Pengaruh karakteristik Dan Dukungan Keluarga Pada Ibu yang Memuliki Bayi Berumur 0 Sampai 3 Bulan terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI BERUMUR 0 SAMPAI 3 BULAN TERHADAP
PEMBERIAN IMUNISASI HB-0 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG PANE II KECAMATAN PADANG BOLAK
KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014
TESIS
Oleh
BANUATI BENARDA PURBA 127032043/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI BERUMUR 0 SAMPAI 3 BULAN TERHADAP
PEMBERIAN IMUNISASI HB-0 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG PANE II KECAMATAN PADANG BOLAK
KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
BANUATI BENARDA PURBA 127032043/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK DAN
DUKUNGAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI BERUMUR 0 SAMPAI 3 BULAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HB-0 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG PANE II KECAMATAN PADANG BOLAK KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : Banuati Benarda Purba Nomor Induk Mahasiswa : 127032043
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua
(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H)
Anggota
(Drs. Eddy Syahrial, M.S)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
(4)
Telah Diuji
pada Tanggal : Mei 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, M.S
2. Drs. Tukiman, M.K.M 3. dr. Taufik Ashar, M.K.M
(5)
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI BERUMUR 0 SAMPAI 3 BULAN TERHADAP
PEMBERIAN IMUNISASI HB-0 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG PANE II KECAMATAN PADANG BOLAK
KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Mei 2014
Banuati Benarda Purba 127032043/IKM
(6)
ABSTRAK
Penyakit Hepatitis B adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang menyebabkan peradangan hati akut yang dapat berkembang menjadi kanker hati. Indonesia merupakan Negara dengan penderita Hepatitis B terbanyak ketiga didunia dengan jumlah penderita 13 juta orang.
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014. Populasi dan sampel adalah seluruh ibu yang memiliki bayi yang berumur 0 sampai 3 bulan yang berada di wilayah kerja puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara berjumlah 59 orang. Alat pengumpulan data adalah kuesioner, dianalisis melalui tahapan univariat, bivariat menggunakan uji chi square , fisher exact test dan multivariat menggunakan uji statistik regresi logistik berganda dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pemberian imunisasi HB-0 yaitu umur, jumlah anak, pengetahuan, dukungan informasional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan variabel yang berpengaruh yaitu pekerjaan (p=0,042), pengetahuan (p=0,003) dan dukungan penilaian (p=0,048). Variabel yang paling dominan terhadap pemberian imunisasi HB-0 adalah pengetahuan.
Disarankan pada Puskesmas Batang Pane II agar meningkatkan upaya promosi kesehatan yakni peningkatan kualitas penyuluhan kesehatan tentang penyakit hepatitis B.
(7)
ABSTRACT
Hepatitis B is an infectious disease caused by the hepatitis B virus that results in acute inflammation of the liver that can developintoliver cancer. Indonesia is a country with 13 million Hepatitis B sufferers or ranks third in the world.
The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of characteristic and family support in the mother with the baby of 0-3 month old on the administration of HB-0 immunization in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Batang Pane II, Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District in 2014. The population and the samples of this study were all of the 59 mothers with the baby of 0-3 month old living in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Batang Pane II, Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District. The data for this study were obtained through questionnaire distribution, analyzed through the stages of univariate, bivariate used chi-square test, exact fisher’s test and multivariate used multiple logistic regression at level of confidence 95%.
The result of this study showed that the variables related to the administration of HB-0 immunization were age, number of children, knowledge, informational support, appraisal support, and instrumental support. The result of multivariate analysis by using logistic regression test showed that the influencing variables were occupation (p = 0.042), knowledge (p = 0.003), and appraisal support (p = 0.048). The most dominant variable on the administration of HB-0 immunization was knowledge.
The management of Puskesmas Batang Pane II is suggested to increase the health promotion effort by improving the quality of health extension on Hepatitis-B.
(8)
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh karakteristik Dan Dukungan Keluarga Pada Ibu yang Memuliki Bayi Berumur 0 Sampai 3 Bulan terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 Di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara”
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
(9)
4. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
5. Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku pembimbing dua yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
6. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan dr. Taufik Ashar, M.K.M serta Drs. Tukiman, M.K.M sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Kepala Dinas kesehatan kabupaten Padang Lawas Utara yang dijabat oleh Ibu dr.Hj. Zunaidah Hasanah, M.Kes yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
8. Kepala Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara.
9. Kepala Puskesmas Hutaimbaru Kecamatan Halongonan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan uji validasi kuesioner penelitian di wilayah kerja Puskesmas Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara.
(10)
10. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
11. Ayahanda W. Purba dan Ibunda R. Siagian serta keluarga besar tercinta yang selalu memberikan dorongan dan dukungan moril serta doa kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.
12. Teristimewa buat suami tercinta M. Simarmata, SE dan anakku tersayang Tesalonika Simarmata, Bob, dan Tommy yang penuh pengertian, kesabaran, dan doa serta semangat dalam memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Mei 2014 Penulis
Banuati Benarda Purba 127032043/IKM
(11)
RIWAYAT HIDUP
Banuati Benarda Purba lahir pada tanggal 21 Desember 1981 di Aek Kanopan, anak ke 2 dari pasangan ayahanda W. Purba dan ibunda R. Siagian.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di sekolah Dasar Swasta Sultan Hasanuddin selesai tahun 1994, Sekolah Menengah Pertama RK Santo Yosep selesai tahun 1997, Sekolah Menengah Umum Negeri I Kualuh Hulu Aek Kanopan selesai tahun 2000, DIII Kebidanan Prima Medan selesai tahun 2003, Fakultas Kesehatan Masyarakat Prima Medan selesai tahun 2012.
Penulis bekerja sebagai Bidan Desa di kabupaten Padang Lawas Utara dari tahun 2004 sampai tahun 2007, sebagai Staf Puskesmas Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara dari tahun 2007 sampai sekarang.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012 dan akan menyelesaikan studi tahun 2014.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 13
1.3. Tujuan Penelitian ... 13
1.4. Hipotesis ... 13
1.5. Manfaat Penelitian ... 13
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15
2.1. Karakteristik Ibu ... 15
2.1.1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors) ... 17
2.1.2. Faktor-faktor Pendukung (Enabling Factors) ... 22
2.1.3. Faktor-faktor Pendorong (Reinforcing Factors) ... 22
2.2. Bentuk Dukungan Keluarga ... 24
2.2.1. Dukungan Instrumental ... 24
2.2.2. Dukungan Informasional ... 24
2.2.3. Dukungan Emosional ... 24
2.2.4. Dukungan Penilaian ... 25
2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketepatan Pemberian Imunisasi Hepatitis B... 25
2.4. Hepatitis B ... 27
2.4.1. Etiologi ... 27
2.4.2. Sumber penularan ... 28
2.4.3. Cara penularan ... 28
2.4.4. Masa Inkubasi ... 29
2.4.5. Gejala dan Tanda ... 29
2.4.6. Kelompok yang Rentan ... 30
2.4.7. Prognosa ... 30
2.4.8. Diagnosa ... 18
(13)
2.5. Pengertian Imunisasi ... 31
2.5.1. Program imunisasi ... 32
2.5.2. Tujuan Pelaksanaan Imunisasi ... 33
2.5.3. Imunisasi Hepatitis B ... 35
2.6. Program Imunisasi Hepatitis B Di Indonesia ... 36
2.6.1. Tujuan Program Imunisasi Hepatitis B ... 38
2.6.2. Jadwal Imunisasi Hepatitis B ... 39
2.6.3. Kontraindikasi dan Efek Samping ... 39
2.7. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketepatan Pemberian Imunisasi Hepatitis B... 40
2.8. Landasan Teori ... 41
2.9. Konsep Penelitian ... 43
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 44
3.1. Jenis Penelitian ... 44
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 44
3.2.2. Waktu Penelitian ... 44
3.3. Populasi dan Sampel ... 44
3.3.1. Populasi ... 44
3.3.2. Sampel ... 45
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 45
3.4.1. Data Primer ... 45
3.4.2. Data Sekunder ... 45
3.4.3. Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 45
3.4.4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 47
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 47
3.5.1. Variabel Penelitian ... 51
3.5.2. Defenisi Operasional ... 51
3.6. Metode Pengukuran ... 52
3.7. Metode Analisis Data ... 56
3.7.1. Analisis Univariat ... 56
3.7.2. Analisis Bivariat ... 56
3.7.3. Analisa Multivariat ... 56
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57
4.1.1. Upaya kesehatan ... 58
4.2. Analisis Univariat ... 59
4.2.1. Karakteristik Responden ... 59
4.2.2. Pengetahuan Responden ... 61
4.2.3. Sikap Responden ... 62
(14)
4.2.5. Dukungan Penilaian tentang Imunisasi HB-0 ... 66
4.2.6. Dukungan Instrumental tentang Imunisasi HB-0 ... 67
4.2.7. Dukungan Emosional tentang Imunisasi HB-0 ... 69
4.3. Analisis Bivariat ... 70
4.3.1. Hubungan Umur dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 70
4.3.2. Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 72
4.3.3. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 73
4.3.4. Hubungan Jumlah Anak dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 74
4.3.5. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 75
4.3.6. Hubungan Sikap Responden dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 76
4.3.7. Hubungan Dukungan Informasional dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 77
4.3.8. Hubungan Dukungan Penilaian dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 78
4.3.9. Hubungan Dukungan Instrumental dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 79
(15)
4.3.10. Hubungan Dukungan Emosional dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang
Lawas Utara ... 80
4.4. Analisis Multivariat ... 81
BAB 5. PEMBAHASAN ... 84
5.1. Pengaruh Umur dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 84
5.2. Pengaruh Pendidikan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 85
5.3. Pengaruh Pekerjaan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 87
5.4. Pengaruh Jumlah Anak dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 88
5.5. Pengaruh Pengetahuan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 89
5.6. Pengaruh Sikap dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 91
5.7. Pengaruh Dukungan Infomasional, Dukungan Penilaian dan Dukungan Instrumental dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 92
5.8. Pengaruh Dukungan Emosional dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 95
5.9. Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 95
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97
6.1. Kesimpulan ... 97
6.2. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN
(16)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1. Jadwal Imunisasi Hepatitis B ... 39 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan ... 48 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap ... 49 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Berdasarkan Dukungan
Keluarga ... 49 4.1. Cakupan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II 58 4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden ... 59 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden terhadap Pemberian
Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 61 4.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Pemberian
Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 62 4.5. Distribusi Frekuensi sikap Responden terhadap Pemberian Imunisasi
HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 63 4.6. Distribusi Kategori Sikap Responden terhadap Pemberian Imunisasi
HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 64 4.7. Distribusi Frekuensi Dukungan Informasional terhadap Pemberian
Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 65 4.8. Distribusi Kategori Dukungan Informasional terhadap Pemberian
Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 66
(17)
4.9. Distribusi Frekuensi Dukungan Penilaian terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 66 4.10. Distribusi Kategori Dukungan Penilaian terhadap Pemberian
Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara ... 67 4.11. Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental terhadap Pemberian
Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 68 4.12. Distribusi Kategori Dukungan Instrumental terhadap Pemberian
Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara ... 69 4.13. Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional terhadap Pemberian
Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 69 4.14. Distribusi Kategori Dukungan Emosional terhadap Pemberian
Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 70 4.15. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan
Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 71 4.16. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan
Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 72 4.17. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan
Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 73 4.18. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan
Jumlah Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 74 4.19. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan
Pengetahuan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 75
(18)
4.20. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan Sikap Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 76 4.21. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan
Dukungan Informasional di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 77 4.22. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan
Dukungan Penilaian di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 78 4.23. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan
Dukungan Instrumental di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 79 4.24. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan
Dukungan Emosional di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 80 4.25. Pengaruh Karakteristik dan Dukungan Keluarga Pada Ibu yang
Memiliki Bayi Berumur 0 Sampai 3 Bulan terhadap Pemberian Imunisasi HB-O di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 81 4.26. Probabilitias Ibu yang Memiliki Bayi untuk Memberikan Imunisasi
HB-O di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 83
(19)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Hubungan Status Kesehatan dan Perilaku ... 41 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 43
(20)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 102
2. Kuesioner Penelitian ... 103
3. Master Data ... 111
(21)
ABSTRAK
Penyakit Hepatitis B adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang menyebabkan peradangan hati akut yang dapat berkembang menjadi kanker hati. Indonesia merupakan Negara dengan penderita Hepatitis B terbanyak ketiga didunia dengan jumlah penderita 13 juta orang.
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014. Populasi dan sampel adalah seluruh ibu yang memiliki bayi yang berumur 0 sampai 3 bulan yang berada di wilayah kerja puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara berjumlah 59 orang. Alat pengumpulan data adalah kuesioner, dianalisis melalui tahapan univariat, bivariat menggunakan uji chi square , fisher exact test dan multivariat menggunakan uji statistik regresi logistik berganda dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pemberian imunisasi HB-0 yaitu umur, jumlah anak, pengetahuan, dukungan informasional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan variabel yang berpengaruh yaitu pekerjaan (p=0,042), pengetahuan (p=0,003) dan dukungan penilaian (p=0,048). Variabel yang paling dominan terhadap pemberian imunisasi HB-0 adalah pengetahuan.
Disarankan pada Puskesmas Batang Pane II agar meningkatkan upaya promosi kesehatan yakni peningkatan kualitas penyuluhan kesehatan tentang penyakit hepatitis B.
(22)
ABSTRACT
Hepatitis B is an infectious disease caused by the hepatitis B virus that results in acute inflammation of the liver that can developintoliver cancer. Indonesia is a country with 13 million Hepatitis B sufferers or ranks third in the world.
The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of characteristic and family support in the mother with the baby of 0-3 month old on the administration of HB-0 immunization in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Batang Pane II, Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District in 2014. The population and the samples of this study were all of the 59 mothers with the baby of 0-3 month old living in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Batang Pane II, Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District. The data for this study were obtained through questionnaire distribution, analyzed through the stages of univariate, bivariate used chi-square test, exact fisher’s test and multivariate used multiple logistic regression at level of confidence 95%.
The result of this study showed that the variables related to the administration of HB-0 immunization were age, number of children, knowledge, informational support, appraisal support, and instrumental support. The result of multivariate analysis by using logistic regression test showed that the influencing variables were occupation (p = 0.042), knowledge (p = 0.003), and appraisal support (p = 0.048). The most dominant variable on the administration of HB-0 immunization was knowledge.
The management of Puskesmas Batang Pane II is suggested to increase the health promotion effort by improving the quality of health extension on Hepatitis-B.
(23)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan termasuk masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit Hepatitis B juga merupakan penyakit infeksi virus yang dapat menyerang hati dan selanjutnya akan berkembang menjadi pengerasan hati maupun kanker hati hingga menyebabkan kematian.
Penyakit Hepatitis B ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun (penyakit hati kronis). Keadaan ini sangat berbahaya karena penderita merasa tidak sakit tetapi terus-menerus menularkan virus hepatitis B kepada orang lain sehingga dapat terjadi wabah Hepatitis B dan juga mengalami komplikasi penyakit yaitu pengerasan hati yang disebut liver cirrhosis dan juga dapat berkembang menjadi kanker hati yang disebut dengan carcinoma hepatocelluler (Gunawan, 2009).
Virus Hepatitis B (VHB) merupakan penyakit infeksi utama dunia yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, meskipun saat ini sudah tersedia vaksin yang efektif dalam bentuk pengobatan antivirus. Secara global dari dua milyar orang yang sudah terinfeksi, lebih dari 350 juta jiwa telah terinfeksi VHB kronis yang menyebabkan 1-2 juta jiwa kematian setiap tahun karena kanker hati. Infeksi VHB bervariasi menurut geografi, prevalensi VHB kronis mulai dari 1,2% sampai dengan
(24)
20%. Sekitar 40% dari populasi yang tinggal di daerah endemik, seperti Afrika dan Asia Pasifik (tidak termasuk Jepang, Australia dan New Zealand). (Nguyen & Dare 2008).
Berdasarkan tingginya prevalensi infeksi VHB, World Health Organization (WHO) membagi menjadi 3 macam daerah endemis yaitu: tinggi (10-15%), sedang (8%) dan rendah (5%). Sedangkan prevalensi VHB di negara-negara berkembang Indonesia (10%), Malaysia (5,3%), Brunai (6,1%), Thailand (8%-10%), Filipina (3,4%-7%) (WHO, 2010).
Berdasarkan data WHO (2008) penyakit Hepatitis B menjadi pembunuh nomor 10 di dunia dan endemis di China dan bagian lain di Asia termasuk Indonesia. Dua milyar penduduk dunia pernah terinfeksi oleh virus Hepatitis B, 400 juta jiwa pengidap Hepatitis kronik dan 250.000 orang setiap tahun meninggal akibat sirosis hati dan kanker hati, 170 juta penduduk dunia pengidap virus Hepatitis C (HVC) dan 350.000 orang meninggal akibat komplikasi dan Hepatitis C.
Indonesia menjadi negara dengan penderita Hepatitis B ketiga terbanyak di dunia setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta orang, sementara di Jakarta diperkirakan satu dari 20 penduduk menderita penyakit Hepatitis B. Sebagian besar penduduk kawasan ini terinfeksi Virus Hepatitis B (VHB) sejak usia dini. Sejumlah Negara di Asia, 8-10% populasi orang menderita Hepatitis B kronik (Sulaiman, 2010).
WeningS, dkk (2008), menyatakan bahwa hepatitis B menjadi masalah Global Saat ini diperkirakan 400 juta orang didunia terinfeksi Hepatitis B kronis. Bahkan
(25)
sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit tersebut. Sekitar 350 juta penduduk dunia terinfeksi Hepatitis B dan diperkirakan 1 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi Hepatitis B. Kasus Hepatitis B cukup banyak di Indonesia. Sekitar 11 juta penduduk Indonesia mengidap penyakit Hepatitis B. Di Jakarta ada sebuah asumsi bahwa 1 dari 20 orang mengidap Hepatitis B.
Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan sedini mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit hepatitis B melalui health promotion dan pencegahan penyakit melalui pemberian vaksinasi. Menurut WHO, pemberian vaksin Hepatitis B tidak akan menyembuhkan pembawa kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah berkembangnya penyakit menjadi carier (Fazidah, 2007).
Infeksi Hepatitis B masih tinggi kejadiannya 4%-30% pada orang normal, sedangkan pada penyakit hati menahun angka kejadiannya 20%-40%. Pada ibu hamil prevalensinya sebesar 4% dan penularan ibu hamil yang mengidap Hepatitis ke bayinya sebesar 45,9% (Harahap, 2009). Sedangkan di Kota Medan sendiri didapat 6,05% dari 314 pasien (survei nasional untuk prevalensi Hepatitis B dan C pada pasien hemodialisis) (Lukman, 2008).
Kelompok pengidap Hepatitis kronik yang ada di masyarakat, sekitar 90% diantaranya mengalami infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang mengidap virus Hepatitis B bisa terjadi sejak masa kehamilan hingga bayi mencapai usia balita. Infeksi juga bisa terjadi saat ibu menyusui karena terjadi kontak luka pada puting ibu sehingga menjadi jalan mudah masuk virus Hepatitis B (Soemoharjo, 2008).
(26)
Pada ibu hamil di Indonesia tidak dilakukan uji saring Hepatitis B berdasarkan pemikiran bahwa pemberian imunisasi Hepatitis B yang pertama dilakukan pada usia 0-7 hari. Kebijakan tersebut didukung oleh beberapa studi yang menunjukkan bahwa bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif dan tidak diberikan imunisasi Hepatitis B, 90% akan menjadi pengidap Hepatitis B kronis. Apabila bayi segera diberikan imunisasi Hepatitis B dosis pertama 0-7 hari maka Hepatitis B kronis tinggal 23%, apabila diberikan pada bulan pertama kehidupan maka yang menjadi pengidap Hepatitis kronis sebesar 40% (Sampana, 2000).
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang merusak hati dengan masa inkubasi 14-160 hari. Penyebaran penyakit melalui darah dan produknya, suntikan yang tidak aman, transfusi darah, proses persalinan, melalui hubungan seksual. Dengan melihat masa inkubasi diatas maka pemberian imunisasi aktif diberikan pada waktu kurang dari 7 hari. Infeksi pada anak seringkali subklinis dan biasanya tidak menimbulkan gejala. Risiko infeksi lebih besar terjadi awal kehidupan dibandingkan dengan infeksi pada usia dewasa. Infeksi pada masa bayi mempunyai resiko untuk menjadi carrier cronis sebesar 95% dan menimbulkan kanker hati (chirrosis hepatitis) dan menimbulkan kematian (Ruff, 2008).
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan infeksi Hepatitis B, maka pencegahan merupakan cara yang terbaik yaitu melalui peningkatan kesehatan lingkungan, kebersihan perorangan, mencegah perilaku seksual yang berisiko tinggi dan yang paling efektif adalah imunisasi atau vaksinasi untuk mencegah penularan bagi orang lain (Dinkes Propinsi Jateng, 2003).
(27)
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan prevalensi nasional Hepatitis B klinis sebesar 0,6% (rentang 0,2%-0,9%), tercatat 13 provinsi di Indonesia memiliki prevalensi di atas nasional dan tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Penyakit Hepatitis kronik menduduki urutan kedua berdasarkan penyebab kematian pada golongan semua umur dan kelompok penyakit menular, angka ini meningkat menjadi 10-15% pada data Riskesdas (2010).
Hasil uji coba di pulau Lombok (Nusa Tenggara Barat) tahun 2005 dengan memberikan vaksinasi Hepatitis B kontak pertama pada bayi umur 0-7 hari terbukti dapat menurunkan prevalensi Hepatitis B dari 6,25% menjadi 1,4% (Hadi, 2005). Selain itu lebih 3,9% dan populasi ibu hamil di Indonesia mengidap Hepatitis B dengan risiko menularkan kepada bayinya sebesar 45%, Dan data pasien hemodialisis regular di 12 kota besar di Indonesia dari 2.458 pasien didapati prevalensi infeksi HBV sebanyak 4,5% (IDAI, 2005).
Hasil pertemuan World Health Assembly (WHA) ke-63 di Geneva pada tanggal 20 Mei 2010, dimana Indonesia menjadi Alternate Head of Delegation, telah berhasil menjadi sponsor utama bersama Brazil dan Colombia dalam memberikan resolusi mengenai virus hepatitis. Ada dua hal penting yaitu pertama, Hepatitis merupakan agenda prioritas WHO dan kedua ditetapkannya tanggal 28 Juli sebagai World Hepatitis Day (hari Hepatitis dunia). Inti dan resolusi tersebut menyerukan semua negara di dunia supaya melakukan penanganan Hepatitis B secara komprehensif, dari pencegahan sampai pengobatan dan meliputi berbagai aspek termasuk surveilan dan penelitian (Dirjen P2PL, 2011).
(28)
Tujuan pencapaian MDG'S (Millenium Development Goals) pada tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan misi menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan.Salah satu perilaku sehat yang harus diciptakan untuk menuju Indonesia sehat 2015 adalah perilaku pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dengan pemberian imunisasi (Depkes RI, 2011).
Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan yang paling efektif untuk mencegah penularan penyakit Hepatitis B yang dianjurkan WHO (World Health Organization).Melalui program The Expanded Program On Immunitation (EPI), WHO merekomendasikan pemberian vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di negara berkembang, yaitu : BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B.
Pada tahun 1992 WHO merekomendasikan pemberian imunisasi Hepatitis B (HB-0) bagi bayi di negara dengan tingkat endemis tinggi > 8%. Selanjutnya pada tahun 1997 WHO merekomendasikan agar imunisasi Hepatitis B diintegrasikan kedalam program imunisasi rutin (Depkes RI, 2005).
Dalam Multi Years Plan tahun 2006-2011 tentang program imunisasi di Indonesia telah digariskan bahwa kegiatan program imunisasi perlu diarahkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta kualitas pelaksanaan. Seperti telah diketahui pencegahan Hepatitis B yang efektif di Indonesia adalah dengan memberikan dosis pertama pada usia 0-7 hari karena tingginya transmisi Hepatitis B secara vertikal di Indonesia (Dirjen PPM&PL, 2008).
(29)
Vaksin Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinasi yang telah diinaktasi dan bersifat Non Infectious, berasal dari HbsAg dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula Polymorpha) menggunkan tehnologi DNA rekombinan yang digunakan untuk imunisasi aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B. Kehadiran vaksin dalam tubuh akan mendorong reaksi perlawanan terhadap virus. Kegiatan imunisasi makin maju dengan adanya (ADS-PID/ Auto Disable Syringe-Prefill Injection Device), dengan penyuntikan yang aman (Safe Injection) dan menghemat vaksin karena Uniject merupakan kemasan tunggal (Biofarma, 2007).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, cakupan imunisasi Hepatitis B-0 di Indonesia sebesar 59,19% (Depkes RI, 2011). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 kabupaten/kota, jumlah kasus Hepatitis B ditemukan dua kabupaten dengan jumlah 48 kasus dengan rincian Kabupaten Simalungun 46 kasus dan Samosir 2 kasus, tahun 2011 ditemukan 7 kasus, dengan rincian Kabupaten Asahan 6 kasus dan Kotamadya Binjai 1 kasus, tahun 2012 ditemukan 26 kasus di tiga kabupaten/kota yaitu Langkat sebanyak 18 kasus, Tanjung Balai 7 kasus dan Pakpak Barat sebanyak 1 kasus (Dinkes Sumut, 2013).
Hasil penelitian Gunawan (2009) di Kabupaten Langkat hasil cakupan imunisasi Hepatitis B-0 pada umur bayi 0-7 hari di bawah target yang ditetapkan 80%. Cakupan imunisasi Hepatitis B-0 di Puskesmas Bahorok paling rendah yaitu 60%.
(30)
Pemberian imunisasi Hepatitis B kepada bayi sedini mungkin (usia 0-7 hari) menjadi prioritas program imunisasi Hepatitis B, karena hal ini akan memberikan perlindungan segera bagi bayi tersebut dari infeksi virus Hepatitis B dan dapat mencegah infeksi yang sudah terjadi (melalui penularan perinatal) berkembang menjadi kronis. Berdasarkan penelitian Simbolon (2010), menyebutkan bahwa kepercayaan terhadap penolong persalinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B, sedangkan variabel pekerjaan, pendapatan, jumlah anak dan kepercayaan tidak berpengaruh terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B.
Menurut data Susenas tahun 2004, presentase penolong persalinan pertama oleh tenaga kesehatan adalah 64,4%. Penolong terakhir oleh tenaga kesehatan 71,3%. Tahun 2006 cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih sekitar 76%, artinya masih banyak pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional yang dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayinya (Silardika, 2008).
Untuk meningkatkan jumlah bayi yang mendapatkan imunisasi Hepatitis B pada usia dini, perlu ditingkatkan kerjasama dengan tenaga kesehatan yang menolong persalinan untuk dapat memberikan penyuluhan mengenai imunisasi Hepatitis B dan pentingnya imunisasi tersebut diberikan sedini mungkin kepada ibu-Ibu hamil saat memeriksakan kehamilannya dan memanfaatkan kesempatan kontak dengan bayi untuk memberikan pelayanan imunisasi Hepatitis.
(31)
Penggunaan imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) pada bayi harus sepengetahuan suami. Dimana suami harus sadar bahwa pemberian iminisasi Hepatitis B (0-7 hari) dapat membantu terhindar dari penyakit Hepatitis B maka dianjurkan untuk bayi baru lahir agar segera mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 sedini mungkin supaya tidak tertular dengan penderita Hepatitis, Berdasarkan atas batasan demikian maka dukungan keluarga dalam hal ini suami sangat menentukan pengambilan keputusan dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir 0-7 hari (Gunawan 2009).
Sesuai dengan indikator Nasional SPM (Standar Pelayanan Minimal) desa UCI ((Universal Child Imunization) 80%, untuk target imunisasi secara nasional yaitu di atas 90%. Cakupan imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari) sebesar 80% pada tahun 2012 (Dinkes Provinsi Sumut, 2013).
Pencapaian desa dengan UCI di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 mencapai 74,19, angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011 yaitu 65,87% kabupaten/kota yang desanya telah mencapai UCI 80% yaitu kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Tapanuli Selatan, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Deli Serdang, Langkat, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Serdang Bedagai, Batu Bara, Labuhan Batu Selatan dan Nias utara. Pencapaian UCI kurang 80% sebanyak 14 kabupaten/kota yakni Gunung Sitoli, Binjai, Pematang Siantar, Sibolga, Labuhan Batu Utara, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Samosir, Nias Selatan, Karo, Dairi, Tapanuli Utara, Madina dan Nias. Cakupan desa UCI masih dibawah 50% terdapat 4 kabupaten/kota yakni Nias Barat, Padang Sidimpuan,
(32)
Tapanuli Tengah, Tanjung Balai. Kondisi demikian tentu dapat berpeluang menjadi daerah terjadinya KLB PD3I (Dinkes Provinsi Sumut, 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara hingga Desember 2012, pencapaian imunisasi Hepatitis B masih rendah. Dan 33 kabupaten/kota, hanya empat kabupaten/kota pencapaian imunisasi Hepatitis B di atas 80% yaitu kota Medan, Tebing Tingg, Deli Serdang dan Toba Samosir. Sedangkan sisanya masih di bawah 80%.
Pengetahuan keluarga tentang imunisasi akan membentuk sikap positif terhadap kegiatan imunisasi. Hal ini juga merupakan faktor dominan dalam keberhasilan imunisasi, dengan pengetahuan yang baik dan memiliki kesadaran untuk memberikan imunisasi bayi akan meningkat. Pengetahuan tersebut akan menimbulkan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi bayinya (Muhammad, 2010).
Menurut Azwar (2007) salah satu faktor yang menentukan timbulnya kasus Hepatitis B adalah ciri/karakteristik manusia seperti pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status sosial ekonomi, ras/etnik, agama dan sosial budaya. Begitu juga halnya dalam masalah status imunisasi Hepatitis B juga dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan lingkungan sosial budaya.
Kabupaten Padang Lawas Utara terdiri dari 9 (Sembilan) Kecamatan dengan 17 (Tujuh belas) Puskesmas. Puskesmas Batang Pane II termasuk salah satu puskesmas yang ada di Kabupaten Padang Lawas Utara yang berjarak ±40 km dari Kota Gunung Tua, dengan waktu tempuh sekitar 75 menit. Wilayah kerja Puskesmas
(33)
Batang Pane II terdiri dari 11 (sebelas) desa. Puskesmas Batang Pane II memiliki bayi sejumlah 291 orang dengan proses persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar 87,5% dan 12,5% ditolong oleh dukun beranak. Puskesmas Batang Pane II merupakan puskesmas yang memiliki cakupan imunisasi HB-0 yang rendah yaitu 55% (Dinas Kesehatan Padang Lawas Utara, 2013).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti melalui hasil wawancara peneliti dengan 10 ibu bayi di Desa Batang Pane III dan Desa Siancimun didapat ada 2 orang (20%) ibu mengatakan tidak perlu diberikan imunisasi karena anak tetap sehat dan 6 orang (60%) tidak bersedia bayinya di suntik segera karena tidak tega, kasihan, takut bayinya akan demam bila diimunisasi, Dan masih banyaknya larangan dari keluarga terutama larangan dari suami karena anaknya masih terlalu kecil untuk disuntik dan juga di dukung oleh karena kepercayaan mereka yang masih sangat kuat untuk melarang ibu-ibu yang baru melahirkan untuk membawa bayinya keluar dari rumah selama kurang lebih 40 hari , dan 2 orang lagi tidak tahu.,dan dari tingkat pendidikannya tingkat rendah 6 orang tamat SD, dan 4 lagi tamatan SMP.
Beberapa bidan desa dan petugas imunisasi juga mengatakan cakupan imunisasi HB-0 Tahun 2013 di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II rendah karena rendahnya pengetahuan, kepercayaan serta larangan dari keluarga ibu bayi yang mengakibatkan dorongan dari petugas kesehatan agar bayinya diimunisasi selalu diabaikan.
(34)
Wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II pada Tahun 2012, memiliki jumlah penduduk 13.936 jiwa dengan mata pencaharian kepala keluarga mayoritas buruh harian perkebunan dan wiraswasta, sedangkan rata-rata ibu tidak bekerja. Hampir seluruh masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II adalah Suku Batak mandailing. Wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II mempunyai 15 posyandu yang terdiri dari 3 posyandu madya dengan kegiatan posyandu didukung oleh peran serta kader posyandu sebanyak 5 orang dan 12 posyandu purnama dengan kegiatan posyandu di dukung oleh peran serta kader posyandu aktif sebanyak 2 orang.
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), perilaku seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes). Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku, misalnya seorang ibu yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena ibu tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya.
Mengacu pada latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014.
(35)
1.2. Permasalahan
Bagaimana Pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis Pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014.
1.4. Hipotesis
Ada Pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Dinas Kabupaten Padang Lawas Utara untuk meningkatkan cakupan imunisasi HB 0-7 hari di Padang Lawas Utara 1.5.2. Sebagai masukan bagi petugas Puskesmas Batang pane II kecamatan Padang
(36)
perilaku mengenai imunisasi HB 0 melalui penyuluhan.
1.5.3. Dapat digunakan sebagai masukan dalam menyusun perencanaan pelayanan kesehatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular terutama upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Hepatitis B .
1.5.4. Sebagai bahan masukan atau perbandingan dalam melakukan penelitian yang membahas tentang Hepatitis B.
(37)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Ibu
Banyak faktor yang memengaruhi seseorang untuk melaksanakan pemberian imunisasi HB-0. Menurut Chen RT dalam Hadi (2005) faktor-faktor yang memengaruhi ketepatan pemberian imunisasi HB-0 adalah : faktor perilaku, faktor non perilaku dan faktor lingkungan. Faktor perilaku mencakup perilaku ibu dan perilaku tenaga kesehatan, faktor non perilaku misalnya sulitnya mencapai sasaran pelayanan kesehatan, mahalnya biaya transportasi dan mahalnya biaya jasa pelayanan kesehatan, termasuk faktor lingkungan dan manajemen program yang meliputi komitmen global program imunisasi, kebijakan pemerintah pusat dan daerah, pengaruh sarana dan prasarana termasuk tersedianya vaksin dengan cukup sesuai kebutuhan dan tenaga kesehatan yang tersedia, terjangkau oleh masyarakat dapat memberikan kontribusi terhadap ketepatan pemberian imunisasi HB-0.
Di samping itu perilaku yang berhubungan dengan tempat melahirkan, pemeriksaan kehamilan, penolong persalinan. Faktor lain yang dapat berpengaruh adalah merupakan faktor penghambat seperti maturisasi program imunisasi, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi sakit, bayi prematur dan sosial budaya masyarakat atau istiadat yang masih relatif kuat yang diyakini oleh individu atau masyarakat.
(38)
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinforce yang akan memperkuat respon. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku seperti perilaku pemberian imunisasi HB-0 perlu adanya kondisi tertentu yang dapat.
Di antara berbagai teori dan model perilaku kesehatan, yang saat ini menonjol di bidang promosi dan komunikasi kesehatan, salah satunya adalah Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model). Menurut model kepercayaan kesehatan (Becker, 1974, 1979), perilaku ditentukan apakah seseorang : (1) percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu; (2) menganggap masalah ini serius; (3) menyakini efektivitas tujuan pengobatan dan pencegahan; (4) tidak mahal; dan (5) menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan.
Health Belief Model merupakan teori yang digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang memengaruhi preventive health belief (perilaku kesehatan pencegahan) seperti pemeriksaan berkala dan imunisasi (Rosentock & Kirsht, 1979 cit Gochman, 1988). Komponen kunci dan teori ini adalah (1) perceived susceptibility (persepsi akan kerentanan), (2) perceived severity (persepsi akan keparahan suatu penyakit), (3) perceived benefit (persepsi akan manfaat), (4) perceived barriers (persepsi hambatan suatu perilaku pencegahan), (5)
(39)
cues to action (isyarat untuk bertindak), (6) faktor lainnya seperti sosial, dukungan suami/keluarga, kepercayaan.
Dalam membahas faktor-faktor yang memengaruhi perilaku dilakukan pendekatan beberapa teori perilaku sehat, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni :
2.1.1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan juga variasi demografi seperti tingkat sosial ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dan dalam din individu tersebut. Dalam faktor predisposisi yang diteliti adalah sebagai berikut:
2.1.1.1. Umur
Menurut Notoatmodjo (2010), umur ibu merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam hal pemberian imunisasi HB-0 pada umur bayi 0-7 hari. Untuk ibu yang usia muda cenderung untuk tingkat pendidikannya rendah sehingga belum memehami akan manfaat imunisasi, sedangkan ibu yang lebih tua cenderung lebih banyak pengalaman dan informasi yang didapat mengenai manfaat imunisasi bagi bayinya.
Hadi (2005) menemukan ada pengaruh antara umur ibu dengan pemberian imunisasi Hepatitis B-0. Ibu yang mempunyai umur < 25 tahun status imunisasi bayi
(40)
masih rendah, kemudian meningkat pada umur ibu 25-29 tahun. Semakin bertambah umur ibu (peningkatan 1 tahun), bayi cenderung 0,97 kali lebih rendah memperoleh imunisasi Hepatitis B-0 pada umur 0-7 hari dibandingkan ibu yang lebih muda.
2.1.1.2. Pendidikan
Menurut pendapat Pillai dan Conaway (1992) ibu yang berpendidikan memiliki pengaruh lebih besar dalam program pelayanan kesehatan termasuk dalam memberikan imunisasi kepada anaknya sebab mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan.
Helmi (2008) dalam penelitiannya menyebutkan ada hubungan antara faktor internal (pengetahuan, tingkat pendidikan) dan faktor eksternal (peran petugas kesehatan) dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi Hepatitis B, sedangkan faktor internal (kepercayaan) dan faktor eksternal (pendapatan) secara statistik tidak terdapat ada pengaruhnya terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B-0.
Dombkowski (2004) menyebutkan ketepatan usia pemberian imunisasi dipengaruhi oleh pengasuhan oleh orang tua tunggal, jumlah anggota keluarga, pendidikan orang tua, tidak adanya asuransi kesehatan dan kepemilikan telepon. Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin banyak jumlah anak makin besar kemungkinan ketidak tepatan pemberian imunisasi pada anak. Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan terpecah, sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk setiap anak tidak dapat maksimal.
(41)
Ismail (1999) menemukan adanya hubungan antara status imunisasi dasar lengkap dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua dan jumlah anak. Diantara beberapa faktor tersebut pengetahuan ibu tentang imunisasi merupakan suatu faktor yang sangat erat.
2.1.1.3. Pekerjaan
Status dan pekerjaan ibu memberi pengaruh terhadap status imunisasi. Ibu yang bekerja di luar rumah lebih sering memberikan imunisasi pada anaknya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hadi (2005) menyatakan bahwa sebesar 8,44 kali lebih besar pada ibu yang bekerja dibandingkan ibu yang tidak bekerja dalam memberikan imunisasi kepada bayinya.
2.1.1.4. Pengetahuan
Gust (2004) menyebutkan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua bayi berhubungan dengan status imunisasi bayi. Tiga pertanyaan meliputi ketidakinginan orang tua untuk mengimunisasikan bayi jika mempunyai lagi (sikap), ketidakyakinan orang tua tentang keamanan imunisasi (pengetahuan) dan pernah menolak bayinya untuk diimunisasi (perilaku) berhubungan dengan status imunisasi bayi. Selain faktor sosio ekonomi keluarga, pelayanan kesehatan dan jumlah balita dalam keluarga juga ikut memberikan kontribusi terhadap status imunisasi bayi. Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi pada anak. Ibu yang mempunyai banyak anak kesulitan dalam mendatangi tempat pelayanan kesehatan. Karakteristik ibu yang mempengaruhi ketidak lengkapan imunisasi anak adalah ibu kulit hitam dan hispanic, janda, berpendidikan rendah < 12
(42)
tahun dan hidup di bawah garis kemiskinan (Lukman, 2008).
Penelitian Kasniyah (2001) di Kecamatan Bayan Jawa Tengah menyebutkan bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi luar pengetahuan ataupun pemahaman masyarakat tentang imunisasi. Faktor tersebut berupa anjuran dan pemimpin formal maupun non formal di masyarakat serta anjuran dari petugas kesehatan.
2.1.1.5. Sikap (attitude)
1. Defenisi Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007).
Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
1. Komponen Pokok Sikap
Allport yang dikutip dari Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
(43)
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sebagai contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang penyakit hepatitis B (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena hepatitis B. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena hepatitis B. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit hepatitis
2. Tingkatan Sikap 1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
(44)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).
5. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
1. Faktor Internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.
2. Faktor Eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap (Notoatmodjo, 2003).
2.1.2. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana, sumber informasi atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut juga faktor-faktor pendukung. Misalnya : Puskesmas, Posyandu, Polindes, Rumah Sakit.
2.1.3. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang mengetahui untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), dukungan suami, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang,
(45)
peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Faktor penguat adalah:
2.1.3.1. Dukungan Keluarga
Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan prilaku ada 3, yaitu: (1) dukungan materil adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah memberi pujian atas keberhasilan proses latihan.
Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan
Menurut Rodin & Salovey yang dikutip oleh Niven (2002) mengemukakan bahwa perkawinan dan keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. dukungan sosial sebagai info verbal/non verbal, bantuan nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku bagi pihak penerima.
Siswandoyo dan Putro (2003) melakukan survei terhadap ibu—ibu anak usia 12-23 bulan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi Hepatitis B menyebutkan bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi anak
(46)
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pendapatan, waktu tempuh, dukungan keluarga dan pelayanan petugas imunisasi.
Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh memberikan kasih saying serta menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan keluarga adalah bagian integral dari dukungan social. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.
2.2. Bentuk Dukungan Keluarga i. Dukungan Instrumental
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung, seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan dan pelayanana. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stress karea individu langsung memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat dierlukan terutama dalam mengatasi masalah yang di anggap dapat diatasi. ii. Dukungan Informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran dan umpan balik tentang situasi dan keadaan individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.
iii. Dukungan Emosional
Bentuk dukungan ini membuat individu merasa nyaman, yakin diperlukan untuk dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat mengatasi
(47)
masalah dengan baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapai keadaan yang dianggap tidak dapat diatasi.
iv. Dukungan Penilaian
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan tinggi pada individu, pemberian semangat, persetujuan dengan pendapat individu, perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.
Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).
2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Keluarga
Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan keluarga atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:
(48)
a. Faktor dari Penerima Dukungan (Recipient)
Seseorang tidak akan menerima dukungan social dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, ataumerasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.
b. Faktor dari Pemberi Dukungan (Providers)
Seorang terkadang tidak memberikan dukungan social kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumber daya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.
Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari orang tua dengan kelas sosial bawah.
Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami terhadap istrinya ialah mendidik, mengarahkan serta mengertikan istri kepada
(49)
kebenaran, kemudian memberinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).
Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suamimempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga (Chaniago, 2002).
2.4. Hepatitis B
Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi pada organ tubuh seperti hati (Liver).Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit kuning, padahal penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu gejala dari penyakit Hepatitis itu (Misnadiarly, 2007).
2.4.1. Etiologi
Hepatitis B terjadi disebabkan oleh Virus hepatitis B yang terbungkus serta mengandung genoma DNA (Deoxyribonucleic acid) melingkar. Virus ini merusak fungsi liver dan terus berkembang biak dalam sel-sel hati (Hepatocytes). Akibat serangan ini sistem kekebalan tubuh kemudian memberi reaksi dan melawan.Kalau berhasil maka virus dapat terbasmi habis. Tetapi jika gagal virus akan tetap tinggal dan menyebabkan Hepatitis B kronis (si pasien sendiri menjadi carrier atau pembawa virus seumur hidupnya). Dalam seluruh proses ini liver mengalami peradangan (Misnadiarly, 2007).
(50)
2.4.2. Sumber Penularan
Virus hepatitis B mudah ditularkan kepada semua orang.Penularannya dapat melalui darah atau bahan yang berasal dari darah, cairan semen (sperma), lendir kemaluan wanita (Sekret Vagina), darah menstruasi. Dalam jumlah kecil HBsAg positif dapat juga ditemukan pada Air Susu Ibu (ASI), air liur, air seni, keringat, tinja, cairan amnion dan cairan lambung (Dalimartha, 2004).
2.4.3. Cara Penularan
Ada dua macam cara penularan Hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan transmisi horisontal.
a. Transmisi vertikal
Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal).Virus hepatitis B ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan Maternal Neonatal. Penularan ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang penyakit Hepatitis B akut atau ibu memang pengidap kronis Hepatitis B (Dalimartha, 2004).
b. Transmisi horisontal
Adalah penularan atau penyebaran Virus hepatitis B dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak erat dengan pengidap Hepatitis B atau penderita Hepatitis B akut.Misalnya pada orang yang tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan penderita Hepatitis B (Dalimartha, 2004).
Cara penularan paling utama di dunia ialah dari ibu kepada bayinya saat proses melahirkan. Kalau bayinya tidak divaksinasi saat lahir bayi akan menjadi carrier seumur hidup bahkan nantinya bisa menderita gagal hati dan kanker hati.
(51)
Selain itu penularan juga dapat terjadi lewat darah ketika terjadi kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis B (Misnadiarly, 2007).
2.4.4. Masa Inkubasi
Masa inkubasi (saat terinfeksi sampai timbul gejala) sekitar 24-96 minggu (Misnadiarly, 2007).Namun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa masa inkubasi Virus hepatitis B berkisar dari 15–180 hari (rata-rata 60-90 hari).
2.4.5. Gejala dan Tanda
Gejala penyakit Hepatitis B ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia pasien saat terinfeksi, kondisi kekebalan tubuh dan pada tingkatan mana penyakit diketahui. Gejala dan tanda antara lain:
a. Mual-mual (Nausea)
b. Muntah (Vomiting) disebabkan oleh tekanan hebat pada liver sehingga membuat keseimbangan tubuh tidak terjaga
c. Diare
d. Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya rasa mual
e. Sakit kepala yang berhubungan dengan demam, peningkatan suhu tubuh
f. Penyakit kuning (Jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata, dan kulit. 2.4.6. Kelompok yang Rentan
Adapun kelompok yang rentan terkena Hepatitis B adalah : a. Anak yang baru lahir dari ibu yang terkena Hepatitis B
(52)
c. Mereka yang tinggal atau sering bepergian ke daerah endemis Hepatitis B (Misnadiarly, 2007).
2.4.7. Prognosa
Seseorang yang terinfeksi Virus hepatitis B maka proses perjalanan penyakitnya tergantung pada aktivitas sistem pertahanan tubuhnya. Jika sistem pertahanan tubuhnya baik maka infeksi Virus hepatitis B akan diakhiri dengan proses penyembuhan. Namun, bila sistem pertahanan tubuhnya terganggu maka penyakitnya akan menjadi kronik. Penderita Hepatitis B Kronik dapat berakhir menjadi sirosis hati atau kanker hati (Karsinoma Hepatoseluler). Sirosis dan kanker hati sering menimbulkan komplikasi berat berupa pendarahan saluran cerna hingga Koma Hepatik (Dalimartha, 2004).
2.4.8. Diagnosa
Diagnosa yang dapat dilakukan yaitu serologi (test darah) dan biopsi liver (pengambilan sampel jaringan liver).Bila HBsAg positif maka orang tersebut telah terinfeksi oleh Virus hepatitis B (Misnadiarly, 2007).
2.4.9. Pencegahan Hepatitis B
Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui program imunisasi. Imunisasi adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh yang diharapkan dapat menghasilkan zat antibodi yang pada saatnya nanti digunakan untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Hadinegoro, 2008).
(53)
1. Imunisasi Wajib
Imunisasi yang diwajibkan meliputi HB-0 (Hepatitis B 0-7 hari), BCG (Bacille Calmette Guerin), Polio, DTP/HB (Difteria, Tetanus, Pertusis) dan campak. 2. Imunisasi yang Dianjurkan
Imunisasi yang dianjurkan diberikan kepada bayi/anak mengingat beban penyakit (burden of disease) namun belum masuk ke dalam program imunisasi nasional sesuai prioritas.Imunisasi yang dianjurkan adalah HiB (Haemophillus Influenza Tipe B), Pneumokokus, Influenza, MMR (Measles, Mumps, Rubella), Demam tifoid, Hepatitis A, Varisela, Rotavirus, dan HPV (Human Papilloma Virus) (Dinkes, 20013).
2.5. Pengertian Imunisasi
Imunisasi salah satu cara yang paling efektif untuk memberikan kekebalan khusus terhadap seseorang yang sehat, dengan tujuan utama untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan karena berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manuasia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain. (Depkes RI, 2000).
Menurut Musa dalam Mirzal (2008) Imunitas dalam ilmu kedokteran adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing hingga
(54)
terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu.Oleh karena itu imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk mencegah penularan penyakit. Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga apabila seseorang terpapar antigen yang serupa maka tidak akan pernah terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2001).
2.5.1. Program Imunisasi
Program imunisasi di Indonesia telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi penyakit cacar khususnya di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenalkan imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal sebagai kecamatan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) (Depkes RI, 2000).
(55)
Cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4% pada tahun 1984. Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada akhir tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan kemampuan manajemen program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain WHO, UNICEF, USAID) program berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin. Pada akhir tahun 1989, sebanyak 96% dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi dasar secara teratur.
Pemerintah bertekad untuk mencapai Universal Child Immunization (UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun 1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi sosial dan pengembangan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990. Akhirnya lebih dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum ulang tahunnya yang pertama (Depkes RI, 2000).
2.5.2. Tujuan Pelaksanaan Imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit yang dapat menyerang anak-anak. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sedini mungkin kepada bayi dan anak-anak. Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia
(56)
sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita dan anak-anak pra sekolah.
Pencapaian program PD3I perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi vaksinasi.Tujuan pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan kerja, mengetahui permasahan yang ada.Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki program.
Menurut Sarwono (1998), pemantauan yang dilakukan oleh petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi adalah sebagai berikut : Pemantauan ringan adalah memantau apakah pelaksanaan pemantauan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, apakah vaksin cukup tersedia, pengecekan lemari es normal, hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan, peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan steril, apakah diantara 6 penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu.
Cakupan imunisasi dapat dilakukan dengan cara memantau cakupan dari bulan ke bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti program cukup berhasil dan bila garis pencapaian dalam 1 tahun dibawah 50% dari target berarti program belum berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat dibawah 25% dari target berarti program sama sekali tidak berhasil.
(57)
Untuk tingkat kabupaten dan provinsi, maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan dan kabupaten. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu mempertimbangkan pula memonitoring evaluasi pemakaian vaksin (Notoatmodjo, 2003).
2.5.3. Imunisasi Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi Hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.Ada dua tipe vaksin Hepatitis B yang mengandung HbsAg, yaitu (1) vaksin yang berasal dari plasma, dan (2) vaksin rekombinan.Kedua vaksin ini aman dan imunogenik walaupun diberikan pada saat lahir karena antibodi anti HBsAg ibu tidak mengganggu respons terhadap vaksin (Wahab, 2002).
Vaksin Hepatitis B sering disebut dengan unject. Unject ini sendiri adalah : Alat suntik (spluit dan jarum) sekali pakai dan tidak dipakai ulang dengan spesifikasi Uniject-HB sebagai berikut:
a. Isi kemasan 0,5 ml
b. Ukuran jarum 25 G x 5/8”
c. Dimensi : panjang kemasan 2,3 x 3,5 cm d. Satu box karton (3 liter) isi 100 uniject
e. Satu coldbox carton (isi 40 liter) berisi 800 uniject HB-0 12 water pack.
Kemudian uniject ini adalah alat suntik yang tidak perlu diisi vaksin oleh petugas sebelum disuntikan, karena sudah terisi dari pabriknya, alat suntik yang tidak
(58)
perlu distrerilkan oleh petugas sebelum disuntikan karena sudah steril dari pabriknya, Alat suntik yang dapat mencegah terjadinya penularan penyakit karena jarum suntik hanya dapat dipakai satu kali saja.
Imunisasi Hepatitis B pasif dilakukan dengan memberikan Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) yang akan memberikan perlindungan sampai 6 bulan. HBIg tidak selalu tersedia di kebanyakan negara berkembang, di samping itu harganya yang relatif mahal. Imunisasi aktif dilakukan dengan vaksinasi Hepatitis B. Dalam beberapa keadaan, misalnya bayi yang lahir dari ibu penderita Hepatitis B perlu diberikan HBIg mendahului atau bersama-sama dengan vaksinasi Hepatitis B. HBIg yang merupakan antibodi terhadap VHB diberikan secara intra muskular dengan dosis 0,5 ml, selambat-lambatnya 24 jam setelah persalinan. Vaksin HB-0 diberikan selambat-lambatnya 7 hari setelah persalinan.Untuk mendapatkan efektivitas yang lebih tinggi, sebaiknya HBIg dan vaksin HB-0 diberikan segera setelah persalinan (Dalimartha, 2004).
2.6. Program Imunisasi Hepatitis B di Indonesia
Imunisasi Hepatitis B dimaksudkan agar individu membentuk antibodi yang ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi virus Hepatitis B. Tujuan umum pemberian imunisasi Hepatitis B yaitu untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B, dengan tujuan khususnya adalah memberikan imunisasi Hepatitis B, tiga dosis kepada bayi berumur 0-11 bulan dengan memberikan dosis pertama sedini mungkin sebelum bayi berumur < 7 hari (Depkes RI, 2000).
(59)
tahun 2000 harus berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan. Bayi dilahirkan dan ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui, diberikan vaksin rekombinan (HB Vak-II 5 mg atau engerix B 10 mg) atau vaksin plasma derived 10 mg secara intra muscular dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu positif segera diberikan 0,5 ml HBIG (Hepatitis B Immune Globulin) sebelum usia anak satu minggu. Bayi lahir dari ibu HbsAg positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir secara bersamaan diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan (HB Vak- II 5 mg atau engerix B 10 mg) intra muscular di sisi tubuh yang berlainan.
Dosis kedua diberikan 1-2 bulan sesudahnya dan dosis ketiga pada usia 6 bulan. Bayi yang lahir dan ibu dengan HbsAg negatif, diberikan vaksin rekombinan (HB Valc-II dengan dosis minimal 2,5 ug atau engerix B 10 ug), vaksin plasma derived dengan dosis 10 ug intra muscular saat lahir sampai usia 2 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis pertama.
Pemberian imunisasi HB-0 segera setelah lahir di Indonesia masih sulit. Kesulitan itu antara lain karena masyarakat belum bisa menerima penyuntikan pada bayi baru lahir dan kontak tenaga kesehatan dengan bayi baru lahir kurang karena sebagian persalinan masih ditolong oleh dukun (Depkes RI, 2000). Koordinasi pelaksanaan imunisasi Hepatitis B dilakukan oleh petugas KIA dan imunisasi. Pemberian imunisasi HB-0 untuk bayi berumur 0 sampai 7 hari menjadi kewenangan
(1)
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test Apakah ibu memberikan
imunisasi HB-0 pada bayi umur 0-7 hari = Ya diberikan
Apakah ibu memberikan imunisasi HB-0 pada bayi umur 0-7 hari =
Tidak diberikan
Total Observed Expected Observed Expected
Step 3 1 0 .139 3 2.861 3
2 1 .641 7 7.359 8
3 2 2.046 4 3.954 6
4 3 3.682 3 2.318 6
5 8 6.883 0 1.117 8
6 12 12.645 1 .355 13
7 6 5.964 0 .036 6
8 9 9.000 0 .000 9
Step 4 1 1 .557 7 7.443 8
2 1 1.326 5 4.674 6
3 2 3.058 5 3.942 7
4 4 3.148 0 .852 4
5 5 4.407 0 .593 5
6 12 12.555 1 .445 13
7 6 5.950 0 .050 6
8 10 10.000 0 .000 10
Step 5 1 2 1.612 12 12.388 14
2 4 4.701 4 3.299 8
3 2 2.052 1 .948 3
4 17 16.687 1 1.313 18
5 6 5.948 0 .052 6
(2)
Classification Tablea
Observed
Predicted Apakah ibu memberikan imunisasi HB-0 pada bayi umur
0-7 hari Percentage Correct Ya, diberikan Tidak diberikan Step 1 Apakah ibu memberikan
imunisasi HB-0 pada bayi umur 0-7 hari
Ya, diberikan 38 3 92.7
Tidak diberikan 4 14 77.8
Overall Percentage 88.1
Step 2 Apakah ibu memberikan imunisasi HB-0 pada bayi umur 0-7 hari
Ya, diberikan 37 4 90.2
Tidak diberikan 4 14 77.8
Overall Percentage 86.4
Step 3 Apakah ibu memberikan imunisasi HB-0 pada bayi umur 0-7 hari
Ya, diberikan 37 4 90.2
Tidak diberikan 4 14 77.8
Overall Percentage 86.4
Step 4 Apakah ibu memberikan imunisasi HB-0 pada bayi umur 0-7 hari
Ya, diberikan 37 4 90.2
Tidak diberikan 4 14 77.8
Overall Percentage 86.4
Step 5 Apakah ibu memberikan imunisasi HB-0 pada bayi umur 0-7 hari
Ya, diberikan 37 4 90.2
Tidak diberikan 4 14 77.8
Overall Percentage 86.4
(3)
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a Pkj(1) 3.488 1.665 4.389 1 .036 32.712 1.252 854.618
JA(1) 1.605 1.043 2.366 1 .124 4.978 .644 38.482
PKat(1) 2.981 1.130 6.962 1 .008 19.705 2.153 180.392
TKat(1) .421 1.465 .083 1 .774 1.524 .086 26.887
Dkat1(1) -.938 1.471 .407 1 .524 .391 .022 6.993
DKat2(1) 2.294 1.279 3.215 1 .073 9.916 .808 121.738
DKat3(1) 19.013 11887.180 .000 1 .999 1.808E8 .000 .
DKat4(1) 1.627 4.342 .140 1 .708 5.088 .001 25281.521
Constant -25.534 11887.181 .000 1 .998 .000
Step 2a Pkj(1) 3.344 1.580 4.481 1 .034 28.329 1.281 626.414
JA(1) 1.652 1.035 2.548 1 .110 5.218 .686 39.674
PKat(1) 2.963 1.117 7.040 1 .008 19.362 2.169 172.821
Dkat1(1) -.921 1.471 .392 1 .531 .398 .022 7.114
DKat2(1) 2.396 1.237 3.749 1 .053 10.975 .971 124.056
DKat3(1) 19.011 11876.797 .000 1 .999 1.804E8 .000 .
DKat4(1) 1.520 4.092 .138 1 .710 4.570 .002 13896.981
Constant -25.425 11876.797 .000 1 .998 .000
Step 3a Pkj(1) 3.389 1.597 4.502 1 .034 29.626 1.295 677.754
JA(1) 1.708 1.031 2.746 1 .098 5.520 .732 41.642
PKat(1) 2.997 1.126 7.084 1 .008 20.034 2.204 182.136
Dkat1(1) -.936 1.484 .398 1 .528 .392 .021 7.186
DKat2(1) 2.461 1.232 3.994 1 .046 11.719 1.048 130.987
DKat3(1) 18.998 11852.446 .000 1 .999 1.781E8 .000 .
Constant -25.500 11852.446 .000 1 .998 .000
Step 4a Pkj(1) 3.311 1.561 4.497 1 .034 27.418 1.285 584.971
JA(1) 1.623 1.013 2.569 1 .109 5.069 .697 36.882
PKat(1) 2.765 1.018 7.381 1 .007 15.876 2.160 116.680
DKat2(1) 2.129 1.066 3.989 1 .046 8.403 1.041 67.852
DKat3(1) 18.902 11665.085 .000 1 .999 1.619E8 .000 .
Constant -25.715 11665.085 .000 1 .998 .000
(4)
DKat2(1) 2.463 1.028 5.741 1 .017 11.739 1.566 88.019
Constant -7.489 2.270 10.885 1 .001 .001
a. Variable(s) entered on step 1: Pkj, JA, PKat, TKat, Dkat1, DKat2, DKat3, DKat4. Model if Term Removed
Variable
Model Log Likelihood
Change in -2 Log
Likelihood df Sig. of the Change
Step 1 Pkj -18.064 5.609 1 .018
JA -16.612 2.704 1 .100
PKat -19.710 8.900 1 .003
TKat -15.302 .085 1 .771
Dkat1 -15.476 .433 1 .511
DKat2 -17.062 3.604 1 .058
DKat3 -16.204 1.888 1 .169
DKat4 -15.345 .170 1 .680
Step 2 Pkj -18.194 5.783 1 .016
JA -16.772 2.940 1 .086
PKat -19.777 8.949 1 .003
Dkat1 -15.510 .416 1 .519
DKat2 -17.442 4.280 1 .039
DKat3 -16.247 1.891 1 .169
DKat4 -15.383 .162 1 .687
Step 3 Pkj -18.241 5.715 1 .017
JA -16.979 3.190 1 .074
PKat -19.862 8.957 1 .003
Dkat1 -15.595 .423 1 .516
DKat2 -17.667 4.567 1 .033
DKat3 -16.321 1.875 1 .171
Step 4 Pkj -18.478 5.766 1 .016
JA -17.072 2.955 1 .086
PKat -19.863 8.535 1 .003
DKat2 -17.674 4.158 1 .041
DKat3 -16.477 1.763 1 .184
Step 5 Pkj -19.340 5.728 1 .017
JA -18.563 4.174 1 .041
PKat -21.539 10.125 1 .001
(5)
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 2a Variables TKat(1) .083 1 .773
Overall Statistics .083 1 .773
Step 3b Variables TKat(1) .076 1 .783
DKat4(1) .129 1 .720
Overall Statistics .202 2 .904
Step 4c Variables TKat(1) .059 1 .808
Dkat1(1) .408 1 .523
DKat4(1) .138 1 .711
Overall Statistics .610 3 .894
Step 5d Variables TKat(1) .062 1 .803
Dkat1(1) .300 1 .584
DKat3(1) 1.101 1 .294
DKat4(1) .120 1 .729
Overall Statistics 1.759 4 .780
a. Variable(s) removed on step 2: TKat. b. Variable(s) removed on step 3: DKat4. c. Variable(s) removed on step 4: Dkat1. d. Variable(s) removed on step 5: DKat3.
(6)