M02070

(1)

(2)

(3)

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL

PEMBANGUNAN INKLUSIF DI SEKTOR PERTANIAN II

Penyunting:

Tomy Perdana

Iwan Setiawan

Agriani H. Sadeli

Hesty N. Utami

Sara Ratna Qanti

Mahra Arari Heryanto

Sulistyodewi Nur Wiyono

Desain Cover dan Tata Letak:

Mahra Arari Heryanto

ISBN: 978-602-70388-2-0

Izin diberikan untuk bebas menyalin dan mendistribusikan sebagian atau seluruh

dari isi buku ini dengan menggunakan kaidah pengutipan (sitasi) dalam karya tulis

ilmiah. Buku atau produk turunan atau salinan dari buku ini tidak untuk

diperjualbelikan atau digunakan untuk keperluan mencari keuntungan.

Penerbit:

Departemen Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran

Gedung Sosek Lantai 2 Fakultas Pertanian

Universitas Padjadjaran Kampus Jatinangor

Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor

Telepon: 022-7796318


(4)

(5)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas ijin dan

perkenan-Nya kegiatan Seminar Nasional dan Workshop “Pembangunan Inklusif di Sektor

Pertanian II” telah dapat dilaksanakan dengan

baik. Kegiatan ini dapat

diselenggarakan atas kerja sama antara Departemen Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dengan Bank Indonesia Kantor Perwakilan

Provinsi Jawa Barat.

Tujuan utama dari kegiatan Seminar Nasional dan Workshop ini adalah

terdiseminasikannya berbagai metodologi dan ilmu untuk melibatkan petani,

khususnya petani kecil dalam pembangunan nasional sehingga memiliki kesempatan

yang sama untuk meningkatkan pendapatannya. Selain itu, bagi para pelaku

agribisnis, akademisi, pemerintah dan masyarakat merupakan media pembelajaran dan

patok duga (benchmarking) untuk melihat perkembangan sektor pertanian di

Indonesia.

Buku ini adalah prosiding kegiatan yang secara garis besar berisi rumusan hasil

seminar nasional berupa hasil pemikiran dari para peserta seminar yang dapat

dijadikan rujukan dalam pengembangna sektor pertanian yang inklusif. Kami

mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya atas kehadiran

seluruh peserta dalam kegiatan ini.

Secara khusus ucapan terima kasih kami sampaikan kepada narasumber dalam

seminar, kepada Soeko Wardojo (Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia kantor

perwakilan Jawa Barat) yang telah bersedia menjadi pembicara kunci, dan kepada Dr.

Stephan Onggo (Lancaster Management School, Inggris), Heru Pribadi (Direktur

Rantai Pasok dan Logistik PT Hero Group), serta Prof. Ganjar Kurnia (Kepala Pusat

Studi Dinamika Pedesaan, Universitas Padjadjaran) sebagai narasumber utama dalam

acara seminar nasional. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh

pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini, khususnya kepada Rektor

Universitas Padjadjaran, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, serta

kepada Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Padjadjaran.

Terakhir, kami berharap kegiatan ini dapat memberi kontribusi yang berarti

kepada pembangunan pertanian di Indonesia. Terima kasih.

Jatinangor, Februari 2016

Panitia Pelaksana


(6)

(7)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

MAKALAH SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN INKLUSIF

DI SEKTOR PERTANIAN II

Analisis Rantai Nilai Industri Mangga Offgrade Olahan Berbasis

Pemberdayaan Masyarakat Lokal1

Khonsa Shofwatun Najah

1*

, Gema Wibawa Mukti

2

... 1

Analisis Strategi Pengembangan Usaha pada Pengusaha Tanaman Hias Skala

Menengah (Studi Kasus pada Rosalia Flower, Bunga Barokah dan Dahlia di

Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Jawa Barat)

Pratiwi Adilvina

1*

, Gema Wibawa Mukti

2

... 15

Manajemen Risiko Pada Rantai Pasok Kentang Pasar Terstruktur di Kelompok

Tani Katata, Pangalengan, Jawa Barat

Nadia Shafarina

1)

, Tomy Perdana

2)

... 25

Perubahan Struktur dan Perilaku Pemasaran Sayuran dan Buah di Indonesia

dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Kualitas Buah dan Sayuran di Pasar

Tradisional

Asma Sembiring ... 31

Analisis Daya Saing Ekspor Komoditas Kopra Indonesia di Pasar Internasional

Salman Faris Rinaldi, S.P

1*

, Tuti Karyani

2

... 37

Efektivitas Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT.

Coca - Cola Bottling Indonesia

Cut Putri Pohan

1

, Anne Charina

2

... 55

Pemasaran Tanaman Hias Petani yang tergabung pada Asosiasi Petani

Pedagang Tanaman Hias Cihideung (APPTHC) di Desa Cihideung Kecamatan

Parongpong Kabupaten Bandung Barat

Dini Rochdiani, Sara Ratna Qanti ... 61

Dinamika Produktivitas Padi Ditinjau dari Fluktuasi Susut Hasil serta Faktor

Sosial, Ekonomi dan Budaya yang Mempengaruhinya

Elly Rasmikayati

1*

, Asep Faisal

2

... 71

Pola Pembiayaan Usahatani Manggis di Kabupaten Subang


(8)

iv

Persepsi dan SikapPedagang Beras di Pasar Traditional Terhadap Ritel

Modern (Studi Kasus di Pasar Tradisional Kordon, Buah Batu, Bandung

Selatan)

Fauziah Tantry¹, Sara Ratna Qanti

2

... 87

Identifikasi dan Pemetaan Stakeholder Dalam Pengembangan Rantai Pasok

Komoditas Bawang Merah (Allium cepa L.) di Kabupaten Brebes

Fernianda Rahayu Hermiatin

1

, Tomy Perdana

1

, Eddy Renaldi

1

... 97

Efisiensi Pemasaran Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L) di Sentra

Produksi Cikajang Kabupaten Garut

Dety Sukmawati

1

, Lies Sulistyowati

2

, Maman H.Karmana

2

, E Kusnadi Wikarta

2

... 103

Perbandingan Pendapatan Petani untuk Komoditas Jagung Manis (Zea mays

Saccharata Sturt.) dan Bawang Merah (Alium cepa L.) (Studi Kasus di Desa

Arjasari, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat)

Muhammad Arief Budiman, Rizki Eka Firdaus ... 109

Analisis Pengendalian Persediaan Kedelai Sebagai Bahan Baku Tahu

Sumedang (Studi Kasus di Industri Kecil Sari Kedele, Kecamatan Jatinangor,

Kabupaten Sumedang, Jawa Barat)

Amy Fauziah

1*

, Kuswarini Kusno

2

... 119

Pemodelan Dinamika Sistem Kemitraan Pada Rantai Pasok Kentang di

Kabupaten Bener Meriah

Lukman Hakim

1)

, Tomy Perdana

2)

, Maman Haeruman K.

2)

, Yosini

Deliana

2)

... 133

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh Indonesia (Periode 1980

2013)

Ady Trynugraha

1

dan Muhammad Arief Budiman

2

... 141

Analisis Daya Saing Usahatani Tembakau Mole (Studi Kasus Desa Sukasari,

Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat)

Septian Rindiarto

1

, M. Arief Budiman

1

... 147

Analisis Risiko Produksi Bunga Mawar Potong (Rosa hybrida) (Studi Kasus di

Rosalia Flowers, Desa Cihideung, Kecamatan Parompong, Kabupaten Bandung

Barat)

Dery Luvitasari

1

, Sara Ratna Qanti

1

... 155

Pelaksanaan Program Desa Wisata Ketahanan Pangan (DEWITAPA)

Cireundeu (Studi Kasus di Kampung Adat Cireundeu, Kecamatan Cimahi

Selatan, Kota Cimahi)


(9)

v

Analisis Pendapatan Pelaku Agroindustri Keripik Tempe di Desa Buluh

Rampai Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri Hulu

Shorea Khaswarina

1)

... 171

Farmers’ Knowledge, Perception, And Practices in Organic Paddy Farming

Concept

Tinjung Mary Prihtanti dan Maria... 181

Analisis Persepsi dan Sikap Petani Terhadap Lembaga Pembiayaan Formal dan

Informal (Suatu Kasus Di Gapoktan Sami Mulya Kec. Sedong, Kabupaten

Cirebon, Jawa Barat)

Yeni Hendriyani

1)

, Tuti Karyani

2)

... 189

Faktor Internal dan Eksternal yang Berperan Dalam Usahatani Tembakau

(Nicotiana tabacum L.) (Studi Kasus pada Kelompok Tani Mukti Satwa di Desa

Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut)

Erizka Pramuditya

1

, Lucyana Trimo

1

... 197

Bauran Pemasaran dan Pertumbuhan Penjualan Kopi Luwak Arabika

Malabar Mountain (Studi Kasus di PT. Sinar Mayang Lestari, Desa

Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa

Barat)

Ghina Davita Ramdhayani

1

, Dhany Esperanza

1

... 209

Pengaruh Bantuan Modal Kerja PUAP Terhadap Kesejahteraan Petani di

Provinsi Sulawesi Tengah

Yennita Sihombing ... 221

Manajemen Resiko Rantai Pasok Komoditas Padi (Oryza sativa) di Kabupaten

Indramayu, Jawa Barat

Tetep Ginanjar

1)

, Tomy Perdana

1)

, Eddy Renaldi

1)

... 233

Model Hubungan Petani Pemilik dan Petani Penggarap Dalam Pengembangan

Padi Organik (Studi Kasus Pada Kelompok Tani Cidahu, Desa Mekarwangi,

Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya)

Elena Yanti K.Y.S, Yayat Sukayat ... 241

Efektivitas Iklan Melalui Media Sosial (Website) Sebagai Media Promosi CV

Cihanjuang Inti Teknik Dengan Menggunakan EPIC Model

Ni Luh Putu Diyasani Belawi

1*

, Rani Andriani Budi Kusumo

1

... 247

Apakah Kinerja dan Pengungkapan Lingkungan Berpengaruh terhadap

Kinerja Ekonomi Perusahaan? (Analisis pada Perusahaan Agroindustry yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)


(10)

vi

Identifikasi Faktor Pendukung Keberhasilan Transfer Teknologi Pada Industri

Kecil Menengah Berbasis Potensi Lokal Dengan Pendekatan Makroergonomi

(Study Kasus : UKM Keripik Ubi Cilembu Desa Cileles Jatinangor Dan IKM

Keripik di Desa Pagedangan Indramayu )

Devi Maulida Rahmah ... 263

The Role of Communication Networks in Group Sustainability: A Case Study in Majalengka Regency, West Java Province, Indonesia

Jaka Sulaksana ... 271

Analisis Keputusan Berkunjung Serta Kepuasan Konsumen Agrowisata

Cilangkap

Efrizal Saputra

1*

, Tuti Karyani

1

, M.Gunardi Judawinata

1

... 283

Upaya Peningkatan Kinerja Sistem Logistik Komoditas Sayuran di Kelompok

Tani Katata, Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan

Tika Dewi Lenggana

1

, Tomy Perdana

1

, ... 293

Komersialisasi Usahatani di Daerah Istimewa Yogyakarta

Jangkung Handoyo M.

1,2*

, Dwidjono H. Darwanto

1

, Setiawan Suryo K. J.

3

,

Sugiyarto

1

, Arif Wahyu W.

4

... 299

Dampak Agrowisata Desa Cihideung Terhadap Aspek Ekonomi, Sosial Budaya,

dan Lingkungan (Studi Kasus di Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong,

Kabupaten Bandung Barat)

Anita Putri Kemala

1

, Rani Andriani Budi Kusumo

1

... 311

Pola Kemitraan Petani Paprika Dengan Koperasi Mitra Sukamaju Dalam

Upaya Peningkatan Pendapatan Petani

Nur Syamsiyah ... 325

Analisis Pendapatan dan Risiko Usahatani Jagung di Kabupaten Serang

Dian Anggraeni

1

, Tuhpawana P. Sendjaja

2

, Tomy Perdana

2

, Anne Nuraini

2

333

Kajian Kemitraan Petani Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L.) dengan

CV. Sumber Buah (SAE) (Studi Kasus pada Petani Mangga di Kabupaten

Cirebon, Jawa Barat)

Siti Nur Azizah Syah

1

, Lies Sulistyowati

1

... 341

Pertukaran Nilai Pemasaran Dalam Pemasaran Relasional Sebagai Upaya

Menekan Risiko Pemasaran Pada Komoditas Bernilai Tinggi

Tuti Karyani

1

, Agriani H. Sadeli

1

, Hesty N. Utami

1

, Sulistyodewi NW

1

... 351

Risiko Pemasaran Mangga di Petani yang Mengambil Risiko dan Menghindari

Resiko


(11)

vii

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao Indonesia, Periode

Tahun 1984 Sampai 2013


(12)

(13)

1

Analisis Rantai Nilai Industri Mangga

Offgrade

Olahan Berbasis Pemberdayaan

Masyarakat Lokal

Value Chain Analysis of Offgrade Processed Mango Industry Based on Local

Community Empowerment

Khonsa Shofwatun Najah1*, Gema Wibawa Mukti2

1Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sumedang, khonsasn@gmail.com 2 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sumedang

A B S T R A K

Kata Kunci:

Rantai nilai

Mangga Gedong Gincu Offgrade

Nilai tambah Manfaat

Penelitian ini bertujuan 1) memetakan rantai nilai dari Fruits Up, 2) analisis manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup dari rantai nilai Fruits Up, 3) identifikasi hambatan dan opsi peningkatan yang tepat sebagai upaya optimalisasi rantai. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif sedangkan teknik penelitian yang digunakan adalah teknik studi kasus dengan menggunakan analisis rantai nilai, analisis biaya dan pendapatan, analisis nilai tambah, analisis derajat keberdayaan dengan pendekatan model Fujikake 2 tahap, serta analisis manfaat dan resiko lingkungan deskriptif sederhana. Hasil analisis rantai nilai terdapat empat aktor dalam rantai nilai secara keseluruhan: petani mangga di berbagai daerah sebagai pemasok mangga Gedong Gincu segar, pengepul, pihak pengolah sebagai pengolah mangga Gedong Gincu segar menjadi puree, Fruits Up. Proporsi keuntungan paling tinggi dalam rantai nilai diperoleh Pengepul. Proporsi nilai tambah paling tinggi dalam rantai nilai diperoleh Pengolah. Derajat keberdayaan menurut pendekatan model Fujikake 2 tahap ialah: Petani (tipe 1), Pengepul (tipe 2), Pengolah (tipe 3), Fruits Up (tipe 3). Kategori resiko kegiatan dalam bisnis masing-masing pelaku di rantai nilai dalam mencemari lingkungan hidup ialah: Petani (tinggi), Pengepul (sedang), Pengolah (rendah), Fruits Up (rendah). Hambatan dari sisi ekonomi paling besar dirasakan oleh Pengolah, sedangkan hambatan dari sisi sosial paling besar dirasakan oleh Petani.

ABSTRACT

Keywords: Value chain

Mango Gedong Gincu Offgrade

Added value Benefits

The purpose of this resea rch were to 1) map the value chain of Fruits Up, 2) analyze financial, social, and environmental benefit in the value chain, 3) identify the barriers and upgrading options so it can minimize the hindrance in the value chain. This resea rch used descriptive design with case study technique that used value chain analysis, analysis of costs and revenues, added va lue analysis, analysis of the degree of empowerment using Fujikake Model approach in two stages, as well as analysis of the benefits and risks of environment in descriptive. The results showed that there a re four actors in the whole Fruits Up value chain as follows: farmers, collectors, processing firm, and Fruits Up. The greatest profit sharing obtained by the collector. The greatest added value wa s given by the processing firm. The degree of empowerment according to the model approach Fujikake 2 stages are: farmer (type 1), collectors (type 2), processing firm (type 3), Fruits Up (type 3). The risk of business activities to pollute the environment are: farmer (high), collectors (medium), processing firm (low), F ruits Up (low). The most substantial economic barriers felt by processing firm, while largest social barriers perceived by the farmer.

* Korespondensi Penulis


(14)

2

PENDAHULUAN

Sektor pertanian memiliki peran vital dalam pembangunan ekonomi negara. Beberapa alasan yang mendukung pernyataan tersebut, diantaranya adalah menyediakan lapangan pekerjaan, menghasilkan devisa, menjadi basis pertumbuhan sektor agroindustri dan perdagangan, hingga menjadi salah satu upaya peningkatan kesejahteraan rakyat (Kementerian Pertanian, 2014). Dari sudut pandang sektor pertanian, agroindustri yang semakin berkembang diyakini bisa berperan strategis dalam upaya menopang pengembangan daya saing bangsa yang bertumpu pada kekayaan sumber daya nusantara (Baharsjah, 1993).

Agroindustri ini, dengan perhatian khusus terhadap komoditas hortikultura buah-buahan potensial, memiliki peluang investasi yang bernilai cukup tinggi. Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian (2009), empat komoditas buah-buahan yang potensial untuk dikembangkan adalah mangga, jeruk, nanas, dan markisa. Potensi buah mangga ditunjukkan oleh data produksi nasional mangga yang mencapai 2,3 juta ton tercatat sebagai produksi buah terbanyak. Sedangkan luas areal panen buah mangga terbesar se-nasional dengan 219.667 hektar (Kementerian Pertanian, 2014). Data konsumsi juga menunjukkan adanya tren peningkatan konsumsi buah mangga setiap tahunnya. Varietas mangga yang menjadi unggulan di Jawa Barat sendiri salah satunya adalah mangga Gedong Gincu.

Kendati luas areal panen dan produksi nasional mangga meningkat setiap tahunnya, laporan perkembangan harga menunjukkan bahwa harga jual mangga di Jawa Barat sendiri masih tetap berfluktuasi tajam akibat produksi yang tidak kontinyu (musiman). Ketika pasokan langka di pasaran, harga jual mangga melambung. Sebaliknya, ketika pasokan berlimpah, harga jual mangga turun dan bahkan pernah mencapai persentase penurunan hampir 86% (Kementerian Pertanian, 2014).

Buah mangga dengan kategori buah mangga off-grade sendiri pernah turun signifikan. Pada saat off-season, harga dapat berada di kisaran Rp7000/kg, sedangkan pada saat on-season harga bisa turun hingga Rp1000/kg (Kementerian Pertanian, 2014). Jumlah mangga kategori off-grade sendiri dapat mencapai 30% dari total produksi mangga di Jawa Barat setiap tahunnya (Supriatna, 2005).

Fakta mengenai terjadinya fluktuasi harga buah mangga yang menyertai sifat musiman dan sosialisasi yang belum gencar mengenai kegiatan pemberian nilai tambah yang tepat sejak dari cara panen, sortasi, penyimpanan, hingga pengolahan, tentunya dapat melenyapkan peluang untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi

(Baharsjah, 1993). Terlebih, dengan adanya fenomena sulitnya akses bagi petani kecil dan seluruh aktor/pelaku yang terlibat untuk berpartisipasi. Serta sulitnya petani berkolaborasi di bisnis pertanian komersial dan produksi komoditas bernilai tinggi (Catelo dan Costales, 2008; Pletcher, 2000; Seshamani, 1998). Konsekuensinya, pergeseran fokus kegiatan dari produk primer ke berbagai produk bernilai tambah menjadi penting bagi pengembangan agribisnis komoditas buah mangga. Langkah ini dapat menjadi pilihan yang baik untuk menanggulangi masalah kerugian petani mangga sebagai implikasi dari anjloknya harga jual buah mangga di musim panen, terutama untuk buah mangga yang tidak laku di pasaran (Habibie, 1993).

Fruits Up hadir sebagai salah satu pelaku agroindustri yang memiliki fokus utama memenuhi permintaan harian tersebut dengan prinsip kolaborasi di sepanjang rantai nilai produk mangga olahan miliknya. Fruits Up yang didirikan pada Juli 2014, menggunakan konsep social-technopreneurship. Fruits Up merupakan salah satu bisnis yang mengaplikasikan inovasi “The Fruters Model”. The Fruters Model adalah salah satu contoh model bisnis yang sejalan dengan konsep agribisnis inklusif dan 3P. “The Fruters Model” dikembangkan oleh Universitas Padjadjaran selama bertahun-tahun (Putri dan Purnomo, 2015). Usaha produk puree buah dengan model “The Fruters Model” berasal dari sebuah riset panjang. Riset ini mensinergikan berbagai kegiatan pertanian dari hulu (pengembangkan praktek pertanian dan perkebunan), pengolahan hasil hingga hilir dimana hasil pertanian tersebut diolah menjadi produk pertanian dan dijual dengan harga premium.

Berlandaskan model bisnis ini, Fruits Up memiliki prinsip memberikan nilai dan manfaat dalam setiap rantai yang dilalui produk mulai dari awal berupa buah mangga hingga ke produk akhir berupa puree mangga kemasan siap minum. Fruits Up memaksimalkan potensi buah mangga off-grade yang ditolak pasar tersebut agar lebih bernilai dengan menggunakan teknologi pengolahan pasteurisasi dan pencampuran dengan bahan-bahan lainnya diiringi dengan proses kreatif didalamnya sebagai langkah penambahan nilai.

Selain menerapkan konsep rantai nilai, Fruits Up juga menjalankan bisnisnya dengan melakukan proses pemberdayaan masyarakat berprinsip kolaborasi yang berpusat pada manusia ( people-centered development) dalam kerangka besar “The Fruters Model”. Pemberdayaan pada tingkat petani sampai pengolah sudah diinisasi terlebih dahulu oleh pihak Universitas Padjadjaran dan telah melahirkan inovasi yaitu model bisnis The Fruters Model itu sendiri. Hal inilah yang kemudian melandasi upaya


(15)

3

pengembangan bisnis Fruits Up dengan wawasan pengelolaan sumberdaya lokal (community-based resources management).

Proses pengelolaan sumberdaya lokal dalam bisnis Fruits Up sendiri terletak pada proses produksi di tempat produksi yang memanfatkan sumber daya manusia yang berasal dari masyarakat sekitar dan proses distribusi produk jadi melalui reseller mitra, yaitu ibu-ibu rumah tangga yang dimotivasi agar memiliki penghasilan sampingan dari penjualan produk Fruits Up. Sedangkan, komoditas lokal yang diangkat ialah buah Mangga Gedong Gincu off-grade yang berasal dari berbagai daerah sentra di Jawa Barat seperti Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan yang telah tergabung dalam Masyarakat Kluster Buah (Masterbu). Hingga saat ini tim Fruits Up secara langsung telah membantu dalam program pemberdayaan masyarakat sekitar dengan adanya pemberian coaching kepada komunitas bisnis kreatif yang didirikan di Bandung. Komunitas bisnis kreatif ini adalah komunitas yang menjadi wadah diskusi dan sharing pelaku bisnis yang rata-rata masih berusia muda dan baru memulai bisnisnya.

Di proses pemasarannya, yang menjadi target pasar Fruits Up adalah masyarakat perkotaan yang memiliki gaya hidup modern, peduli dengan kesehatan, dan juga orang-orang yang peduli dengan proses pemberdaayaan dibaliknya. Setiap bulannya Fruits Up menjual sekitar 4800 botol kemasan puree mangga siap minum dengan omzet bulanan mencapai Rp90.000.000. Hal ini merupakan jumlah yang tidak sedikit, mengingat Fruits Up adalah usaha rumahan yang belum lama berdiri dan masih terus melakukan inovasi.

Dalam hasil pemetaan rantai nilai awal, beberapa pihak yang berkolaborasi di dalam rantai nilai Fruits Up adalah: petani mangga sebagai produsen, petani pengepul, pabrik pengolahan buah mangga segar menjadi puree mangga sebagai UMKM, Fruits Up sendiri, sebagai UMKM pengemasan puree mangga menjadi puree mangga siap minum sekaligus sebagai komunitas kreatif, pihak akademisi (dosen dan mahasiswa) yang terlibat dalam proses pemberdayaan di tingkat petani dan pengolah, serta pemerintah daerah. Meskipun begitu, semangat dalam memberdayakan dan keselarasan tujuan antar pelaku utama (petani, pengepul, pengolah, Fruits Up) belum ditemukan. Hal ini tentu menjadi suatu problema karena pelaku utama baik itu Fruits Up, pengolah, pengepul, maupun petani masih belum merasa memiliki pandangan dan tujuan besar yang sama.

Dalam artian lain, kekuatan dan kesolidan sebagai buah dari manfaat-manfaat dalam rantai nilai Fruits Up masih belum diteliti. Sehingga,

seberapapun besarnya tujuan Fruits Up untuk pembangunan masyarakat pedesaan hingga perkotaan tetap tidak akan optimal menuju hasil karena tidak didukung oleh cita-cita dan usaha yang sama besarnya dari pelaku lainnya.

Untuk itulah mengapa analisis rantai nilai yang diterapkan Fruits Up memberikan manfaat yang nyata untuk seluruh pelaku yang terlibat, baik manfaat secara ekonomi, sosial, maupun dari sisi lingkungan hidup, menarik untuk dilakukan. Selain karena analisis rantai nilai ini dapat digunakan untuk bahan evaluasi, analisis ini juga akan berguna untuk para pelaku Fruits Up untuk terus konsisten berupaya memaksimalkan potensi lokal daerah, salah satunya dengan cara memahami hubungan dengan seluruh aktor yang berkolaborasi.

KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP Konsep Agribisnis Inklusif

Menurut Budi (2015) konsep agribisnis inklusif merupakan sebuah sistem yang secara adil merangkul semua pelaku dalam proses agribisnis untuk terlibat dalam pembangunan pertanian; sebuah system yang dibentuk untuk mengupayakan hak-hak petani yang pada umumnya masih dalam kondisi tetinggal. Agribisnis inklusif merupakan sistem dalam sektor pertanian yang diharapkan dapat menjadi pintu masuk pembangunan Indonesia. Sedangkan pembangunan yang inklusif adalah pembangunan yang berkualitas, yaitu pembangunan yang memperhitungkan sekaligus pertumbuhan (pro-growth), penyerapan tenaga kerja (pro-job), mengurangi kemiskinan (pro-poor) dan memperhatikan lingkungan (pro-environment) (Daryanto, 2015).

Pemahaman mengenai agribisnis inklusif ini sejalan dengan teori John Elkington (1994) tentang “People, Planet, Profit” yang pada akhirnya diadopsi oleh Shell’s. “People” memiliki artian bahwa bisnis yang adil dan menguntungkan harus memperhatikan tenaga kerja, komunitas lokal, dan daerah setempat. “Planet” memiliki artian bahwa kegiatan bisnis harus sesuai aman untuk lingkungan hidup sekitarnya, tidak membahayakan dan meminimalisir pencemaran lingkungan. Sedangkan, “Profit” memiliki artian bahwa kegiatan bisnis harus menghasilkan nilai dengan meminimalisir biaya seluruh input. Pengertian “Profit” dalam 3P ini memang sedikit berbeda dari pengertian ‘profit’ pada umumnya (Elkington, 1997).

Konsep Analisis Rantai Nilai

Dalam konsep agribisnis inklusif dan 3P, aspek yang dilihat dalam konsep tidak hanya aspek ekonomi, namun juga aspek sosial dan lingkungan hidup, dengan menggunakan analisis rantai nilai.


(16)

4

Analisis rantai nilai atau Value Chain Analysis (VCA) atau analisis rantai nilai merupakan salah satu konsep bagaimana menambah aktivitas dan memperbesar nilai produk secara maksimal dalam tatanan rantai pasok (Stringer, 2009). Sebuah analisis rantai nilai menjadi alat identifikasi sebagai cara untuk menciptakan diferensiasi melalui pengembangan nilai (Raras, 2009). Seluruh aktor yang terlibat dalam kegiatan usaha dianalisis secara mendetail untuk mengetahui titik terlemah rantai nilai tersebut.

Kerangka Porter

Analisis rantai nilai yang digunakan sesuai dengan kerangka Porter (1985), yang membagi seluruh kegiatan dalam rantai nilai menjadi dua kegiatan yaitu kegiatan utama (logistik masuk, operasional, logistik keluar, pemasaran dan penjualan, dan pelayanan) dan kegiatan pendukung (pembelian, pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia, dan infrastruktur perusahaan). Kegiatan utama adalah kegiatan yang secara langsung berkontribusi menambahkan nilai pada produk atau layanan yang dihasilkan. Kegiatan pendukung,adalah kegiatan yang membawa efek tak langsung terhadap nilai akhir suatu produk.

Gambar 1. Kerangka Porter.

Sumber: Michael E. Porter (1985)

Manfaat Secara Ekonomi

Dalam menganalisis manfaat dalam rantai nilai dari sisi ekonomi, digunakan analisis biaya dan pendapatan, serta analisis nilai tambah. Analisis manfaat secara ekonomi tersebut meliputi:

1. Keseluruhan nilai tambah yang terjadi pada setiap tingkatan rantai.

2. Biaya produksi dan pemasaran, serta struktur biaya pada setiap aktivitas rantai.

3. Kinerja pelaku rantai (penggunaan kapasitas yang produktif, produktivitas, dan keuntungan).

Manfaat Secara Sosial

Konsep keberdayaan masyarakat mengenai evaluasi pemberdayaan masyarakat mencakup beberapa aspek indikator seperti kemampuan mengambil keputusan, kemandirian, dan

kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan (Widjajanti, 2011). Hal ini mendukung konsep Pranarka dan Vidhyandika (1996) yang menyatakan bahwa keberdayaan masyarakat berkaitan dengan kemandirian masyarakat. Dalam menganalisis manfaat rantai nilai Fruits Up dari sisi sosial, digunakan analisisi derajat keberdayaan sesuai dengan konsep pemberdayaan dan indikator-indikator tersebut menggunakan pendekatan model Fujikake 2 tahap.

Manfaat Bagi Lingkungan Hidup

Untuk menganalisis manfaat rantai nilai Fruits Up terhadap lingkungan hidup digunakan analisis manfaat dan resiko lingkungan secara deskriptif.

METODE PENELITIAN

Upaya Optimalisasi Rantai Nilai Fruits Up

Peluang agroindustri buah mangga di Indonesia

Hambatan pengembangan industri mangga olahan:

 Sifat musiman buah mangga

 Teknologi pengolahan minim

 Petani kurang akses terhadap informasi

 Program terpadu belum diterapkan

 Minimnya kolaborasi antar pelaku usaha Analisis rantai nilai agroindustri buah mangga off-grade olahan milik Fruits Up sebagai upaya

Analisis Manfaat dalam Rantai Nilai Fruits Up

Pelaku yang Terlibat, Kegiatan Spesifik, Alur Produk dan Informasi, Tata Kelola, Pola Hubungan dan Koordinasi

Aspek ekonomi Aspek sosial

Analisis Pendapatan

Analisis Nilai Tambah

Analisis Deskriptif

Derajat Keberdayaan Pelaku dengan

Pendekatan Model Fujikake

Hambatan Hambatan

Aspek lingkungan

Analisis Manfaat dan

Resiko Lingkungan


(17)

5

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui diskusi dengan pihak manajemen Fruits Up, pengolah, pengepul, hingga ke petani dan wawancara secara mendalam (indepth interview) dengan bantuan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari literatur kepustakaan yang relevan dan catatan atau dokumen lain dari instansi-instansi atau lembaga-lembaga terkait seperti Kantor Dinas Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura provinsi Jawa Barat, Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, Balai Besar Pascapanen (BB Pascapanen), Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan), dan lain sebagainya yang berhubungan dengan topik yang dibahas.

Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif. Teknik penelitian yang digunakan berupa studi kasus (case study) yaitu penelitian yang terinci tentang seseorang atau suatu unit selama kurun waktu tertentu.Penentuan informan ditentukan dengan cara sengaja (purposive) dengan penentuan sumber data yaitu pelaku yang terlibat dalam aktivitas rantai nilai Fruits Up. Pemetaan dan penelusuran dilakukan untuk melihat ada tidaknya koordinasi vertikal maupun horizontal antara pelaku di hilir dan pelaku di hulu serta besarnya nilai tambah dan pendistribusiannya antar pelaku.

Kegiatan observasi dan survei digunakan untuk meninjau dan mengumpulkan informasi dari aktivitas jaringan rantai nilai Fruits Up, mulai dari pasokan bahan baku yakni mangga Gedong Gincu offgrade, proses pengepulan, proses pengolahan mangga Gedong Gincu menjadi puree di tingkat pengolah, hingga proses distribusi dan proses pemasaran produk olahan dari Fruits Up, serta penentuan pelaku-pelaku yang terlibat dalam rantai nilai tersebut. Wawancara terhadap manajemen Fruits Up dan pembagian kuesioner kepada informan (pemasok dari Fruits Up) untuk mengumpulkan data pengelolaan rantai nilai, dan mengidentifikasi manfaat yang diterima masing-masing pelaku, serta mengidentifikasi hambatan yang selama ini terjadi dalam rantai nilai perusahaan, baik secara kualitas maupun kuantitas dan dijadikan acuan untuk merumuskan opsi peningkatan yang tepat (upgrading) dalam meminimalisir hambatan yang terjadi.

Analisis rantai nilai yang dilakukan mencakup seluruh informasi berikut: pelaku yang terlibat, kegiatan spesifik, alur produk dan informasi, tata kelola, pola hubungan dan koordinasi. Sedangkan analisis manfaat ekonomi yang dilakukan ialah analisis biaya dan pendapatan dengan formulasi:

Biaya Produksi

TC = FC + VC

Dimana:

TC = Biaya Total (Total Cost)

FC = Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) VC = Biaya Variabel Total (Total Variabel Cost)

Penerimaan

TR = Y x Hy

Dimana :

TR = Total Penerimaan (Total Revenue) Y = Total Produksi

Hy = Harga Jual/Unit

Pendapatan

II = TR – TC

Dimana :

II = Pendapatan/Keuntungan

TR = Total Penerimaan (Total Revenue) TC = Biaya Total (Total Cost)

RC Ratio

RC ratio = Penerimaan / Total Biaya

Kriteria :

1. R/C Ratio > 1, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan (untung)

2. R/C Ratio < 1, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan (Rugi)

3. R/C Ratio = 1, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (impas)

Analisis Nilai Tambah

Nilai tambah (value added), merupakan hasil dari penerimaan dikurangi biaya input tingkat menengah sebagai indikator finansial yang menunjukkan besaran imbalan kesejahteraan atas korbanan tenaga kerja dan manajemen dalam menghasilkan nilai tambah, sementara keuntungan (profit) merupakan pendapatan bersih (penerimaan dikurangi total biaya) dari hasil usaha yang dilakukan para pelaku usaha dalam rantai nilai Fruits Up.

Prinsip perhitungan nilai tambah ialah penerimaan atau nilai penjualan (harga x volume) yang diperoleh para pelaku dalam rantai dan barang-barang tingkat menengah, pemasukan dan jasa operasional yang dihasilkan oleh pemasok yang bukan merupakan bagian inti dari rantai nilai tersebut (Perdana dan Purwanti dalam Noor, 2011). Total nilai yang dibayar dan dihabiskan oleh konsumen akhir dibedakan antara nilai tambah dan barang-barang tingkat menengah kemudian lebih lanjut


(18)

6

merupakan pembagian antara barang setengah jadi dan barang jadi yang dihasilkan oleh pelaku dari bagian sebelumnya dalam rantai nilai yang sama, dan pemasukan lainnya yang disediakan oleh pelaku eksternal.

Analisis Deskriptif Derajat Keberayaan Dengan Pendekatan Model Fujikake Dua Tahap

Data-data kualitatif yang dibutuhkan meliputi data-data hasil pengamatan dan wawancara mendalam. Data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram dan dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil dari wawancara terhadap informan mengenai:

a) Tingkat pendidikan pelaku usaha dalam rantai nilai Fruits Up

b) Tingkat partisipasi (interaksi dalam jaringan sosial/kerja) pelaku usaha dalam rantai nilai Fruits Up

c) Perubahan perilaku atau kesadaran pelaku usaha dalam rantai nilai Fruits Up

d) Tingkat kerjasama dan kepercayaan pelaku usaha dalam rantai nilai Fruits Up

e) Kemampuan manajerial pelaku usaha dalam rantai nilai Fruits Up

f) Kemampuan pengambilan keputusan pelaku usaha dalam rantai nilai Fruits Up

g) Kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan para pelaku usaha dalam rantai nilai Fruits Up.

Gambar 3. Tiga Tipe Hasil Pemberdayaan.

Sumber: Fujikake, 2008.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Rantai Nilai Fruits Up

Gambar 4. Pelaku dalam Rantai Nilai Fruits Up.

Pemetaan Kegiatan Spesifik Pelaku dalam Setiap Aktivitas

Penanaman

a. Pelaku: petani perorangan dan kelompok tani b. Kegiatan Spesifik: menanam, memanen

buah mangga, penyimpanan Pengepulan

a. Pelaku: petani pengepul

b. Kegiatan Spesifik: melakukan proses sortasi dan grading menjadi 3 grade (A, B, C), penyimpanan, pemeraman, bongkar muat, distribusi mangga

Pengolahan

a. Pelaku: pengolah

b. Kegiatan Spesifik: mengolah bahan baku menjadi puree mangga, penyimpanan puree mangga dalam cold storage, kendali mutu, bongkar muat, distribusi puree.

Pengemasan

a. Pelaku: Fruits Up

b. Kegiatan Spesifik: pencampuran bahan baku, mengemas puree mangga menjadi puree mangga siap minum, pelabelan, kendali mutu, penyimpanan, creative branding

Tabel 1. Alur Produk dalam Rantai Nilai Proses Penanaman

Mangga Gedong Gincu

Pengepulan Pengolahan Pengemasan

Bentuk Input dan Sarana Produksi Bibit, Lahan, Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja Buah Mangga Gedong Gincu, Asetilen

Buah Mangga Gedong Gincu Grade B-C, Alat Washing, Alat Pengirisan, Pulper, Screener, Pasteurizer, Kemasan, Cold Storage, Tenaga Kerja, Gedung Pabrik

Puree Mangga, Alat mixing, Bahan tambahan, Kemasan, Label Bentuk Output Mangga Gedong Gincu Mangga Gedong Gincu

Puree Mangga Puree Mangga Siap Minum (botolan)

Tabel 2. Buah Mangga Gedong Gincu Kualitas Baik Menurut Pelaku

Petani Pengepul Pengolah

Warna buah Kemerahan Kemerahan Kemerahan Ukuran buah Besar Besar Besar Bentuk buah Bulat, sedikit

berlekuk

Bulat, berlekuk

Bulat, sedikit berlekuk

Tingkat kemasakan

75% 70-75% 70-75%

Tabel 3. Puree Mangga Kualitas Baik Menurut Pelaku Pengolah Pengemasan Konsumen Warna Puree Cerah Cerah Cerah Rendeman 40-50% 40-45% - Tipe 1

•Pencapaian tujuan

•Kepuasan terhadap hasil

•Terjadinya perubahan (bersifat kuantitatif)

Tipe 2

•Lebih dari sekedar pencapaian tujuan

•Kepuasan dan pengakuan terhadap proses

•Terjadinya perubahan (bersifat kualitatif dan kuantitatif)

Tipe 3

•Kepuasan dan pengakuan terhadap strategi

•Terjadinya perubahan (bersifat kualitatif dan kuantitatif)


(19)

7

Pengolah Pengemasan Konsumen Rasa Manis Manis Manis Tekstur Tergantung

pesanan

Lembut Lembut

Tabel 4. Jenis Informasi Di Tiap Mata Rantai Nilai Fruits Up Pelaku Petani Pengepul Pengolah Pengemasan Jenis

alur informasi

Tingkat kualitas buah mangga yang diinginkan, harga jual, waktu permintaan

Tingkat kualitas buah mangga yang diinginkan, harga jual, waktu permintaan

Tingkat kualitas puree mangga yang diinginkan, harga jual, waktu permintaan, food standard

Tingkat kualitas puree mangga yang diinginkan, harga jual, waktu permintaan, food standard

Alur informasi berwujud abstrak. Alur informasi dalam rantai nilai tidak seimbang. Beberapa informasi bisa didapatkan di mata rantai tertentu namun tidak untuk mata rantai yang lain. Ditunjukkan dengan gradasi warna biru, informasi di tingkat Petani lebih sedikit dibandingkan dengan informasi di tingkat Pengepul. Begitu pula yang terjadi untuk selanjutnya. Hal ini dapat dipahami karena kebutuhan informasi untuk produksi masing-masing usaha berbeda-beda. Aliran informasi yang tidak baik atau terhambat dapat menyebabkan terhambatnya kegiatan agribisnis. Jenis alur informasi di tiap mata rantai berbeda-beda tergantung kebutuhan akan jenis produknya. Keseluruhan informasi biasanya dimiliki oleh pihak yang seimbang hubungannya baik dengan pemasok maupun dengan pasar. Dalam rantai nilai Fruits Up, Pengolah dan Fruits Up dianggap memiliki informasi yang hampir sama. Sedikit kelebihan Pengolah ialah memiliki informasi yang lebih banyak dari Pengepul. Sedangkan, kelebihan Fruits Up adalah memiliki informasi yang lebih banyak dari konsumen akhir modernnya

Pemetaan Hubungan Keterkaitan Antara Pelaku dalam Rantai Nilai

Hubungan keterkaitan antar pelaku dalam rantai nilai (Gambar 4) dibagi menjadi dua jenis hubungan, yaitu, hubungan yang terus menerus terjalin dan hubungan yang terbentuk di pasar (spot market) atau hubungan yang hanya ada ketika transaksi jual beli. Secara keseluruhan struktur hubungan ini membentuk struktur vertical yaitu hubungan antara produsen dengan pemasok-pemasoknya. Hal ini disebabkan setiap pelaku dalam mata rantai memiliki jenis usaha yang berbeda-beda akibat perubahan produk dalam setiap mata rantai. Meskipun begitu, khusus untuk petani dan pengepul, struktur hubungannya bisa vertikal dan bisa

horizontal karena petani dan pengepul sama-sama menjual produk yang sama.

Gambar 4. Hubungan Keterkaitan Antar Pelaku.

Gambar 5. Proporsi Nilai Tambah Setiap Pelaku. Dari setiap pelaku dalam rantai nilai, Pengolah memiliki peran terbesar dalam memberikan nilai tambah terhadap produk dengan persentase sebesar 44,17%. Sedangkan, Pengepul memiliki persentase terendah sebesar 7,52%. Hal ini sangat beralasan, yaitu karena Pengolah melakukan aktivitas bernilai tambah dengan biaya yang lebih besar dengan yang lain atau sama dengan usaha memberikan nilai tambah terhadap produk akhir sangat besar. Produk awal berupa mangga Gedong Gincu di tangan Pengolah diubah menjadi puree mangga dengan rendemen 43-50%. Lain halnya dengan Pengepul yang paling sedikit memberikan

Petani (23,94%)

Pengepul (7,52%)

Pengolah (44,17%)

Fruits Up (24,37%)


(20)

8

nilai tambah karena tidak banyak usaha yang dilakukan Pengepul. Bahan baku awal berupa mangga Gedong Gincu tidak mengalami perubahan apapun dalam segi bentuk, hanya saja nilai tambah Pengepul terbatas pada distribusi produk. Artinya, Pengepul memiliki peran dalam membawa bahan baku lebih dekat kepada konsumen (Pengolah dan pasar).

Gambar 6. Proporsi Keuntungan Setiap Pelaku. Keuntungan yang diperoleh setiap pelaku rantai nilai tidak selalu beriringan dengan besar nilai tambah yang diberikan kepada produk. Fenomena ini ditunjukkan oleh persentase keuntungan yang diperoleh pengepul yaitu sebesar 58,89% yang meraup proporsi keuntungan tertinggi dibandingkan dengan pelaku lainnya dalam rantai nilai. Berbanding terbalik dengan pengolah, yang memiliki proporsi pemberian nilai tambah tertinggi namun proporsi keuntungannya paling rendah yaitu sebesar 4,55%. Beberapa alasan yang menyebabkan fenomena ini dapat terjadi ialah: a) Pengepul tidak banyak mengeluarkan biaya dalam aktivitas yang memberi nilai tambah namun bahan bakunya paling banyak, sehingga penjualannya pun lebih banyak yang memungkinkan untuk menjadikan pengepul mendapat keuntungan yang juga besar. b) Pengolah banyak melakukan aktivitas pemberian nilai tambah terhadap produk. Hal ini ditunjukkan dengan dua hal utama yaitu perubahan bentuk produk (mangga menjadi puree mangga) dan ketahanan produk (cepat rusak menjadi lebih lama bertahan dengan metode pasteurisasi). Namun, karena biaya aktivitas tersebut juga besar, maka keuntungan yang didapatkan oleh pengolah tidak terlalu tinggi.

Analisis Derajat Keberdayaan dengan

Pendekatan Model Fujikake Dua Tahap Tingkat Pendidikan

Gambar 7. Tingkat Pendidikan Pelaku. Tingkat Partisipasi Pelaku

Gambar 8. Partisipasi Pelaku Rantai Nilai.

Dalam rantai nilai fruits up, 75% dari para pelaku merasa sudah berkontribusi/berpartisipasi dengan baik terhadap arah kerja dan kebijakan dalam rantai nilai. Sedangkan 25% merasa tingkat partisipasinya masih kurang. Alasan pelaku ialah karena merasa alur informasi belum merata. Pelaku yang merasa sudah berpartisipasi ialah pengepul, pengolah dan fruits up. Pelaku yang merasa belum berpartisipasi penuh ialah petani.

Tingkat Kepercayaan dan Kerjasama

Gambar 9. Tingkat Kepercayaan dan Kerjasama Pelaku. Tingkat kepercayaan dan kerjasama para pelaku dalam rantai nilai fruits up dalam mendinamisasi dan mengendalikan hubungan antar pelaku belum merata. Artinya, ada interaksi antar rantai tertentu yang sudah baik kepercayaan dan kerjasamanya dan ada juga yang belum baik. Arah Petani

(31,43%)

Pengepul (58,89%)

Pengolah (4,55%)

Fruits Up (5,13%)

Series1, SD, 1, 12%

Series1, SMK, 1, 13% Series1,

S1, 6, 75%

Tingkat Pendidikan

SD SMK S1

Series1, Sudah Berpartisipa

si, 3, 75% Series1,

Belum, 1, 25%

Partisipasi Pelaku

Sudah Berpartisipasi Belum

Series1, Percaya, 2, 50% Series

1, Kuran

g, 2, 50%

Tingkat Kepercayaan dan Kerjasama

Percaya Kurang


(21)

9

kerjasama dalam mata rantai dilihat dari dua arah yaitu hubungan ke pemasok (supplier linkage) masing-masing dan hubungan ke konsumen (customer linkage) masing-masing. Fenomena yang terjadi ialah tingkat kepercayaan tinggi antara dua pihak yang berbeda tingkat pendidikan. Di tingkat petani dan pengepul, tingkat kepercayaan dan kerjasama tinggi hanya ketika terjadi transaksi namun tidak berkelanjutan. Di tingkat pengepul dan pengolah, tingkat kepercayaan dan kerjasama sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hubungan karib atau informal antara pengepul dan petani meskipun sedang tidak ada transaksi. Di tingkat pengolah dan fruits up, tingkat kepercayaan dan kerjasama masih harus ditingkatkan. Hal ini terjadi karena kurangnya kesepahaman dan komunikasi yang baik antar dua pelaku namun fenomena ini masih minor, dalam artian tidak sering terjadi.

Kemampuan Manajerial

Gambar 10. Kemampuan Manajerial.

Menurut respon para pelaku dalam rantai nilai fruits up, 75% merasa kemampuan manajerialnya bertambah dan 25% sisanya masih belum merasa ada perubahan. Kemampuan manajerial yang dimaksud disini adalah keterampilan dalam mengolah administrasi, inventarisasi dokumen-dokumen kegiatan, dan pengarsipan. Pelaku yang merasa belum bertambah kemampuannya ialah petani. Hal ini dikarenakan petani tidak terbiasa melakukan pencatatan administrasi yang rapi dan merasa belum memiliki kebutuhan untuk melakukan hal itu. Di tingkat pengepul manajerial usaha yang dilakukan sebatas pada pencatatan arus kas. Sedangkan kemampuan manajerial pengolah sudah lebih baik, tidak hanya melakukan pencatatan arus kas, namun juga melakukan dokumentasi kegiatan untuk kepentingan pemasaran, pengarsipan, hingga ke level forecasting berkat adanya pencatatan dan pengarsipan yang baik. Di tingkat fruits up, pada pelaksanaannya, kemampuan manajerial sebenarnya masih belum sebaik pengolah. Namun fruits up dalam perjalanannya hingga saat ini terus melakukan

berkembang dalam melakukan pencatatan administrasi dan pengarsipan dan menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Hal ini terbukti dengan, menurunnya biaya kehilangan (loss) akibat manajerial usaha yang belum baik.

Kemampuan Pengambilan Keputusan

Gambar 11. Kemampuan Pengambilan Keputusan. Pengambilan keputusan dalam menentukan pemanfaatan dana dan prioritas kegiatan yang dilakukan masing-masing pelaku dalam rantai nilai Fruits Up rata-rata sudah baik, jika hanya dilihat sebatas skala masing-masing usaha. Namun respon pelaku menunjukkan bahwa tidak semua merasa mampu dalam mengambil keputusan dalam bisnisnya sendiri, terutama di tingkat Petani dan Pengolah. Petani merasa tidak ada keputusan yang harus diambil terkait dengan kebutuhan ekonomi. Meskipun biaya perawatan pohon mangga mahal, namun kebutuhan perawatan akan tetap sama proposinya kendati nilai biayanya meningkat. Sedangkan, Pengolah merasa tidak ada perubahan karena Pengolah merasa sejak awal sudah memiliki cita-cita usaha jangka panjang dan seluruh keputusan dan penentuan prioritas sejak awal sampai saat ini masih sama.

Kemampuan Memanfaatkan Usaha

Gambar 12. Kemampuan Memanfaatkan Usaha Kemampuan memanfaatkan usaha pelaku rantai nilai Fruits Up ditunjukkan dengan peningkatan skala usaha dan rencana jangka panjang masing-masing pelaku. 75% pelaku usaha (Pengepul, Pengolah, Fruits Up) merasa lebih mampu memanfaatkan usaha terkait dengan peningkatan profit dan jejaring.

Series1, Lebih mampu, 3,

75% Series1,

Tidak ada perubaha

n, 1, 25%

Kemampuan Manajerial

Lebih mampu

Tidak ada perubahan

Series1, Lebih Mampu,

2, 50% Series1,

Tidak Ada Perubaha

n, 2, 50%

Kemampuan Pengambilan Keputusan

Lebih Mampu

Tidak Ada Perubahan

Series1, Lebih Mampu,

3, 75% Series1,

Tidak Ada Perubaha

n, 1, 25%

Kemampuan Memanfaatkan Usaha

Lebih Mampu

Tidak Ada Perubahan


(22)

10

Sedangkan, 25% pelaku usaha (Petani) merasa tidak ada perubahan karena usaha yang dilakukan hanya sebatas budidaya mangga dan meskipun ada pemanfaatan usaha yang lain dan ada sedikit peningkatan skala usaha, tetap usaha budidaya mangga Petani tidak lebih banyak meningkat dan membuahkan banyak usaha lain.

Perubahan Perilaku dan Kesadaran

Gambar 13. Perubahan Perilaku dan Kesadaran. Menurut hasil penelitian, secara garis besar setiap pelaku tetap ada perubahan perilaku dan kesadarannya meskipun tidak dapat dihitung dengan besaran angka. Namun jika melihat respon pelaku sendiri, 75% pelaku merasa sudah berubah dibandingkan dengan sebelumnya dari berbagai aspek yang telah dijabarkan sebelumnya. 25% sisanya, merasa tidak ada perubahan. Tidak ada perubahan tidak selalu berarti buruk menurut informan, karena informan merasa dengan perilaku seperti ini informan sudah cukup merasa berdaya.

Hasil penyesuaian respon pelaku dan penelitian dengan Model Fujikake berbeda-beda di setiap mata rantai.

a. Petani digolongkan ke tipe 1, yaitu hanya sebatas mencapai tujuan usaha (profit), puas terhadap hasil usaha, dan hanya terjadi perubahan kuantitatif atau aspek ekonomi.

b. Pengepul digolongkan ke tipe 2, yaitu usaha ini tidak hanya sekedar pencapaian tujuan usaha (profit) karena sudah mulai memikirkan bagaimana cara usaha tersebut bermanfaat bagi sesama dan masyarakat sekitar, adanya kepuasan dan pengakuan terhadap proses bisnis yang dilakukan namun belum sampai ke level pengakuan terhadap strategi bisnis, terjadi perubahan yang bersifat ekonomi (profit dan nilai tambah) dan sosial (keberdayaan pelaku serta efek langsung dan tidak langsung kepada pemberdayaan masyarakat sekitar)

c. Pengolah digolongkan ke tipe 3, yaitu usaha ini tidak hanya sekedar pencapaian tujuan usaha (profit) karena sudah mulai memikirkan bagaimana cara usaha tersebut bermanfaat bagi sesama dan masyarakat sekitar, adanya kepuasan dan pengakuan terhadap strategi bisnis yang dilakukan, terjadi perubahan yang bersifat ekonomi (profit dan nilai tambah) dan sosial (keberdayaan pelaku serta efek langsung dan tidak langsung kepada pemberdayaan masyarakat sekitar)

d. Fruits Up digolongkan ke tipe 3, yaitu usaha ini tidak hanya sekedar pencapaian tujuan usaha (profit) karena sudah mulai memikirkan bagaimana cara usaha tersebut bermanfaat bagi sesama dan masyarakat sekitar, adanya kepuasan dan pengakuan terhadap strategi bisnis yang dilakukan, terjadi perubahan yang bersifat ekonomi (profit dan nilai tambah) dan sosial (keberdayaan pelaku serta efek langsung dan tidak langsung kepada pemberdayaan masyarakat sekitar)

Analisis Manfaat dan Resiko Lingkungan Sederhana

Hasil pengamatan dan analisis menunjukkan bahwa kemungkinan pencemaran lingkungan paling tinggi ada di tingkat Petani. Ini terjadi karena penggunaan bahan kimia dan pestisida yang banyak dan belum sepenuhnya petani-petani mangga yang sudah mengubah pola tanam dan perawatannya menjadi organik dan ramah lingkungan. Pengepul berada di tingkat sedang, karena limbah dihasilkan ialah mangga rusak dan busuk. Sistem penanganan limbah di tingkat Pengepul masih belum ada kendati limbah mangga masih bisa diurai oleh lingkungan.

Gambar 14. Kemungkinan Pencemaran Lingkungan. Di tingkat Pengolah dan Fruits Up, limbah bahan baku dan persediaan bisa dijadikan pemasukan sampingan, sehingga dapat disimpulkan kemungkinan pencemaran lingkungannya rendah bahkan bisa menghasilkan keuntungan dari limbah

Series1, Merasa Berubah,

3, 75% Series1,

Belum , 1, 25%

Perubahan Perilaku dan Kesadaran

Merasa Berubah Belum

Pelaku dalam Rantai Nilai,

Tinggi, 1

Pelaku dalam Rantai Nilai,

Sedang, 1

Pelaku dalam Rantai Nilai,

Rendah, 2

Kemungkinan Pencemaran Lingkungan


(23)

11

aktivitas bisnisnya. Maka dapat disimpulkan kegiatan bisnis dalam rantai nilai keseluruhan memiliki tingkat manfaat terhadap lingkungan hidup yang baik, namun, masih harus ditingkatkan lagi di tingkat Petani.

Gambar 15. Upaya Zero Wasting dalam Bisnis Pelaku.

Hambatan Spesifik dalam Pelaku Rantai Nilai Fruits Up

Hambatan yang paling utama dalam rantai nilai ialah

a. Aspek ekonomi usaha

1) Petani: Biaya perawatan yang besar dan kerusakan tinggi di musim panen, masih ada biaya kehilangan akibat pencatatan administrasi dan pengarsipan yang belum baik, harga jual yang musiman (seasonal). 2) Pengepul: Harga mangga musiman,

biaya besar pada aktivitas pengadaan dari Petani, masih ada biaya kehilangan akibat pencatatan administrasi dan pengarsipan yang belum baik.

3) Pengolah: Bahan baku musiman, Biaya bahan baku yang tinggi, kapasitas produksi yang sering tidak diiringi dengan kapasitas penyimpanan, pengembangan produk sedikit terkendala dengan kemampuan suplai pemasok (Pengepul), biaya fasilitas listrik tinggi, kesalahan manusia (human error) pada saat processing yang menyebabkan produk cacat (retur). 4) Fruits Up: Biaya bahan baku tinggi,

masih ada biaya kehilangan akibat pencatatan administrasi dan pengarsipan yang belum baik dan mekanisme produksi yang baku dengan sistem operasional produksi (SOP) masih belum diterapkan. b. Aspek sosial usaha

a. Petani: Manfaat sosial adanya rantai nilai Fruits Up masih minim dirasakan oleh Petani. Hal ini dikarenakan belum dirangkulnya Petani secara penuh oleh setiap pelaku dalam rantai nilai dan keberlanjutan upaya merangkul petani tersebut. Interaksi dalam rantai nilai dengan Petani juga masih kurang, kecuali untuk Pengepul

sehingga tujuan besar

kebermanfaatan adanya rantai nilai masih belum optimal dari sisi petani. b. Pengepul: Pengepul tidak memiliki hambatan yang berarti dilihat dari aspek sosial. Namun, keberdayaan Pengepul dari sisi kemampuan manajerial usahanya masih harus dioptimalkan.

c. Pengolah: Interaksi antara Pengolah dengan Fruits Up harus ditingkatkan

lagi untuk mengurangi

miskomunikasi.

d. Fruits Up: Interaksi antara Pengolah dengan Fruits Up harus ditingkatkan

lagi untuk mengurangi

miskomunikasi.

Opsi Peningkatan Sebagai Upaya Optimalisasi Rantai Nilai

a. Petani:

1) Adanya peningkatan upaya produksi di tingkat Petani

2) Pengenalan budidaya mangga Gedong Gincu Organik.

3) Adanya pendampingan yang berkelanjutan.

4) Pelatihan keterampilan manajerial. b. Pengepul:

1) Penjadwalan aktivitas pengadaan dari Petani yang lebih efisien dengan penjadwalan berdasarkan regional tertentu.

2) Pelatihan keterampilan manajerial. c. Pengolah:

1) Pengaturan jadwal hari produksi dan penambahan hari produksi disesuaikan dengan order dari konsumen agar bisa dibuat penjadwalan penyimpanan yang efektif dan efisien.

2) Alokasi fokus kegiatan kepada quality control produk.

3) Pelatihan pekerja agar dapat mengurangi resiko human error. 4) Pelatihan keterampilan manajerial. Series1,

Ada, 3, 75% Series1,

Tidak, 1, 25%

Upaya Zero Wasting

Ada Tidak


(24)

12

5) Pembentukan kontrak formal untuk Pengepul agar barang cacat dapat di retur.

d. Fruits Up:

1) Pembelian asset baru agar dapat menambah kapasitas produksi seiring dengan meningkatnya permintaan. 2) Pembuatan pencatatan untuk setiap

barang masuk dan barang keluar agar biaya kehilangan (loss) dapat diminimalisir.

Pembentukan kontrak formal yang mencakup keseluruhan biaya dengan tetap menjaga hubungan informal untuk Pengolah dengan Fruits Up agar kerjasama yang diciptakan tetap kondusif seiring dengan tingkat kepercayaan berbisnis yang tinggi dengan masing-masing pelaku.

PENUTUP

Pemetaan pelaku dalam rantai nilai Fruits Up adalah sebagai berikut: Petani – Pengepul – Pengolah – Fruits Up. Proporsi nilai tambah dalam rantai nilai paling besar diperoleh Pengolah yaitu sebesar 44,17%. Proporsi keuntungan dalam rantai nilai paling besar diperoleh Pengepul yaitu sebesar 58,89%. Derajat keberdayaan menurut pendekatan model Fujikake 2 tahap ialah: Petani (tipe 1), Pengepul (tipe 2), Pengolah (tipe 3), Fruits Up (tipe 3). Kategori resiko kegiatan bisnis masing-masing pelaku rantai nilai dalam mencemari lingkungan hidup ialah: Petani (tinggi), Pengepul (sedang), Pengolah (rendah), Fruits Up (rendah). Hambatan ekonomi paling besar dirasakan oleh Pengolah, sedangkan hambatan sosial paling besar dirasakan oleh Petani.

Manfaat ekonomi yang diterima oleh masing-masing pelaku ialah: peningkatan pendapatan, peningkatan perolehan nilai tambah. Manfaat sosial yang diterima masing-masing pelaku ialah: kemampuan kerjasama meningkat (50%), kemampuan manajerial meningkat (75%), kemampuan pengambilan keputusan meningkat (50%), kemampuan memanfaatkan usaha meningkat (75%). Sehingga dapat disimpulkan manfaat sosial yang dirasakan Petani masih rendah, Pengepul sedang, dan untuk Pengolah dan Fruits Up sudah tinggi.

Opsi peningkatan dalam rantai nilai diantaranya adalah: (1) Di level petani: adanya peningkatan upaya produksi, pengenalan budidaya mangga Gedong Gincu organik, adanya pendampingan yang berkelanjutan, serta pelatihan keterampilan manajerial. (2) Di level Pengepul: Penjadwalan aktivitas pengadaan dari Petani yang lebih efisien dengan penjadwalan berdasarkan

regional tertentu dan pelatihan keterampilan manajerial. (3) Di level Pengolah; pengaturan jadwal hari produksi dan penambahan hari produksi disesuaikan dengan order dari konsumen agar bisa dibuat penjadwalan penyimpanan yang efektif dan efisien, alokasi fokus kegiatan kepada quality control produk, pelatihan pekerja agar dapat mengurangi resiko human error, serta pelatihan keterampilan manajerial dan pembentukan kontrak formal untuk Pengepul agar barang cacat dapat di retur. (4) Di level Fruits Up: pembelian asset baru agar dapat menambah kapasitas produksi seiring dengan meningkatnya permintaan, pembuatan pencatatan untuk setiap barang masuk dan barang keluar agar biaya kehilangan (loss) dapat diminimalisir, pembentukan kontrak formal yang mencakup keseluruhan biaya dengan tetap menjaga hubungan informal untuk Pengolah dengan Fruits Up agar kerjasama yang diciptakan tetap kondusif seiring dengan tingkat kepercayaan berbisnis yang tinggi dengan masing-masing pelaku.

Besarnya nilai yang diterima masing-masing pelaku belum sesuai dengan besarnya usaha pelaku untuk member nilai tambah. Oleh karena itu disarankan untuk Pengolah membuat inovasi terhadap bisnisnya sehingga bisnis tersebut bisa lebih menguntungkan. Minimnya manfaat sosial yang dirasakan oleh Petani perlu diteliti lebih lanjut, mengingat konsep model bisnis The Fruters Model yang sudah sangat baik namun pelaksanaannya masih belum berkelanjutan. Analisis rantai nilai yang lebih menyeluruh dengan memperhitungkan besarnya efek multiplier kepada pelaku pendukung seperti pemerintah dan akademisi menarik untuk diteliti lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistika. 2013. Produksi Tanaman Mangga Seluruh Provinsi Tahun 2006-2012. Badan Pusat Statistika.

Baharsjah, Sjarifuddin. 1993. Hortikultura Sebagai Sumber Pertumbuhan Baru Sektor Pertanian. Jakarta: Penerbit Bangkit.

Budi, Nugroho. 2010. Konsep Pembangunan Inklusif Apakah Perlu. Diakses pada tanggal 20 Juli

2015 di:

http://karinakas.org/id/index.php?option=com_ content&task=view&id=29

Catelo, M., dan A. Costales. 2008. Contract Farming And Other Market Institutions As Mechanisms For Integrating Smallholder Livestock Producers In The Growth And Development Of The Livestock Sector In Developing Countries. PPLPI Working Paper.

Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap


(25)

13

Industri Pengolahan Buah. Departemen Perindustrian.

Elkington, John. 1997. Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of Twenty-First Century Business. Oxford: Capstone.

Fujikake, Yoko. 2008. Qualitative Evaluation:

Evaluating People’s Empowerent. Japanese

Journal of Evaluation Studies, Vol 8 No 2, 2008, pp 25 – 37. Japan Evaluation Society

Habibie, B.J. 1993. Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Pengembangan Agroindustri. Jakarta: Penerbit Bangkit.

Noor, Trisna. 2011. Pengaruh Agroindustrialisasi Perberasan Terhadap Pembangunan Pertanian Berdasarkan Agroekosistem di Jawa Barat. Disertasi Doktor dalam Bidang Ilmu Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Pletcher, J. 2000. The Politics of Liberalizing

Zambia’s Maize Markets. World Development,

28(1): 129-142.

Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: The Free Press.

Porter, Michael E. 1980. Competitive Strategy. New York: The Free Press.

Pranarka dan Vidhyandika, 1996. Pemberdayaan dalam Onny S.P dan AMW. Pranarka (ed). 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Center for Strategic and International Studies (CSIS).

Putri, Selly Harnesa dan Dwi Purnomo, 2015. Pengembangan Model Usaha Produk Puree Buah Hasil Sinergitas Kurikulum dan Pengembangan Sistem Pendukung Kolaborasi Technopreneurship. Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran. Raras, A.TS. 2009. Menjadi Manager Sukses,

Melalui Empat Aspek Perusahaan. Bandung: Alfabeta.

Seshamani, V. 1998. The Impact of Market Liberalisation On Food Security in Zambia. Food Policy23(6): 539-551.

Stringer, R. 2009. Value Chain Analysis. Workshop Value Chain Analysis Tanggal 5 -7 Juni 2009 di Mataram NTB. Badan Litbang Pertanian. Supriatna, A. 2005. Kinerja Dan Prospek Pemasaran

Komoditas Mangga (Studi Kasus Petani Mangga di Propinsi Jawa Barat). Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP).

Widjajanti, Kesi. 2011. Model Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1, Juni 2011, hlm.15-27.


(26)

(27)

15

Analisis Strategi Pengembangan Usaha pada Pengusaha Tanaman Hias Skala

Menengah (Studi Kasus pada Rosalia Flower, Bunga Barokah dan Dahlia di

Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Jawa Barat)

Analysis of Business Development Strategy on Medium Scale of Entrepreneurs

Ornamental Plants. (Case Study in Rosalia Flower, Bunga Barokah, and Dahlia Desa

Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat)

Pratiwi Adilvina1*, Gema Wibawa Mukti1

1Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jl. Raya Bandung

Jatinangor Km 21,5

A B S T R A K

Kata Kunci:

Strategi Tanaman Hias SWOT QSPM

Skala Menengah

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan usaha tanaman hias di Rosalia Flower, Bunga Barokah, dan Dahlia dan menganalisis strategi pengembangan usaha terbaik yang dapat diterapkan oleh ketiga perusahaan tersebut. Alat analisis yang digunakan yaitu matriks IFE dan EFE untuk mengetahui bagaimana posisi perusahaan saat ini, matriks I-E untuk mengetahui faktor-faktor strategi sebuah perusahaan dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal, matriks SWOT untuk mengetahui strategi alternatif pengembangan usaha, dan metode QSPM untuk menentukan prioritas strategi bagi ketiga perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis internal terdapat 8 kekuatan dan 4 kelemahan, sedangkan hasil analisis eksternal terdapat 4 peluang dan 3 ancaman bagi ketiga pengusaha. Prioritas strategi pengembangan usaha berdasarkan metode QSPM adalah mempertahankan mutu produk dan harga yang terjangkau agar mampu bersaing (5,728); menggunakan teknologi informasi dan telekomunikasi dalam memperkenalkan sekaligus mempromosikan produk (5,432); meningkatkan produksi dengan penggunaan teknologi dalam budidaya (4,982); mempertahankan kerjasama dan hubungan baik dengan pelanggan (4,570), mempertahankan hubungan baik antara atasan dengan bawahan (3,696), membuat SOP dalam kegiatan produksi menjadi terarah dan teratur (3,379); dan membuat laporan keuangan yang baik (3,017). ABSTRACT

Keywords: Strategy

Ornamental Plants SWOT

QSPM Medium Scale

This study aims to identify factors that influence the business development of ornamental plants in Rosalia Flower, Flower Barokah, and Dahlia and analyze the best business development strategies that can be applied by all the three companies. An instrument of the analysis used is IFE and EFE matrix to find out company’s current position, I-E matrix to determine the factors of a company strategy from its internal and external environment, SWOT matrix to determine alternative strategies, and QSPM methods to determine the priorities of the strategy for the three companies. The results showed, based on the results of the internal analysis, there are eight strengths and four weaknesses, whera s the external analysis results are four opportunities and three threats for the three entrepreneurs. The priority business development strategies based QSPM method is to maintain product quality and affordable prices in order to compete (5.728); using information technology and telecommunications to introduce and promote the product (5.432); increase production with the use of technology in the cultivation (4.982); maintaining cooperation and good relations with customers (4.570), maintaining good relations between leaders and workers (3.696), making SOP in production activities become directed and organized (3.379); and make good financial statement (3,017).


(1)

365

LATAR BELAKANG

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa. Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya adalah petani yang secara geografis merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, termasuk komoditas kakao yang merupakan andalan yang memiliki peranan cukup penting dalam kegiatan

ekspor Indonesia karena temasuk kedalam salah satu komoditi unggulan yang memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002 sertapeluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri.

Tabel 1. Data vol ekspor biji kakao indonesia menurut negara tujuan tahun 2008-2013 (ton). Negara

Tujuan

Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Cina 15.928,5 7.147,6 15.394,9 8.764,2 6.962,1 8.670,2

Thailand 8.116,2 7.405,5 6.716,3 6.037 8.049,4 7.713,4

Singapura 45.195,5 56.403,4 53.933,3 34.839,4 40.879,4 33.146,9 Malaysia 211.470,3 183.539,1 203.847,7 143.296 102.350,1 134.774,4 Amerika

Serikat 53.689,6 120.304,1 89.306,5 9.841 143,3 7.208,7

Kanada 13.000 5.200,3 3.500 5.500 - -

Jepang - - - 118,2

India 650 1.900 4.055,5 4.848,00 7.000 5700

Belanda 239,6 2.452 5.847,5 776 510,6 187,5

Jerman 500,7 7.161,4 12.336,5 293,8 369,8 490,5

Lainnya 33.886,1 48.894,3 38.690,1 543,9 5.721,6 3.494,9

Jumlah 382.676,5 440.407,7 433 628,3 214.739,3 171.986,3 201.504,7 Sumber : Badan Pusat Statistik 2014

Sejak tahun 2008 sampai 2010 produksi kakao indonesia mengalami peningkatan namun tidak signifikan dan mulai menurun pada tahun 2011 sekitar 18 % penurunan jumlah produksi ini di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu Semakin menurunnya luas lahan, Iklim yang tidak menentu menyebabkan produktifitas menurun,Kondisi tanaman yang sudah tidak produktif karena terlalu tua kebanyakan sudah ditanam sejak 1980-an sehingga sudah tidak produktif (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012).

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Berapa besar nilaifaktor jumlah produksi kakao Indonesia, nilai tukar rupiah, pajak eksport dan harga biji kakao Indonesia mempengaruhi volume ekspor biji kakao

Indonesia baik secara simultan maupunpartial.

2. Faktor mana yang paling berperan dalam perkembangan ekspor biji kakao diantara jumlah produksi biji kakao Indonesia, nilai tukar rupiah, pajak ekspor dan harga biji kakao Indonesia baik secara simultan dan partial.

TEORI DAN KONSEP

Teori Perdagangan Internasional

Teori Keunggulan Absolut (Absolute Advantage)

Dasar teori keungguan absolut adalah suatu negera akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain apabila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditas yang dapat diproduksi di negaranya dengn lebih efisien


(2)

366

(mempeunyai keunggulan absolut) dan mengimpor komoditas yang kurang efisien. Teori keunggulan absolut ini menyatakan bahwa, meskipun suatu negara mengalami kerugian atau tidak diunggulkan dalam memproduksi kedua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan internasional yang saling menguntungkan bisa tetap berlangsung. Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang negera tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang-barang jika negara tersebut mimiliki ketidakunggulan mutlak (Drs. Halwani,M.A dan Dr, H. Prijono Tjiptoheridjanto .1993).

Teori Keunggulan Komparatif (Comparative

Advantage)

Dalam bukunya Pricipless of Political Economy (1817), Ricardo menyebutkan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efektif.

METODE PENELITIAN

Objek, Desain Penelitian dan Rancangan Analisis Faktor

Objek dari penelitian yang akan di teliti adalah beberapa faktor yang mempengaruhi volume ekspor biji kakao Indonesiayaitu jumlah produksi kakao Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, pajak ekspordanharga domestik biji kakao Indonesia. Desain penelitian yang di gunakan adalah dengan desain kuantitatif sifatnya suatu kasus dengan teknik penelitian studi kepustakaan (Deks Study)menggunakan data sekunder sampel data yang digunakan bersifat kurun waktu (time series) data yang di perlukan yaitu jumlah produksi biji kakaoindonesia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat,pajak ekspordanharga domestik biji kakao Indonesiayang merupakan data tahunan selama 30 tahun dari tahun 1984 sampai tahun 2013. Data yang diperoleh tersebut akan di regres menggunakan beberapa model untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia baik secara simultan maupun partial.model rumusan variabel yang akan di gunakan di formulasikan dalam persamaan sebagai berikut :

= + + + +

Keterangan :

: Volume Ekspor Biji Kakao (VEX) : Jumlah Produksi Kakao indonesia (JPKI)

: Nilai Tukar Rupiah (NTR)

: Harga DomestikBiji Kakao Indonesia (HDBKI)

: Pajak Eksport (PE) : Konstanta

Penelitian ini menggunakan model ekonometrika untuk mencerminkan hasil dari pembahasan yang akan dinyatakan dengan angka, teknik analisis yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dan metode yang di gunakan adalah metode kuadrat terkecil atau method of ordinary least square (OLS)yang merupakan metode yang digunakan untuk mengkoreksi persamaan regesi diantara variabel-variabelnya. Operasional pengolahan data dilakukan dengan software SPSS (Statistik Package For Social Science) versi 20, metode OLS memiliki beberapa keunggulan yaitu secara teknis mudah dalam menarik interpretasi, perhitungan dan penaksiran BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)

(Gujarati, 2012).

Selain itu dalam proses menganalisis data digunakan uji statistik dan uji asumsi klasiksebagai alat bantu untuk mengestimasi volume ekspor biji kakao (dependen variable) dan faktor-faktor yang di perkirakan mempengaruhinya (independen variable). Uji ststistik meliputi uji koefisien determinasi uji-F dan Uji-T, sedangkan uji asumsi klasik meliputi uji normalitsa, uji multikolienaritas, uji autokorelasi dan uji Heterokedastisitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Yang Digunakan

Model yang dirumuskan yaitu model regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan diperoleh model regresi sebagai berikut:

= 35,188+ 0,518 X1 + 19,215 X2+ 0,001 X3– 0,018X4+ e

Berdasarkan model regresi yang dihasilkan bisa dijelaskan hubungan antara variabel X dan Y secara spesisfik sebagai berikut:

1. X1 =setiap kenaikan seribu ton produksi kakao maka volume ekspor biji kakao bertambah 0,518 ribu ton atau 518 ton. 2. X2 =setiap kenaikan seribu mata uang Rupiah

terhadap Dolar atau terdepresiansinya Rupiah terhadap Dolar maka volume ekspor biji kakao indonesia akan bertambah sebesar 19,215 ribu ton atau 19.215 ton.

3. X3 =setiap kenaikan seribu rupiah pajak ekspor maka akan menyebabkan


(3)

367

meningkatnya volume ekspor biji kakao

sebesar 0.001 ribu ton atau 1 ton.

4. X4 =setiap kenaikan seribu rupiah harga biji kakao dalam negri maka akan menyebabkan menurunnya volume ekspor biji kakao sebesar 0,018 ribu ton atau 18 ton.

Analisis Uji Statistik

Uji Koefisien Determinan (R2)

Dari hasil regresi data dengan menggunakan SPSS di peroleh nilai koefisien R sebesar 0,844. Hal

ini menunjukan bahwa sebesar 84,4% volume ekspor biji kakao di pengaruhi oleh variabel-variabel bebas yang terdapat dalam persamaan, yaitu produksi kakao domestik, nilai tukar rupiah, pajak eksport dan harga domestik. Sisanya yaitu sebesar 15,6% di pengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan.

Tabel 28 Hasil Perhitungan R dan Dw Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,919a ,844 ,819 57,207256 1,827

Sumber : hasil perhitungan data menggunakan SPSS 20. Variabel-variabel yang tidak masuk dalam persamaan yaitu luas lahan kakao Indonesia dan harga internasional biji kakao, variabel tersebut merupakan variabel yang tidak termasuk ke dalam persamaan dalam penelitian ini dan di duga memiliki pengaruh terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia dengan alasan, luas lahan perkebunana kakao di indonesia sangat mempengaruhi terhadap produksi kakao Indonesia karena apabila luas lahan sedikit maka produksi kakao akan sedikit dan apabila luas lahan kakao cukup besar maka produksi kakao akan besar juga, jumlah produksi berhubungan dengan volume ekspor semakin banyak produksi peluang ekspor biji kakao semakin banyak pula dan semakin sedikit produksi maka peluang eksporbiji kakao semakin sedikit. Selanjutnya harga internasional mempengaruhi volume ekspor biji kakao karena berhubungan dengan permintaan dan penawaran jika harga biji kakao di tingkat dunia mahal maka permintaan konsumen terhadap biji

kakao akan sedikit dan penawaran produsen terhadap biji kakao akan tinggi karena harga yang cukup mahal dan sebaliknya apabila harganya rendah maka permintaan konsumen terhadap biji kakao akan tinggi dan penawaran produsen terhadap biji kakao akan rendah, halini berhubungan dengan volume ekspor biji kakao Indonesia jika harga tinggi Indonesia akan mengekspor sebanyak-banyaknya biji kakao dan apabila harga rendah Indonesia akan mengurangi ekspor biji kakao. Di duga 15,6% di pengaruhi oleh variabelluas lahan dan harga internasional.

Uji F Statistik

Dari hasil analisis ini bisa disimpulkan bahwa produksi kakao domestik, nilai tukar rupiah, pajak eksport dan harga domestik secara simultan mempengaruhi volume ekspor biji kakao Indonesia.Hal ini mengindikasikan bahwa model dianggap mampu merepresentasikan volume ekspor biji kakao Indonesia.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji F Statistik

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 441571,954 4 110392,988 33,732 ,000b

Residual 81816,757 25 3272,670

Total 523388,711 29


(4)

368

Uji T Statistik

Tabel 4. Nilai T Hitung

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 35187,605 20188,028 1,743 ,094

X1 ,518 ,107 1,110 4,842 ,000

X2 19,215 7,953 ,549 2,416 ,023

X3 ,001 ,000 ,116 1,166 ,255

X4 -,018 ,004 -,938 -4,755 ,000

Sumber : Hasil perhitungan data dengan SPSS 20. Uji t pada variabel X3 (pajak ekspor) di dapat t hitung sebesar 1,116 dan nilai signifikannya adalah 0,255 serta nilai t tabel sebesar 2,055. Maka t hitung lebih kecil dari t tabel dan nilai signifikannya lebih besar dari 0,05 (t hitung < t tabel dan 0,255 > 0,05) sehingga terima H0 tolak H1 kesimpulannya faktor pajak ekspor secara partial tidak berpengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia.Walaupun secara partial nilainya tidak signifikan akan tetapi pajak ekspor memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan volume ekspor biji kakao Indonesia walaupun pengaruhnya sangat kecil.

Tolak H0 terima H1 kesimpulannya faktor pajak ekspor secara partial berpengaruh signifikan dengan nilai negatif terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia dengan artian pajak ekspor memiliki pengaruh yang negatif terhadap perkembangan volume ekspor biji kakao Indonesia.

Analisis Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Kesimpulannya dari hasil uji normalitas denganMetode Kolmogorov Smirnov dan diagram scater plot dapat disimpulakan nilai residula sudah terdistribusi dengan normal karena pada uji Kolmogorov Smirnovnilai Asymp. Sig. (2-tailed)lebih besar dari 0,05 dan pada diagram scater plot sebarannya berada pada sepanjang garis diagonal atau mengikuti garis lurus.

Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode yang digunakan dalam uji Autokorelasi adalah Uji Durbin Watson.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Dengan Metode Kolmogorov Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 30

Normal Parametersa,b

Mean 0,0000000

Std. Deviation 53115,60464840 Most Extreme

Differences

Absolute 0,139

Positive 0,139

Negative -0,105 Kolmogorov-Smirnov Z 0,764 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,604 Sumber : Hasil perhitungan data dengan SPSS 20.

Uji Multikolinieritas

Tabel 69. Hasil Perhitungan VIF

Correlations Collinearity Statistics

Zero-order Partial Part Tolerance VIF 0,831 0,696 0,383 0,119 8,408

0,791 0,435 0,191 0,121 8,255

0,225 0,227 0,092 0,636 1,573

0,574 -0,689 -0,376 0,161 6,229

Sumber : Hasil Penghitungan Data Dengan SPSS. Dari nilai VIF setiap masing-masing variabel X1,X2,X3 dan X4nilai variabelnya tidak lebih dari 10 atau lebih kecil dari 10yang berarti sehingga tidak terjadi masalah Multikolinieritas.


(5)

369

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan model regresi linier berganda dan metode Ordinary Least Square dapat disimpulkan bahwa:

1. Faktor produksi kakao Indonesia mampu menaikan volume ekspor biji kakao Indonesia sebesar 518 ton apabila produksi kakao dalam negri meningkat sebesar 1000 ton, faktor nilai tukar rupiah mampu menaikan volume ekspor biji kakao Indonesia sebesar 19.215 ton setiap terdepresiasinya nilai mata uang rupiah Rp 1000/$, faktor pajak ekspor mampu menaikan volume ekspor sebesar 1 ton setiap kenaikan 1000 rupiah pajak ekspor dan faktor harga domestik akan meneurunkan volume ekspor biji kakao sebesar 18 ton setiap kenaikan Rp 1000 harga domestik. Secara simultan variabel produksi kakao Indonesia, nilai tukar rupiah, pajak ekspor, harga domestik berpengaruh signifikan dan secara partial hanya variabel pajak ekspor yangtidak signifikan nilainya, akan tetapi tetap memiliki pengaruh terhadap perkembangan volume ekspor biji kakao Indonesia walaupun pengaruhnya sangat kecil.

2. Faktor yang paling berperan dalam perkembangan volume ekspor biji kakao Indonesia dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah Nilai Tukar Rupiah, Produksi Kakao Indonesia, Harga Domestik Biji Kakao dan Pajak ekspor.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka peneliti memiliki beberapa saran sebagai berikut:

1. Dengan mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap perkembangan ekpor biji kakao indonesia diharapkan pemerintah dapat meningkatkan produksi kakao dalam negri dan mengatasi masalah-masalah dalam mengambangkan komoditas kakaodi indonesia. 2. Di harapkan Perusahaan perkebunan, petani kakao, eksportir kakao, dan instansi terkait agar selalu menjaga kualitas ekspor biji kakao supaya konsumen memberikan harga yang tinggi atas eksporbiji kakaoIndonesia.

3. Pemerintah dapat mengembangkan industri kakao dalam negri agar biji kakao yang di ekspor memiliki nilai lebih di bandingkan eksporbiji kakao mentah, hal ini dapat meningkatkan devisa negara dalam eksporkomoditas perkebunan.

DAFTAR PUSTAKA

Anni Rahimah, SAB, MAB. 2010. Administrasi Kepabean dan Ekspor Impor.Bisnis Internasional Universitas Brawijaya.

Agroforstry and forestry Sulawesi. 2013. Panduan Budidaya Kakao untuk petani kecil.Journal no 6.

Balittri .2012.Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao (Theobroma cacao L.) di Indonesia. vol 3 (1).

Dinan Arya Putra. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tembakau Indonesia ke Jerman. Universitas Negeri Semarang. Abdoellah, S. 2009. Perkembangan Penelitian.

Dalam “Paduan Lengkap Kakao”

(Wahyudi et al., eds.). Penyebar Semangat. Jakarta.

Dewi Anggraini. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Kopi Indonesia dari Amerika Serikat. Tesis Magister Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro Semarang

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2014. Statistik Ekspor Impor Komoditas Pertanian Tahun 2001-2013. Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Drs. Halwani,M.A dan Dr, H. Prijono Tjiptoheridjanto. 1993. Perdagangan Internasional pendekatan Ekonomi Mikro dan Makro. Ghalia Indonesia.

FloraFelina Aditasari. (2011) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eksport Karet Indonesia ke RRC (Republik Rakyat Cina) Tahun 1999-2009.Universitas Sebels msret Surakarta. Gujarati, Damodar. 2009. Dasar-dasar

Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat. Hady, Hamid. 2001. Ekonomi Internasional: Teori

dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Won Koo. 2005. Internasional Trade And Agriculture. Vicotria: Blackwell Publishing. Krugman, P.R. and M. Obstfeld; diterjemahkan

Faisal H. Basri. 2003. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Laporan Kementrian Keuangan. 2012. Peraturann Mentri Keuangan republik Indonesia , Penetapan Barang Ekspor Yang Di kenakan Tarif Keluar Dan Tarif Bea Keluar.

Lapoaran Kementerian Perdagangan Indonesia. Ekspor biji kakao Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan 2013.


(6)

370

Laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2013. Perkembangan Perekonomian Indonesia Triwulan 1 tahun 2013.

Lapoaran Kementerian Perdagangan Indonesia. Perkembangan Ekspor Pertanian Indonesia Tahun 2004-2013.

Laporan Food Association Organization (FAO). Produksi biji kakao Dunia Tahun 2008-2013.http://faostat3.fao.org/home/Edi akses pada tanggal 22 februari 2013.

Laporan Food Association Organization (FAO). Volume ekspor biji kakao Indonesia tahun 1984-2013.http://faostat3.fao.org/home/Edi akses pada tanggal 22 februari 2013.

Laporan Food Association Organization (FAO). Produksi biji kakao Indonesia Tahun1984-2103.http://faostat3.fao.org/home/Edi akses pada tanggal 22 februari 2013.

Laporan Food Association Organization (FAO). Luas lahan perkebunan kakao tahun1984-2013 .http://faostat3.fao.org/home/Edi akses pada tanggal 22 februari 2013.

Laporan Kementerian Perdagangan Indonesia. Perkembengan Ekspor Migas dan Nonmigas Indonesia Tahun 2004-2013.

Rahardja, Pratama. Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi: Miroekonomi dan Makroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rubiyo dan Susanto. 2012. Peningkatan produksi dan

pengembangan kakao indonesia. buletin RISTRI vol 3 (1) 2012.

Oktaviani R dan Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor: IPB Press.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sadono Sukirno. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tambunan, Tulus. 2005. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: LP3S.

Tim Peneliti. 2014. Statistik Indonesia: Indonesia Dalam Angka 1996-2014. Jakarta: Badan Pusat Statisitk Indonesia.

Adera Verena. 2014. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Manggis Indonesia. Jatinangor: Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

Yustika, A., E. (2012). Peran Sektor Luar Negeri Pada Perekonomian Indonesia. Majalah Tempo edisi 12-19 November 2012.


Dokumen yang terkait

M02070

4 15 382