Jumlah hotspot dan jarak terhadap pusat desa

42 Gambar 11. Kepadatan hotspot pada berbagai jarak terhadap jaringan jalan. Berdasarkan pengamatan lapangan, ditemukan bahwa kejadian kebakaran hutan dan lahan lebih banyak terjadi di area‐area yang lebih dekat dengan jalan, sebagaimana dinyatakan oleh Soewarso 2003, Sunuprapto 2000, Boonyanuphap 2001, dan Purnama dan Jaya 2007 bahwa faktor jalan berpengaruh positip terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan. Selain itu adanya akses jalan, mendorong masuknya orang untuk membuka lahan baru yang dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan Pratondo, 2007. Pada umumnya mereka akan lebih memilih lahan yang dekat dengan jalan sebagai lahan garapan, karena lebih memudahkan dalam mencapai lahan serta membawa hasil pertanian pada saat panen nantinya. Sehingga lahan ‐lahan yang lebih dekat dengan jalan pada umumnya banyak terindentifikasi hotspot.

4. Jumlah hotspot dan jarak terhadap pusat desa

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah hotspot relatif lebih tinggi berada pada jarak kurang dari 7 km dan terdapat kecenderungan turun dengan bertambahnya jarak terhadap jaringan jalan. Pada area dengan jarak terhadap pusat desa lebih dari 7 km, jumlah hotspot per km 2 cenderung turun dari 0,403 sampai 0,125 per km 2 dengan bertambahnya jarak Gambar 12. Hal ini 43 memperlihatkan bahwa pada jarak kurang dari 7 km, kebakaran diduga masih dapat dikendalikan sehingga tidak menjalar ke lokasi lain. Model polinomial orde 3 dapat menjelaskan pola hubungan antara jumlah hotspot dan jarak terhadap pusat desa dengan koefisien determinasi 87,5 . Masyarakat di desa atau pusat pemukiman umumnya merupakan petani atau berkebun seperti pada umumnya masyarakat di daerah Mentagai Gambar 7. Para petani dan peladang melakukan perluasan maupun pembukaan ladang baru menggunakan teknologi pembakaran untuk membersihkan lahannya PFFSEA, 2003. Kegiatan pembukaan lahan ini diduga dilakukan pada lokasi‐ lokasi yang berdekatan dengan pusat‐pusat desa dan pemukiman, karena lebih mudah menjangkau lokasi baik pada saat penyiapan lahan maupun pada saat melakukan pengelolaan tanaman yang dibudidayakan di ladang. Semakin jauh dari pusat desa dan pemukiman, semakin berkurang aktivitas pembukaan ladang baru karena memerlukan waktu yang lama untuk mencapai lokasi, sehingga dapat diduga bahwa di lokasi yang jauh dari pusat desa dan pemukiman maka semakin sedikit aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya kebakaran Soewarso, 2003; Booyanuphap, 2001. Banyaknya pendatang yang bermukim di desa‐desa atau pusat‐pusat pemukiman membutuhkan lahan untuk bercocok tanam sebagai mata pencahariannya. Pendatang ini bersama dengan masyarakat yang ingin meluaskan lahan membuka lahan‐lahan baru terutama yang dekat dengan pusat pemukimannya. Kegiatan ini dapat mendukung terjadinya kebakaran hutan dan lahan, jika pembukaan lahan dilakukan dengan metode tebang, tebas dan bakar. 44 Tabel 7. Kepadatan hotspot pada berbagai jarak terhadap pusat desa Jarak desa km HDkm 2 Luas ha Jumlah hotspot Jarak desa km HDkm 2 Luas ha Jumlah hotspot 1 0,195 4.697 68 20 0,169 33.367 56 2 0,192 96.178 184 21 0,149 27.396 41 3 0,212 122.021 258 22 0,143 4.160 35 4 0,235 125.987 96 23 0,130 21.654 28 5 0,264 125.455 331 24 0,135 19.816 27 6 0,306 112.850 346 25 0,143 16.642 24 7 0,363 98.651 358 26 0,135 14.010 19 8 0,390 92.396 360 27 0,125 12.179 15 9 0,404 89.154 360 28 0,125 10.578 13 10 0,426 81.217 346 29 0,125 7.428 9 11 0,405 74.162 300 30 0,125 6.624 8 12 0,347 69.776 242 31 0,125 5.907 7 13 0,312 64.379 201 32 0,125 4.741 6 14 0,291 58.344 170 33 0,125 3.661 5 15 0,321 54.151 174 34 0,125 2.910 4 16 0,334 51.436 172 35 0,125 1.971 2 17 0,353 47.382 167 36 0,125 1.485 2 18 0,308 41.176 127 37 0,125 494 1 19 0,233 37.380 87 Gambar 12. Pola jumlah hotspot per km 2 pada berbagai jarak terhadap pusat desapemukiman. 45

5. Jumlah hotspot dan jarak terhadap pusat kota