a. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Reduksi data yaitu memilih data sesuai dengan hal-hal yang penting saja
sesuai dengan fokus penelitian, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu. Data-data yang telah direduksi
memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil penelitian. b.
Menyajikan data dilakukan dengan cara mengorganisasikan data yang sudah direduksi. Data tersebut mula-mula disajikan terpisah,
tetapi setelah tindakan terakhir direduksi, keseluruhan data
dirangkum dan disajikan secara terpadu sehingga diperoleh sajian tunggal berdasarkan fokus penelitian. Jadi dengan penyajian data
ini maka akan memudahkan peneliti dalam memahami apa yang terjadi dan sejauh mana data yang telah diperoleh, sehingga dapat
menentukan langkah selanjutnya untuk melakukan tidakan lainnya. c.
Pengambilan keputusan kesimpulan dan verifikasi yaitu penulis berusaha mencari makna dari data yang diperolehnya dari data
yang diperoleh penulis mencoba mengambil kesimpulan dan disajikan secara tertulis berdasarkan masalah penelitian. Agar
maksud dan tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik, maka peneliti harus memperhatikan metode dan pendekatan penelitian
yang sesuai. d.
Melakukan pengujian hasil penelitian dengan triangulasi. “Triangulasi yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara
dan berbagai
waktu”Sugiyono, 2009:372. Triangulasi
akan meningkatkan kredibilitas dan validitas data karena menggunakan
lebih dari satu perspektif sehingga kebenarannya terjamin. Kegiatan triangulasi dilakukan dengan cara: a mengecek data yang diperoleh
dengan berbagai sumber; b menguji data dengan teknik yang berbeda.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Pembentukan Unit Akuntansi
Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA merupakan unit organisasi yang dipimpin oleh pejabat setingkat
Eselon I, hal tersebut tertuang pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor: 02001SKKBPOM tanggal 26 Februari 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Keputusan Kepala Badan POM tersebut telah dilakukan penyesuaian
melalui Keputusan Kepala Badan POM Nomor: HK.00.05.21.4231 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan POM Nomor:
02001SKKBPOM tahun 2001. Berdasarkan DIPA No.SP DIPA-063.01.1.4451552015 tanggal 14
November 2014 secara tidak langsung Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Deputi I sudah menjalankan fungsi
sebagai Satuan Kerja. Dalam rangka melaksanakan DIPA tersebut dan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan fungsi Deputi I, diperlukan
penunjukanpenetapan Kuasa Pengguna Barang KPB. Pada tahun 2015 Kepala
Badan POM
sebagai Pengguna
Barang PB
telah menetapkanmenunjuk Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik
dan PKRT sebagai KPB melalui Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan
Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara Di Lingkungan Badan POM.
Berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
POM RI
Nomor HK.04.1.24.10.13.4702 tahun 2013 pada Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan NAPZA Deputi I, diketahui bahwa jumlah Satuan Kerja satker yang ada di lingkungan Kedeputian I hanya satu. Sehingga
secara tidak langsung selain berfungsi sebagai unit eselon I, Deputi I juga berfungsi sebagai Satker Satker pusat. Dalam rangka pelaksanaan
pelaporan dan akuntansi BMN, maka harus dibentuk dua unit akuntansi yaitu UAPPB-E1 dan UAKPB. Hal tersebut dapat memenuhi struktur unit
organisasi SIMAK-BMN dalam PMK No.213PMK.052013. Pembentukan unit akuntansi merupakan hal yang sangat penting,
mengingat dengan dibentuknya unit akuntansi maka tanggungjawab masing-masing unit dapat dibagi secara jelas. Namun saat ini Badan POM
tidak memiliki struktur organisasi BMN di tingkat UAPPB-E1 disebabkan karena unit eselon 1 di lingkungan kerja Badan POM hanya terdiri dari
satu Satker sehingga fungsi UAPPB-E1 dan UAKPB akan sama. Untuk itu organisasi akuntansi di tingkat pengguna barang Badan POM UAPB
langsung membawahi UAKPB. Saat ini Badan POM juga tidak memiliki struktur organisasi BMN di tingkat UAPPB-W dikarenakan sistem
koordinator wilayah tidak diterapkan pada organisasi Badan POM. Perihal di atas dijelaskan dalam Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan
POM RI Revisi Ke-1 Tahun 2013. Perihal pembentukan unit organisasi di