1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak tunagrahita Mohammad Effendi, 2006: 90 yaitu anak yang di identifikasi memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga
memerlukan layanan khusus dalam kebutuhan pendidikannya. Anak tunagrahita ini dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, salah satunya adalah anak
tunagrahita tipe ringan. Tetapi saat ini, istilah tersebut telah diganti oleh American Association on Intellectual Developmental Disorder AAIDD
dengan istilah intellectual disability disabilitas intelektual atau hambatan intelektual atau intellectual developmental disorder gangguan perkembangan
intelektual. Menurut AAIDD, disabilitas intelektual atau tunagrahita adalah suatu disabilitas yang diderita sejak periode perkembangan yang ditandai
dengan ketidakmampuan fungsi intelektual dan ketidakmampuan fungsi adaptif baik pada domain konseptual, sosial maupun praktis American
Psychiatric Association, 2013: 33. Anak yang tergolong tunagrahita tipe ringan, anak-anak tersebut belum
tentu mampu mengikuti pada program sekolah biasaumum tanpa adanya guru pendamping khusus untuk memberikan bimbingan pada saat belajar, namun
masih dapat dimungkinkan untuk memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan tertentu walaupun hasilnya kurang
maksimal. Untuk itu, dibutuhkan sekolah khusus bagi anak-anak yang tergolong anak tunagrahita.
2 Salah satunya pendidikan khusus tersebut adalah Sekolah Luar Biasa
SLB untuk anak-anak yang menyandang tunagrahita baik tunagrahita mampu latih maupun mampu didik ringan. Di Daerah Bantul salah satu
sekolah yang secara khusus menangani anak-anak tunagrahita adalah SLB Sekar Teratai 1 Srandakan. Hal ini lebih diperjelas dalam pendapat yang
dikemukakan oleh Maria J. Wantah 2007: 11 bahwa : Kemampuan anak tunagrahita tipe ringan yang dikembangkan dari segi
keterampilan diharapkan mampu melatih kemadirian agar tidak tergantung pada orang lain serta menjadi bekal hidup anak nantinya.
Sedangkan, kemampuan yang dikembangkan dari segi akademik bagi anak tunagrahita tipe ringan dapat diberikan berupa kemampuan untuk
membaca, menulis serta berhitung sederhana. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SLB Sekar Teratai 1
Srandakan adalah mata pelajaran bahasa Indonesia. Wardani 2008: 6.21 menyatakan bahwa “anak tunagrahita tipe ringan masih dapat diberikan
pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung sederhana”. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia
untuk SDLB, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Ruang lingkup
mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi empat aspek, yaitu: mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis BSNP, 2006: 66. Oleh karena itu mata pelajaran Bahasa Indonesia diberikan bagi anak tunagrahita tipe ringan,
termasuk didalamnya yaitu pembelajaran membaca.
3 Aspek membaca mencakup membaca permulaan dan membaca lanjut
Amin, 1995: 206. Membaca permulaan merupakan komponen dari komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, lambang-lambang bunyi
bahasa atau huruf alpabet menjadi lambang-lambang bunyi bahasa diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau huruf alphabet. Pembelajaran
membaca yang diberikan bagi anak tunagrahita tipe ringan, seperti halnya pada anak yang normal tidak hanya untuk membekali anak pada saat belajar
membaca di sekolah, namun dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Farida Rahim 2007: 1 menyatakan bahwa “kemampuan membaca sangat
penting bagi setiap kehidupan, hampir setiap aspek kehidupan melibatkan kegiatan membaca”.
Menurut Desni Humaira 2012 : 97, untuk belajar membaca, anak tunagrahita tipe ringan harus menguasaidapat bicara dan dapat memahami
bahasa lain yang sederhana, didalam percakapan terjadilah proses mendengarkan, melihat dan gerak-gerakan. Selain itu anak juga harus
memahami gambaran-gambaran atau lukisan-lukisan serta mengerti dan memahami mengenai lambang, simbol, dan sebagainya. Melatih
permulaan membaca yang diutamakan ialah belajar melihat dan mendengarkan dengan baik, hanya dengan membaca coretan-coretan yang
akhirnya akan menuju ke suatu bentuk yang sebenarnya. Keterbatasan kecerdasan anak tunagrahita tipe ringan membuat siswa
kurang mampu memusatkan perhatian, mengikuti petunjuk, dan kurang mampu untuk menghindari diri dari bahaya. Siswa cepat lupa, cenderung
4 pemalu, kurang kreatif dan inisiatif, perbendaharaan katanya terbatas, dan
memerlukan waktu belajar yang relatif lama sehingga siswa sulit mengikuti dan memahami keterampilan membaca permulaan.
Berdasarkan hasil observasi terhadap pembelajaran membaca dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Juni 2015 di SLB Sekar
Teratai Srandakan di kelas dasar I, ditemukan permasalahan yakni kemampuan membaca permulaan subyek yang berinisisal PJ dengan usia 8
tahun. Pada saat pembelajaran membaca permulaan, siswa malas-malasan sehingga materi pembelajaran yang diterima siswa kurang maksimal. Hal ini
dapat dilihat pada saat belajar membaca, terkadang siswa ditengah pembelajaran menginginkan belajar yang lain seperti belajar matematika,
menggambar dan lain sebagainya. Siswa memiliki kemampuan yang rendah dalam hal fokus pada saat pembelajaran, terkadang perhatian siswa masih
terganggu dengan aktivitas di luar kelas. Siswa sering keluar masuk kelas saat pembelajaran membaca, sehingga siswa terlambat dalam menerima materi
pembelajaran membaca permulaan. Mengingat pentingnya kemampuan membaca bagi siswa tunagrahita,
maka penerapan metode pembelajaran disesuaikan dengan kondisi angka kecerdasan yang dimiliki siswa berkebutuhan khusus tersebut. Metode
pembelajaran membaca permulaan yang sesuai, dapat mempermudah siswa tunagrahita dalam membaca permulaan, salah satu metode yang sesuai adalah
penggunaan media pembelajaran yang menarik, mudah dikuasai dan efektif membantu siswa menguasai kemampuan yang diperlukan. Dengan
5 menggunakan metode pembelajaran yang sesuai, maka siswa akan
memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya sebagai siswa tunagrahita tipe ringan. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan
materi menggunakan metode pembelajaran sehingga akan tercipta kegiatan belajar mangajar yang ramah, menyenangkan dan dapat memaksimalkan
kemampuan membaca siswa tunagrahita tipe ringan. Berdasarkan masalah yang ada dilapangan dan pemikiran-pemikiran di
atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai 1
Srandakan Bantul”. Oleh karena itu peneliti tertarik mengkaji kemampuan membaca permulaan yakni kemampuan siswa dalam membaca huruf alphabet,
kemampuan siswa dalam membaca suku kata, dan kemampuan siswa dalam membaca kata dan evaluasi pembelajaran membaca permulaan di SLB Sekar
Teratai 1 Srandakan Bantul.
B. Identifikasi Masalah