Menurut Almatsier 2001, status gizi diartikan sebagai keadaan tubuh akibat konsumsi dan penggunaan zat gizi. Berdasarkan pendapat Supariasa, dkk 2001 dapat disimpulkan bahwa status
gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari zat gizi ke dalam bentuk variebel tertentu. Dengan kata lain status gizi merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh nutrient input dengan kebutuhan tubuh nutrient output akan zat gizi tersebut. Kebutuhan akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor,
seperti tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktifitas fisik dan faktor yang bersifat relatif yaitu, gangguan pencernaan ingestion, perbedaan daya serap absorption, tingkat
penggunaan utilization dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran excretion dan destruction dari zat gizi tersebut dalam tubuh. Status gizi seseorang dapat dinilai dengan dua cara yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan secara tidak langsung melalui
survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
2.1.1. Penilaian Status Gizi
Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan menjadi metode secara langsung dan metode tidak langsung Supariasa, 2001.
2.1.2. Metode Penilaian Status Gizi Secara Langsung Status gizi lansia secara langsung dapat diukur dengan berbagai cara sebagai berikut:
1. Antropometri
Antropometri atau ukuran tubuh adalah serangkaian teknik pengukuran dimensi kerangka tubuh manusia secara kuantitatif yang meliputi tinggi badan TB, dan berat badan BB. Adapun
beberapa pengukuran antropometri yang dapat dilakukan pada lansia adalah sebagai berikut: 1 Berat badan
Merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan dan hasilnya cukup akurat Supariasa dkk, 2001. Berat badan juga merupakan komposit pengukuran
Universitas Sumatera Utara
ukuran total tubuh. Pengukuran berat badan juga dapat memberikan gambaran status gizi seseorang dengan mengetahu indeks massa tubuh. Pengukuran berat badan ini menggunakan
timbangan injak bathroomscale. Subjek diukur dalam posisi berdiri dengan ketentuan subjek memakain pakaian seminimal mungkin, tanpa isi kantong dan sandal. Pembacaan
skala dilakukan pada alat dengan ketelitian 0,1 kg Fatmah, 2010. 2 Tinggi badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Tinggi Badan merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat, serta dapat digunakan sebagai
ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan BB terhadap TB quac stick faktor umur dapat dikesampingkan Supariasa dkk, 2001.
Pengukuran tinggi badan dapat menggunakan alat pengukur tinggi badan microtoise dengan kepekaan 0,1 cm dengan menggunakan satuan sentimeter atau inci. Pengukuran
dilakukan pada posisi berdiri lurus dan tanpa menggunakan alas kaki. Pengukuran tinggi badan lansia sangat sulit dilakukan untuk lansia mengingat adanya masalah postur tubuh
seperti terjadinya kifosis atau pembengkokan tulang punggung, sehingga lansia tidak dapat berdiri tegak. Oleh karena itu, pengukuran tinggi lutut, panjang depa dan tinggi duduk dapat
digunakan untuk memperkirakan tinggi badan. 3 Panjang depa
Panjang depa merupakan salah satu prediktor tinggi badan lansia dan dianggap sebagai pengganti ukuran tinggi badan lansia karena usia berkaitan dengan penurunan tinggi
badan. Pada kelompok lansia terlihat adanya penurunan nilai panjang depa yang lebih lambat dibandingkan dengan penurunan tinggi badan, sehingga dapat disimpulkan bahwa
panjang depa cenderung tidak banyak berubah seiring pertambahan usia. Pengukuran panjang depa tidak mahal dan teknik prosedurnya cukup sederhana dengan alat mistar
Universitas Sumatera Utara
panjang 2 meter. Panjang depa biasanya menggambarkan hasil pengukuran yang sama dengan tinggi badan normal dan dapat digunakan untuk menggantikan tinggi badan. Subjek
yang diukur harus memiliki kedua tangan yang dapat direntangkan sepanjang mungkin dalam posisi lateral dan tidak dikepal. Jika salah satu kedua tangan tidak dapat diluruskan
karena sakit atau sebab lainnya, maka pengukuran ini tidak dapat dilakukan Fatmah, 2010. Penelitian yang dilakukan Fatmah, dkk 2008, untuk mengetahui tinggi badan lansia
dapat diperoleh dari prediksi tinggi lutut knee height, panjang depa arm span, dan tinggi duduk sitting height. Panjang depa dapat digunakan untuk estimasi TB lansia orang cacat
dan yang tidak dapat berdiri tinggi. Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang tulang di tangan, kaki lutut dan tinggi tulang vertebral.
4 Indeks Massa Tubuh IMT Status gizi dinilai dengan cara pengukuran berat badan kg dibagi dengan tinggi
badan m² yang dinyatakan dalam IMT. IMT
= berat badan kg
tinggi badan m² Pengelompokan Indeks Massa Tubuh untuk klasifikasi status gizi lansia berdasarkan standar
WHO 2005 seperti dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO 2005 Kategori
IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat
berat 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 - 18,4
Universitas Sumatera Utara
Normal 18,5 - 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat
ringan 25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat 27,0
Sumber: WHO 2005
2. Klinis