Efisiensi Pemasaran Kopi Luwak Malabar Pertumbuhan
219 Higgins, Robert C, 2003.
Analysis for Financial Management
,
Seventh Edition
. McGraw- Hill, Singapore.
Hutagaol, Vici Kristina. 2002.
Pengaruh Bauran Pemasaran
Terhadap Keputusan
Pembelian Produk Minuman Kopi di Potluck Coffee Bar and Library Bandung
. Skripsi
Program Studi
Manajemen., Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama
Bandung. International Coffee Organization
.
2015.
Total Produksi Tahunan Negara Eksportir Kopi.
Melalui http:www.ico.org [Diakses pada tanggal 12 Februari 2015]
Kharisma, Dimas, Endang Siti Rahayu, Setyowati. 2013.
Analisis Efisiensi Pemasa ran Jagung di Kabupaten Grobogan.
Jurnal Program Studi
Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kotler, P dan Keller. 2007.
Manajemen Pemasaran Jilid
II, Edisi
Keduabelas
. Jakarta: Erlangga.
Kuswarak. 2010.
Analisis Bauran Pemasaran Terhadap Volume Penjualan Nata De Coco
Ukuran 220 Gr Pada PT. Keong Nusantara Abadinatar Lampung Selatan.
Fakultas Ekonomi Universitas Sang Bumi Ruwa
Jurai. Mubyarto. 1995.
Pengantar Ekonomi Pertanian
. Jakarta: LP3ES.
M. Yahmadi. 2000. “Sejarah Kopi Arabika di Indonesia”.
Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
. Vol 16, No.3, p.180. Najiyati, Sri dan Danarti. 2004.
Kopi, Budidaya dan Penanganan Pascapanen
. Jakarta: Penebar Swadaya.
Panggabean, Edy. 2011.
Buku Pintar Kopi
. Jakarta: Agromedia Pustaka
Soekartawi, 1989.
Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Rajawali Pers. Sudiyono, A. 2002.
Pemasaran Pertanian
. UMM Press. Malang
Sugiyono. 2012.
Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD
. Bandung: Alfabeta Cv. Tjiptono, Fandy. 2008.
Strategi Pemasaran, Edisi Ketiga
. Yogyakarta: Andi. Wachjar, A. 2013.
Pengantar Budidaya Kopi.
Fakultas Pertanian, Bogor. Zaini, Achmad. 2011.
Analisis Prospek Pemasaran Ayam Petelur Di Kalimantan Timur.
Jurnal EEP.Vol.8.No 1 Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian
Universitas Mulawarman Samarinda.
220
221
Pengaruh Bantuan Modal Kerja PUAP Terhadap Kesejahteraan Petani di Provinsi Sulawesi Tengah
Influence of PUAP Working Capital Program towards
Farmer’s Welfare in Provinsi
Sulawesi Tengah
Yennita Sihombing
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 10, Bogor
A B S T R A K Kata Kunci:
Sektor Pertanian, Modal Kerja,
Penguatan, Kelembagaan Gapoktan
PUAP, LKM-A
Sektor pertanian memegang peran penting bagi pembangunan nasional. Selain menyediakan pangan bagi penduduk secara nasional juga mampu menyediakan devisa
bagi negara serta menyediakan bahan baku bagi industri. Modal kerja menjadi salah satu kendala bagi sebagian besar petani di Indonesia dalam rangka meningkatkan
produktivitas hasil usaha tani. Oleh karena itu Kementerian Pertanian melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP berupaya untuk mengatasi
persoalan modal kerja petani dengan cara menyalurkan dana sebesar Rp 100 juta kepada setiap Gapoktan Gabungan Kelompok Tani untuk penguatan modal pada
usaha budidaya pertanian
on-farm
dan usaha non budidaya pertanian
off-farm
. Untuk mendapatkan gambaran secara utuh tentang penerapan PUAP ini di Provinsi
Sulawesi Tengah, telah dilakukan analisis secara kuantitatif dengan memanfaatkan data primer dan sekunder dari Dinas Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Sulawesi Tengah, BPTP, Pusat Statistik BPS, PMT Kabupaten di seluruh Provinsi Sulawesi Tengah, dan instansi terkait lainnya Hasilnya
memperlihatkan bahwa Kabupaten Donggala memiliki nilai aset yang paling besar yaitu sebanyak Rp.13.616.307.000,- dengan jumlah Gapoktan sebanyak 126 dan
anggota yang telah memanfaatkan dana PUAP sebanyak 10.020 orang. Sedangkan kabupaten yang memiliki nilai aset yang paling kecil adalah Kabupaten Sigi sebesar
Rp.8.414.631.000,- dengan jumlah Gapoktan 80 dan anggota yang telah memanfaatkan dana PUAP sebanyak 12.322. Agar program ini lebih efektif disarankan
agar pemerintah daerah mendukung kebijakan, pengadaan sarana prasarana dan insentif kepada kelompok tani sehingga terbentuk Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis LKMA.
ABSTRACT
Keywords:
Agricultural sector, Venture capital,
Strengthen, Farmer Group Institution
of PUAP, LKM-A
Agricultural sector plays a main role in the national development such as for national food security purposing, as basic material for industries and as the foreign exchange.
In this regards, venture capital is one of the obstacles for most of the Indonesia n farmers in increasing their agricultural productivity. In order to solve this problem,
Agricultural Department of the Republic of Indonesia has a program called “
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan P UAP
”. This idea is purposing to
undertake problems faced by farmers by providing funding as much as one hundred million rupiah Rp 100 juta for every group of farmers Gabungan Kelompok Tani or
Gapoktan. The funding is to strengthen the venture capital for both on-farm and off-
farm farmers’ ac
tivities. Qualitative analysis has been done by employed both primary and secondary data from Agricultural Department, Food Plant Agriculture and
Horticulture Department BPTP, BPS, PMT in the district of Sulawesi Tengah province, and other related institutions. The outcome of the analysis shows that
Donggala District has the biggest asset which is Rp.13.616.307.000,-. This district has 126 Gapoktan includes 10.020 members has used the PUAP funding. On the other
hand, Sigi District has the smallest amount of PUAP funding which is Rp.8.414.631.000,-. There are 80 group of farmers in this district but the interesting
thing is 12.322 members have used PUAP funding. Support of local government is
222
crucially needed to make this program more effective namely by constructing policy, infrastructure, insentif for group of farmer so that LKMA could be realized.
Korespondensi Penulis, alamat e-mail:
yennita_sihombingya hoo.co.id
223
PENDAHULUAN
Upaya pemerintah
Indonesia dalam
pengembangan pertanian
berbasis agribisnis
merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Ada
beberapa faktor penting yang menyebabkan kesulitan dalam menilai dampak dari kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah, yaitu tidak tepatnya dalam menetapkan
sasaran, tidak
berurutan waktu
programnya, kurang pahamnya tenaga pemerintah dalam melaksanakan, termasuk korupsi, kurangnya
persiapan tenaga dalam mendampingi program, kecilnya bentuk bantuan dan kurangnya informasi.
Melihat kendala
tersebut pemerintah
berusaha untuk mengatasi dengan melakukan penekanan pada pembangunan daerah berbasis
agribisnis perdesaan secara berkelanjutan. Untuk menunjang upaya tersebut, maka pemerintah
mengeluarkan kebijakan dengan menggalakkan program-program pemberdayaan masyarakat, yaitu
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP.
Progam PUAP merupakan program nasional dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia
untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran pada sektor pertanian. Melalui Program ini
mempermudah petani dalam akses permodalan, karena pemerintah memberikan fasilitas berupa
bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun
rumah tangga tani yang dikoordinasi oleh Gapoktan Gabungan Kelompok Tani. Bantuan dana berupa
Bantuan Langsung Masyarakat BLM. PUAP mulai dikucurkan pada tahun 2008 dengan maksud agar
dana BLM-PUAP dapat mendorong perekonomian di pedesaan dan meningkatkan pendapatan petani
sehingga petani keluar dari kemiskinan.
Tujuan program PUAP antara lain: 1 Untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan
pengangguran melalui
penumbuhan dan
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah.
2 Meningkatkan kemampuan
pelaku usaha
agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyelia mitra tani
3 Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan
kegiatan usaha agribisnis. 4 Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi
petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
Berdasarkan tujuan PUAP tersebut, maka ditetapkan
Keputusan Menteri
Pertanian Nomor:273KptsOT.16042007 yang menjelaskan
tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Pada dasarnya keputusan tersebut menjelaskan
tentang upaya pengembangan kelompok tani yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam
melaksanakan fungsinya
terutama dalam
peningkatan kemampuan para anggota, terutama dalam hal agribisnis. Pada akhirnya organisasi
tersebut menjadi lebih terarah, profesional, dan mandiri. Untuk menindak lanjuti keputusan tersebut,
pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor
545KptsOT.16092007 tentang
Tim Pengembangan
Usaha Agribisnis
Perdesaan menyebutkan bahwa Gapoktan merupakan lembaga
yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di
atas, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja kelembagaan Gapoktan. Penilaian ini dilakukan oleh
Tim Teknis PUAP yang ditetapkan melalui peraturan Kementerian
Pertanian Nomor:29PermentanCT.140520.
Upaya ini
merupakan salah satu bentuk penghargaan bagi Gapoktan
yang berprestasi
dalam kerangka
meningkatkan kinerja dan produktivitas usaha agribisnisnya yang sekaligus dapat mengelola dana
PUAP melalui Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKM-A.
Penghargaan tersebut,
sekaligus diharapkan untuk mendorong Gapoktan dalam
meningkatkan kualitas serta kuantitas fungsi-fungsi sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP.
Berbagai upaya
pembinaan dan
pendampingan yang dilakukan baik dari Tim Pelaksana PUAP maupun penyuluh pendamping dan
Penyelia Mitra Tani PMT untuk meningkatkan kemampuan Gapoktan PUAP masih terus dilakukan.
Meningkatkan kemampuan Gapoktan PUAP tersebut merupakan
upaya dalam
pengembangan kelembagaan
Gapoktan, sehingga
diharapkan Gapoktan PUAP dapat berperan serta berfungsi
sebagai unit usaha tani, unit usaha pengolahan, unit usaha sarana dan prasarana produksi dan unit usaha
keuangan mikro serta unit jasa penunjang lainnya, serta
menyediakan berbagai
informasi yang
dibutuhkan petani sehingga mampu membentuk Gapoktan yang kuat dan mandiri yang menjadi
wadah bagi kelompok tani dan para petani melakukan usaha agribisnis.
Kegiatan evaluasi dalam pengembangan program
PUAP merupakan
proses untuk
menyempurnakan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu dalam sistem perencanaan,
penyusunan program dan system pengambilan keputusan yang bersifat antisipatif, sehingga di masa
depan dapat dikembangkan program PUAP yang progresif dan dinamis. Model pembiayaannya
dilakukan berdasarkan skema Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis LKM-A
yang dalam
224 pelaksanaannya didirikan, dimiliki dan dikelola
sendiri oleh petanimasyarakat. Oleh karena itu kedepan keberadaan Lembaga Keuangan Mikro ini
diharapkan dapat memperoleh modal pembangunan sector pertanian di Indonesia. Kemudian untuk
evaluasinya menurut Suryahadi 2007 dibagi menjadi 2 jenis, yakni: menurut waktu pelaksanaan
yangmerupakan evaluasi formatif dan evaluasi summative. Kemudian menurut tujuan terdiri atas:
evaluasi proses, evaluasi biaya-manfaat, dan evaluasi dampak.
Berdasarkan survei di Kabupaten bahwa ternyata
pelaksanaan program
PUAP pada
Kabupaten belum berhasil, karena masih ada Gapoktan PUAP yang perkembangan dana PUAP
belum mencapai tujuan dari program PUAP yaitu belum membentuk Lembaga Keuangan Mikro
Agribisnis LKMA. Oleh karena itu dilakukan evaluasi terkait kinerja Gapoktan PUAP dalam
perkembangan dana PUAP dalam membentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKMA yang
tangguh, untuk itu perlu adanya contoh sebagai pembanding, supaya yang perkembangan dana pada
Gapoktan PUAP di Kabupaten Grobogan tersebut yang belum berhasil dalam membentuk LKMA
supaya dapat berhasil dalam membentuk LKMA.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu strategi alternatif PUAP yang
dapat membantu Gapoktan PUAP di setiap provinsi di Indonesia dalam membentuk LKMA yang
tangguh, sehingga pelaksanaan program PUAP dapat berhasil.
KERANGKA TEORI Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada
Pertanian
Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Massal BIMAS. Tujuan dibentuknya
program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru
dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program
BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan
dengan perkembangan teknologi dan kebijakan Hasan,1979 dalam Lubis 2005.Pada tahun 1985,
kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani KUT sebagai penyempurnaan dari
sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah
melalui Koperasi Unit Desa KUD. Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian
banyak menemui kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Hal ini lebih disebabkan karena
tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Namun dalam kenyataannya, banyak
kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD yang tidak menerima dana KUT, padahal mereka
yang berada di wilayah KUD tersebut justru memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit.
Untuk mengatasi hal tersebut, tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola
khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima dana dari bank pelaksana. Berbeda dari
pola sebelumnya pola umum dimana kelompok tani menerima
kredit dari
KUD. Sepanjang
perkembangannya, timbul masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar
di sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan
tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan
penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu
contohnya adalah sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan usaha tani,
digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
Tahun 2008,
pemerintah melalui
Departemen Pertanian RI mencanangkan program baru yang diberi nama Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan PUAP. PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri
melalui
bantuan modal
usaha dalam
menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan
untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja. Jadi dapat dikatakan bahwa PUAP
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Program
Nasional Pemberdayaan
Masyarakat PNPM Mandiri. Kebijakan Departemen Pertanian
dalam pemberdayaan
masyarakat diwujudkan
dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik
petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana
PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan sebagai pelaksana PUAP untuk
dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam
pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani,
dan diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani Deptan,
2008.
225
Program Pengembangan
Usaha Agribisnis
Perdesaan PUAP
Salah satu program kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka pengentasan kemiskinan,
ketahanan pangan, dan mewujudkan kesejahteraan petani dan perdesaan adalah Program Usaha
Agribisnis Perdesaan PUAP. Program PUAP merupakan program bantuan langsung masyarakat
BLM sebagai implementasi dari program PNP Mandiri, beserta program lainnya seperti Primatani,
DEATI, PIDRA, P4M2I, program Inpres Desa Tertinggal IDT, program Pemberdayaan Daerah
Dalam
Mengatasi Dampak
Krisis Ekonomi
PDMDKE, Bantuan Perbenihan BLBU, LM3, BMT, Desa Mandiri Pangan, dan sebagainya. Pada
dasarnya tingkat kemiskinan suatu masyarakat berhubungan erat dengan kesenjangan distribusi
pendapatan.
Artinya, kesenjangan
distribusi pendapatan berkorelasi positif dengan besarnya
proporsi rumah tangga miskin pada suatu komunitas. Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan PUAP merupakan kebijakan pemerintah dalam
mengalakan program
pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan dan
pengangguran. Kegiatan PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal kelompok taniGapoktan,
yang selanjutnya akan diberikan kepada petani anggota,baik petani pemilik, petani penggarap, buruh
tani maupun rumah tangga tani sebagai bantuan modal dalam kegiatan usaha pertanian. Pemerintah
memberikan bantuan modal untuk kegiatan usaha di bidang agribisnis yang sesuai dengan potensi
pertanian desa sasaran, selain itu nantinya juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pedoman
Umum PUAP, 2008.
Menurut Pedoman Umum PUAP 2012, Program ini menyalurkan dana Bantuan Langsung
Mandiri BLM PUAP ke desa miskin terjangkau. Dana BLM-PUAP yang diterima masing-masing
desa tersebut sebesar Rp 100 juta untuk mengembangkan agribisnis perdesaan melalui
Gabungan Kelompok Tani Gapoktan. Tujuan program PUAP yaitu: 1 Mengurangi kemiskinan
dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di pedesaan
sesuai dengan potensi wilayah;2 Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus
Gapoktan, penyuluh dan penyelia mitra tani;3 Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi
perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis;4 Meningkatkan fungsi kelembagaan
ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
Sasaran yang diharapkan dari program PUAP adalah; 1 Berkembangnya usaha agribisnis
di desa terutama desa miskin terjangkau sesuai dengan potensi pertanian desa;2 Berkembangnya
Gapoktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani untuk
menjadi kelembagaan
ekonomi;3 Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani
miskin, petani atau peternak pemilik dan atau penggarap
skala kecil,
buruh tani;4
Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha harian, mingguan maupun
musiman. Berdasarkan tujuan PUAP tersebut, maka
ditetapkan Keputusan
Menteri Pertanian
KEPMENTAN Nomor:273KptsOT.16042007 yang menjelaskan tentang Pedoman Pembinaan
Kelembagaan Petani
menyebutkan bahwa
pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan kemampuan kelompok tani dalam
melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis,
penguatan kelompok tani menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri. Menindak lanjuti peraturan
tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan dari Menteri
Pertanian dengan
Nomor 545KptsOT.16092007,
mengenai Tim
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang terdiri dari Gapoktan yang merupakan kelembagaan
tani pelaksana PUAP. Menunjang upaya tersebut, maka dilakukan
penilaian untuk mengetahui kinerja kelembagaan Gapoktan. Penilaian ini dilakukan oleh Tim Teknis
PUAP. Berdasarkan
peraturan diatas
untuk menunjang hal tersebut, maka di tetapkan peraturan
Kementerian Pertanian
Nomor :
29PermentanCT.14052011. Upaya ini merupakan salah satu bentuk yaitu dengan memberikan
penghargaan bagi Gapoktan yang terpilih sebagai Gapoktan berprestasi, sehingga dapat meningkatkan
kinerja dan produktivitas usaha agribisnisnya sekaligus dapat mengelola dana PUAP melalui
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKMA. Penghargaan tersebut, diharapkan Gapoktan PUAP
terdorong untuk meningkatka kualitas serta kuantitas fungsi-fungsi sebagai kelembagaan tani pelaksanaan
PUAP Pedoman Penilaian Gapoktan PUAP Berprestasi, 2011.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Propinsi Sulawesi Tengah dengan pertimbangan bahwa lokasi ini
merupakan salah satu propinsi yang sejak tahun 2008 mendapat dana bantuan permodalan bagi petani
melalui program PUAP. Sementara ini dalam pelaksanaanya belum pernah dilakukan evaluasi
secara maksimal pada hal secara nasional Propinsi Sulawesi Tengah akan diproyeksikan sebagai
226 lumbung padi. Atas dasar pertimbangan itu maka
dilakukan penelitian untuk mengkaji perkembangan pelaksanaannya.
Analisis Data
Penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan, terhitung mulai bulan Januari sampai Juli 2014
dengan memanfaatkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan
kuisioner yang dikirimkan ke BPTP Sulawesi Tengah yang kemudian diteruskan ke masing-masing PMT di
seluruh kabupaten. Sedangkan data sekunder diambil dari laporan PMT dan instansi terkait antara lain dari
lembaga tingkat desa hingga kecamatan, Dinas Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah Toli-Toli,
Poso, Molowali, Sigi, Tojo Una-Una, dan Donggala, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas Pertanian
Provinsi Sulawesi
Tengah, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Provinsi Sulawesi Tengah, Badan Pusat Statistik BPS, dan
instansi terkait lainnya. Sebanyak 582 Gapoktan yang memperoleh dana PUAP tahun 2008 -2013.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan PUAP
Hasil penghitungan terhadap pelaksanaan program PUAP di propinsi Sulawesi Tengah
memperlihatkan bahwa dari total 582 Gapoktan, terdapat 65.399 orang anggota yang telah
memanfaatkan dana PUAP dengan total nilai asset sebesar Rp. 60.679.000- Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Dana PUAP di Kabupaten Sulawesi Tengah Hingga Akhir Tahun 2013
Sumber : Analisis Data Primer 2014
Berdasarkan data pada Tabel 1 diketahui bahwa Kabupaten Donggala, dari 126 jumlah
Gapoktan yang tercatat, 10.200 orang diantaranya telah memanfaatkan dana PUAP dengan total asset
sebesar Rp.13.616.307.000,- Dengan demikian rata- rata per orang telah memanfaatkan dana sebesar
Rp1.335.000. Berbeda dengan Kabupaten Sigi, dengan 80 Gapoktan, jumlah anggota yang
memanfaatkan dana ini sebanyak 12.322 orang dengan total asset sebesar Rp. 12.322.000. Dengan
demikian rata-rata per orang hanya separuhnya, yaitu sebesar Rp. 682,900.000. Jika kemudian di urutkan
berdasarkan jumlah orang yang memanfaatkan, maka Kabupaten Poso yang terbanyak di ikuti Kabupaten
Morowali, Toli-toli, Donggala dan Tojo una-una.
Berdasarkan manajemen pengelolaannya dana keuangan diserahkan sepenuhnya kepada
Gapoktan, yang selanjutnya dialokasikan ke masing- masing kelompok tani sesuai dengan rencana usaha
dari masing-masing
Kelompok. Penyusunan
Rencana Usaha
tersebut didasarkan
atas pertimbangan potensi di masing-masing daerah.
Penerapan pengelolaan dana dilaksanakan dengan pendekatan simpan pinjam yang kemudian tingkat
bunga pengembalian serta waktu pengembaliannya diseuaikan berdasarkan atas kesepakatan kelompok.
Keragaan Kinerja Gapoktan
Secara garis besar kinerja Gapoktan didasarkan atas Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga AD dan ART yang mengatur masalah-masalah vital yang harus dibuat pada awal
organisasi tersebut dibentuk, antara lain mencakup landasan organisasi, perangkat-perangkat organisasi,
peran dan fungsi organisasi, tujuan organisasi dan keuangan organisasi. Sedangkan ART secara teknis
mengatur tatacara pelaksanaan sebuah organisasi, seperti wewenang ketua, pembubaran, syarat-syarat
keanggotaan, dan lain-lain. Dengan demikian organisasi semacam Gapoktan ini harus mempunyai
catatan-catatan tertulis tentang segala aktivitas organisasi yang tertata rapi.
No KABUPATEN
JLH GAPOKTAN
JUML ANGGOTA YANG TELAH
MEMANFAATKAN DANA PUAP ORG
NILAI ASET YANG DIKELOLA S.D AKHIR
2013 Rp. 000
1 TOLI - TOLI
80 10.531
8.782.000 2
POSO 97
13.022 9.574.147
3 MOROWALI
106 11.365
10.603,000 4
SIGI 80
12.322 8.414.631
5 TOJO UNA-UNA
93 8.139
9.689.852 6
DONGGALA 126
10.020 13.616.307
JUMLAH 582
65.399 60.679.937
227
Tabel 2. Kinerja Gapoktan di Provinsi Sulawesi Tengah
No KABUPATEN
JLH GAPOKTAN
JUML ANGGOTA YANG TELAH
MEMANFAATKAN DANA PUAP
ORG NILAI ASET
YANG DIKELOLA
S.D AKHIR 2013
Rp. 000 KLASIFIKASI
JLH USP JLH
LKM-A
1 TOLI - TOLI
80 10.531
8.782.000 5
75 2
POSO 97
13.022 9.574.147
97 3
MOROWALI 106
11.365 10.603.000
98 8
4 SIGI
80 12.322
8.414.631 80
5 TOJO
UNA- UNA
93 8.139
9.689.852 84
9 6
DONGGALA 126
10.020 13.616.307
120 6
JUMLAH 582
65.399 60.679.937
387 195
Sumber : Analisis Data Primer 2014
Hasil evaluasi kinerja terhadap 582 Gapoktan dari total 1.037 Gapoktan yang ada di provinsi
Sulawesi Tengah menunjukan bahwa PUAP telah berhasil membentuk 195 LKM-A, sementara sisanya
387 unit masih dalam bentuk USP Tabel 2. Masing- masing Kabupaten memiliki jumlah USP dan LKM-
A
yang berbeda-beda.
Misalnya Kabupaten
Donggala tercatat memiliki 120 USP, jauh lebih besar dibandingkan dengan kabupaten Poso yang
sama sekali tidak memiliki USP karena telah berhasil membentuk LKM-A. Perbedaan ini disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain: a Sebagian pengurus gapoktan kawatir apabila
dana PUAP dikelola LKM-A akan terjadi penyimpangan;
b Sebagian pengurus gapoktan merasa belum siap dengan pembentukan LKM-A;
c Gapoktan belum banyak yang mengetahui tentang konsep LKM-A dan cara menjalankannya;
d Pemangku kepentingan dan pendamping masih belum sepenuh hati mendorong penumbuhan
LKM-A karena belum ada petunjuk, arah dan dasar hukum yang jelas.
Terkait dengan LKM-A adalah sebuah Lembaga Keuangan Mikro merupakan kelembagaan
usaha yang mengelola jasa keuangan untuk membiayai usaha dalam skala mikro, baik berbentuk
formal maupun non formal. Pembentukan lembaga ini diprakarsai oleh masyarakat atau pemerintah.
Karena yang dituju adalah LKM bagi petani, maka usaha yang dimaksudkan juga usaha pertanian.
10
Dalam hal ini, LKM-A yang dimaksudkan adalah merupakan
lembaga keuangan
mikro yang
ditumbuhkan dari Gapoktan pelaksana PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk mengelola aset dasar
dari dana PUAP dan dana keswadayaan angggota.
2
Beberapa faktor penting yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan Gapoktan, menurut
Bustaman
et al
2011
11
, adalah Gapoktan PUAP yang berpotensi membentuk kelembagaan ekonomi
petani LKM-A. Keberhasilan tersebut diukur melalui kriteria: a memiliki modal kelompok iuran
wajib, pokok, dan atau simpanan sukarela; b memiliki unit simpan pinjam dan unit usaha lainnya
sarana input, pengolahan, dan pemasaran hasil; c memiliki kantor yang terpisah dari rumah ketua
Gapoktan;
d menunjukkan
peningkatan produktivitas, termasuk produksi dan pendapatan
pelaku usahatani penguatan modal petani; e mendapat dukungan Pemda PropinsiKabupaten atas
usaha Gapoktan untuk mendirikan lembaga ekonomi petaniLKM-A surat keputusan.
Berdasarkan evaluasi
kelembagaannya, kabupaten yang berhasil membentuk LKM-A
terbanyak adalah Poso sebanyak 97 unit, kemudian disusul kabupaten Toli
– Toli. Sedangkan kabupaten Sigi sama sekali tidak berhasil membentuk LKM-A
Gambar 2. Keberhasilan Gapoktan PUAP di Kabupaten Poso
dapat dibuktikan dari peningkatan jumlah anggota, nilai aset yang dimiliki dan telah memiliki LKM-A.
Hal ini karena Gapoktan telah memiliki struktur organisasi, ADART dan rencana kerja. Petani
penerima dana PUAP dipilih secara selektif oleh pengurus dan Gapoktan telah memiliki kerjasama
dengan pemangku kepentingan. Berbeda dengan Gapoktan PUAP di Kabupaten Sigi yang ditunjukkan
dari berkurangnya jumlah anggota serta tidak ditunjukkan adanya kenaikan nilai aset yang cukup
signifikan. Besar kemungkinan hal ini disebabkan kurangnya kemampuan pengurus Gapoktan dalam
memfasilitasi dan mengelola modal usaha anggota, kekeliruan persepsi dari anggota bahwa pinjaman
228 dana PUAP tidak perlu dikembalikan, dana pinjaman
tidak digunakan sesuai kebutuhan usahanya. Seleksi dan verifikasi kurang memperhatikan kelayakan
usaha anggota dan pembinaan serta pendampingan dari tim pembina dan tim teknis kurang intensif
dilakukan.
12
Kemitraan dan Badan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17
tahun 2012 tentang Perkoperasian dan Undang- Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro, Gapoktan PUAP yang telah berhasil membentuk LKM-A wajib memiliki Badan
Hukum Koperasi atau Perseroan Terbatas PT. Pengurusan Badan Hukum LKM-A dapat dilakukan
melalui notaris atau koperasi. Biaya pengurusan Badan Hukum melalui notaris relatif lebih mahal bila
dibandingkan dengan koperasi, namun kebanyakan petani masih belum dapat menerima LKM-A menjadi
koperasi.
Pada dasarnya prinsip pertumbuhan Gapoktan adalah kebebasan, kesempatan, keswakarsaan,
partisipatif, keterpaduan,
kemitraan dan
keberlanjutan. Gapoktan bebas mengembangkan unit jasausaha otonom sesuai kebutuhan unit usaha tani,
pengolahan, pemasaran,
saprodi, simpan-
pinjamkeuangan mikro dan jasa penunjang lainnya.
Gambar 1. Grafik Kemitraan dan Badan Hukum Gapoktan di Kabupaten yang Ada Di Provinsi Sulawesi Tengah
Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa Kabupaten Donggala telah berhasil membangun hubungan
kemitraan dengan pihak ke tiga sebanyak 22 unit dan memiliki 3 unit koperasi yang sudah berbadan hukum
namun belum memiliki akta notaris. Kabupaten Toli - Toli berhasil membangun hubungan kemitraan
dengan pihak ke tiga sebanyak 16 unit, belum memiliki koperasi yang sudah berbadan hukum
namun sudah memiliki 6 unit akta notaris. Kabupaten Sigi berhasil membangun hubungan kemitraan
dengan pihak ke tiga sebanyak 7 unit, belum memiliki koperasi yang sudah berbadan hukum dan
hanya memiliki 1 unit akta notaris, Kabupaten Morowali berhasil membangun hubungan kemitraan
dengan pihak ke tiga sebanyak 10 unit, memiliki 4 unit koperasi yang sudah berbadan hukum dan 4 unit
akta notaris.
Sedangkan kabupaten yang belum menjalin kemitraan dengan pihak lain yaitu Kabupaten Tojo
Una-Una, namun sudah memiliki 1 unit koperasi yang berbadan hukum dan 2 unit yang memiliki akta
notaris. Kabupaten Poso adalah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah yang belum menjalin
kemitraan dengan pihak lain, belum memiliki koperasi yang berbadan hukum dan belum memiliki
akta notaris.
Salah satu modal utama dalam kinerja pengelolaan LKM-A adalah kemitraan dengan pihak
lain seperti pemerintah daerah, lembaga keuangan bank seperti Bank BRI maupun non bank seperti
pengecer pupuk, pengusaha dan pengumpul jagung. Kemitraan dilaksanakan dengan melibatkan berbagai
pemangku kepentingan dalam setiap kegiatan.
13
.
Aspek Ekonomi Usaha PUAP di Provinsi Sulawesi Tengah
Penyaluran pinjaman dana PUAP dinilai melalui pelayanan Gapoktan dalam merealisasikan kegiatan
simpan pinjam dan sejauh mana jangkauan pelayanan simpan pinjam mampu menyentuh kebutuhan para
petani dalam menjalankan usaha taninya. Dana PUAP tersebut disalurkan pada anggota Gapoktan
masing-masing dengan harapan dapat menambah modal usaha baik tanaman pertanian pangan,
KEMITRAAN KOPERASI
AKTA NOTARIS
229 peternakan, perkebunan, maupun pengadaan sarana
produksi pertanian. Keragaan
alokasi penggunaan
dana Gapoktan PUAP di provinsi Sulawesi Tengah pada
tahun 2008-2013 berdasarkan jenis usahanya ialah usaha tani tanaman pangan 41, peternakan 8,
perkebunan 28, hortikultura 7 dan
off-farm
16 yang disajikan pada Gambar 2. a.
Budidaya pertanian
on farm
Meliputi budidaya sub sektor tanaman pangan, sub sektor hortikultura, sub sektor peternakan,
dan sub sektor perkebunan. Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa sektor
on-farm
khususnya di sektor tanaman pangan, mendominasi pengajuan pinjaman
kredit usaha. Hal ini dapat dilihat dari persentase pengajuan pinjaman dari Rencana Usaha Anggota
RUA. Kebanyakan para petani mempergunakan dana pinjaman tersebut untuk menambah modal
usaha seperti pembelian pupuk dan bibit pada saat masa tanam.
Gambar 2. Persentase Usaha Produktif yang dibiayai PUAP di Provinsi Sulawesi Tengah Hingga Akhir Tahun 2013
Tabel 3. Alokasi Penggunaan dana PUAP Untuk Usaha Budidaya Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah Sampai Akhir Tahun 2013
No
KABUPATEN
JUMLAH GAPOKTAN
JUML ANGGOTA YANG TELAH
MEMANFAATKA N DANA PUAP
ORG
ALOKASI PENGGUNAAN DANA UNTUK USAHA PRODUKTIF
TANAMAN PANGAN
Rp.000 PERKEBUNA
N RP.000 HORTIKULTURA
Rp.000 PETERNAK
AN Rp.000
1 TOLI -
TOLI 80
10.531 3.735.000
3.220.000 185.000
580.000 2
POSO 97
13.022 4.254.058
3.644.541 483.049
189.494 3
MOROWALI
106 11.365
2.440.000 2.400.000
20.000 455.000
4 SIGI
80 12.322
2.696.705 1.176.105
547.789 451.708
5 TOJO UNA
- UNA 93
8.139 4.778.274
862.250 1.411.776
992.800 6
DONGGALA
126 10.020
3.810.286 3.314.458
781.092 21.45.750
JUMLAH 582
65.399 21.714,323
14,617,354 3.428.706
4.814.752
Sumber : Analisis Data Primer 2014
Pada sektor usaha budidaya pertanian
on- farm
, jenis usaha yang paling banyak adalah usaha tani padi. Usaha tani padi ini merupakan usaha yang
paling lama ditekuni yaitu sekitar 21-25 tahun. Hal ini dikarenakan usaha ini tidak hanya sekedar usaha
untuk memenuhi kebutuhan hidup melainkan sudah menjadi budaya masyarakat.
b.
Usaha
Off F arm
Non budidaya
Off farm
, meliputi usaha industri rumah tangga pertanianindustri pengolahan hasil
230 pertanian, pemasaran skala kecilbakulan dan usaha
lain berbasis pertanian Penduduk di Provinsi Sulawesi Tengah
sudah mulai melakukan kegiatan-kegiatan diluar pertanian
off-farm
sebagai penghasilan tambahan. Hal ini didorong karena adanya tuntutan kebutuhan
hidup sehari-hari yang tidak dapat terus-menerus menggantungkan hidup dari hasil kegiatan budidaya
seperti bertani yang harus menunggu beberapa bulan ke depan untuk memperoleh hasil. Maka dari itu
mulai berkembang usaha-usaha non budidaya seperti usaha pengadaan saprotan, pengolahan, pengemasan,
pengolahan tepung beras, pembuatan roti, pembuatan kue kering dan basah, dagang bakso, dagang sayuran
dan buah, usaha warung sembako kecil-kecilan, serta pemasaran produk hasil pertanian. Usaha ini sudah
banyak dilakukan oleh penduduk karena tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menikmati
hasilnya.
Kegiatan usaha ini banyak dilakukan oleh penduduk desa yang tidak memiliki lahan pertanian
atau hanya memiliki sedikit lahan untuk ditanami tanaman pertanian. Usaha pengadaan saprotan ini
dikelola oleh gapoktan diprovinsi Sulawesi Tengah meliputi pengadaan benih dan pupuk. Saprotan ini
dijual kepada para petani di desa dengan sistem pembayaran setelah panen.
Sifat inovatif dan sifat kepemimpinan dari pengurus Gapoktan berhubungan positif dengan
keberhasilan
outcome
dan dengan keberhasilan
benefit
. Hasil
analisis berdasarkan
alokasi penggunaan dana PUAP untuk usaha
off farm
yang ditunjukkan pada Tabel 4. Memperlihatkan bahwa
jumlah dana
hasil
off farm
sebesar Rp.
8.015.488.000,- 16. Hasil analisis ini juga memperlihatkan bahwa pengurus Gapoktan di
masing – masing kabupaten di provinsi Sulawesi
Tengah secara signifikan telah mampu meningkatkan kemampuan petani, buruh tani, dan tumah tangga tani
dan Gapoktan sendiri untuk mengembangkan modal dan jenis usaha agribisnisnya, dan mampu membuka
peluang usaha di bidang
off farm
, sehingga manfaat dari adanya program PUAP dapat dirasakan
manfaatnya oleh petani, buruh tani, dan tumah tangga di lokasi program PUAP dilaksanakan.
Tabel 4. Alokasi Penggunaan dana PUAP Untuk Usaha
Off Farm
di Provinsi Sulawesi Tengah Sampai Akhir Tahun 2013
No KABUPATEN
JLH GAPOKTAN
JUML ANGGOTA YANG TELAH
MEMANFAATKAN DANA PUAP ORG
JUMLAH PERGULIRAN
PENYALURAN berapa kali
OFF-FARM
Rp.000
1 TOLI - TOLI
80 10.531
250 200.000
2 POSO
97 13.022
189 175.489
3 MOROWALI
106 11.365
152 2.490.000
4 SIGI
80 12.322
380 2.682.685
5 TOJO UNA -
UNA 93
8.139 186
1.254.900 6
DONGGALA 126
10.020 47
1.212.414 JUMLAH
582 65.399
1.204 8.015.488
Sumber : Analisis Data Primer 2014 Strategi Alternatif PUAP
Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP pada dasarnya ditujukan untuk:
a. Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola PUAP,
yang dapat dilaksanakan melalui: i Pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping
PUAP; ii Rekrutmen dan pelatihan bagi Penyuluh dan PMT;
iii Pelatihan bagi pengurus Gapoktan; dan iv Pendampingan bagi petani oleh penyuluh dan
PMT. b.
Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal, dilaksanakan melalui:
i Identifikasi potensi desa; ii Penentuan usaha agribisnis hulu, budidaya dan
hilir unggulan; dan iii Penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan
usaha agribisnis unggulan. c. Menguatkan modal petani kecil, buruh tani dan
rumah tangga
tani miskin
kepada sumber
permodalan, dilaksanakan melalui: i Penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis
melalui Gapoktan; ii Fasilitasi pengembangan kemitraan dengan
sumber permodalan lainnya.
231 d.
Melakukan pendampingan
bagi Gapoktan,
dilaksanakan melalui: i
Penempatan dan
penugasan Penyuluh
Pendamping di setiap gapoktan; dan ii
Penempatan dan penugasan PMT di setiap kabupatenkota.
PENUTUP Dari hasil pengkajian diperoleh bahwa
Kabupaten Donggala memiliki nilai aset yang paling besar yaitu sebanyak Rp.13.616.307.000,- dengan
jumlah Gapoktan sebanyak 126 dan anggota yang telah memanfaatkan dana PUAP sebanyak 10.020
orang. Sedangkan Kabupaten yang memiliki nilai aset yang paling kecil adalah Kabupaten Sigi yaitu
sebesar Rp.8.414.631.000,- dengan jumlah Gapoktan sebanyak 80 dan anggota yang telah memanfaatkan
dana PUAP sebanyak 12.322 orang. Dari data tersebut terbukti bahwa sifat inovatif dan sifat
kepemimpinan dari pengurus Gapoktan berhubungan positif dengan keberhasilan
outcome
dan dengan keberhasilan
benefit
dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya LKM-A yang
sukses. Pemerintah Daerah diharapkan dapat memberikan fasilitasi dalam pemupukan modal,
kepemilikan badan hukum, pembentukan asosiasi gapoktan, dan penyiapan langkah
exit strategy
keberlanjutan program PUAP. Bapeluh atau BP4K dapat menjadi
leading agency
dan menjadikan program PUAP sebagai program unggulan daerah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Bapak
Sjahrul Bustaman, M.Si dari BBP2TP atas bimbingannya
dalam penulisan KTI. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Penumbuhan
Dan Pengembangan Kelompok Tani Dan Gabungan
Kelompok Tani.
Jakarta: Departemen Pertanian RI
Elfindri, 2005, Kajian Tingkat Kemiskinan di Pedesaan dan Perkotaan Sumatera Barat,
Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Lembaga
Pengkajian Ekonomi
Pembangunan LPEP, Fakultas Ekonomi Universitas Andalas,
Padang. Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Umum
Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan
PUAP 2013.
Jakarta: Kementerian Pertanian. 40 hlm.
Peraturan Menteri
Pertanian No.
273KptsOt.16042007 Tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok
tani dan Gabungan Kelompok tani. Keputusan Menteri Pertanian KEPMENTAN
Nomor 545KptsOT.16092007 Tentang Pembentukan Tim Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan. Peraturan
Menteri Pertanian
Nomor: 29PermentanOT.14052011 Tanggal: 30
Mei 2011. Pedoman Penilaian Gabungan Kelompok
Tani GAPOKTAN
Pengembangan Usaha Agribisnis Usaha Agrbisnis iPedesaan PUAP Berprestasi
Tahun Anggaran 2011. Direktorat Pembiayaan Pertanian. 2011. Pedoman
Penilaian Gapoktan PUAP Berprestasi. Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana
Pertanian. Kementerian Pertanian. BBP2TP dan Direktorat Pembiayaan Pertanian.
2013. Data base Gapoktan PUAP 2008- 2011. Kerja Sama BBP2TP dengan
Direktorat Pembiayaan
Kementerian Pertanian.
Pasaribu dkk. 2011.
Penentuan Desa Calon Lokasi PUAP 2011 dan Evaluasi Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan
. Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kementerian Pertanian. Bogor. Suryahadi, Asep. 2007.
Kumpulan Bahan Latihan Pemantauan Evaluasi Program-Program
Penanggulangan Kemiskinan
. Modul 4 : Persyaratan
dan Unsur-unsur Evaluasi yang Baik.
Bappenas,Jakarta. www.ditpk.bappenas.go.id
Bustaman, S., M. Mardiharini, A. Djauhari., S.S. Tan. 2011. Pengkajian Pola dan Metode
Rating Gapoktan PUAP Grade A, B, C Dalam
Upaya Meningkatkan
Hasil Komoditas Unggulan Padi, Sapi Potong dan
Kakao 20 Melalui Percepatan Adopsi Teknologi
Pertanian. Laporan
Hasil Pengkajian belum dipublikasi.
Hendayana, R. 2011. Penguatan modal petani pada gabungan kelompok tani penerima BLM
PUAP. hlm 13-24. Dalam K.Subagyono, R. Hendayana, S. Bustaman Penyunting.
Petani Butuh Modal. Badan Litbang Pertanian.
Suprapto. A. 2012. Pokok-pokok bahasan terhadap pelaksanaan PUAP. Makalah disampaikan
pada workshop PUAP di Botani Square 8 Agustus 2012.
Permentan No
81PermentanOT.14082013. Pedoman pembinaan kelompok tani Poktan
232 dan gabungan kelompok tani Gapoktan. 26
Agustus 2013.
233
Manajemen Resiko Rantai Pasok Komoditas Padi Oryza sativa di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat
Risk Management Of The Agribusiness Supply Chain On Commodity Paddy Oryza Sativa In Indramayu District West Java
Tetep Ginanjar
1
, Tomy Perdana
1
, Eddy Renaldi
1
Pusat Studi Rantai Pasok dan Sistem Logistik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran
A B S T R A K Kata Kunci:
Manajeman resiko, agen resiko,
rantai pasok, aksi mitigasi resiko
Sumber mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar berada pada sector pertanian. Selain itu, sector pertanian pun berada pada posisi kedua setelah sector
industry pengolahan sebagai penyumpang PDB terbesar. Walaupun demikian, sector pertanian masih menghadapi beberapa kendala, terutama aspek pembiayaan. Secara
nasional, kredit yang disalurkan pada sektor pertanian sangat rendah dibandingkan total kredit perbankan, yaitu hanya sekitar 5,54 saja. Dari total kredit perbankan
sector pertanian, hanya sekitar 4,3 saja yang diserap subsector pangan BI, 2013. Rendahnya total kredit perbankan terhadap sector pertanian salah satunya disebabkan
tingginya risiko di sector pertanian yang dihadapi bank maupun debitur. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan identifikasi resiko dan upaya mitigasinya. Hal ini
untuk memberikan informasi bagi bankkreditur mengenai resiko dalam sector pertanian serta cara meninimimalisasinya. Meningkatnya pemahaman pihak kreditur
mengenai aksi mitigasi risiko dalam rantai pasok dan proses bisnis yang dilakukan di sektor pertanian, akan meningkatkan kepercayaan serta keyakinan pihak kreditur
dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha di sektor pertanian. Penelitian dilakukan di Kabupaten Indramayu yang merupakan sentra produksi padi di Provinsi
Jawa Barat dan sekaligus di Indonesia. Dalam mencapai tujuan penelitian, digunakan alat pemetaan
Value Stream Mapping
dan
House of Risk
HOR. Rantai pasok padi di Kabupaten Brebes melibatkan petani, bandar, dan pengusah RMU
Rice Milling Unit
. Dari hasil analisis teridentifikasi 8 titik kritis risiko di tingkat RMU, 3 titik kritis risiko
di tingkat bandar, dan 3 titik kritis risiko di tingkat petani disertai aksi mitigasi resiko di masing-masing pelaku.
ABSTRACT
Keywords:
risk management, risk agent,
supply chain, mitigation risk actions
The largest Indonesian livelihood is came from agricultural sector. Futhermore, the agricultural wa s to be second position after the processing industry as the largest
contributors to GDP. Nevertheless, the agricultural still faces several obstacles, especially in financing aspects. Nationally, lending to the agricultural is very low if its
compared with total bank credits. Credits to agricultural amounted only 5,54 from total bank credits as much as 4,3 devoted to foods BI, 2013. The lowest of total
bank credits for agricultural is due to the high risks of agricultural to the faced of banks or other credit institutions. Based on this case, it is necessary to efforts of risk
identified and mitigation. That is to give information to the bank or crediturs about risk agricultural sector and how to minimize tha t risk. The increasing of crediture
comprehention about risk mitigation in agricultural supply chain business will be increased of credibility from creditures to give some credits to the farmers and the
other of agriculturalists. This research conducted in Indramayu district as one of the largest paddy producer in West java and indonesia. To achieve the aim of this
resea rch, used research instruments value stream mapping and house of risk HOR. Paddy supply chain in indra mayu district involve farmers, middleman, and rice milling
unit. This analysis was identified 8 critical points of risk in RMU, 3 critical points of risk in middleman, and 3 critical points of risk in farmers which is accompanied with
mitigation risk for each actors.
Korespondensi Penulis, alamat e-mail: tetepginanjargmail.com
234
PENDAHULUAN
Sumber mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar berada pada sector pertanian. Sekitar
40 Juta orang 35 penduduk Indonesia bermata pencaharian di sector pertanian. Selain itu, sector
pertanian pada triwulan III tahun 2014 berada pada posisi kedua 15,25 setelah sector industry
pengolahan 23,35 sebagai penyumpang PDB terbesar BPS, 2014. Hal ini menunjukan bahwa
sector pertanian memegang peranan yang sangat strategis dalam perekonomian nasional. Walaupun
demikian perkembangan sector pertanian mengalami banyak kendala. Kendala-kendala tersebut berada
pada aspek penerapan teknologi budidaya pertanian, penanganan pascapanen, informasi pasar dan
pemasaran,
serta aspek
permodalan. Aspek
permodalan merupakan persoalan klastik yang dihadapi para pelaku di sector pertanian, terutama
para petani. Data statistik kredit perbankan menunjukkan
bahwa secara nasional kredit yang disalurkan pada sektor pertanian sangat rendah dibandingkan total
kredit perbankan, Namun menunjukkan peningkatan. Pada akhir tahun 2010, kredit pada sektor pertanian
sebesar Rp85,0 triliun atau 4,97 dari total kredit perbankan. Namun pada akhir 2013, kredit sektor
pertanian meningkat menjadi Rp174,4 triliun atau 5,54.
Tabel 1. Perkembangan Kredit Perbankan Sektor Pertanian Triliun Rp
Keterangan 2010
2011 2012
2013
Total Kredit Perbankan
1.711,7 2.117,5
2.585,1 3.146,1
Pertanian, Perkebunan
dan Kehutanan
85,0 107,9
139,9 174,4
Persentase 4,97
5,09 5,41
5,54
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum LBU Berdasarkan Tabel 1, apabila dilihat secara lebih
mendalam kepada masing-masing sub sektor pertanian, maka pangsa kredit terbesar masih
didominasi oleh sektor perkebunan yang pada akhir tahun 2013 mencapai Rp145,0 triliun atau 83,2 dari
total kredit pertanian. Sementara penyaluran kredit pada sub sektor pangan pada periode yang sama
hanya sebesar Rp7,3 triliun atau 4,2 dari total kredit pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa akses
keuangan untuk produksi pertanian, di luar sub sektor perkebunan, bukan merupakan hal yang mudah.
Salah satu subsector pertanian yang memiliki realisasi penyaluran kredit rendah, yaitu subsector
pangan, terutama komoditas beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia.
Hasil penelitian
Bank Indonesia
2011 menyebutkan bahwa salah satu penyebab rendahnya
akses keuangan untuk produksi pertanian yaitu tingginya risiko di sector pertanian yang dihadapi
bank maupun debitur. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan identifikasi resiko dan upaya
mitigasinya. Hal ini untuk memberikan informasi bagi bankkreditur mengenai resiko dalam sector
pertanian
serta cara
meninimimalisasinya. Meningkatnya pemahaman pihak kreditur mengenai
risiko dalam rantai pasok dan proses bisnis yang dilakukan di sektor pertanian akan meningkatkan
kepercayaan serta keyakinan pihak kreditur dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha di
sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena melalui pemahaman terhadap risiko yang mungkin terjadi di
dalam usaha yang dibiayai akan memungkinkan pihak kreditur untuk menyalurkan pembiayaan ke
sektor pertanian yang selama ini dianggap memiliki risiko tinggi.
METODE PENELITIAN
Penelitian studi kasus ini menggunakan desain kasus tunggal terjalin dengan pertimbangan bahwa
pada objek penelitian yaitu rantai pasok dan risiko rantai pasok. Dalam rantai pasok diperlukan analisis
perorangan dalam proses penelitian. Analisis perorangan
yang dimaksud
adalah melihat
bagaimana peranan dan dampak setiap pelakulink dalam rantai. Selanjutnya tahap penting dalam desain
penelitian kasus tunggal ini diperlukan unit analisis. Unit analisis yang dipilih dituangkan dalam teknik
penelitian.
Teknik penelitian yang digunkanan dalam desain kasus tunggal ini adalah deskriptif kualitatif
dengan dipadukan dengan uji kuantitatif. Sumber- sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui
wawancara langsung dengan informan. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari buku,
majalah, penelusuran internet, jurnal, lembaga- lembaga terkait, dan penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan penelitian ini. Datainformasi yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data
primer dan data sekunder. Oleh karena itu, teknik pengumpulan datainformasi yang digunkan adalah
teknik wawancara, teknik observasi, dan studi kepustakaan.
235
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Rantai Pasok Komoditas Padi di Kabupaten Indramayu
Berdasarkan gambar, dapat diketahui para pelaku dalam sistem rantai pasok beras di Kabupaten
Indramayu. Dalam sistem rantai pasok tersebut, terdiri dari anggota primer dan anggota pendukung.
Anggota primer terdiri dari para pelaku utama dalam sistem rantai pasok yang terdiri dari RMU
Rice Milling Unit
, Bandar. dan petani. Sedangkan anggota pendukung meliputi Badan Ketahanan
Pangan dan Penyuluhan Pertanian BKP3 Kab. Indramayu, Balai Penyuluhan Pertanian di masing-
masing kecamatan, PT. Syngenta, PT. Pertani, kios- kios pertanian, bank, Bulog, dan pedagang pasar
induk.