2.4.2. Energi
Kebutuhan energi pada lanjut usia menurun sehubungan dengan penurunan metabolisme basal sel-sel banyak yang inaktif dan kegiatan fisik cenderung menurun. Menurut Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi 2004 angka kecukupan energi yang dianjurkan untuk lansia perempuan diatas 60 tahun sebesar 1600 kkal dan laki-laki sebesar 2050 kkal. Kelebihan atau kekurangan
energi akan memberikan dampak negatif bagi lansia. Kelebihan energi dapat memengaruhi terjadinya penyakit degeneratif, karena energi ini disimpan dalam jaringan lemak. Hal ini dapat
mengakibatkan berat badan melebihi dari yang seharusnya. Kekurangan energi mengakibatkan berat badan rendah, sedangkan berat badan yang rendah dapat mengakibatkan fungsi umum
menurun seperti menurunnya daya tahan dan kesanggupan kerja Adriani Wirjatmadi, 2012. Pada lansia yang aktivitas fisiknya menurun, asupan energi harus dikurangi untuk mencapai
keseimbangan energi dan mencegah terjadinya obesitas, karena salah satu faktor yang menentukan berat badan seseorang adalah keseimbangan antara masukan energi dengan keluaran energi. Bukti
epidemiologi menunjukkan bahwa risiko fraktur pada panggul menurun dari 20-40 di antara individu yang melakukan olahraga dibandingkan individu yang tidak berolahraga Fatmah, 2010.
2.4.3. Protein
Pada usia lanjut fungsi protein tidak lagi untuk pertumbuhan. Peranan protein yang utama adalah memelihara dan mengganti sel-sel jaringan yang rusak, pengatur fungsi fisiologis organ
tubuh Adriani Wirjatmadi, 2012. Kebutuhan protein menurut FAOWHOUNU 1985 adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi
protein. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004 menetapkan angka kecukupan protein untuk lansia perempuan dan laki-laki diatas 60 tahun diberikan sebanyak 50 g dan 60 g. Sumber protein
hewani yang baik untuk dikonsumsi lansia dalam jumlah maupun mutu adalah telur, susu, ikan, dll. Sedangkan sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta
kacang-kacangan lainnya Almatsier, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran tingkat konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat
kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan food habits serta cara-cara
memperoleh bahan makanan tersebut. Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat-zat gizi dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM atau daftar lain yang diperlukan Supariasa, 2002.
2.5. Metode Pengukuran Asupan Gizi 2.5.1. Food Recall