Kepadatan Kepadatan Pemberian skor

60 Gambar 26 menunjukkan hubungan antara kepadatan hotspot dan skor tipe sistem lahan, dimana model power memiliki nilai koefisien determinasi tertinggi sebesar 39,71 , lebih tinggi dari koefisien determinasi model linear 32,67 dan model ekponensial 37,98 . Hal ini berarti sebanyak 39,71 variasi dalam skor tipe sistem lahan dapat dijelaskan oleh model power. Koefisien determinasi hubungan antara skor tipe sistem lahan dan kepadatan hotspot lebih kecil dibandingkan dengan koefisien determinasi hubungan antara fungsi kawasan; dan lebih besar dari nilai koefisien determinasi hubungan skor 6 faktor yang lain dengan kepadatan hotspot. Gambar 26. Hubungan antara skor masing‐masing tipe sistem lahan dan kepadatan hotspot

2. Kepadatan

hotspot dan skor komposit model 1 M1X1,X6, dan X7 Nilai skor komposit dihitung dengan menggunakan peubah yang memiliki tingkat koefisien determinasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan faktor‐ faktor lainnya. Besarnya nilai koefisien determinasi secara berurutan adalah skor fungsi kawasan, skor fungsi tipe sistem lahan, tipe tutupan lahan, tipe tanah, jarak terhadap pusat desa, jarak terhadap jalan, jarak terhadap sungai, dan jarak terhadap pusat kota. 61 Gambar 27. Hubungan antara skor komposit X1, X6 dan X8 dengan tingkat kepadatan hotspot Model regresi antara nilai kepadatan hotspot dan peubah penduganya X1,X6, dan X7 memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 53,7 . Koefisien ketiga peubah ini Tabel 12 digunakan untuk menduga skor komposit X1,X6 dan X7 menggunakan metode CMA. Tabel 12. Nilai koefisien dan bobot actor penyusun skor komposit model 1 Peubah koefisien Bobot X1 Tutupan lahan 0.006 0.429 X6 Fungsi kawasan 0.007 0.500 X7 Tipe tanah 0.001 0.071 Analisis hubungan antara skor komposit dan kepadatan hotspot menghasilkan model yang menunjukkan bahwa model polinomial memiliki nilai koefisien determinasi paling tinggi diantara model power, linear dan eksponensial yaitu 53,00 . Hal ini berarti model polinomial dapat menjelaskan 53,00 variasi di dalam kepadatan hotspot dan skor komposit. 62

3. Kepadatan

hotspot dan skor komposit M2 X1,X6,X7,dan X8 Untuk mendapatkan nilai koefisien determinasi yang tinggi dilakukan beberapa penambahan faktor dengan mempertimbangkan nilai koefisien determinasi masing‐masing faktor dengan kepadatan hotspot. Model yang diperoleh di atas yang menyatakan hubungan antara skor komposit X1,X6,X7 dan X8 ditambahkan satu faktor lagi untuk menentukan nilai skor kompositnya. Model yang kedua disusun dengan menggunakan skor komposit X1,X6, X7,dan X8, dimana nilai koefiisien determinasi R 2 model regresi keempat faktor tersebut adalah 54.0 . Nilai koefisien persamaan regresinya Tabel 13 digunakan untuk menghitung nilai skor komposit dengan metode CMA. Tabel 13. Nilai koefisien dan bobot faktor penyusun skor komposit model 2 Peubah Koefisien Bobot X1 Tutupan lahan 0,005 0,294 X6 Fungsi kawasan 0,008 0,471 X7 Tipe tanah 0,001 0,059 X8 Tipe sistem lahan 0,003 0,176 Bobot masing‐masing faktor menunjukkan tingkat pengaruh faktor tersebut terhadap respon model. Pada model 2 faktor fungsi kawasan memiliki pengaruh yang relatif lebih besar dibanding faktor lainnya yaitu sebesar 30,4 . Perbedaan fungsi kawasan sebagai kawasan hutan produksi maupun kawasan bukan produksi dapat menentukan kejadian kebakaran hutan dan lahan. Fungsi kawasan yang lebih terbuka terhadap akses masyarakat ke dalamnya, menunjukkan tingkat kepadatan hotspot relatif lebih tinggi dibandingkan dengan fungsi kawasan lain, misalnya kawasan dengan fungsi sebagai HTI. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Purnama dan Jaya 2007 yang menemukan bahwa peubah aktivitas manusia berupa penggunaan lahan memiliki bobot lebih tinggi 53,8 dibandingkan dengan bobot jarak dari pusat penduduk 5,4 . Pada lahan yang berfungsi sebagai HTI berpeluang terjadi kebakaran karena aktifitas pembukaan lahan untuk HTI maupun aktifitas lain di sekitar HTI sebagaimana dijelaskan oleh Dun dan Ray 2003 bahwa salah satu penyebab utama kebakaran hutan dan lahan adalah konversi lahan. 63 Konversi lahan sangat terkait dengan perubahan tutupan lahan, sehingga faktor tutupan lahan juga cukup berpengaruh terhadap tingkat kepadatan hotspot dengan tingkat pengaruh sebesar 29,4 pada model 2. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sunuprapto 2000 yang menunjukkan bahwa faktor tutupan lahan juga memiliki pengaruh yang paling tinggi dibandingkan dengan faktor lainnya sebesar 20,6 . Tutupan lahan dapat dijadikan sebagai indikator ketersediaan bahan bakar, terutama untuk tipe kebakaran pada permukaan dan di atas permukaan tanah. Tipe tanah dalam model ini membedakan antara jenis tanah gambut dan non gambut. Analisis hubungan tipe tanah dan kepadatan hotspot menunjukkan perbedaan yang cukup antara tingkat kebakaran di tipe tanah gambut dan bukan gambut. Dengan demikian dapat diduga bahwa faktor tipe tanah sangat berpengaruh dalam menentukan kejadian kebakaran hutan dan lahan terutama pada tipe kebakaran bawah permukaan. Seperti halnya faktor tipe tanah, maka tipe sistem lahan menjadi faktor yang berpengaruh karena adanya perbedaan tingkat kepadatan hotspot yang cukup besar antara sistem lahan yang mengandung gambut dan tidak mengandung gambut. Analisis hubungan antara skor komposit X1,X6, X7,dan X8 dan kepadatan hotspot menunjukkan bahwa model power memiliki nilai koefisien determinasi paling tinggi yaitu 55,00 Gambar 28. 64 Gambar 28. Hubungan antara skor komposit X1,X6,X7 dan X8 dan tingkat kepadatan hotspot per km 2 .

4. Kepadatan