15 berdasarkan
kedalamannya gambut digolongkan ke dalam 3 kriteria yaitu gambut
dangkal 0.6 – 1 m, gambut sedang 1‐2 m dan gambut dalam 2 m.
Sebagai contoh daerah Palangkaraya umumnya bergambut tipis shallow peat
dengan lapisan pasir kwarsa di bawahnya van Veen 1998. Tanah
gambut memiliki daya penahan air yang sangat besar, dan akan
menyusut serta menurun permukaannya bergantung pada sistem drainase.
Gambut yang mengkerut tidak akan kembali lagi irreversible drying
yang sangat mudah terbakar dan tererosi baik oleh air maupun angin.
Susutnya air dalam gambut memunculkan sebagian besar sisa batang dan
tunggul pohon, yang akan mudah terbakar. Kebakaran merambat sangat cepat
dan sulit dideteksi karena merambat di bawah permukaan tanah Syaufina
2004. Api pada kebakaran gambut tidak bergerak cepat tetapi dapat
berlangsung berminggu‐minggu sampai sebulan atau lebih lama de Bano
et al. 1998.
C. Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan
1. Hotspot
Kejadian kebakaran hutan dan lahan dapat diamati dengan
menggunakan teknik penginderaan jauh. Sensor yang paling luas dan banyak
digunakan untuk mendeteksi kebakaran hutan dan lahan dalam jangka
panjang dan dalam area yang luas adalah Advance Very High Resolution
AVHRR yang terpasang pada satelit orbit polar NOAA AVHRR. Sensor
AVHRR melakukan perekaman setiap hari pada resolusi sedang 1 km.
Kisaran spektral yang dimiliki oleh NOAA AVHRR sangat luas yaitu dari visible
ch 1 0.66 um, near infra red mempunyai dua manfaat dalam monitoring
kebakaran hutan dan lahan.
Di Indonesia terdapat tiga sumber penyedia data hot spot yaitu JICA
Japan International Cooperation Agency, LAPAN Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional dan ASMC ASEAN Specialized Meteorology Center.
16 Perbedaan
antara ketiga sumber tersebut terletak pada ambang batas threshold
suhu terendah sehingga suatu hasil perekaman dapat dinyatakan sebagai
sebuah hot spot fire exist Hidayat et al. 2003 menyebutkan bahwa
LAPAN menggunakan threshold suhu minimum sebesar 322
o
K. Sedangkan
JICA menurut FFMP2 2004, memakai ambang batas suhu 315
o
K pada
siang hari dan 310
o
K pada malam hari lebih rendah dibandingkan dengan
ASMC yang memakai threshold sebesar 320
o
K pada siang hari dan 314
o
K pada malam hari.
2. Kerusakan akibat kebakaran hutan dan lahan
Dampak dari kejadian kebakaran hutan dan lahan adalah rusaknya
vegetasi yang tumbuh di area yang terbakar. Jaya dan Husaeni 1998
melakukan studi dampak kebakaran terhadap kerusakan tegakan di area HTI
PT ITCI Kalimantan Timur, menemukan bahwa sebagian besar tegakan yang
dikategorikan ke dalam kerusakan berat berada pada area bekas tebangan
setelah 5 tahun. Kerusakan berat juga terjadi di area bekas tebangan 20 – 23
tahun yang lalu. Selanjutnya Jaya dan Husaeni 1998 mengkategorikan
tingkat kerusakan tegakan bekas terbakar ke dalam 4 kelas yaitu :
a. Kelas hutan terbakar ringan, yaitu area bekas kebakaran hutan dengan persentase
pohon hidup yang sehat lebih besar dari 75 b. Kelas hutan terbakar sedang, yaitu area bekas kebakaran hutan dengan
persentase pohon hidup yang sehat berkisar 50 ‐ 75
c. Kelas hutan terbakar berat, yaitu area bekas kebakaran hutan dengan persentase
pohon hidup yang sehat berkisar 25 ‐ 50 d. Kelas hutan terbakar sangat berat yaitu area bekas kebakaran hutan
dengan persentase pohon hidup yang sehat kurang dari 75
17
D. Pemodelan Spasial