12 oleh
Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHK sedangkan sebesar 41
oleh Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman IUPHHK HT.
2. Faktor lingkungan biofisik
a. Karakteristik bahan bakar
Karakteristik bahan bakar di hutan tropis bervariasi antara tempat dan
waktu. Hutan gambut berkayu merupakan bahan bakar yang baik karena
mengandung nilai kalor yang sangat tinggi atau kapasitas panas tinggi.
Pembangunan HTI dengan spesies eksotis seperti Acacia mangium, Gmelina
arborea atau Eucalyptus spp. bisa menyumbangkan tingkat resiko bahaya
kebakaran, khususnya selama musim kering karena akan ada muatan bahan
bakar yang tinggi di lantai hutan.
Brown dan Davis, 1973 dan Chandler 1983 menyebutkan bahwa
terdapat 3 tipe bahan bakar yaitu 1 bahan bakar bawah terdiri atas duff,
akar, dan gambut; 2 bahan bakar permukaan terdiri atas serasah, ranting,
kulit kayu dan cabang pohon yang semua belum terurai, termasuk juga
rumput, tumbuhan bawah, anakan dan semai; 3 bahan bakar tajuk terdiri
atas bahan bakar hidup ataupun yang sudah mati berada di atas dan
menutupi kanopi menyebar dari tanah dengan tinggi 1,2 meter.
Wright dan Bailey 1982 menyatakan bahwa jenis bahan bakar semak
dan anakan, penutup tanah serta serasah merupakan bahan bakar halus
yang sangat mudah menyala. Demikian juga cabang yang mati dan sisa
tebangan adalah bahan bakar potensial dan mudah menyala sehingga dalam
jumlah banyak dapat menyebabkan area kebakaran yang sangat luas. Makin
kecil ukuran bahan bakar, maka proses transfer panas melalui radiasi,
konveksi dan konduksi dari titik yang sedang terbakar ke bahan yang belum
terbakar dapat berlangsung bersamaan sehingga suhu penyalaan cepat
tercapai Davis 1959.
13 Menurut
Clar dan Chatten 1954 ada beberapa hal yang mempengaruhi kebakaran
yaitu : 1. Ukuran bahan bakar, bahan bakar yang halus lebih cepat kering dan lebih
mudah terbakar sedangkan bahan bakar kasar lebih sulit terbakar
2. Susunan bahan bakar, bahan bakar yang menyebar secara horizontal mempercepat
meluasnya kebakaran 3. Volume bahan bakar, bahan bakar dalam jumlah besar akan
memperbesar nyala api, temperatur tinggi dan sulit dipadamkan
4. Kerapatan bahan bakar, kayu akan terbakar dengan baik pada kerapatan tinggi
dan pada bila kerapatan rendah; sedangkan rumput akan lebih mudah
terbakar pada saat kerapatan rendah dan berhenti bila kerapatan tinggi
5. Kadar air bahan bakar, bahan bakar yang banyak mengandung air lebih sulit
terbakar Kadar
air bahan bakar sebagai kandungan air pada partikel bahan bakar
Chandler et al. 1983, dan Pyne et al. 1996 adalah faktor yang mempengaruhi
perilaku kebakaran hutan dan lahan. Selain itu kandungan air
yang tinggi dari bahan bakar, memerlukan panas yang tinggi sebelum bahan
bakar dibakar api sehingga tingkat kebakaran dan daya nyala bahan bakar
akan berkurang. Kadar air bahan bakar berubah seiring dengan perubahan
kondisi cuaca, baik musiman maupun selama periode waktu yang lebih
pendek. Kadar air gambut peat moisture ditentukan ketebalan gambut.
Kadar air gambut jauh lebih besar dibandingkan dengan kadar air tanah
mineral. Kadar air gambut yang belum mengalami perombakan berkisar
antara 500 ‐ 1000 , sedangkan kadar air gambut yang telah mengalami
perombakan berkisar 200 ‐ 600 Boelter, 1996 diacu dalam
14 Noor,
2001. Kemampuan gambut yang terbakar dalam memegang air turun sekitar
50 Rieley et al. 1996 dalam Noor 2001. b.
Tipe tanah Kejadian
kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Tengah lebih
banyak terjadi pada tipe tanah gambut peat soil. Hutan gambut yang tumbuh
di atas tanah tipe gambut adalah tipe hutan rawa gambut peat swamp
forest. Kejadian kebakaran hutan dan lahan di daerah bergambut pada
umumnya dipengaruhi oleh kandungan air gambut, jumlahnya sesuai dengan
curah hujan dikurangi dengan evapotranspirasi Rahayu B. 1998, dan dipengaruhi
oleh kondisi drainase Kusmana et al. 2008. Selanjutnya Kusmana
et al. 2008 juga menyatakan bahwa tanah gambut yang sudah terbuka
dan dimanfaatkan cenderung padat, menjadi lebih kering sehingga mudah
terbakar. Kebakaran
di lahan gambut merupakan jenis kebakaran yang paling berbahaya
bila dibandingkan dengan tipe kebakaran hutan yang lainnya yang sulit
dideteksi dan dikendalikan. Kebakaran di tanah gambut menembus ke bawah
lapisan tanah dan membentuk lubang corong, kemudian api menyebar
di bawah permukaan secara horizontal Syaufina 2002. Lebih lanjut
Syaufina 2002 menjelaskan bahwa variasi iklim berperan penting dalam
mempengaruhi kebakaran rawan gambut. Secara statistik, musim mempengaruhi
kandungan air, bulk density, potassium, magnesium, sodium dan
tinggi muka air. Kecenderungan peningkatan ditemui pada bulk density dan
kandungan magnesium terjadi pada musim kemarau, di samping terjadi kecenderungan
penurunan kadar air, potassium, sodium dan tinggi muka air. Menurut Harahap dan Hutagalung 1998, tanah gambut di
Indonesia pada umumnya merupakan gambut kayuan dimana
pembentukannya berasal dari pohon dan semak belukar yang tertimbun di
daerah yang umumnya tergenang air. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
15 berdasarkan
kedalamannya gambut digolongkan ke dalam 3 kriteria yaitu gambut
dangkal 0.6 – 1 m, gambut sedang 1‐2 m dan gambut dalam 2 m.
Sebagai contoh daerah Palangkaraya umumnya bergambut tipis shallow peat
dengan lapisan pasir kwarsa di bawahnya van Veen 1998. Tanah
gambut memiliki daya penahan air yang sangat besar, dan akan
menyusut serta menurun permukaannya bergantung pada sistem drainase.
Gambut yang mengkerut tidak akan kembali lagi irreversible drying
yang sangat mudah terbakar dan tererosi baik oleh air maupun angin.
Susutnya air dalam gambut memunculkan sebagian besar sisa batang dan
tunggul pohon, yang akan mudah terbakar. Kebakaran merambat sangat cepat
dan sulit dideteksi karena merambat di bawah permukaan tanah Syaufina
2004. Api pada kebakaran gambut tidak bergerak cepat tetapi dapat
berlangsung berminggu‐minggu sampai sebulan atau lebih lama de Bano
et al. 1998.
C. Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan