201
Tabel 5.
Distribusi Jumlah
Tanggungan Keluarga
Jumlah Tanggungan Keluarga Orang
Jumlah Orang
Persentase
0-3 3
30 4-5
5 50
5 2
20 Jumlah
10 100
Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada Tabel 5, diperoleh hasil rata-rata dari 10 informan
petani tembakau di Desa Rancabango yang termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa memiliki
jumlah tanggungan keluarga antara 4-5 orang, yaitu sebesar 50. Artinya, rata-rata dari 10 informan
merupakan keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Besar kecilnya keluarga akan memotivasi
dan mempengaruhi rumah tangga dalam menentukan besar kecilnya konsumsi dan pendapatan. Semakin
besar keluarga, maka akan semakin besar pula pendapatan sekaligus konsumsi rumah tangganya,
begitupun sebaliknya.
4 Luas Lahan
Tabel 6. Distribusi Luas Lahan Petani Luas Lahan
Ha Jumlah
Orang Persentase
0,5 3
30 0,5-1
2 30
1 5
40 Jumlah
10 100
Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada Tabel 6, dapat diketahui bahwa rata-rata dari 10
informan memiliki luas lahan 1 ha sebanyak 40. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan penguasaan
lahan dari 10 petani relatif luas. Semakin besar lahan yang digunakan untuk berusahatani tembakau, maka
dibutuhkan tenaga kerja dan modal yang semakin banyak pula. Tenaga kerja sendiri akan sangat sulit
ditemukan karena pada waktu tanam petani tembakau yang termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti
Satwa di Desa Rancabango akan menanam tembakau pada saat yang bersamaan dengan petani tembakau
yang lain dengan pemakaian tenaga kerja dalam satu waktu.
5 Pengalaman Usahatani
Tabel 7. Distribusi Pengalaman Usahatani Pengalaman
Usahatani Tahun Jumlah
Orang Persentase
≤ 10 1
10 11-29
7 70
≥ 30 2
20 Jumlah
10 100
Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa sebagian besar dari informan memiliki pengalaman
usahatani tembakau selama 11 hingga 29 tahun. Usahatani tembakau merupakan suatu tradisi turun
temurun bagi masyarakat Desa Rancabango dan sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka.
Sebagian besar informan sudah mulai berusahatani tembakau sejak usia dini, mereka ikut berpartisipasi
dan meneruskan usahatani yang dijalankan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, rata-rata dari 10
informan petani tembakau yang termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa di Desa Rancabango
memiliki pengalaman usahatani tembakau lebih dari 10 tahun.
3.
Faktor Internal
yang Berperan dalam Usahatani Tembakau
Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri petani atau keluarga.
1 Umur petani
Berdasarkan hasil penelitian, petani yang berada pada usia produktif kemampuan kerjanya
masih cukup baik dalam mengelola usahatani tembakau. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian,
diperoleh umur petani yang menjadi informan paling banyak berada pada kelompok umur 35-44 tahun,
yaitu dengan persentase sebesar 50 Tabel 3. Umur informan yang paling muda berusia 30 tahun
dan umur informan yang paling tua berusia 64 tahun. Dari ke sepuluh informan petani tembakau yang
termasuk ke dalam Kelompok Mukti Satwa Desa Rancabango, rata-rata berada pada usia produktif
untuk bekerja. Artinya, kinerja atau usaha yang dilakukan oleh petani dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan akan semakin maksimal karena berada pada usia produktif. Kemampuan kerja produktif
akan terus menurun dengan semakin lanjutnya usia petani. Soekartawi 1988 menyatakan bahwa petani-
petani yang lebih tua tampaknya kurang cenderung melakukan difusi inovasi pertanian dari pada mereka
yang relatif umur muda. Petani yang berumur lebih muda biasanya akan lebih bersemangat dibanding
dengan petani yang lebih tua, dengan demikian ada kecenderungan
bahwa umur
petani akan
mempengaruhi motivasi
dalam menerapkan
usahatani yang berdampak pada produktivitas usahataninya.
2 Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Tabel 4, diperoleh informasi, bahwa dari sepuluh informan
hanya tiga orang yang menamatkan sekolah hingga ke SMA, satu ornag menamatkan sekolah hanya
sampai ke jenjang SMP, lima orang hanya dapat menamatkan SD, serta satu orang tidak bersekolah.
Dapat disimpulkan, bahwa tingkat pendidikan 10 petani tembakau yang termasuk ke dalam Kelompok
202 Tani Mukti Satwa di Desa Raancabango masih
rendah, yaitu 50 dari seluruh informan berlatar belakang pendidikan SD. Kondisi ini terjadi karena
di masa lalu sarana dan prasarana pendidikan masih sangat
minim di
Desa Rancabango,
serta keterbatasan ekonomi masyarakat menyebabkan para
informan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dan lebih bergantung untuk
menjadi petani tembakau saja meneruskan tradisi turun temurun keluarga.
Selain pendidikan formal, pendidikan non formal pun penting untuk menunjang keahlian
maupun kemampuan petani. Petani mendapatkan pendidikan non formal, yaitu berupa pelatihan yang
diberikan oleh penyuluh dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut maupun UPTD. Sebelum anggota
resmi menjadi anggota kelompok tani, biasanya akan diberikan pelatihan berupa SLPHT Sekolah Latihan
Pengendalian Hama Terpadu.
3 Jumlah Tanggungan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada Tabel 5, diperoleh hasil rata-rata dari 10
informan petani tembakau di Desa Rancabango yang termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa
memiliki jumlah tanggungan keluarga antara 4-5 orang, yaitu sebesar 50. Artinya, rata-rata dari 10
informan merupakan keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Besar kecilnya keluarga akan
memotivasi dan mempengaruhi rumah tangga dalam menentukan
besar kecilnya
konsumsi dan
pendapatan. Semakin besar keluarga, maka akan semakin besar pula pendapatan sekaligus konsumsi
rumah tangganya, begitupun sebaliknya.
4 Luas Lahan
Berdasarkan hasil penelitian Tabel 6, dapat diketahui bahwa rata-rata dari 10 informan memiliki
luas lahan 1 ha sebanyak 40. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan penguasaan lahan dari
10 petani relatif luas. Berdasarkan
hasil penelitian, diperoleh informasi bahwa luas lahan
memang berperan dalam usahatani tembakau ini, namun tidak menjadi masalah apabila lahan yang
diusahakan sempit atau luas, karena dari 10 informan terdapat berbagai macam luas lahan yang dimiliki
informan, dari yang sempit hingga luas. Intinya sempit atau luas lahan yang dimiliki tetap saja akan
ditanami oleh tembakau sebagai komoditas utamanya dan sudah menjadi ciri khas Desa Rancabango
sebagai desa penghasil tembakau.
5 Pengalaman Usahatani
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Tabel 7, diperoleh hasil bahwa lama pengalaman
usahatani tembakau sepuluh informan berkisar antara 10-40 tahun. Sebagian besar dari informan memiliki
pengalaman usahatani tembakau selama 11 hingga 29 tahun. Usahatani tembakau merupakan suatu tradisi
turun temurun bagi masyarakat Desa Rancabango dan sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka.
Sebagian besar informan sudah mulai berusahatani tembakau sejak usia dini, mereka ikut berpartisipasi
dan meneruskan usahatani yang dijalankan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, rata-rata dari 10
informan petani tembakau yang termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa di Desa Rancabango
memiliki pengalaman usahatani tembakau lebih dari 10 tahun.
6 Status Kepemilikan Lahan
Tabel 8. Status Kepemilikan Lahan
Status Kepemilikan Lahan
Jumlah Orang
Persentase
Milik 7
70 Milik dan Sewa
1 10
Milik dan Sakap 2
20 Jumlah
10 100
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa sebagian besar informan memiliki lahan untuk
usahatani tembakau sengan status milik. Hal ini disebabkan informan merupakan orang asli Desa
Rancabango yang sejak lahir tinggal di sana, dan orang tuanyapun bekerja sebagai petani tembakau,
sehingga banyak yang mendapatkan lahan yang diwarisi oleh orang tuanya untuk melanjuti usahatani
tembakau.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa petani yang masuk ke dalam Kelompok Tani
Mukti Satwa harus mempunyai lahan sendiri dengan mempunyai sertifikat lahannya tersebut. Namun,
terdapat beberapa petani yang mempunyai lahan tambahan dengan status sewa ataupun sakap. Status
kepemilikan lahan milik sendiri tentunya memiliki banyak keuntungan dibanding dengan sewa maupun
sakap. Lahan milik sendiri hanya mengeluarkan biaya untuk pajak lahan setiap tahunnya, sedangkan
untuk sewa dan sakap perlu membayar lahan tersebut dengan uang maupun bagi hasil panen tembakau.
Lahan milik sendiri mendukung petani untuk terus mengusahakan tembakau, yang biasanya merupakan
lahan warisan dari orang tua petani, sehingga memudahkan petani untuk terus melanjutkan
usahatani tembakau di Desa Rancabango.
7 Tradisi
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh informasi bahwa usahatani tembakau di Desa
Rancabango merupakan usahatani turun temurun dari keluarga yang sudah ada sejak jaman nenek moyang
yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Keadaan alam maupun iklim di Desa Rancabango sudah
sangat cocok dan mendukung untuk usahatani
203 tembakau sehingga masyarakatnya masih bertahan
untuk berusahatani tembakau dan merupakan mata pencaharian utama bagi para petani.
4. Faktor Eksternal yang Berperan dalam
Usahatani Tembakau Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar petani dan keluarganya, seperti budidaya, keadaan alam, ketersediaan sarana dan
prasarana, modal, penyuluhan, harga, dan peluang pasar.
1. Keadaan Alam
1
Suhu Tanaman tembakau pada umumnya tidak
menghendaki iklim yang kering ataupun iklim yang basah. Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan
tanaman tembakau berkisar antara 21-32
o
C. Desa Rancabango memiliki suhu rata-rata harian berkisar
antara 24-28
o
C. Maka dari itu, wilayah ini cukup sesuai untuk ditanami komoditas perkebunan
tembakau karena mempunyai suhu yang ideal untuk ditanami tembakau, tidak terlalu panas maupun
dingin.
2 Ketinggian Tempat
Tanaman tembakau dapat tumbuh pada dataran rendah maupun dataran tinggi bergantung
pada varietasnya. Ketinggian tempat yang paling cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah
0-900 mdpl. Desa Rancabango berada pada ketinggian 718 mdpl, Demikian dapat dikatakan
tembakau sangat cocok untuk ditanam di Desa Rancabango.
3 Penyinaran Matahari
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa di Desa Rancabango penyinaran bagi
pertumbuhan tembakau cukup baik, karena tembakau yang sudah ditanaman di lahan tidak terhalangi oleh
tanaman-tanaman besar yang dapat menghalangi penyinaran dari tembakau. Setiap kali musim tanam
lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman besar yang dapat menghalangi penyinaran tembakau, sehingga
tembakau dapat tumbuh dengan baik.
4 Kesuburan Tanah
Berdasarkan hasil
penelitian, dapat
diketahui bahwa Desa Rancabango memiliki lahan yang subur sehingga petani tembakau tidak sulit
untuk membudidayakan tanaman tembakau. Lahan yang hendak ditanami tembakau hanya perlu
dibersihkan dari gulma yang mengganggu dan digemburkan saja agar tanahnya menjadi lebih subur
dan mudah untuk ditanamani tembakau.
2. Budidaya
Pemeliharaan tembakau terbilang mudah. Petani tidak perlu melakukan penyiraman karena
tanaman tembakau hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber kebutuhan air pada tembakau.
Pemeliharaan cukup dengan membersihkan lahan dari gulma yang mengganggu. Pengendalian hama
dan penyakit dilakukan dengan memberikan pestisida pada tanaman tembakau. Tembakau sering
terkena hama, yaitu kutu tembakau dan ulat yang menyerang tembakau. Petani menggunakan pestisida
untuk mengatasi masalah hama tersebut. Pestisida yang biasa digunakan oleh petani pada Kelompok
Tani Mukti Satwa adalah pestisida berbahan aktif imidaklorid.
Tembakau baru bisa dipanen setelah mencapai umur 30
–40 hari setelah tanam HST. Pemanenan tembakau dilakukan dengan cara
memetik daun mulai dari bagian bawah sampai bagian atas. Dalam 1 pohon dapat dipanen daun
basah sebanyak 4 –5 kali panen. Kegiatan pemanenan
biasanya dilakukan sekitar bulan Juni –Agustus. Jika
tembakau yang dihasilkan bagus, dalam 1 pohon dapat menghasilkan 1 kg tembakau basah, namun
jika hasil kurang bagus, dalam 1 pohon hanya dapat menghasilkan ½ kg tembakau basah saja. Jadi, dalam
1 ha lahan yang ditanami 14.000 pohon tembakau dapat menghasilkan 14 ton kualitas bagus atau 7 ton
kualitas rendah.
3. Ketersediaan Sarana Produksi
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa ketersediaan sarana produksi pertanian
cukuplah baik, namun untuk pupuk dirasakan sulit oleh petani karena terkadang pada saat musim tanam
tembakau, pupuk di pasaran itu langka dan bantuan dari Dinas Perkebunan tidak rutin. Hal ini dapat
terlihat bahwa Kelompok Tani Mukti Satwa mengajukan proposal bantuan kepada Dinas
Perkebunan Kabupaten Garut pada tahun 2013 dan bantuannya baru terealisasikan pada tahun 2014
kemarin. Sehingga petani tidak dapat mengandalkan bantuan dari dinas saja, petani harus mencari
kebutuhan
untuk membudidayakan
tembakau sendiri.
4. Modal
Menurut 10 informan petani tembakau yang termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa,
modal untuk berusahatani tembakau mereka dapatkan sendiri, yaitu dengan cara menabung sisa
pendapatan dari
tanaman yang
sebelumnya diusahakan maupun dengan cara meminjam kepada
orang-orang terdekat. Peminjaman yang dilakukan berbeda-beda, ada yang meminjam dalam bentuk
barang, seperti pupuk dan ada juga dalam bentuk uang yang nantinya akan diganti pada saat sudah
mendapatkan hasil dari panen tembakau. Tidak adanya peran dari lembaga keuangan, seperti
koperasi maupun bank membuat petani kesulitan dalam hal permodalan untuk memulai usahataninya.
Walalupun modal yang dimiliki sedikit para petani
204 ini tetap akan menanam tembakau, yang berbeda
hanyalah dari berapa banyak pohon yang bisa ditanam karena jumlah pohon menentukan pula
banyaknya pupuk yang akan digunakan.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa modal awal untuk usahatani tembakau tidak
terlalu besar dibandingkan dengan tanaman lain. Modal awal yang dikeluarkan hanyalah untuk
kebutuhan saprodi, seperti pupuk dan pestisida, pajak lahan, serta tenaga kerja. Tidak ada perawatan
khusus, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Modal awal yang kecil dari
usahatani
tembakau mampu
memberikan penghasilan yang cukup besar bagi petani, hal inilah
yang mendorong petani untuk tetap bertahan mengusahakan tembakau di Desa Rancabango.
5. Penyuluhan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan diketahui bahwa kegiatan penyuluhan
biasa dilakukan setiap sebulan sekali. Penyuluh berasal dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut.
Tempat penyuluhan biasa dilakukan di rumah Ketua Kelompok Tani Mukti Satwa, di lahan maupun di
gudang milik kelompok tani. Metode yang digunakan penyuluh untuk memberikan penyuluhan kepada
anggota kelompok tani cukup mudah, yaitu dengan cara mempresentasikan terlebih dahulu, lalu
dipraktikan langsung di lapangan. Penyampaian penyuluhan tidak hanya satu arah, namun dua arah
agar terjalinnya komunikasi timbal balik serta supaya saling mengeluarkan pendapatan dan pikiran,
sehingga tidak hanya petani yang mendapatkan ilmu dari penyuluh, namun penyuluh pun mendapatkan
ilmu dari petani.
6. Peluang Pasar
1
Permintaan Permintaan berhubungan dengan pembeli.
Permintaan tembakau setiap tahunnya meningkat menurut Pak Tatang selaku Ketua Kelompok Tani
Mukti Satwa yang mengelola pemasaran tembakau ke daerah Temanggung. Hal ini terlihat dari para
tengkulak dari Temanggung yang semakin banyak berdatangan dan meminta kerja sama dengan
kelompok tani. Tembakau Rancabango sudah sangat terkenal, jadi tak heran jika para pembeli berdatangan
untuk membeli tembakau dari Rancabango ini. Tembakau Rancabango sudah terkenal dengan merk
“Gunung Putri” sampai ke daerah Jawa Tengah. Namun, permintaan dari Temanggung yang
tinggi belum dapat tercukupi oleh petani di Rancabango,
sehingga kelompok
tani harus
mengambil tembakau dari daerah lain, seperti Sumedang serta daerah Garut dan sekitarnya.
2 Penawaran
Penawaran berhubungan dengan penjual. Sehubungan dengan permintaan tembakau yang
selalu meningkat setiap tahunnya, maka harus ditunjang dengan penawaran tembakau yang tinggi
pula guna memenuhi permintaan tersebut. Menurut Pak Tatang selaku Ketua Kelompok Tani, produksi
tembakau di kelompok tani terus meningkat karena terus adanya pembinaan dari dinas maupun dari
kesadaran para petani itu sendiri. Tembakau memiliki prospek yang sangat menjanjikan, sehingga
seberapapun luas lahan yang dimiliki petani, petani akan berusaha keras untuk menghasilkan tembakau-
tembakau berkualitas dan volume produksi yang besar pula. Tembakau di sini hanya bisa ditanam
setahun sekali, tak heran bila petani sangat berharap pada tanaman tembakau, karena pendapatan yang
dihasilkan dari tembakau terbilang cukup besar dan lebih besar dari komoditas lain yang ditanam oleh
petani di Rancabango.
3 Harga
Masalah harga ditentukan oleh pembeli dan kelompok tani dan Pak Tatang selaku Ketua harus
memusyawarahkannya dengan anggota kelompok serta ketua mengetahui harga pasaran tembakau. Jika
sudah ada kecocokan harga, maka dibentuklah perjanjian dalam bentuk MOU antara pembeli dan
kelompok tani. Pihak Temanggung akan melakukan survey terlebih dahulu ke Rancabango pada saat
musim tanam, sehingga mereka bisa melihat kondisi tembakau yang ditanam dan bisa menego harga.
5.
Pendapatan Usahatani Tembakau
Tabel 9.
Distribusi Pendapatan
Usahatani Tembakau
Infroman TR
TC Y
1 Rp 98,000,000
Rp 24.342.800 Rp 73.657.200
2 Rp 22,050,000
Rp 5,507,150 Rp 16,542,850
3 Rp 26,950,000
Rp 6,553,550 Rp 20,396,450
4 Rp 7,350,000
Rp 1,882,700 Rp 5,467,300
5 Rp 7,350,000
Rp 1,882,700 Rp 5,467,300
6 Rp 41,650,000
Rp 10,023,450 Rp 31,626,550
7 Rp 36,750,000
Rp 8,726,000 Rp 28,024,000
8 Rp 34,300,000
Rp 8,224,000 Rp 26,076,000
9 Rp 7,350,000
Rp 1,882,700 Rp 5,467,300
10 Rp 24,500,000
Rp 5,903,150 Rp 18,596,850
Terlihat pada Tabel 9, bahwa tembakau sangatlah menguntungkan. Pendapatan bersih bisa mencapai 4-
5 kali lipat dari modal yang dikeluarkan untuk berusahatani tembakau. Tak heran masyarakat di
Desa Rancabango tetap bertahan untuk berusahatani
205 tembakau, karena sangat menguntungkan. Modal
yang tidak terlalu besar dan budidaya yang tidak sulit dibandingkan dengan komoditas lainnya.
6.
Faktor Penghambat
dalam Usahatani
Tembakau
Tabel 10. F aktor Penghambat dalam Usahatani Tembakau di Desa Rancabango
No. Faktor
Penghambat MenghambatTidak
1. Perubahan iklim
Tidak menghambat 2.
Budidaya Tidak menghambat
3. Sarana produksi
Menghambat 4.
Permodalan Menghambat
5. Tenaga kerja
Tidak menghambat 6.
Menurunnya lahan pertanian
Tidak menghambat 7.
Perubahan harga Tidak menghambat 8.
Kebijakan Tidak menghambat
Berdasarkan hasil penelitian yang dicantumkan dalam tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
dari delapan faktor penghambat dalam usahatani tembakau hanya dua faktor yang menghambat
usahatani tembakau, yaitu dari segi penyeiaan sarana produksi dan permodalan. Penyediaan sarana
produksi, khususnya pada pupuk dirasakan sulit karena pada saat musim tanam tembakau pupuk
langka di pasaran, hal ini diprediksi oleh petani karena adanya penyumbatan pada pihak tengkulak
pupuk. Permasalahan ini membuat petani kesulitan mencari pupuk hingga keluar desa, kalaupun ada
pupuk di pasaran dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi. Maka dari itu, petani harus menyimpan stok
pupuk sebelum musim tanam tiba, sehingga ketika musim tanam tembakau, petani tidak kesulitan
mencari pupuk ataupun kekurangan pupuk karena akan berpengaruh pada pertumbuhan maupun
kualitas daun tembakau itu sendiri.
Faktor selanjutnya yang menghambat ialah permodalan.
Pendapatan petani dari tembakau memang terbilang besar, namun petani di Desa Rancabango belum
dapat mengelola keuangan mereka dengan baik dan petani bersifat konsumtif, yaitu ketika sudah
memiliki uang dari hasil panen tembakau, mereka langsung memberlanjakan uang tersebut tanpa
memikirkan keberlanjutan usahataninya, sehingga pada saat akan menanam tembakau kembali, petani
kekurangan modal. Tidak ada peran dari lembaga keuangan, seperti koperasi maupun bank memacu
petani untuk tidak mengelola keuangannya dengan baik. Tidak adanya koperasi di desa maupun dalam
kelompok tani, serta para petani yang tidak mau berurusan dengan bank karena dirasakan sulit untuk
melakukan pinjaman kepada pihak bank dan prosedurnya pun sulit. Sumber permodalan petani
biasa dari pribadi, yaitu uang mereka bergulir karena mengusahakan komoditas selain tembakau. Jika
petani kekurangan modal, petani akan meminjam kepada sanak saudara dalam bentuk uang atau kepada
para pedangang toko, namun yang dipinjamkan dalam bentuk barang seperti pupuk atau pestisida.
7.
Keterkaitan Karakteristik Petani dengan Faktor
Internal dan
Eksternal dalam
Usahatani Tembakau
Berdasarkan karakteristik petani serta faktor internal dan eksternal yang terdapat pada petani Desa
Rancabango dapat diambil kesimpulan bahwa ketiga variabel ini berkaitan satu sama lain mendukung
usahatani tembakau di Desa Rancabango. Ketiga variabel inilah yang mendorong petani untuk terus
mengusahakan
tembakau walaupun
terdapat beberapa
penghambat dalam
mengusahakan tembakau. Penghambat tersebut tidak menjadi
penghalang bagi petani untuk berhenti berusahatani tembakau. Justru petani tembakau di Desa
Rancabango masih bertahan dan terus melanjutkan usahatani tembakau yang sudah ada sejak jaman
nenek moyang yang diturunkan oleh keluarga yang sudah menjadi tradisi untuk terus dilestarikan sebagai
mata
pencaharian utama
masyarakat Desa
Rancabango. 8.
Keberlanjutan Usahatani Tembakau di Desa Rancabango
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Rancabango, petani tembakau di desa
tersebut tidak
mengalami dampak
akibat pemberlakuan PP No. 109 Tahun 2012 tentang
pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan yang
dikeluarkan pemerintah. Petani tembakau di Desa Rancabango masih bertahan untuk mengusahakan
tembakau yang sekaligus sebagai komoditas utama di desa ini. Adanya peran dari penyuluh, UPTD,
maupun Dinas Perkebunan Kabupaten Garut justru mendukung pengembangan komoditas tembakau di
Desa Rancabango. Faktor internal dan faktor eksternal yang terdapat pada petani tembakau yang
termasuk ke dalam Kelompok Tani Mukti Satwa juga berperan dalam mendukung keberlanjutan usahatani
tembakau di Desa Rancabango. Tidak hanya faktor internal dan faktor eksternal saja yang berperan
dalam usahatani tembaku di Desa Rancabango, namun terdapat faktor penghambat yang dapat
menghambat
usahatani tembakau
di Desa
Rancabango. Faktor penghambat yang didapatkan dari hasil penelitian, yaitu penyediaan pupuk sarana
produksi dan permodalan. Belum ada solusi pasti dari pihak petani, kelompok tani, maupun dinas
terkait untuk menanggulangi masalah tersebut. Namun sejauh ini, usahatani tembakau di Desa
206 Rancabango masih tetap berjalan walaupun ada
faktor yang menghambatnya.
Diasumsikan, jika Indonesia selamanya tidak meratifikasi FCTC
Framework Convention on Tobacco Control
karena PP No. 109 Tahun 2012 mengacu pada FCTC, maka usahatani tembakau
dapat dipastikan terus berlanjut karena dapat memberikan pendapatan yang cukup besar bagi
petani, serta usahatani tembakau ini merupakan tonggak
utama bagi
industri rokok
untuk menjalannya usahanya. Serta didukung oleh faktor
internal dan eksternal yang sudah cukup baik dalam keberlanjutan
usahatanu tembakau
di Desa
Rancabango. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor internal yang berperan dalam usahatani
tembakau adalah
pendidikan, luas
lahan, pengalaman usahatani, status kepemilikan lahan,
dan tradisi. 2.
Faktor eksternal yang berperan dalam usahatani tembakau adalah keadaan alam, budidaya,
penyuluhan, dan peluang pasar. 3.
Pendapatan usahatani tembakau terbilang cukup besar karena dapat menghasilkan pendapatan
bersih 3-4 kali lipat dari modal awal yang dikeluarkan oleh petani tembakau.
4. Faktor penghambat dalam usahatani tembakau di
Desa Rancabango adalah dalam penyediaan sarana produksi dan permodalan.
5. Usahatani tembakau di Desa Rancabango dapat
terus berlanjut dikarenakan tidak ada dampak dari PP No. 109 Tahun 2012 kepada petani tembakau
di desa tersebut, serta didukung oleh faktor internal dan eksternal yang ada. Jika diasumsikan
pemerintah tidak meratifikasi FCTC
Framework Convention on Tobacco Control
, usahatani tembakau di Desa Rancabango dapat terus
berlanjut.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Petani harus berinovasi dalam budidaya tembakau
contohnya dengan
menggunakan benih
bersertifikat, menggunakan pupuk organik, pembuatan pestisida organik dari sisa tembakau
batang, dan hormon perangsang tumbuh supaya hasil produksi meningkat agar dapat memenuhi
permintaan tembakau dari Temanggung yang selama ini belum terpenuhi dengan baik sehingga
pendapatannya pun aka meningkat. 2.
Perlu adanya pembinaan kepada petani mengenai produk olahan selain rokok, yaitu pestisida
organik yang terbuat dari sisa tembakau seperti batang pohon tembakau. Sehingga tembakau
tidak hanya dijual daun basahnya saja sebagai bahan utama rokok, namun petani dapat menjual
pestisida organik dari batang tembakau dari pohon tembakau yang mereka miliki.
3. Penyuluh hendaknya memberikan penyuluhan
mengenai cara mengelola keuangan yang baik agar petani dapat mengetahui dan mengelola
keuangannya dengan baik dan benar sehingga tidak terjadi kekurangan modal ketika petani akan
menanam tembakau di musim berikutnya.
4. Perlu adanya pembinaan kelompok tani dengan
dibuatnya sebuah koperasi sebagai lembaga pembiayaan usahatani bagi anggota kelompok
tani untuk membantu petani dalam memanajemen keuangan mereka dengan cara iuran atau
menabung pada koperasi tersebut sehinga dapat meminimalisir kesulitan dalam hal permodalan
serta koperasi tersebut dapat membantu dalam hal penyediaan sarana produksi sehingga usahatani
tembakau bisa berjalan dengan baik.
5. Pemerintah diharapkan membuat kebijakan-
kebijakan mengenai
tembakau dengan
memperhatikan nasib petani tembakau sehingga tidak ada petani tembakau yang harus mengalami
gulung tikar karena tembakau merupakan komoditas penting yang dapat memberikan devisa
bagi negara dan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam
membantu kelancaran
penyelesaian makalah. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada : 1.
Dr. Ir. Lucyana Trimo, MSIE. selaku dosen pembimbing.
2. Kepala
Desa Rancabango
dan seluruh
perangkat Desa Rancabango. 3.
Pak Tatang selaku ketua Kelompok Tani Mukti Satwa.
4. Para anggota Kelompok Tani Mukti Satwa
Desa Rancabango. 5.
Pihak Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Perkebunan Kabupaten.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Anton Sulistyo. 2006.
Analisis Usahatani Tembakau
. Skripsi
Sarjana Pertanian,