M 1988 yang dikutip oleh Budianto 2009, pada prinsipnya kebutuhan macam zat gizi bagi lansia tetap sama seperti yang dibutuhkan oleh orang- orang dengan usia yang lebih muda, yang berubah hanyalah jumlah dan komposisinya. Konsumsi energi sebaiknya dikurangi, disesuaikan dengan menurunnya aktivitas tubuh. Sebaliknya konsumsi makanan sumber protein, vitamin, dan mineral perlu ditingkatkan baik dari segi jumlah maupun mutunya. Sayuran dan buah-buahan sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah yang cukup secara teratur dan bervariasi. Selain sebagai sumber vitamin, mineral, sayuran dan buah-buahan juga merupakan sumber serat yang baik. Hal ini sangat perlu mengingat kelompok lansia sering mendapatkan kesulitan dalam buang air besar. Dengan adanya serat yang cukup, kesulitan tersebut dapat diatasi. Kebutuhan zat gizi lansia yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap kesehatan mereka. Kebutuhan kalori menurun sejalan pertambahan usia, karena metabolism seluruh sel dan kegiatan otot berkurang. Penyusutan BMR 10 sampai 20, antara usia 30 dan 75 tahun merupakan cerminan dari perubahan komposisi tubuh, penambahan massa lemak, dan penyusutan massa otot yang disebabkan oleh berkurangnya kegiatan fisik Arisman, 2002. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan gizi pada lansia menurut Nugroho 2008 antara lain : berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong, berkurangnya cita rasa rasa dan buah, berkurangya koordinasi otot-otot syaraf, keadaan fisik yang kurang baik, faktor ekonomi dan sosial, serta faktor penyerapan makanan daya absorpsi. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk lanjut usia tampak pada tabel di bawah ini: Tabel 2.3 Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Per Orang Per Hari Gol. Umur Berat Badan kg Tinggi Badan cm Energi kkal Protein mg Pria 50-64 tahun 62 165 2250 60 65 tahun 62 165 2050 60 Wanita 50-64 tahun 55 156 1750 50 65 tahun 55 156 1600 50 Sumber : Kepmenkes No.1593MenkesSKXI2005 Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Energi

Kebutuhan energi pada lanjut usia menurun sehubungan dengan penurunan metabolisme basal sel-sel banyak yang inaktif dan kegiatan fisik cenderung menurun. Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004 angka kecukupan energi yang dianjurkan untuk lansia perempuan diatas 60 tahun sebesar 1600 kkal dan laki-laki sebesar 2050 kkal. Kelebihan atau kekurangan energi akan memberikan dampak negatif bagi lansia. Kelebihan energi dapat memengaruhi terjadinya penyakit degeneratif, karena energi ini disimpan dalam jaringan lemak. Hal ini dapat mengakibatkan berat badan melebihi dari yang seharusnya. Kekurangan energi mengakibatkan berat badan rendah, sedangkan berat badan yang rendah dapat mengakibatkan fungsi umum menurun seperti menurunnya daya tahan dan kesanggupan kerja Adriani Wirjatmadi, 2012. Pada lansia yang aktivitas fisiknya menurun, asupan energi harus dikurangi untuk mencapai keseimbangan energi dan mencegah terjadinya obesitas, karena salah satu faktor yang menentukan berat badan seseorang adalah keseimbangan antara masukan energi dengan keluaran energi. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa risiko fraktur pada panggul menurun dari 20-40 di antara individu yang melakukan olahraga dibandingkan individu yang tidak berolahraga Fatmah, 2010.

2.4.3. Protein

Pada usia lanjut fungsi protein tidak lagi untuk pertumbuhan. Peranan protein yang utama adalah memelihara dan mengganti sel-sel jaringan yang rusak, pengatur fungsi fisiologis organ tubuh Adriani Wirjatmadi, 2012. Kebutuhan protein menurut FAOWHOUNU 1985 adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004 menetapkan angka kecukupan protein untuk lansia perempuan dan laki-laki diatas 60 tahun diberikan sebanyak 50 g dan 60 g. Sumber protein hewani yang baik untuk dikonsumsi lansia dalam jumlah maupun mutu adalah telur, susu, ikan, dll. Sedangkan sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lainnya Almatsier, 2001. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran tingkat konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan food habits serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat-zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM atau daftar lain yang diperlukan Supariasa, 2002. 2.5. Metode Pengukuran Asupan Gizi 2.5.1. Food Recall Metode recall 24 jam dimaksudkan untuk menilai konsumsi pangan individual. Prinsip dari metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu kemarin. Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Langkah-langkah pelaksanaan food recall 24 jam adalah sebagai berikut: a. Pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga URT selama kurun waktu 24 jam yang lalu. b. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM.

c. Membandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi AKG untuk Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

2.6. Kerangka Konsep

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ASUPAN IMUNONUTRISI DAN STATUS GIZI DENGAN STATUS IMUNITAS PADA LANSIA DI KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG

2 14 80

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Ka

0 4 11

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pedan Klaten.

0 3 16

HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIJAMBE Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijambe.

0 0 12

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO Hubungan Kualitas Hidup Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo.

0 0 10

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO Hubungan Kualitas Hidup Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo.

0 2 14

HUBUNGAN POLA ASUH GIZI DENGAN STATUS GIZI BATITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAMPER TENGAH KOTA SEMARANG

1 4 60

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KAKAKTUA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PELAMBUAN

0 0 5

2.1.1. Penilaian Status Gizi - Hubungan Karakteristik, Gaya Hidup, dan Asupan Gizi Dengan Status Gizi Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga

0 1 24

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN STATUS GIZI REMAJA

0 0 6