50 Pada
umumnya bahan bakar di area‐area ini adalah berupa alang‐alang, dimana
hanya bagian atasnya yang terbakar untuk kemudian tumbuh lagi alang‐ alang
dan menjadi potensi bahan bakar Gambar 15.
Gambar 15. Area yang terbakar dengan tutupan lahan didominasi alang‐alang.
7. Jumlah hotpot dan tipe tanah
Jumlah hotspot pada area bergambut lebih banyak dibandingkan dengan
pada area tidak bergambut Tabel 10. Demikian juga dengan tingkat kepadatan
hotspotnya, yaitu tingkat kepadatan hotspot di area bergambut lebih tinggi
dibanding kepadatan di area tidak bergambut Gambar 16.
.
0.0000 0.0500
0.1000 0.1500
0.2000 0.2500
0.3000 0.3500
non peat
peat
T ip e ta na h
Ju m
la h
ho ts
po t
pe r
km 2
Gambar 16. Jumlah hotspot pada tipe tanah gambut dan non gambut
51 Tanah
gambut merupakan tanah yang banyak mengandung bahan organik
seperti serasah, ranting‐ranting kayu, tunggul dan sisa‐sisa kayu yang belum
terdekomposisi sempurna. Pada tanah gambut yang mengalami kekeringan
karena proses alamiah maupun karena adanya drainase menyebabkan
bahan‐bahan organik kadar airnya rendah kering dan akan mudah
terbakar jika ada pemicunya. Karakter
tanah gambut sebagai bahan bakar yang relatif halus yang juga menyebar
secara horizontal memudahkan terjadinya penyalaan api Clar dan Chatten
1954. Kadar air gambut juga mempengaruhi intensitas kebakaran, dimana
sifat gambut yang irreversible srink mendukung terjadinya kebakaran yang
lebih lama. Jika gambut dalam keadaan kering, maka gambut akan sulit menjerap
air kembali sehingga apabila mengalami kekeringan dapat diduga bahwa
pada waktu berikutnya gambut ini akan lebih mudah terbakar. Tabel
10. Kepadatan hotspot pada berbagai jarak tipe tanah Tipe
tanah HDkm
2
Luas ha
Jumlah hotspot
Bukan gambut
0,218 571.918
1.247 Gambut
0,327 1.119.898
3.661 Kemampuan
gambut dalam mengkonservasi air akan berubah jika terjadi pengeringan
gambut yang disebabkan oleh konversi, penebangan maupun pembakaran.
Proses peneringan gambut akan mengubah sifat gambut hidrofil menyukai
air menjadi hidrofob tidak menyukai air sehingga air yang telah hilang
tidak dapat dikembalikan seperti kondisi sebelumnya. Berubahnya sifat gambut
dari hidrofil menjadi hidrofob menyebabkan hutan dan lahan gambut menjadi
rentan terhadap bahaya kebakaran, sebagaimana dinyatakan oleh Syaufina
2002 bahwa kebakaran gambut merupakan kebakaran paling berbahaya
dan sulit dideteksi karena menembus ke bawah permukaan dan menyebar
secara horizontal. Kebakaran gambut pada tahun 1998 di Kalimantan berlangsung
berbulan‐bulan, karena sulitnya dideteksi karena merambat di baah permukaan
Syaufina 2004 sehingga sulit dilakukan pemadaman.
52 Di
samping itu, tanah gambut memiliki kandungan bahan bakar yang tinggi,
karena kandungan akan bahan organik yang tinggi dimana persentasenya dapat
mencapai lebih dari 65. Bahan organik yang besar volumenya ini merupakan
bahan bakar potensial, jika dalam keadaan keadaan kering kadar air rendah.
Selain itu beberapa aktivitas masyarakat tradisional seperti sistem
budidaya padi sonor di lahan gambut, diduga menjadi pemicu terjadinya
kebakaran di lahan gambut PFFSA, 2003.
8. Jumlah hotspot dan tipe sistem lahan