BAB V PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Umur dengan Status Gizi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil
Sibolga
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi umur dengan kategori umur resiko tinggi atau yang berusia ≥ 65 tahun sebanyak 38,6. Hasil analisis hubungan statistik
antara umur dengan status gizi diperoleh nilai p sebesar 0,080 p 0,05 yang menunjukkan bahwa variabel umur tidak berhubungan signifikan dengan status gizi lansia. Artinya tidak ada hubungan
antara umur dengan status gizi lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian Setiani 2012 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan status gizi berdasarkan
IMT. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Simanjuntak 2010 dimana terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan status gizi. Tidak ditemukannya hubungan
yang bermakna secara statistik antara umur dengan status gizi berdasarkan IMT pada penelitian ini mungkin disebabkan sampel penelitian yang kecil, dimana jumlah sampel yang besar akan lebih
mudah untuk mendeteksi adanya hubungan statistik.
5.2. Hubungan Status Penyakit yang Diderita 3 Bulan Terakhir dengan Status Gizi Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa distribusi frekuensi status penyakit dengan kategori tidak baik sebanyak 60,2. Hasil analisis hubungan statistik antara status penyakit yang
diderita 3 bulan terakhir dengan satus gizi lansia diperoleh nilai p sebesar 0,000 p 0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan status penyakit 3 bulan terakhir dengan status gizi
lansia. Hubungan itu positif, artinya semakin baik status penyakit yang diderita 3 bulan terakhir maka semakin baik pula status gizi lansia, dan sebaliknya. Data status penyakit lansia diperoleh
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner pertanyaan penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif dari Riskesdas tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
5.3. Hubungan Gaya Hidup dengan Status Gizi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga
Variabel gaya hidup ini merupakan kumpulan dari kebiasaan-kebiasaan lansia dalam hal pola makan, aktivitas fisik, olahraga, kebiasaan istirahat, kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi
obat. Berdasarkan hasil penelitian tentang gaya hidup ditemukan sebesar 67,5 lansia pada kategori tidak baik. Berdasarkan hasil analisis hubungan statistik gaya hidup dengan status gizi lansia
diperoleh nilai p sebesar 0,028 p 0,05 menunjukkan bahwa variabel gaya hidup berhubungan signifikan dengan status gizi lansia. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa
semakin baik gaya hidup seseorang maka semakin baik status gizinya, dan sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian tentang pola makan diperoleh sebesar 77,1 lansia pada kategori
baik. Menurut hasil wawancara dengan lansia yang pola makannya baik mereka mengatakan bahwa di puskesmas mereka sering mendapatkan informasi mengenai pola makan yang baik bagi
kesehatan tubuh mereka misalnya tidak boleh mengonsumsi makanan yang terlalu asin karena dikhawatirkan dapat memicu terjadinya hipertensi, juga dianjurkan menjaga konsumsi gula agar
terhindar dari penyakit kencing manis. Para lansia juga diberikan makanan tambahan seperti bubur kacang hijau, biskuit dan telur rebus. Disamping itu pemeriksaan fisik dilakukan setiap posyandu
lansia guna memantau kesehatan lansia seperti pemeriksaan tebal lemak dan pemeriksaan tekanan darah. Hal ini merupakan fakta yang terjadi di lapangan karena peneliti juga turut serta dalam
beberapa kegiatan posyandu lansia yang dilaksanakan setiap bulannya. Hasil penelitian juga didapat sebesar 81,9 lansia pada kategori aktivitas fisik yang cukup.
Menurut hasil wawancara dengan lansia yang aktivitas fisiknya cukup mereka mengatakan bahwa mereka banyak melakukan aktivitas sehari-hari dengan berjalan kaki, selain itu mereka juga masih
dapat melakukan tugas rutin di dalam maupun di luar rumah seperti merawat cucu, memasak, berbelanja ke pasar, berjualan, bekerja di sawah, dan lain lain. Lansia yang aktivitasnya cukup juga
melakukan aktivitas fisik yang dilakukan secara terus-menerus minimal 10 menit seperti menyapu, memasak, menyetrika setiap kalinya dan mereka beraktivitas ± 7 jam dalam satu hari.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian tentang olahraga diperoleh sebesar 62,7 lansia berada pada kategori tidak cukup olahraga. Olahraga yang dimaksud disini adalah serangkaian aktivitas fisik
yang dilakukan secara terstruktur dengan berpedoman pada aturan-aturan atau kaidah-kaidah tertentu tetapi tidak terikat pada intensitas dan waktunya Afriwardi, 2010. Olahraga merupakan
bagian dari kegiatan fisik secara terencana, terstruktur, berulang untuk meningkatkan kebugaran tubuh. Kurang olahraga juga beresiko terhadap penurunan kekuatan, massa tulang dan absorpsi
kalsium. Semakin bertambahnya usia seseorang, maka aktivitas fisik yang dilakukannya semakin menurun. Hal ini terkait dengan penurunan kemampuan fisik yang terjadi secara alamiah Fatmah,
2010. Berdasarkan hasil penelitian kebiasaan istirahat diperoleh sebesar 63,9 lansia berada pada
kategori kebiasaan istirahat yang cukup. Menurut hasil wawancara diketahui bahwa ternyata banyak lansia yang cukup beristirahattidur yaitu 7-8 jam perhari. Lansia juga tidur pada siang hari dan
pada malam hari jarang terbangun sewaktu tidur, bila terbangun pun tidak sulit untuk tidur kembali. Berdasarkan hasil penelitian kebiasaan merokok diperoleh sebesar 73,5 lansia pada kategori
kebiasaan merokok yang baik, artinya adalah tidak pernah merokok baik dahulu maupun sekarang. Hal ini diperoleh karena mayoritas responden berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil
penelitian kebiasaan mengonsumsi obat diperoleh sebesar 57,8 lansia berada pada kategori kebiasaan mengonsumsi obat yang tidak baik dengan persentase tertinggi yang artinya bahwa lansia
suka mengonsumsi obat.
5.4. Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga
Berdasarkan hasil penelitian tentang asupan energi ditemukan bahwa sebesar 92,8 lansia berada pada kategori defisit. Artinya bahwa tingkat kecukupan energi per hari 70 AKG.
Kurangnya asupan energi lansia dalam penelitian ini disebabkan karena nafsu makan dan porsi makan yang berkurang akibat terjadinya kesulitan dalam proses mencerna makanan dan karena
proses penuaan. Akibat asupan energi yang kurang maka banyak responden yang mengalami defisit. Hal ini dapat terjadi karena perkiraan asupan energi ini hanya menggambarkan kondisi sewaktu
Universitas Sumatera Utara
penelitian, selain itu juga metode food recall 24 jam yang dilakukan tidak cukup untuk menggambarkan asupan energi responden yang sebenarnya.
Hasil analisis hubungan statistik antara asupan energi dengan status gizi diperoleh nilai p sebesar 0,165 p 0,05 yang menunjukkan bahwa variabel asupan energi tidak berhubungan
signifikan dengan status gizi lansia, yang berarti tidak ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi lansia. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Setiani 2012 dalam penelitiannya yang
berjudul Hubungan Antara Riwayat Penyakit, Asupan Protein dan Faktor-faktor lain dengan Status Gizi Lansia yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan total energi
dengan status gizi berdasarkan IMT. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Citraningsih 2003 dan Napitupulu 2002 dimana terdapat hubungan yang bermakna antara
asupan total energi dengan status gizi. Penelitian ini tidak signifikan karena berbeda kategori yang digunakan. Penelitian ini
membandingkan asupan energi dengan angka kecukupan energi berdasarkan umur dan jenis kelamin hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004. Sedangkan penelitian lain
membandingkan asupan energinya dengan rata-rata kebutuhan energi untuk orang Indonesia yaitu menggunakan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1998.
Data asupan energi diperoleh dari wawancara dengan menggunakan metode food recall 1 x 24 jam. Metode ini merupakan pengulangan ingatan 24 jam yang lalu dan bertujuan untuk
memperkirakan asupan pangan individu. Prinsipnya adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Selain biaya yang relatif murah, metode
ini dapat dilakukan pada responden yang buta huruf. Namun metode ini juga memiliki kekurangan yaitu kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan inividu, bila hanya dilakukan
satu hari.
Universitas Sumatera Utara
5.5. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Sibolga