Efisiensi Pemasaran Kopi Luwak Malabar Pertumbuhan

219 Higgins, Robert C, 2003. Analysis for Financial Management , Seventh Edition . McGraw- Hill, Singapore. Hutagaol, Vici Kristina. 2002. Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Produk Minuman Kopi di Potluck Coffee Bar and Library Bandung . Skripsi Program Studi Manajemen., Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Bandung. International Coffee Organization . 2015. Total Produksi Tahunan Negara Eksportir Kopi. Melalui http:www.ico.org [Diakses pada tanggal 12 Februari 2015] Kharisma, Dimas, Endang Siti Rahayu, Setyowati. 2013. Analisis Efisiensi Pemasa ran Jagung di Kabupaten Grobogan. Jurnal Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kotler, P dan Keller. 2007. Manajemen Pemasaran Jilid II, Edisi Keduabelas . Jakarta: Erlangga. Kuswarak. 2010. Analisis Bauran Pemasaran Terhadap Volume Penjualan Nata De Coco Ukuran 220 Gr Pada PT. Keong Nusantara Abadinatar Lampung Selatan. Fakultas Ekonomi Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai. Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian . Jakarta: LP3ES. M. Yahmadi. 2000. “Sejarah Kopi Arabika di Indonesia”. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia . Vol 16, No.3, p.180. Najiyati, Sri dan Danarti. 2004. Kopi, Budidaya dan Penanganan Pascapanen . Jakarta: Penebar Swadaya. Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi . Jakarta: Agromedia Pustaka Soekartawi, 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers. Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian . UMM Press. Malang Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD . Bandung: Alfabeta Cv. Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran, Edisi Ketiga . Yogyakarta: Andi. Wachjar, A. 2013. Pengantar Budidaya Kopi. Fakultas Pertanian, Bogor. Zaini, Achmad. 2011. Analisis Prospek Pemasaran Ayam Petelur Di Kalimantan Timur. Jurnal EEP.Vol.8.No 1 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda. 220 221 Pengaruh Bantuan Modal Kerja PUAP Terhadap Kesejahteraan Petani di Provinsi Sulawesi Tengah Influence of PUAP Working Capital Program towards Farmer’s Welfare in Provinsi Sulawesi Tengah Yennita Sihombing Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 10, Bogor A B S T R A K Kata Kunci: Sektor Pertanian, Modal Kerja, Penguatan, Kelembagaan Gapoktan PUAP, LKM-A Sektor pertanian memegang peran penting bagi pembangunan nasional. Selain menyediakan pangan bagi penduduk secara nasional juga mampu menyediakan devisa bagi negara serta menyediakan bahan baku bagi industri. Modal kerja menjadi salah satu kendala bagi sebagian besar petani di Indonesia dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil usaha tani. Oleh karena itu Kementerian Pertanian melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP berupaya untuk mengatasi persoalan modal kerja petani dengan cara menyalurkan dana sebesar Rp 100 juta kepada setiap Gapoktan Gabungan Kelompok Tani untuk penguatan modal pada usaha budidaya pertanian on-farm dan usaha non budidaya pertanian off-farm . Untuk mendapatkan gambaran secara utuh tentang penerapan PUAP ini di Provinsi Sulawesi Tengah, telah dilakukan analisis secara kuantitatif dengan memanfaatkan data primer dan sekunder dari Dinas Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tengah, BPTP, Pusat Statistik BPS, PMT Kabupaten di seluruh Provinsi Sulawesi Tengah, dan instansi terkait lainnya Hasilnya memperlihatkan bahwa Kabupaten Donggala memiliki nilai aset yang paling besar yaitu sebanyak Rp.13.616.307.000,- dengan jumlah Gapoktan sebanyak 126 dan anggota yang telah memanfaatkan dana PUAP sebanyak 10.020 orang. Sedangkan kabupaten yang memiliki nilai aset yang paling kecil adalah Kabupaten Sigi sebesar Rp.8.414.631.000,- dengan jumlah Gapoktan 80 dan anggota yang telah memanfaatkan dana PUAP sebanyak 12.322. Agar program ini lebih efektif disarankan agar pemerintah daerah mendukung kebijakan, pengadaan sarana prasarana dan insentif kepada kelompok tani sehingga terbentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKMA. ABSTRACT Keywords: Agricultural sector, Venture capital, Strengthen, Farmer Group Institution of PUAP, LKM-A Agricultural sector plays a main role in the national development such as for national food security purposing, as basic material for industries and as the foreign exchange. In this regards, venture capital is one of the obstacles for most of the Indonesia n farmers in increasing their agricultural productivity. In order to solve this problem, Agricultural Department of the Republic of Indonesia has a program called “ Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan P UAP ”. This idea is purposing to undertake problems faced by farmers by providing funding as much as one hundred million rupiah Rp 100 juta for every group of farmers Gabungan Kelompok Tani or Gapoktan. The funding is to strengthen the venture capital for both on-farm and off- farm farmers’ ac tivities. Qualitative analysis has been done by employed both primary and secondary data from Agricultural Department, Food Plant Agriculture and Horticulture Department BPTP, BPS, PMT in the district of Sulawesi Tengah province, and other related institutions. The outcome of the analysis shows that Donggala District has the biggest asset which is Rp.13.616.307.000,-. This district has 126 Gapoktan includes 10.020 members has used the PUAP funding. On the other hand, Sigi District has the smallest amount of PUAP funding which is Rp.8.414.631.000,-. There are 80 group of farmers in this district but the interesting thing is 12.322 members have used PUAP funding. Support of local government is 222 crucially needed to make this program more effective namely by constructing policy, infrastructure, insentif for group of farmer so that LKMA could be realized. Korespondensi Penulis, alamat e-mail: yennita_sihombingya hoo.co.id 223 PENDAHULUAN Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian berbasis agribisnis merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Ada beberapa faktor penting yang menyebabkan kesulitan dalam menilai dampak dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu tidak tepatnya dalam menetapkan sasaran, tidak berurutan waktu programnya, kurang pahamnya tenaga pemerintah dalam melaksanakan, termasuk korupsi, kurangnya persiapan tenaga dalam mendampingi program, kecilnya bentuk bantuan dan kurangnya informasi. Melihat kendala tersebut pemerintah berusaha untuk mengatasi dengan melakukan penekanan pada pembangunan daerah berbasis agribisnis perdesaan secara berkelanjutan. Untuk menunjang upaya tersebut, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan menggalakkan program-program pemberdayaan masyarakat, yaitu Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP. Progam PUAP merupakan program nasional dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran pada sektor pertanian. Melalui Program ini mempermudah petani dalam akses permodalan, karena pemerintah memberikan fasilitas berupa bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang dikoordinasi oleh Gapoktan Gabungan Kelompok Tani. Bantuan dana berupa Bantuan Langsung Masyarakat BLM. PUAP mulai dikucurkan pada tahun 2008 dengan maksud agar dana BLM-PUAP dapat mendorong perekonomian di pedesaan dan meningkatkan pendapatan petani sehingga petani keluar dari kemiskinan. Tujuan program PUAP antara lain: 1 Untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. 2 Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyelia mitra tani 3 Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. 4 Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Berdasarkan tujuan PUAP tersebut, maka ditetapkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor:273KptsOT.16042007 yang menjelaskan tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Pada dasarnya keputusan tersebut menjelaskan tentang upaya pengembangan kelompok tani yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam melaksanakan fungsinya terutama dalam peningkatan kemampuan para anggota, terutama dalam hal agribisnis. Pada akhirnya organisasi tersebut menjadi lebih terarah, profesional, dan mandiri. Untuk menindak lanjuti keputusan tersebut, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 545KptsOT.16092007 tentang Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan menyebutkan bahwa Gapoktan merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja kelembagaan Gapoktan. Penilaian ini dilakukan oleh Tim Teknis PUAP yang ditetapkan melalui peraturan Kementerian Pertanian Nomor:29PermentanCT.140520. Upaya ini merupakan salah satu bentuk penghargaan bagi Gapoktan yang berprestasi dalam kerangka meningkatkan kinerja dan produktivitas usaha agribisnisnya yang sekaligus dapat mengelola dana PUAP melalui Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKM-A. Penghargaan tersebut, sekaligus diharapkan untuk mendorong Gapoktan dalam meningkatkan kualitas serta kuantitas fungsi-fungsi sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP. Berbagai upaya pembinaan dan pendampingan yang dilakukan baik dari Tim Pelaksana PUAP maupun penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani PMT untuk meningkatkan kemampuan Gapoktan PUAP masih terus dilakukan. Meningkatkan kemampuan Gapoktan PUAP tersebut merupakan upaya dalam pengembangan kelembagaan Gapoktan, sehingga diharapkan Gapoktan PUAP dapat berperan serta berfungsi sebagai unit usaha tani, unit usaha pengolahan, unit usaha sarana dan prasarana produksi dan unit usaha keuangan mikro serta unit jasa penunjang lainnya, serta menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani sehingga mampu membentuk Gapoktan yang kuat dan mandiri yang menjadi wadah bagi kelompok tani dan para petani melakukan usaha agribisnis. Kegiatan evaluasi dalam pengembangan program PUAP merupakan proses untuk menyempurnakan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu dalam sistem perencanaan, penyusunan program dan system pengambilan keputusan yang bersifat antisipatif, sehingga di masa depan dapat dikembangkan program PUAP yang progresif dan dinamis. Model pembiayaannya dilakukan berdasarkan skema Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKM-A yang dalam 224 pelaksanaannya didirikan, dimiliki dan dikelola sendiri oleh petanimasyarakat. Oleh karena itu kedepan keberadaan Lembaga Keuangan Mikro ini diharapkan dapat memperoleh modal pembangunan sector pertanian di Indonesia. Kemudian untuk evaluasinya menurut Suryahadi 2007 dibagi menjadi 2 jenis, yakni: menurut waktu pelaksanaan yangmerupakan evaluasi formatif dan evaluasi summative. Kemudian menurut tujuan terdiri atas: evaluasi proses, evaluasi biaya-manfaat, dan evaluasi dampak. Berdasarkan survei di Kabupaten bahwa ternyata pelaksanaan program PUAP pada Kabupaten belum berhasil, karena masih ada Gapoktan PUAP yang perkembangan dana PUAP belum mencapai tujuan dari program PUAP yaitu belum membentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKMA. Oleh karena itu dilakukan evaluasi terkait kinerja Gapoktan PUAP dalam perkembangan dana PUAP dalam membentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKMA yang tangguh, untuk itu perlu adanya contoh sebagai pembanding, supaya yang perkembangan dana pada Gapoktan PUAP di Kabupaten Grobogan tersebut yang belum berhasil dalam membentuk LKMA supaya dapat berhasil dalam membentuk LKMA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu strategi alternatif PUAP yang dapat membantu Gapoktan PUAP di setiap provinsi di Indonesia dalam membentuk LKMA yang tangguh, sehingga pelaksanaan program PUAP dapat berhasil. KERANGKA TEORI Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Massal BIMAS. Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan Hasan,1979 dalam Lubis 2005.Pada tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani KUT sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui Koperasi Unit Desa KUD. Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Hal ini lebih disebabkan karena tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Namun dalam kenyataannya, banyak kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD yang tidak menerima dana KUT, padahal mereka yang berada di wilayah KUD tersebut justru memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit. Untuk mengatasi hal tersebut, tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima dana dari bank pelaksana. Berbeda dari pola sebelumnya pola umum dimana kelompok tani menerima kredit dari KUD. Sepanjang perkembangannya, timbul masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar di sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu contohnya adalah sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan usaha tani, digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Tahun 2008, pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mencanangkan program baru yang diberi nama Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP. PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja. Jadi dapat dikatakan bahwa PUAP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri. Kebijakan Departemen Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan sebagai pelaksana PUAP untuk dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani, dan diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani Deptan, 2008. 225 Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP Salah satu program kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan mewujudkan kesejahteraan petani dan perdesaan adalah Program Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP. Program PUAP merupakan program bantuan langsung masyarakat BLM sebagai implementasi dari program PNP Mandiri, beserta program lainnya seperti Primatani, DEATI, PIDRA, P4M2I, program Inpres Desa Tertinggal IDT, program Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi PDMDKE, Bantuan Perbenihan BLBU, LM3, BMT, Desa Mandiri Pangan, dan sebagainya. Pada dasarnya tingkat kemiskinan suatu masyarakat berhubungan erat dengan kesenjangan distribusi pendapatan. Artinya, kesenjangan distribusi pendapatan berkorelasi positif dengan besarnya proporsi rumah tangga miskin pada suatu komunitas. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP merupakan kebijakan pemerintah dalam mengalakan program pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Kegiatan PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal kelompok taniGapoktan, yang selanjutnya akan diberikan kepada petani anggota,baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani sebagai bantuan modal dalam kegiatan usaha pertanian. Pemerintah memberikan bantuan modal untuk kegiatan usaha di bidang agribisnis yang sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran, selain itu nantinya juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pedoman Umum PUAP, 2008. Menurut Pedoman Umum PUAP 2012, Program ini menyalurkan dana Bantuan Langsung Mandiri BLM PUAP ke desa miskin terjangkau. Dana BLM-PUAP yang diterima masing-masing desa tersebut sebesar Rp 100 juta untuk mengembangkan agribisnis perdesaan melalui Gabungan Kelompok Tani Gapoktan. Tujuan program PUAP yaitu: 1 Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di pedesaan sesuai dengan potensi wilayah;2 Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyelia mitra tani;3 Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis;4 Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Sasaran yang diharapkan dari program PUAP adalah; 1 Berkembangnya usaha agribisnis di desa terutama desa miskin terjangkau sesuai dengan potensi pertanian desa;2 Berkembangnya Gapoktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani untuk menjadi kelembagaan ekonomi;3 Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak pemilik dan atau penggarap skala kecil, buruh tani;4 Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha harian, mingguan maupun musiman. Berdasarkan tujuan PUAP tersebut, maka ditetapkan Keputusan Menteri Pertanian KEPMENTAN Nomor:273KptsOT.16042007 yang menjelaskan tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani menyebutkan bahwa pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan kemampuan kelompok tani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompok tani menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri. Menindak lanjuti peraturan tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan dari Menteri Pertanian dengan Nomor 545KptsOT.16092007, mengenai Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang terdiri dari Gapoktan yang merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP. Menunjang upaya tersebut, maka dilakukan penilaian untuk mengetahui kinerja kelembagaan Gapoktan. Penilaian ini dilakukan oleh Tim Teknis PUAP. Berdasarkan peraturan diatas untuk menunjang hal tersebut, maka di tetapkan peraturan Kementerian Pertanian Nomor : 29PermentanCT.14052011. Upaya ini merupakan salah satu bentuk yaitu dengan memberikan penghargaan bagi Gapoktan yang terpilih sebagai Gapoktan berprestasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas usaha agribisnisnya sekaligus dapat mengelola dana PUAP melalui Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis LKMA. Penghargaan tersebut, diharapkan Gapoktan PUAP terdorong untuk meningkatka kualitas serta kuantitas fungsi-fungsi sebagai kelembagaan tani pelaksanaan PUAP Pedoman Penilaian Gapoktan PUAP Berprestasi, 2011. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Propinsi Sulawesi Tengah dengan pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan salah satu propinsi yang sejak tahun 2008 mendapat dana bantuan permodalan bagi petani melalui program PUAP. Sementara ini dalam pelaksanaanya belum pernah dilakukan evaluasi secara maksimal pada hal secara nasional Propinsi Sulawesi Tengah akan diproyeksikan sebagai 226 lumbung padi. Atas dasar pertimbangan itu maka dilakukan penelitian untuk mengkaji perkembangan pelaksanaannya. Analisis Data Penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan, terhitung mulai bulan Januari sampai Juli 2014 dengan memanfaatkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan kuisioner yang dikirimkan ke BPTP Sulawesi Tengah yang kemudian diteruskan ke masing-masing PMT di seluruh kabupaten. Sedangkan data sekunder diambil dari laporan PMT dan instansi terkait antara lain dari lembaga tingkat desa hingga kecamatan, Dinas Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah Toli-Toli, Poso, Molowali, Sigi, Tojo Una-Una, dan Donggala, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Provinsi Sulawesi Tengah, Badan Pusat Statistik BPS, dan instansi terkait lainnya. Sebanyak 582 Gapoktan yang memperoleh dana PUAP tahun 2008 -2013. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan PUAP Hasil penghitungan terhadap pelaksanaan program PUAP di propinsi Sulawesi Tengah memperlihatkan bahwa dari total 582 Gapoktan, terdapat 65.399 orang anggota yang telah memanfaatkan dana PUAP dengan total nilai asset sebesar Rp. 60.679.000- Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Dana PUAP di Kabupaten Sulawesi Tengah Hingga Akhir Tahun 2013 Sumber : Analisis Data Primer 2014 Berdasarkan data pada Tabel 1 diketahui bahwa Kabupaten Donggala, dari 126 jumlah Gapoktan yang tercatat, 10.200 orang diantaranya telah memanfaatkan dana PUAP dengan total asset sebesar Rp.13.616.307.000,- Dengan demikian rata- rata per orang telah memanfaatkan dana sebesar Rp1.335.000. Berbeda dengan Kabupaten Sigi, dengan 80 Gapoktan, jumlah anggota yang memanfaatkan dana ini sebanyak 12.322 orang dengan total asset sebesar Rp. 12.322.000. Dengan demikian rata-rata per orang hanya separuhnya, yaitu sebesar Rp. 682,900.000. Jika kemudian di urutkan berdasarkan jumlah orang yang memanfaatkan, maka Kabupaten Poso yang terbanyak di ikuti Kabupaten Morowali, Toli-toli, Donggala dan Tojo una-una. Berdasarkan manajemen pengelolaannya dana keuangan diserahkan sepenuhnya kepada Gapoktan, yang selanjutnya dialokasikan ke masing- masing kelompok tani sesuai dengan rencana usaha dari masing-masing Kelompok. Penyusunan Rencana Usaha tersebut didasarkan atas pertimbangan potensi di masing-masing daerah. Penerapan pengelolaan dana dilaksanakan dengan pendekatan simpan pinjam yang kemudian tingkat bunga pengembalian serta waktu pengembaliannya diseuaikan berdasarkan atas kesepakatan kelompok. Keragaan Kinerja Gapoktan Secara garis besar kinerja Gapoktan didasarkan atas Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AD dan ART yang mengatur masalah-masalah vital yang harus dibuat pada awal organisasi tersebut dibentuk, antara lain mencakup landasan organisasi, perangkat-perangkat organisasi, peran dan fungsi organisasi, tujuan organisasi dan keuangan organisasi. Sedangkan ART secara teknis mengatur tatacara pelaksanaan sebuah organisasi, seperti wewenang ketua, pembubaran, syarat-syarat keanggotaan, dan lain-lain. Dengan demikian organisasi semacam Gapoktan ini harus mempunyai catatan-catatan tertulis tentang segala aktivitas organisasi yang tertata rapi. No KABUPATEN JLH GAPOKTAN JUML ANGGOTA YANG TELAH MEMANFAATKAN DANA PUAP ORG NILAI ASET YANG DIKELOLA S.D AKHIR 2013 Rp. 000 1 TOLI - TOLI 80 10.531 8.782.000 2 POSO 97 13.022 9.574.147 3 MOROWALI 106 11.365 10.603,000 4 SIGI 80 12.322 8.414.631 5 TOJO UNA-UNA 93 8.139 9.689.852 6 DONGGALA 126 10.020 13.616.307 JUMLAH 582 65.399 60.679.937 227 Tabel 2. Kinerja Gapoktan di Provinsi Sulawesi Tengah No KABUPATEN JLH GAPOKTAN JUML ANGGOTA YANG TELAH MEMANFAATKAN DANA PUAP ORG NILAI ASET YANG DIKELOLA S.D AKHIR 2013 Rp. 000 KLASIFIKASI JLH USP JLH LKM-A 1 TOLI - TOLI 80 10.531 8.782.000 5 75 2 POSO 97 13.022 9.574.147 97 3 MOROWALI 106 11.365 10.603.000 98 8 4 SIGI 80 12.322 8.414.631 80 5 TOJO UNA- UNA 93 8.139 9.689.852 84 9 6 DONGGALA 126 10.020 13.616.307 120 6 JUMLAH 582 65.399 60.679.937 387 195 Sumber : Analisis Data Primer 2014 Hasil evaluasi kinerja terhadap 582 Gapoktan dari total 1.037 Gapoktan yang ada di provinsi Sulawesi Tengah menunjukan bahwa PUAP telah berhasil membentuk 195 LKM-A, sementara sisanya 387 unit masih dalam bentuk USP Tabel 2. Masing- masing Kabupaten memiliki jumlah USP dan LKM- A yang berbeda-beda. Misalnya Kabupaten Donggala tercatat memiliki 120 USP, jauh lebih besar dibandingkan dengan kabupaten Poso yang sama sekali tidak memiliki USP karena telah berhasil membentuk LKM-A. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a Sebagian pengurus gapoktan kawatir apabila dana PUAP dikelola LKM-A akan terjadi penyimpangan; b Sebagian pengurus gapoktan merasa belum siap dengan pembentukan LKM-A; c Gapoktan belum banyak yang mengetahui tentang konsep LKM-A dan cara menjalankannya; d Pemangku kepentingan dan pendamping masih belum sepenuh hati mendorong penumbuhan LKM-A karena belum ada petunjuk, arah dan dasar hukum yang jelas. Terkait dengan LKM-A adalah sebuah Lembaga Keuangan Mikro merupakan kelembagaan usaha yang mengelola jasa keuangan untuk membiayai usaha dalam skala mikro, baik berbentuk formal maupun non formal. Pembentukan lembaga ini diprakarsai oleh masyarakat atau pemerintah. Karena yang dituju adalah LKM bagi petani, maka usaha yang dimaksudkan juga usaha pertanian. 10 Dalam hal ini, LKM-A yang dimaksudkan adalah merupakan lembaga keuangan mikro yang ditumbuhkan dari Gapoktan pelaksana PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk mengelola aset dasar dari dana PUAP dan dana keswadayaan angggota. 2 Beberapa faktor penting yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan Gapoktan, menurut Bustaman et al 2011 11 , adalah Gapoktan PUAP yang berpotensi membentuk kelembagaan ekonomi petani LKM-A. Keberhasilan tersebut diukur melalui kriteria: a memiliki modal kelompok iuran wajib, pokok, dan atau simpanan sukarela; b memiliki unit simpan pinjam dan unit usaha lainnya sarana input, pengolahan, dan pemasaran hasil; c memiliki kantor yang terpisah dari rumah ketua Gapoktan; d menunjukkan peningkatan produktivitas, termasuk produksi dan pendapatan pelaku usahatani penguatan modal petani; e mendapat dukungan Pemda PropinsiKabupaten atas usaha Gapoktan untuk mendirikan lembaga ekonomi petaniLKM-A surat keputusan. Berdasarkan evaluasi kelembagaannya, kabupaten yang berhasil membentuk LKM-A terbanyak adalah Poso sebanyak 97 unit, kemudian disusul kabupaten Toli – Toli. Sedangkan kabupaten Sigi sama sekali tidak berhasil membentuk LKM-A Gambar 2. Keberhasilan Gapoktan PUAP di Kabupaten Poso dapat dibuktikan dari peningkatan jumlah anggota, nilai aset yang dimiliki dan telah memiliki LKM-A. Hal ini karena Gapoktan telah memiliki struktur organisasi, ADART dan rencana kerja. Petani penerima dana PUAP dipilih secara selektif oleh pengurus dan Gapoktan telah memiliki kerjasama dengan pemangku kepentingan. Berbeda dengan Gapoktan PUAP di Kabupaten Sigi yang ditunjukkan dari berkurangnya jumlah anggota serta tidak ditunjukkan adanya kenaikan nilai aset yang cukup signifikan. Besar kemungkinan hal ini disebabkan kurangnya kemampuan pengurus Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola modal usaha anggota, kekeliruan persepsi dari anggota bahwa pinjaman 228 dana PUAP tidak perlu dikembalikan, dana pinjaman tidak digunakan sesuai kebutuhan usahanya. Seleksi dan verifikasi kurang memperhatikan kelayakan usaha anggota dan pembinaan serta pendampingan dari tim pembina dan tim teknis kurang intensif dilakukan. 12 Kemitraan dan Badan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dan Undang- Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, Gapoktan PUAP yang telah berhasil membentuk LKM-A wajib memiliki Badan Hukum Koperasi atau Perseroan Terbatas PT. Pengurusan Badan Hukum LKM-A dapat dilakukan melalui notaris atau koperasi. Biaya pengurusan Badan Hukum melalui notaris relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan koperasi, namun kebanyakan petani masih belum dapat menerima LKM-A menjadi koperasi. Pada dasarnya prinsip pertumbuhan Gapoktan adalah kebebasan, kesempatan, keswakarsaan, partisipatif, keterpaduan, kemitraan dan keberlanjutan. Gapoktan bebas mengembangkan unit jasausaha otonom sesuai kebutuhan unit usaha tani, pengolahan, pemasaran, saprodi, simpan- pinjamkeuangan mikro dan jasa penunjang lainnya. Gambar 1. Grafik Kemitraan dan Badan Hukum Gapoktan di Kabupaten yang Ada Di Provinsi Sulawesi Tengah Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa Kabupaten Donggala telah berhasil membangun hubungan kemitraan dengan pihak ke tiga sebanyak 22 unit dan memiliki 3 unit koperasi yang sudah berbadan hukum namun belum memiliki akta notaris. Kabupaten Toli - Toli berhasil membangun hubungan kemitraan dengan pihak ke tiga sebanyak 16 unit, belum memiliki koperasi yang sudah berbadan hukum namun sudah memiliki 6 unit akta notaris. Kabupaten Sigi berhasil membangun hubungan kemitraan dengan pihak ke tiga sebanyak 7 unit, belum memiliki koperasi yang sudah berbadan hukum dan hanya memiliki 1 unit akta notaris, Kabupaten Morowali berhasil membangun hubungan kemitraan dengan pihak ke tiga sebanyak 10 unit, memiliki 4 unit koperasi yang sudah berbadan hukum dan 4 unit akta notaris. Sedangkan kabupaten yang belum menjalin kemitraan dengan pihak lain yaitu Kabupaten Tojo Una-Una, namun sudah memiliki 1 unit koperasi yang berbadan hukum dan 2 unit yang memiliki akta notaris. Kabupaten Poso adalah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah yang belum menjalin kemitraan dengan pihak lain, belum memiliki koperasi yang berbadan hukum dan belum memiliki akta notaris. Salah satu modal utama dalam kinerja pengelolaan LKM-A adalah kemitraan dengan pihak lain seperti pemerintah daerah, lembaga keuangan bank seperti Bank BRI maupun non bank seperti pengecer pupuk, pengusaha dan pengumpul jagung. Kemitraan dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam setiap kegiatan. 13 . Aspek Ekonomi Usaha PUAP di Provinsi Sulawesi Tengah Penyaluran pinjaman dana PUAP dinilai melalui pelayanan Gapoktan dalam merealisasikan kegiatan simpan pinjam dan sejauh mana jangkauan pelayanan simpan pinjam mampu menyentuh kebutuhan para petani dalam menjalankan usaha taninya. Dana PUAP tersebut disalurkan pada anggota Gapoktan masing-masing dengan harapan dapat menambah modal usaha baik tanaman pertanian pangan, KEMITRAAN KOPERASI AKTA NOTARIS 229 peternakan, perkebunan, maupun pengadaan sarana produksi pertanian. Keragaan alokasi penggunaan dana Gapoktan PUAP di provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2008-2013 berdasarkan jenis usahanya ialah usaha tani tanaman pangan 41, peternakan 8, perkebunan 28, hortikultura 7 dan off-farm 16 yang disajikan pada Gambar 2. a. Budidaya pertanian on farm Meliputi budidaya sub sektor tanaman pangan, sub sektor hortikultura, sub sektor peternakan, dan sub sektor perkebunan. Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa sektor on-farm khususnya di sektor tanaman pangan, mendominasi pengajuan pinjaman kredit usaha. Hal ini dapat dilihat dari persentase pengajuan pinjaman dari Rencana Usaha Anggota RUA. Kebanyakan para petani mempergunakan dana pinjaman tersebut untuk menambah modal usaha seperti pembelian pupuk dan bibit pada saat masa tanam. Gambar 2. Persentase Usaha Produktif yang dibiayai PUAP di Provinsi Sulawesi Tengah Hingga Akhir Tahun 2013 Tabel 3. Alokasi Penggunaan dana PUAP Untuk Usaha Budidaya Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah Sampai Akhir Tahun 2013 No KABUPATEN JUMLAH GAPOKTAN JUML ANGGOTA YANG TELAH MEMANFAATKA N DANA PUAP ORG ALOKASI PENGGUNAAN DANA UNTUK USAHA PRODUKTIF TANAMAN PANGAN Rp.000 PERKEBUNA N RP.000 HORTIKULTURA Rp.000 PETERNAK AN Rp.000 1 TOLI - TOLI 80 10.531 3.735.000 3.220.000 185.000 580.000 2 POSO 97 13.022 4.254.058 3.644.541 483.049 189.494 3 MOROWALI 106 11.365 2.440.000 2.400.000 20.000 455.000 4 SIGI 80 12.322 2.696.705 1.176.105 547.789 451.708 5 TOJO UNA - UNA 93 8.139 4.778.274 862.250 1.411.776 992.800 6 DONGGALA 126 10.020 3.810.286 3.314.458 781.092 21.45.750 JUMLAH 582 65.399 21.714,323 14,617,354 3.428.706 4.814.752 Sumber : Analisis Data Primer 2014 Pada sektor usaha budidaya pertanian on- farm , jenis usaha yang paling banyak adalah usaha tani padi. Usaha tani padi ini merupakan usaha yang paling lama ditekuni yaitu sekitar 21-25 tahun. Hal ini dikarenakan usaha ini tidak hanya sekedar usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup melainkan sudah menjadi budaya masyarakat. b. Usaha Off F arm Non budidaya Off farm , meliputi usaha industri rumah tangga pertanianindustri pengolahan hasil 230 pertanian, pemasaran skala kecilbakulan dan usaha lain berbasis pertanian Penduduk di Provinsi Sulawesi Tengah sudah mulai melakukan kegiatan-kegiatan diluar pertanian off-farm sebagai penghasilan tambahan. Hal ini didorong karena adanya tuntutan kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak dapat terus-menerus menggantungkan hidup dari hasil kegiatan budidaya seperti bertani yang harus menunggu beberapa bulan ke depan untuk memperoleh hasil. Maka dari itu mulai berkembang usaha-usaha non budidaya seperti usaha pengadaan saprotan, pengolahan, pengemasan, pengolahan tepung beras, pembuatan roti, pembuatan kue kering dan basah, dagang bakso, dagang sayuran dan buah, usaha warung sembako kecil-kecilan, serta pemasaran produk hasil pertanian. Usaha ini sudah banyak dilakukan oleh penduduk karena tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menikmati hasilnya. Kegiatan usaha ini banyak dilakukan oleh penduduk desa yang tidak memiliki lahan pertanian atau hanya memiliki sedikit lahan untuk ditanami tanaman pertanian. Usaha pengadaan saprotan ini dikelola oleh gapoktan diprovinsi Sulawesi Tengah meliputi pengadaan benih dan pupuk. Saprotan ini dijual kepada para petani di desa dengan sistem pembayaran setelah panen. Sifat inovatif dan sifat kepemimpinan dari pengurus Gapoktan berhubungan positif dengan keberhasilan outcome dan dengan keberhasilan benefit . Hasil analisis berdasarkan alokasi penggunaan dana PUAP untuk usaha off farm yang ditunjukkan pada Tabel 4. Memperlihatkan bahwa jumlah dana hasil off farm sebesar Rp. 8.015.488.000,- 16. Hasil analisis ini juga memperlihatkan bahwa pengurus Gapoktan di masing – masing kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah secara signifikan telah mampu meningkatkan kemampuan petani, buruh tani, dan tumah tangga tani dan Gapoktan sendiri untuk mengembangkan modal dan jenis usaha agribisnisnya, dan mampu membuka peluang usaha di bidang off farm , sehingga manfaat dari adanya program PUAP dapat dirasakan manfaatnya oleh petani, buruh tani, dan tumah tangga di lokasi program PUAP dilaksanakan. Tabel 4. Alokasi Penggunaan dana PUAP Untuk Usaha Off Farm di Provinsi Sulawesi Tengah Sampai Akhir Tahun 2013 No KABUPATEN JLH GAPOKTAN JUML ANGGOTA YANG TELAH MEMANFAATKAN DANA PUAP ORG JUMLAH PERGULIRAN PENYALURAN berapa kali OFF-FARM Rp.000 1 TOLI - TOLI 80 10.531 250 200.000 2 POSO 97 13.022 189 175.489 3 MOROWALI 106 11.365 152 2.490.000 4 SIGI 80 12.322 380 2.682.685 5 TOJO UNA - UNA 93 8.139 186 1.254.900 6 DONGGALA 126 10.020 47 1.212.414 JUMLAH 582 65.399 1.204 8.015.488 Sumber : Analisis Data Primer 2014 Strategi Alternatif PUAP Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP pada dasarnya ditujukan untuk: a. Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola PUAP, yang dapat dilaksanakan melalui: i Pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP; ii Rekrutmen dan pelatihan bagi Penyuluh dan PMT; iii Pelatihan bagi pengurus Gapoktan; dan iv Pendampingan bagi petani oleh penyuluh dan PMT. b. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal, dilaksanakan melalui: i Identifikasi potensi desa; ii Penentuan usaha agribisnis hulu, budidaya dan hilir unggulan; dan iii Penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan. c. Menguatkan modal petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan, dilaksanakan melalui: i Penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan; ii Fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya. 231 d. Melakukan pendampingan bagi Gapoktan, dilaksanakan melalui: i Penempatan dan penugasan Penyuluh Pendamping di setiap gapoktan; dan ii Penempatan dan penugasan PMT di setiap kabupatenkota. PENUTUP Dari hasil pengkajian diperoleh bahwa Kabupaten Donggala memiliki nilai aset yang paling besar yaitu sebanyak Rp.13.616.307.000,- dengan jumlah Gapoktan sebanyak 126 dan anggota yang telah memanfaatkan dana PUAP sebanyak 10.020 orang. Sedangkan Kabupaten yang memiliki nilai aset yang paling kecil adalah Kabupaten Sigi yaitu sebesar Rp.8.414.631.000,- dengan jumlah Gapoktan sebanyak 80 dan anggota yang telah memanfaatkan dana PUAP sebanyak 12.322 orang. Dari data tersebut terbukti bahwa sifat inovatif dan sifat kepemimpinan dari pengurus Gapoktan berhubungan positif dengan keberhasilan outcome dan dengan keberhasilan benefit dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya LKM-A yang sukses. Pemerintah Daerah diharapkan dapat memberikan fasilitasi dalam pemupukan modal, kepemilikan badan hukum, pembentukan asosiasi gapoktan, dan penyiapan langkah exit strategy keberlanjutan program PUAP. Bapeluh atau BP4K dapat menjadi leading agency dan menjadikan program PUAP sebagai program unggulan daerah. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Bapak Sjahrul Bustaman, M.Si dari BBP2TP atas bimbingannya dalam penulisan KTI. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Penumbuhan Dan Pengembangan Kelompok Tani Dan Gabungan Kelompok Tani. Jakarta: Departemen Pertanian RI Elfindri, 2005, Kajian Tingkat Kemiskinan di Pedesaan dan Perkotaan Sumatera Barat, Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Lembaga Pengkajian Ekonomi Pembangunan LPEP, Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Padang. Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP 2013. Jakarta: Kementerian Pertanian. 40 hlm. Peraturan Menteri Pertanian No. 273KptsOt.16042007 Tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok tani dan Gabungan Kelompok tani. Keputusan Menteri Pertanian KEPMENTAN Nomor 545KptsOT.16092007 Tentang Pembentukan Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 29PermentanOT.14052011 Tanggal: 30 Mei 2011. Pedoman Penilaian Gabungan Kelompok Tani GAPOKTAN Pengembangan Usaha Agribisnis Usaha Agrbisnis iPedesaan PUAP Berprestasi Tahun Anggaran 2011. Direktorat Pembiayaan Pertanian. 2011. Pedoman Penilaian Gapoktan PUAP Berprestasi. Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian. Kementerian Pertanian. BBP2TP dan Direktorat Pembiayaan Pertanian. 2013. Data base Gapoktan PUAP 2008- 2011. Kerja Sama BBP2TP dengan Direktorat Pembiayaan Kementerian Pertanian. Pasaribu dkk. 2011. Penentuan Desa Calon Lokasi PUAP 2011 dan Evaluasi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan . Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor. Suryahadi, Asep. 2007. Kumpulan Bahan Latihan Pemantauan Evaluasi Program-Program Penanggulangan Kemiskinan . Modul 4 : Persyaratan dan Unsur-unsur Evaluasi yang Baik. Bappenas,Jakarta. www.ditpk.bappenas.go.id Bustaman, S., M. Mardiharini, A. Djauhari., S.S. Tan. 2011. Pengkajian Pola dan Metode Rating Gapoktan PUAP Grade A, B, C Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Komoditas Unggulan Padi, Sapi Potong dan Kakao 20 Melalui Percepatan Adopsi Teknologi Pertanian. Laporan Hasil Pengkajian belum dipublikasi. Hendayana, R. 2011. Penguatan modal petani pada gabungan kelompok tani penerima BLM PUAP. hlm 13-24. Dalam K.Subagyono, R. Hendayana, S. Bustaman Penyunting. Petani Butuh Modal. Badan Litbang Pertanian. Suprapto. A. 2012. Pokok-pokok bahasan terhadap pelaksanaan PUAP. Makalah disampaikan pada workshop PUAP di Botani Square 8 Agustus 2012. Permentan No 81PermentanOT.14082013. Pedoman pembinaan kelompok tani Poktan 232 dan gabungan kelompok tani Gapoktan. 26 Agustus 2013. 233 Manajemen Resiko Rantai Pasok Komoditas Padi Oryza sativa di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat Risk Management Of The Agribusiness Supply Chain On Commodity Paddy Oryza Sativa In Indramayu District West Java Tetep Ginanjar 1 , Tomy Perdana 1 , Eddy Renaldi 1 Pusat Studi Rantai Pasok dan Sistem Logistik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran A B S T R A K Kata Kunci: Manajeman resiko, agen resiko, rantai pasok, aksi mitigasi resiko Sumber mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar berada pada sector pertanian. Selain itu, sector pertanian pun berada pada posisi kedua setelah sector industry pengolahan sebagai penyumpang PDB terbesar. Walaupun demikian, sector pertanian masih menghadapi beberapa kendala, terutama aspek pembiayaan. Secara nasional, kredit yang disalurkan pada sektor pertanian sangat rendah dibandingkan total kredit perbankan, yaitu hanya sekitar 5,54 saja. Dari total kredit perbankan sector pertanian, hanya sekitar 4,3 saja yang diserap subsector pangan BI, 2013. Rendahnya total kredit perbankan terhadap sector pertanian salah satunya disebabkan tingginya risiko di sector pertanian yang dihadapi bank maupun debitur. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan identifikasi resiko dan upaya mitigasinya. Hal ini untuk memberikan informasi bagi bankkreditur mengenai resiko dalam sector pertanian serta cara meninimimalisasinya. Meningkatnya pemahaman pihak kreditur mengenai aksi mitigasi risiko dalam rantai pasok dan proses bisnis yang dilakukan di sektor pertanian, akan meningkatkan kepercayaan serta keyakinan pihak kreditur dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha di sektor pertanian. Penelitian dilakukan di Kabupaten Indramayu yang merupakan sentra produksi padi di Provinsi Jawa Barat dan sekaligus di Indonesia. Dalam mencapai tujuan penelitian, digunakan alat pemetaan Value Stream Mapping dan House of Risk HOR. Rantai pasok padi di Kabupaten Brebes melibatkan petani, bandar, dan pengusah RMU Rice Milling Unit . Dari hasil analisis teridentifikasi 8 titik kritis risiko di tingkat RMU, 3 titik kritis risiko di tingkat bandar, dan 3 titik kritis risiko di tingkat petani disertai aksi mitigasi resiko di masing-masing pelaku. ABSTRACT Keywords: risk management, risk agent, supply chain, mitigation risk actions The largest Indonesian livelihood is came from agricultural sector. Futhermore, the agricultural wa s to be second position after the processing industry as the largest contributors to GDP. Nevertheless, the agricultural still faces several obstacles, especially in financing aspects. Nationally, lending to the agricultural is very low if its compared with total bank credits. Credits to agricultural amounted only 5,54 from total bank credits as much as 4,3 devoted to foods BI, 2013. The lowest of total bank credits for agricultural is due to the high risks of agricultural to the faced of banks or other credit institutions. Based on this case, it is necessary to efforts of risk identified and mitigation. That is to give information to the bank or crediturs about risk agricultural sector and how to minimize tha t risk. The increasing of crediture comprehention about risk mitigation in agricultural supply chain business will be increased of credibility from creditures to give some credits to the farmers and the other of agriculturalists. This research conducted in Indramayu district as one of the largest paddy producer in West java and indonesia. To achieve the aim of this resea rch, used research instruments value stream mapping and house of risk HOR. Paddy supply chain in indra mayu district involve farmers, middleman, and rice milling unit. This analysis was identified 8 critical points of risk in RMU, 3 critical points of risk in middleman, and 3 critical points of risk in farmers which is accompanied with mitigation risk for each actors. Korespondensi Penulis, alamat e-mail: tetepginanjargmail.com 234 PENDAHULUAN Sumber mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar berada pada sector pertanian. Sekitar 40 Juta orang 35 penduduk Indonesia bermata pencaharian di sector pertanian. Selain itu, sector pertanian pada triwulan III tahun 2014 berada pada posisi kedua 15,25 setelah sector industry pengolahan 23,35 sebagai penyumpang PDB terbesar BPS, 2014. Hal ini menunjukan bahwa sector pertanian memegang peranan yang sangat strategis dalam perekonomian nasional. Walaupun demikian perkembangan sector pertanian mengalami banyak kendala. Kendala-kendala tersebut berada pada aspek penerapan teknologi budidaya pertanian, penanganan pascapanen, informasi pasar dan pemasaran, serta aspek permodalan. Aspek permodalan merupakan persoalan klastik yang dihadapi para pelaku di sector pertanian, terutama para petani. Data statistik kredit perbankan menunjukkan bahwa secara nasional kredit yang disalurkan pada sektor pertanian sangat rendah dibandingkan total kredit perbankan, Namun menunjukkan peningkatan. Pada akhir tahun 2010, kredit pada sektor pertanian sebesar Rp85,0 triliun atau 4,97 dari total kredit perbankan. Namun pada akhir 2013, kredit sektor pertanian meningkat menjadi Rp174,4 triliun atau 5,54. Tabel 1. Perkembangan Kredit Perbankan Sektor Pertanian Triliun Rp Keterangan 2010 2011 2012 2013 Total Kredit Perbankan 1.711,7 2.117,5 2.585,1 3.146,1 Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan 85,0 107,9 139,9 174,4 Persentase 4,97 5,09 5,41 5,54 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum LBU Berdasarkan Tabel 1, apabila dilihat secara lebih mendalam kepada masing-masing sub sektor pertanian, maka pangsa kredit terbesar masih didominasi oleh sektor perkebunan yang pada akhir tahun 2013 mencapai Rp145,0 triliun atau 83,2 dari total kredit pertanian. Sementara penyaluran kredit pada sub sektor pangan pada periode yang sama hanya sebesar Rp7,3 triliun atau 4,2 dari total kredit pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa akses keuangan untuk produksi pertanian, di luar sub sektor perkebunan, bukan merupakan hal yang mudah. Salah satu subsector pertanian yang memiliki realisasi penyaluran kredit rendah, yaitu subsector pangan, terutama komoditas beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Hasil penelitian Bank Indonesia 2011 menyebutkan bahwa salah satu penyebab rendahnya akses keuangan untuk produksi pertanian yaitu tingginya risiko di sector pertanian yang dihadapi bank maupun debitur. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan identifikasi resiko dan upaya mitigasinya. Hal ini untuk memberikan informasi bagi bankkreditur mengenai resiko dalam sector pertanian serta cara meninimimalisasinya. Meningkatnya pemahaman pihak kreditur mengenai risiko dalam rantai pasok dan proses bisnis yang dilakukan di sektor pertanian akan meningkatkan kepercayaan serta keyakinan pihak kreditur dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha di sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena melalui pemahaman terhadap risiko yang mungkin terjadi di dalam usaha yang dibiayai akan memungkinkan pihak kreditur untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor pertanian yang selama ini dianggap memiliki risiko tinggi. METODE PENELITIAN Penelitian studi kasus ini menggunakan desain kasus tunggal terjalin dengan pertimbangan bahwa pada objek penelitian yaitu rantai pasok dan risiko rantai pasok. Dalam rantai pasok diperlukan analisis perorangan dalam proses penelitian. Analisis perorangan yang dimaksud adalah melihat bagaimana peranan dan dampak setiap pelakulink dalam rantai. Selanjutnya tahap penting dalam desain penelitian kasus tunggal ini diperlukan unit analisis. Unit analisis yang dipilih dituangkan dalam teknik penelitian. Teknik penelitian yang digunkanan dalam desain kasus tunggal ini adalah deskriptif kualitatif dengan dipadukan dengan uji kuantitatif. Sumber- sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui wawancara langsung dengan informan. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari buku, majalah, penelusuran internet, jurnal, lembaga- lembaga terkait, dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini. Datainformasi yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Oleh karena itu, teknik pengumpulan datainformasi yang digunkan adalah teknik wawancara, teknik observasi, dan studi kepustakaan. 235 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Rantai Pasok Komoditas Padi di Kabupaten Indramayu Berdasarkan gambar, dapat diketahui para pelaku dalam sistem rantai pasok beras di Kabupaten Indramayu. Dalam sistem rantai pasok tersebut, terdiri dari anggota primer dan anggota pendukung. Anggota primer terdiri dari para pelaku utama dalam sistem rantai pasok yang terdiri dari RMU Rice Milling Unit , Bandar. dan petani. Sedangkan anggota pendukung meliputi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian BKP3 Kab. Indramayu, Balai Penyuluhan Pertanian di masing- masing kecamatan, PT. Syngenta, PT. Pertani, kios- kios pertanian, bank, Bulog, dan pedagang pasar induk.

2. Manajemen Resiko Rantai Pasok Padi di

Kabupaten Indramayu Agen desiko dalam rantai pasok padi terlebih dahulu diidentikasi pada setiap pelaku. Setelah diketahui agen resikonya, dilakukan pemilihan agen resiko prioritas. Pemilihan agen risiko prioritas diperlukan, karena tidak semua agen risiko mendapatkan sebuah penanganan. Hal tersebut dilakukan salah satunya karena faktor biaya yang dibutuhkan untuk penanganan dan dampak yang ditimbulkan terlalu kecil. Pemilihan agen risiko prioritas sesuai dengan Hukum Pareto 80:20. Menurut Kontur 2008, pada aplikasi hukum pareto, risiko 80 persen kerugian disebabkan oleh hanya 20 persen risiko yang krusial. Jika 20 persen risiko krusial tersebut dapat ditangani, maka pelaku bisnis dapat menghindari 80 persen kerugian. Gambar 1. Alur Rantai Pasok Komoditas Padi di Kabupaten Indramayu Manajemen Resiko Rantai Pasok Padi di Kabupaten Indramayu Agen desiko dalam rantai pasok padi terlebih dahulu diidentikasi pada setiap pelaku. Setelah diketahui agen resikonya, dilakukan pemilihan agen resiko prioritas. Pemilihan agen risiko prioritas diperlukan, karena tidak semua agen risiko mendapatkan sebuah penanganan. Hal tersebut dilakukan salah satunya karena faktor biaya yang dibutuhkan untuk penanganan dan dampak yang ditimbulkan terlalu kecil. Pemilihan agen risiko prioritas sesuai dengan Hukum Pareto 80:20. Menurut Kontur 2008, pada aplikasi hukum pareto, risiko 80 persen kerugian disebabkan oleh hanya 20 persen risiko yang krusial. Jika 20 persen risiko krusial tersebut dapat ditangani, maka pelaku bisnis dapat menghindari 80 persen kerugian. Setelah diketahui agen prioritas, dilakukan upaya mitigasi untuk mengatasinya. Aksi mitigasi resiko yang diperoleh kemudian didiskusikan dengan pelaku untuk mengetahui skala tingkat kesulitan Dk dalam realisasi mitigasi tersebut. Setelah diketahui skala tingkat kesulitannya, dilakukan perhitungan effectiveness to difficulty ratio of action ETD. Aksi mitigasi dengan nilai ETD tertinggi merupakan aksi yang paling efektif dan memungkinkan untuk dilakukan. 236

a. Manajemen Risiko Rantai Pasok Padi di

Tingkat RMU 1 Pengukuran Risiko Rantai Pasok di Tingkat RMU Tabel 2. Perhitungan Pareto Agen Risiko Rantai Pasok di Tingkat RMU Berdasarkan Tabel 2 terdapat delapan agen risiko yang masuk kedalam kategori prioritas. Agen risiko kategori prioritas memiliki andil sebesar 82 dari total dampak risiko yang dialami oleh RMU. Oleh karena itu, penanganan risiko dilakukan pada agen risiko yang termasuk kedalam kategori prioritas. 2 Aksi Mitigasi Risiko Rantai Pasok di Tingkat RMU Hasil diskusi menunjukan bahwa terdapat 7 aksi mitigasi yang dapat dan telah dilakukan untuk meminimalisasi agen risiko. Aksi mitigasi tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 3. Aksi Mitigasi Agen Resiko di Tingkat RMU Sumber Risiko Prioritas Aksi Mitigasi SDM lalai saat mengolah gabah, mengoperasikan mesin, dan mencatat A10 Konsolidasi dan pendampingan sistem industri perberasan Cuaca tidak menentu intensitas hujan terlalu tinggi sehingga pasokan gabah tidak stabil dan kualitas gabah rendah A11 Off farm: pengembangan gudang dan pengering On farm : Pengembangan Teknologi budidaya adaptif Pengembangan infrastruktur irigasi Kondisi jalan yang rusak A14 Penggunaan logistik multimodal Modal kurang A2 Konsolidasi dan pendampingan sistem industri perberasan Pengembangan akses pembiayaan Pengembangan infrastruktur irigasi Penggunaan logistik multimodal Jalur distribusi yang jauh dan rawan macet A4 Penggunaan logistik multimodal Pengembangan akses pembiayaan Pembayaran dari pedagang pasar induk macet A3 Konsolidasi dan pendampingan sistem industri perberasan Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan Pengembangan akses pembiayaan Penggunaan logistik multimodal Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan Sumber Risiko Prioritas Aksi Mitigasi Terjadinya perselisihan pembagian sumber air irigasi disekitar lokasi produksi A13 Pengembangan infrastruktur irigasi Penggunaan logistik multimodal On farm : Pengembangan Teknologi budidaya adaptif Pasar induk memiliki standarisasi produk yang tinggi A6 Off farm: pengembangan gudang dan pengering Konsolidasi dan pendampingan sistem industri perberasan Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan Pengembangan akses pembiayaan 3 Aksi Mitigasi Resiko yang Efektif di Tingkat RMU Terdapat 7 tujuh aksi mitigasi untuk RMU dalam rantai pasok padi di Kabupaten Indramayu. Masing-masing aksi mitigasi tersebut memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda setelah dilakukan verfikasi dengan RMU. Tabel 4. Daftar Hasil Penilaian Skala Tingkat Kesulitan Aksi Mitigasi Kode Aksi Mitigasi Difficulty of Performing Action K DK P 1 On farm : Pengembangan Teknologi budidaya adaptif H5 P 2 Off farm: pengembangan gudang dan pengering H5 P 3 Konsolidasi dan pendampingan sistem industri perberasan H5 P 4 Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan M4 P 5 Pengembangan akses pembiayaan M4 P 6 Pengembangan infrastruktur irigasi M4 P 7 Penggunaan logistik multimodal H5 Selanjutnya dilakukan perhitungan effectiveness to difficulty ratio of action ETD yaitu sebagai berikut Tabel 5. Tabel Perhitungan ETD Aksi Mitigasi di Tingkat RMU Risk Mitigation P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 ARP Risk Agent Priority A10 3 9 3 3 3150 A11 9 9 3 3 3 9 3 3150 A14 3 1 3 9 2611 A2 3 9 3 9 9 9 1778 AGENT CODE ARP RANK ARP KUM ARP CATEGORY A10 3150 1 14.2 14.2 PRIORITAS A11 3150 2 14.2 28.4 A14 2611 3 11.8 40.2 A2 1778 4 8.0 59.7 A4 1638 5 7.4 67.1 A3 1350 6 6.1 73.1 A13 1040 7 4.7 77.8 A6 924 8 4.2 82.0 A1 920 9 4.2 86.2 NON PRIORITAS A7 837 10 3.8 89.9 A5 832 11 3.8 93.7 A9 810 12 3.7 97.3 A12 540 13 2.4 99.8 A8 48 14 0.2 100.0 22162 100 237 Risk Mitigation P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 ARP A4 1 1 1 9 9 1638 A3 3 9 9 9 9 1350 A13 9 3 3 9 9 3 9 1040 A6 1 9 9 9 9 3 924 Te 38634 60258 86859 48859 87303 47472 97425 Dk 5 5 5 4 4 4 5 ETD 7727 12052 17372 12214.8 21825.8 11868 19485 Ranking 7 5 3 4 1 6 2 7 Berdasarakan nilai ETD pada tabel diatas, maka urutan aksi mitigasi yang paling efektif dan memungkinkan untuk dilakukan RMU yaitu : 1 Pengembangan akses pembiayaan P5 2 Penggunaan logistik multimodal P7 3 Konsolidasi dan pendampingan sistem industri perberasan P3 4 Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan P4 5 Off farm: pengembangan gudang dan pengering P2 6 Pengembangan infrastruktur irigasi P6 7 On farm : Pengembangan Teknologi budidaya adaptif P1

b. Manajemen Risiko Rantai Pasok Padi di

Tingkat Bandar 1 Pengukuran Risiko Rantai Pasok di Tingkat Bandar Tabel 6. Perhitungan Pareto Agen Risiko Rantai Pasok di Tingkat Bandar AGENT CODE ARP RANK ARP KUM ARP KATEGORI A8 3360 1 24.7 24.7 PRIORITAS A2 3248 2 23.9 48.6 A3 3032 3 22.3 70.9 A4 1386 4 10.2 81.1 NON PRIORITAS A1 1044 5 7.7 88.8 A9 546 6 4.0 92.8 A6 540 7 4.0 96.7 A7 282 8 2.1 98.8 A5 162 9 1.2 100.0 13600 100.0 Berdasarkan Tabel 4 terdapat tiga agen risiko yang masuk kedalam kategori prioritas. Agen risiko kategori prioritas memiliki andil sebesar 70,9 dari total dampak risiko yang dialami oleh bandar. Oleh karena itu, penanganan risiko dilakukan pada agen risiko yang termasuk kedalam kategori prioritas. 2 Aksi Mitigasi Risiko Rantai Pasok di Tingkat Bandar Hasil diskusi menunjukan bahwa terdapat 7 aksi mitigasi yang dapat dan telah dilakukan untuk meminimalisasi agen risiko. Aksi mitigasi tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 7. Aksi Mitigasi Agen Resiko di Tingkat Bandar Risk Agent Aksi Mitigasi Cuaca yang tidak menentu intensitas hujan terlalu tinggi A8 Off farm: pengembangan gudang dan pengering Konsolidator, Pendampingan sistem industri perberasan, Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan Pengembangan infrastruktur irigasi Penggunaan logistik multimodal Modal untuk membeli gabah kurang A2 Konsolidator, Pendampingan sistem industri perberasan, Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan Pengembangan akses pembiayaan Penggunaan logistik multimodal Pembayaran yang dari RMU macet A3 Konsolidator, Pendampingan sistem industri perberasan, Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan Pengembangan akses pembiayaan 3 Aksi Mitigasi Resiko yang Efektif di Tingkat Bandar Terdapat 7 tujuh aksi mitigasi untuk Bandar dalam rantai pasok padi di Kabupaten Indramayu. Masing-masing aksi mitigasi tersebut memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda setelah dilakukan verfikasi dengan bandar. Tabel 8. Daftar Hasil Penilaian Skala Tingkat Kesulitan Aksi Mitigasi di Tingkat Bandar Kode Aksi Mitigasi Difficulty of Performing Action K DK P 1 On farm : Pengembangan Teknologi budidaya adaptif M4 P 2 Off farm: pengembangan gudang dan pengering H5 P 3 Konsolidasi dan pendampingan sistem industri perberasan M4 238 Kode Aksi Mitigasi Difficulty of Performing Action K DK P 4 Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan L3 P 5 Pengembangan akses pembiayaan L3 P 6 Pengembangan infrastruktur irigasi L3 P 7 Penggunaan logistik multimodal M4 Selanjutnya dilakukan perhitungan effectiveness to difficulty ratio of action ETD yaitu sebagai berikut Tabel 9. Tabel Perhitungan ETD Aksi Mitigasi di Tingkat Bandar Risk Mitigation P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 ARP Risk Agent Priority A8 1 9 9 9 3 9 9 3360 A2 1 9 9 9 3 9 3248 A3 1 3 9 9 9 3 3032 Te 6392 42584 86760 86760 66600 39984 68568 Dk 4 5 4 3 3 3 4 ETD 1598 8516.8 21690 28920 22200 13328 17142 Rangking 7 6 3 1 2 5 4 Berdasarkan nilai ETD pada tabel diatas, maka urutan aksi mitigasi yang paling efektif dan memungkinkan untuk dilakukan bandar yaitu : a Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan P4 b Pengembangan akses pembiayaanP5 c Konsolidasi dan pendampingan sistem industri perberasan P3 d Penggunaan logistik multimodal P7 e Pengembangan infrastruktur irigasi P6 f Off farm: pengembangan gudang dan pengering P2 g On farm : Pengembangan Teknologi budidaya adaptif P1

c. Manajemen Risiko Rantai Pasok Padi di

Tingkat Petani 1 Pengukuran Risiko Rantai Pasok di Tingkat Petani Tabel 10. Perhitungan Pareto Agen Risiko Rantai Pasok di Tingkat Petani AGENT CODE ARP ARP ARP KUMULATIF KATEGORI A2 2700 39.12 39.12 PRIORITAS A4 1765 25.58 64.7 A6 888 12.87 77.57 A3 750 10.87 88.44 NON PRIORITAS A1 630 9.13 97.57 A5 84 1.22 98.79 A7 84 1.22 100 TOTAL 6901 100 Berdasarkan Tabel 10 terdapat tiga agen risiko yang masuk kedalam kategori prioritas. Agen risiko kategori prioritas memiliki andil sebesar 77,57 dari total dampak risiko yang dialami oleh petani. Oleh karena itu, penanganan risiko dilakukan pada agen risiko yang termasuk kedalam kategori prioritas. 2 Aksi Mitigasi Risiko Rantai Pasok di Tingkat Petani Terdapat 7 aksi mitigasi yang dapat dan telah dilakukan untuk meminimalisasi agen risiko. Aksi mitigasi tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 11. Aksi Mitigasi Agen Resiko di Tingkat Petani Risk Agent Aksi Mitigasi Revisi Perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu A2 On farm : Pengembangan Teknologi budidaya adaptif Konsolidator, Pendampingan sistem industri perberasan, Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan Pengembangan akses pembiayaan Pengembangan infrastruktur irigasi Penggunaan logistik multimodal Pengetahuan petani rendah A4 Konsolidasi, Pendampingan sistem industri perberasan, Konsolidasi kelembagaan, pasar dan pembiayaan Pengembangan akses pembiayaan Pengembangan infrastruktur irigasi Penggunaan logistik multimodal

Dokumen yang terkait

M02070

4 15 382