Fokus Permasalahan Tujuan Penelitian Model Berfikir Pertanyaan Penelitian

2. Manfaat Terhadap Dunia Praktis

Manfaat penulisan ini terhadap dunia praktis, yaitu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan saran-saran untuk para pejabat dan pegawai dalam meningkatkan kualitas pelaporan BMN sehingga tercipta tertib administrasi sekaligus meningkatkan kinerja satuan kerja pada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM RI. BAB II KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci

1. Tinjauan Teori

a. Pengertian Pelaksanaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online pengertian pelaksanaan adalah “proses, cara, perbuatan melaksanakan dari suatu rancangan keputusan dan sebagainya”. Pelaksanaan adalah suatu tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan Usman, 2002:70. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula Abdullah,1988:40. Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan adalah tindakan dari sebuah rancangan atau rencana yang saling menyesuaikan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan kebijakan, yaitu : a. Komunikasi Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan clarity. Faktor pertama yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang berkewajiban melaksanakan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika pelaksanaan kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. b. Sumber Daya resources Sumber daya vital yang mendukung pelaksanaan kebijakan meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik. c. Kecenderungan-kecenderungan atau Tingkah laku-tingkah laku. Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi penting bagi pelaksanaan kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. d. Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta Winarno, 2002:126-151. Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan kebijakan yaitu: a. Ukuran dan tujuan kebijakan. Dalam pelaksanaan kebijakan, tujuan dan sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena pelaksanaan tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan. b. Sumber Kebijakan Sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang incentive lain yang mendorong dan memperlancar pelaksanaan yang efektif. c. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan Pelaksanaan dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana. d. Karakteristik organisasi pelaksana Karakteristik organisasi pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Struktur birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. e. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik dapat mempengaruhi organisasi pelaksana dalam pencapaian pelaksanaan kebijakan. f. Kecenderungan para pelaksana Intensitas kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan Winarno, 2002:110. Menurut Bambang Sunggono Sunggono, 1994:149-153, implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu: a. Isi Kebijakan Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program- program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan- kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biayadana dan tenaga manusia. b. Informasi Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi. c. Dukungan Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada proses implementasinya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut. d. Pembagian Potensi Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas Sunggono, 1994:149-153. Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang memadai. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik, yaitu: a. Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, dimana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. b. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas hukum secara formal yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan menerapkan suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam melaksanakan kebijakanperaturan hukum. c. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas- fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. d. Obyek peraturan, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum objek peraturan tersebut, kepatuhan hukum, dan perilaku seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang- undangan Sunggono, 1994:158.

b. Pengertian Sistem Informasi

Sistem informasi menurut Robert A. Leitch dan K. Roscoe Davis Jogiyanto, 2005:18 adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. Sistem informasi merupakan suatu perkumpulan data yang terorganisasi beserta tatacara penggunaannya yang mencangkup lebih jauh dari pada sekedar penyajian. Istilah tersebut menyiratkan suatu maksud yang ingin dicapai dengan jalan memilih dan mengatur data serta menyusun tatacara penggunaannya. Keberhasilan suatu sistem informasi yang diukur berdasarkan maksud pembuatannya tergantung pada tiga faktor utama, yaitu: keserasian dan mutu data, pengorganisasian data, dan tatacara penggunaannya. Untuk memenuhi permintaan penggunaan tertentu, maka struktur dan cara kerja sistem informasi berbeda-beda bergantung pada macam keperluan atau macam permintaan yang harus dipenuhi. Suatu persamaan yang menonjol ialah suatu sistem informasi menggabungkan berbagai ragam data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Untuk dapat menggabungkan data yang berasal dari berbagai sumber suatu sistem alih rupa transformation data sehingga jadi tergabungkan compatible. Berapapun ukurannya dan apapun ruang lingkupnya suatu sistem informasi perlu memiliki ketergabungan compatibility data yang disimpannya Al Fatta, 2009:9. Sutabri 2003:42 mengemukakan definisi sistem informasi adalah sebagai berikut: Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah sekumpulan prosedur organisasi yang dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan yaitu memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan untuk mengendalikan organisasi.

c. Pengertian Sistem Informasi Manajemen SIM dan Sistem

Informasi Akuntansi SIA Menurut Barry E.Cushing, Sistem Informasi Manajemen adalah “kumpulan dari manusia dan sumber daya modal di dalam suatu organisasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian” Jogiyanto, 2005:14. Sistem Informasi Manajemen menurut Frederick H.Wu Jogiyanto, 2005:14 adalah kumpulan dari sistem-sistem yang menyediakan informasi untuk mendukung manajemen. Gordon B. Davis menyampaikan bahwa “Sistem Informasi Manajemen merupakan suatu sistem yang melakukan fungsi-fungsi untuk menyediakan semua informasi yang mempengaruhi semua operasi organisasi” Jogiyanto, 2005:15. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Manajemen adalah kumpulan sumber daya yang mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk mendukung manajemen dalam setiap operasi organisasi. Terdapat beberapa definisi sistem informasi akuntansi yang telah dikemukakan oleh para ahli, yaitu sebagai berikut: Menurut Bodnar dan Hopwood 2010:1 sistem informasi akuntansi adalah “An accounting information system is a collection of resources, such as people and equipment, design to transform financial and other data into information”. Pernyataan Bodnar dan Hopwood menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan kumpulan sumber daya, seperti manusia dan peralatan yang dirancang untuk mengubah data keuangan dan data lainnya ke dalam informasi. Sedangkan menurut Romney dan Steinbart 2009:28 sistem informasi akuntansi adalah “An acconting information system is a system that collect, records, stores and processes data to produce information for decision makers”. Pernyataan yang dikemukakan oleh Romney dan Steinbart menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data sehingga menghasilkan informasi untuk pengambil keputusan. Adapun menurut Wilkinson 2010:7, bahwa sistem informasi akuntansi adalah “Unfined structure within an entity such as business firm that employes phsycal resources and other components to transform economics data into accounting information with purpose if statisfying the information needs of variety of users”. Definisi yang disampaikan oleh Wilkinson menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi adalah bersatunya sebuah struktur dalam entitas seperti bisnis perusahaan yang mempekerjakan sumber daya dan komponen lainnya untuk merubah data ekonomi ke informasi akuntansi dengan tujuan memuaskan kebutuhan para pengguna. Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sistem yang mengumpulkan data dan sumber daya keuangan untuk kemudian diproses sehingga menghasilkan informasi yang memudahkan pengambilan keputusan para penggunanya.

d. Pengertian Akuntansi Pemerintahan

Pengertian Akuntansi Pemerintahan tidak bisa lepas dari pengertian akuntansi secara umum. Pengertian akuntansi mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, Charles T. Horngren dan Water T. Harrison 2007:4 menyatakan bahwa: “akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur aktivitas bisnis, memproses data menjadi laporan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan”. Menurut Warren, Reev, Fees 2008:10, “akuntansi adalah sistem yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan itu meliputi kreditor, pemasok, investor, karyawan, pemilik, dan lain-lain”. Pengertian akuntansi dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan: “Akuntansi adalah proses pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran, transaksi dan kejadian keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian laporan”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah kegiatan memproses data transaksi dan kejadian keuangan melalui pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran menjadi sebuah laporan yang hasilnya untuk membantu para pengguna informasi dalam pengambilan keputusan. Akuntansi pemerintahan merupakan satu bagian dari akuntansi itu sendiri yang ditetapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Pengertian akuntansi pemerintahan yang digunakan secara luas sebagai rujukan adalah pengertian yang dipublikasikan oleh National Committee on Governmental Accounting NCGA. Menurut NCGA akuntansi pemerintahan diartikan sebagai: Accounting may be defined as the composite activities of analyzing, recording, summarizing and interpreting the finacial transaction of any economic enterprise. Governmental accounting may be said to comprise these same activities for governmental entity, that organized legislative, executive, and judicial machinery of the state which by law governs and provide public service. Bachtiar Arif dkk 2002:3 memberikan pengertian akuntansi pemerintahan secara umum sebagai berikut: Akuntansi pemerintahan adalah suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut. Dari pengertian akuntansi pemerintahan seperti tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa definisi akuntansi pemerintahan tidak berbeda dengan definisi akuntansi kecuali bahwa akuntansi pemerintahan diterapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Akuntansi pemerintahan adalah suatu proses aktivitas untuk menyediakan informasi transaksi ekonomi dan keuangan pemerintah berdasarkan serangkaian kegiatan analisis, pencatatan, pengikhtisaran, pelaporan, serta penafsiran transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan oleh unit-unit organisasi pemerintah.

e. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat

SAPP Pengertian SAPP menurut PMK No.213PMK.052013, yaitu: Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut SAPP adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Pemerintah Pusat. Pemerintah pusat mencakup seluruh instansi pemerintah dan sub bagiannya yang berada dalam kelompok: Lembaga-lembaga Tinggi Negara, Kementerian NegaraLembaga, serta pemerintah daerah yang sumber dananya berasal dari APBN. Pemerintah pusat disini tidak termasuk pemerintah daerah otonom yang sumber dananya berasal dari APBD, Lembaga Keuangan Negara, Badan Usaha Milik Negara BUMN, Badan Usaha Milik Daerah BUMD. SAPP mempunyai tujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam hal ini perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian, perumusan kebijakan pengambilan keputusan dan penilaian kinerja pemerintah. SAPP juga mempermudah pemeriksaan terhadap unit-unit organisasi pemerintah pusat oleh aparat pengawasan secara efektif dan efisien. Selain itu SAPP bertujuan untuk mendukung transparansi laporan keuangan pemerintah dan akuntabilitas keuangan negara dalam mencapai pemerintahan yang baik. Berikut jabaran tujuan dan ciri-ciri pokok SAPP yang tertuang dalam PMK No.213PMK.052013: 1 SAPP bertujuan untuk: a Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemrosesan, dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktik akuntansi yang diterima secara umum; b Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas; c Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan pemerintah pusat secara keseluruhan; dan d Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien. 2 Ciri-ciri pokok SAPP: a Basis Akuntansi Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual. Penerapan basis kas tetap digunakan dalam penyusunan Laporan Realisasi Anggaran sepanjang APBN disusun menggunakan pendekatan basis kas. b Sistem Pembukuan Berpasangan Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu Aset = Kewajiban + Ekuitas. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait. Namun demikian untuk akuntansi atas anggaran dilaksanakan secara single entry pembukuan tunggal. c Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan baik di kantor pusat instansi maupun di daerah. d Bagan Akun Standar SAPP menggunakan bagan akun standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi. e Standar Akuntansi Pemerintahan SAP SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan SAP dalam melakukan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan entitas pemerintah pusat. Kerangka umum SAPP sebagaimana disebutkan dalam PMK No.213PMK.052013 adalah sebagai berikut: GAMBAR 2.1 KERANGKA UMUM SAPP Sumber: PMK No.213PMK.052013 Sub sistem akuntansi yang ada di SAPP yakni Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara SA-BUN dan SAI memiliki peranan yang cukup besar dalam menentukan kualitas dari laporan keuangan. Berikut jabaran dari subsistem yang ada di dalam SAPP sebagaimana tertuang dalam PMK No.213PMK.052013: a. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara SA-BUN SABUN dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN dan Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara BA- BUN. SA-BUN terdiri dari beberapa subsistem, yaitu: 1. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat SiAP; 2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah SAUP; 3. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Hibah SIKUBAH; 4. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah SAIP; 5. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan Penerusan Pinjaman SAPPP; 6. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah SATD; 7. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi SABS; 8. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Lainnya SABL; 9. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus SATK; dan 10. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya SAPBL. Dalam pelaksanaan SABUN, Kementerian Keuangan selaku BUN membentuk Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara sebagai berikut: 1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara UABUN; 2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara UAPBUN; 3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum Negara tingkat Pusat UAKBUN-Pusat; 4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Bendahara Umum Negara tingkat Kantor Wilayah UAKKBUN- Wilayah; 5. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum Negara Tingkat DaerahKPPN UAKBUN- DaerahKPPN; 6. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I Bendahara Umum Negara UAPPA-E1 BUN; dan 7. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara UAKPA BUN. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan lingkup BUN dapat disesuaikan dengan karakteristik entitas. b. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi SAI Untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan penilaian kinerja pemerintah. Serta sebagai upaya mempercepat penyajian laporan keuangan dan memudahkan pemeriksaan aparat pengawas fungsional secara efektif dan efisien, maka disusunlah SAI. SAI dilaksanakan oleh KL yang memproses transaksi keuangan baik arus uang maupun barang. Sebagaimana disebutkan dalam PMK No.213PMK.052013 SAI merupakan serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada kementerian negaralembaga. Lebih lanjut disampaikan dalam Bab IV Pasal 20 bahwa: 1 Setiap kementerian negaralembaga menyelenggarakan SAI. 2 SAI sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan secara berjenjang mulai tingkat Satker sampai tingkat kementerian negaralembaga termasuk Satker BLU dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi Dana Tugas Pembantuan. 3 SAI sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; dan b Akuntansi dan Pelaporan BMN. 4 SAI sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memproses data transaksi keuangan, barang, dan transaksi lainnya. 5 Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan dan laporan barang kementerian negaralembaga. Atas dasar pernyataan ayat 5 Pasal 20 tersebut di atas, SAI terdiri dari dua subsistem yang mempunyai hubungan data dan informasi yaitu: 1. Sistem Akuntansi Keuangan SAK SAK adalah subsistem dari SAI yang merupakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk penyusunan neraca dan laporan realisasi anggaran serta laporan manajerial lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara SIMAK-BMN SIMAK-BMN adalah sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu SIMAK-BMN juga menghasilkan daftar barang, laporan barang, dan berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan BMN. SAI akan dapat berjalan apabila memenuhi unsur-unsur pokok sebagai berikut: 1. FormulirDokumen Sumber 2. Jurnal 3. Buku besar 4. Buku pembantu 5. Laporan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan akan berjalan dengan baik, apabila dalam suatu organisasi selaku unit yang melaksanakan proses akuntansi dan sekaligus membutuhkan informasi yang dihasilkan, dapat mengkoordinasikan unsur-unsur menjadi satu kesatuan yang dilaksanakan oleh Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Dengan alasan tersebut maka untuk melaksanakan SAI, KL harus membentuk Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi sesuai dengan hierarki organisasi dengan tujuan agar proses akuntansi dapat berjalan dengan baik. Unit Akuntansi dan Pelaporan Instansi terdiri dari Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Unit Akuntansi dan Pelaporan BMN. Pembentukan kedua unit akuntansi dan pelaporan tersebut dimaksudkan agar penyelenggaraan pencatatan atas transaksi aset berupa BMN terjadi check and balance sebagai bagian dari penyelenggaraan pengendalian internal di masing-masing unit akuntansi dan pelaporan pada KL. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, terdiri dari: 1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran UAKPA yang berada pada tingkat satuan kerja, termasuk SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi UAKPA Dekonsentrasi dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan UAKPA Tugas Pembantuan; 2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah UAPPA-W yang berada pada tingkat wilayah, termasuk UAPPA-W Dekonsentrasi dan UAPPA-W Tugas Pembantuan; 3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 UAPPA-E1 yang berada pada tingkat Eselon 1; dan 4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Anggaran UAPA yang berada pada tingkat Kementerian NegaraLembaga. Sedangkan Unit Akuntansi dan Pelaporan BMN, terdiri dari : 1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Kuasa Pengguna Barang UAKPB yang berada pada tingkat Satuan Kerja, termasuk SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi UAKPB Dekonsentrasi dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan UAKPB Tugas Pembantuan; 2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang Wilayah UAPPB-W yang berada pada tingkat wilayah, termasuk UAPPB-W Dekonsentrasi dan UAPPB-W Tugas Pembantuan; 3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang Eselon 1 UAPPB-E1 yang berada pada tingkat eselon 1; dan 4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pengguna Barang UAPB yang berada pada tingkat Kementerian NegaraLembaga. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan secara berjenjang dari mulai UAKPA, UAPPA-W, UAPPA-E1, sampai dengan UAPA, maupun Unit Akuntansi Pelaporan BMN tidak secara mutlak diterapkan untuk masing- masing KL. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan tersebut, harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing KL khususnya dengan memperhatikan struktur organisasi KL. Pada tingkat wilayah, untuk kementerian negaralembaga yang tidak memiliki Kantor Wilayah, maka menunjuk salah satu satuan kerja sebagai UAPPA-WUAPPB-W. Sedangkan apabila dalam satu KL terdapat beberapa UAKPA dari beberapa eselon I yang berbeda, namun demikian hanya memiliki satu Kantor Wilayah, maka UAPPA-W dapat dibentuk untuk masing-masing eselon I. Untuk KL yang tidak memiliki kantor vertikal di daerah dan bukan pengguna Dana Dekonsentrasi atau DanaTugas Pembantuan tidak perlu membentuk UAPPA-WUAPPB-W, sehingga jenjang pelaporannya dari UAKPA langsung ke UAPPA-E1. Semuanya sesuai dengan yang diamanatkan dalam PMK No.213PMK.052013. Mengingat pentingnya pembentukan unit akuntansi dan pelaporan, PMK No.213PMK.052013 menyampaikan bahwa KL wajib menetapkan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan serta Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang pada level unit akuntansi dan pelaporan instansi. Hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaan akuntansi dapat berjalan lebih tertib dan masing-masing Unit Akuntansi dan Pelaporan bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan akan terkait dengan sumber daya manusia yang akan melaksanakannya. Pengendalian internal akan berjalan maksimal apabila Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan-Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang dilaksanakan oleh pelaksana yang berbeda. Namun demikian, apabila dalam Unit Akuntansi dan Pelaporan mengalami kendala dalam jumlah sumber daya manusia, maka apabila terjadi rangkap tugas harus dilakukan supervisi dengan ketat untuk menghindari kecurangan dan kesalahan penyajian laporan keuangan. Unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Tingkat Instansi melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan atas pelaksanaan anggaran dan penatausahaan BMN sesuai dengan tingkat organisasinya. Proses akuntansi dan pelaporan tersebut menghasilkan laporan keuangan yang merupakan bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas atas pengelolaan sumber daya ekonomi yang dikuasai danatau dimilikinya sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Proses akuntansi dan pelaporan juga menghasilkan laporan BMN yang selain digunakan sebagai bahan penyusunan neraca juga dapat digunakan untuk tujuan manajerial. Proses akuntansi dimulai dari verfikasi Dokumen Sumber. Dokumen Sumber utama atas terjadinya transaksi keuangan di lingkup entitas pemerintah terdapat pada UAKPA, sehingga proses akuntansi terhadap dokumen sumber dilaksanakan oleh UAKPA. Unit Akuntansi dan Pelaporan pada level yang lebih atas, mulai UAPPA-W sampai dengan UAPA, hanya merupakan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang bertugas menggabungkan Laporan Keuangan dari Unit Akuntansi dan Pelaporan di bawahnya. Selain proses penelaahan dokumen sumber dan proses akuntansi lainnya, untuk meyakinkan data atas Laporan Keuangan sebelum disusun menjadi Laporan Keuangan dan disampaikan kepada stakeholder sesuai dengan ketentuan, dilakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi meminimalisasi terjadinya perbedaan pencatatan yang berdampak pada validitas dan akurasi data yang disajikan dalam Laporan Keuangan. Dalam hal terjadi perbedaan data, rekonsiliasi dapat mendeteksi dan mengetahui penyebab- penyebab terjadinya perbedaan. Pelaksanaan rekonsiliasi data Laporan Keuangan ini juga merupakan amanat dari Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Rekonsiliasi pada Unit Akuntansi dan Pelaporan instansi dibagi menjadi 2 dua macam yaitu: 1. Rekonsiliasi internal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan laporan keuangan yang dilaksanakan antar subsistem pada masing- masing Unit Akuntansi dan Pelaporan danatau antar Unit Akuntansi dan Pelaporan yang masih dalam satu entitas pelaporan, misalnya antara Sistem Akuntansi Keuangan Pengguna Anggaran SAKPA dengan SIMAK-BMN; 2. Rekonsiliasi eksternal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan laporan keuangan yang dilaksanakan antara Unit Akuntansi dan Pelaporan yang satu dengan Unit Akuntansi dan Pelaporan yang lain atau pihak lain yang terkait, tidak dalam satu entitas pelaporan, misalnya rekonsiliasi antara UAKPA dengan UAKBUN-Daerah.

f. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik

Negara SIMAK-BMN Dalam akuntansi pemerintahan, BMN merupakan bagian dari aset pemerintah yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai danatau dimiliki pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi danatau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Secara umum barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilaidihitungdiukur dan ditimbang, tidak termasuk uang dan surat berharga. UU No.1 Tahun 2004 menyampaikan bahwa BMN “semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Perolehan lainnya yang sah seperti disebutkan dalam Lampiran PMK PMK No.213PMK.052013 Bab III antara lain berasal dari hibahsumbangan atau yang sejenis; barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dan perjanjiankontrak; barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh ketentuan hukum tetap. Sebagaimana tertuang dalam PP No.6 Tahun 2006 pengertian BMN adalah ”semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Berdasarkan lampiran bagian keempat PMK No.171PMK.052007, dijelaskan bahwa BMN meliputi unsur-unsur aset tetap, aset lancar, aset lainnya, dan aset bersejarah. Aset lancar adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 dua belas bulan sejak tanggal pelaporan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Sedangkan aset lainnya adalah aset yang tidak bisa dikelompokkan ke dalam aset tetap maupun aset lancar. Adapun aset bersejarah merupakan aset yang mempunyai ketetapan hukum sebagai aset bersejarah dikarenakan karena kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Aset bersejarah tidak wajib disajikan dalam neraca tetapi harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. BMN yang merupakan aset lancar adalah persediaan. Sedangkan BMN yang berupa aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, serta konstruksi dalam pengerjaan. BMN yang berupa aset tetap yang tidak digunakan lagi dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah dimasukkan ke dalam pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Pemerintah wajib melakukan pengamanan terhadap BMN. Pengamanan tersebut meliputi pengamanan fisik, pengamanan administratif, dan pengamanan hukum. Dalam rangka pengamanan administratif dibutuhkan sistem penatausahaan yang dapat menciptakan pengendalian atas BMN. Selain berfungsi sebagai alat kontrol, sistem penatausahaan tersebut juga harus dapat memenuhi kebutuhan manajemen pemerintah di dalam perencanaan pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, maupun penghapusan. Oleh karenanya sistem penatausahaan BMN tersebut di dukung dengan perangkat lunak software yang disebut SIMAK-BMN. SIMAK- BMN merupakan sistem yang dikembangkan berdasarkan sistem terdahulunya yaitu Sistem Akuntansi Aset Tetap berdasarkan Kep. Ka. BAKUN No.KEP-09AK2002 dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara berdasarkan PMK No.59PMK.062005. Berikutnya peraturan pertama yang mengatur tentang SIMAK-BMN adalah PMK No.171PMK.052007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang sudah mengalami dua kali revisi. Revisi terakhir yaitu PMK No.213PMK.052013. SIMAK-BMN memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia dalam pelaksanaannya. SIMAK-BMN selain mendukung pelaksanaan pertanggungjawaban, juga memberikan berbagai informasi dalam rangka pengelolaan barang. Oleh karena itu, keluaran SIMAK-BMN juga memberikan manfaat kepada Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dalam tugas-tugas manajerialnya. Selain itu, SIMAK-BMN juga menyatukan konsep manajemen barang dengan pelaporan untuk tujuan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dalam bentuk neraca. Sehingga dengan demikian SIMAK-BMN dapat memenuhi kebutuhan manajerial dan pertanggungjawaban sekaligus. Informasi BMN yang dihasilkan dari SIMAK-BMN memberikan dukungan yang signifikan dalam laporan keuangan neraca terutama berkaitan dengan pos-pos persediaan, aset tetap maupun aset lainnya. Sehingga jika keluaran output SIMAK-BMN kurang baik maka akan mempengaruhi kualitas neraca itu sendiri. Berdasarkan Lampiran Bab III PMK No.213PMK.052013 dijelaskan dokumenlaporan yang dihasilkan dari SIMAK-BMN pada proses pencatatan dan pelaporan pada Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang, antara lain terdiri dari: a. Daftar BMN; b. Kartu Inventaris Barang KIB Tanah; c. Kartu Inventaris Barang KIB Bangunan Gedung; d. Kartu Inventaris Barang KIB Alat Angkutan Bermotor; e. Kartu Inventaris Barang KIB Alat Persenjataan; f. Daftar Inventaris Lainnya DIL; g. Daftar Inventaris Ruangan DIR; h. Laporan Barang Kuasa Pengguna LBKP; i. Laporan Kondisi Barang LKB; dan j. Laporan terkait dengan Penyusutan Aset Tetap. Daftar BMN meliputi: a. Daftar Barang Intrakomptabel, b. Daftar Barang Ekstrakomptabel, c. Daftar Barang Bersejarah, d. Daftar Barang Persediaan, dan e. Daftar Konstruksi Dalam Pengerjaan KDP. Laporan Barang Kuasa Pengguna LBKP meliputi: a. LBKP Intrakomptabel, b. LBKP Ekstrakomptabel, c. LBKP Gabungan, d. LBKP Persediaan, e. LBKP Barang Bersejarah, dan f. LBKP KDP. LBKP Gabungan merupakan hasil penggabungan LBKP Intrakomptabel dan LBKP Ekstrakomptabel. LBKP Barang Bersejarah hanya menyajikan kuantitas tanpa nilai. Transparansi pengelolaan keuangan negara dalam hal ini pengelolaan BMN dapat tercermin dari laporan BMN. Karakteristik sebagai prasyarat normatif yang diperlukan agar informasi dari laporan BMN yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan dapat memenuhi kualitas baik berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah SAP, harus memiliki karakteristik dasar sebagai berikut: 1 Relevan Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan BMN yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi dapat dikatakan relevan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a Memiliki manfaat umpan balik feedback value Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu. b Memiliki manfaat prediktif predictive value Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. c Tepat waktu Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan. d Lengkap Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan BMN diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah. Agar informasi yang disajikan dapat relevan maka informasi yang disajikan dalam laporan BMN pemerintah harus didasarkan pada kebutuhan informasi para pengguna laporan BMN pemerintah. 2 Andal Informasi dalam laporan BMN bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan dan merugikan pengguna laporan BMN. Informasi yang andal memenuhi karakteristik: a Penyajian Jujur Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. b Dapat Diverifikasi verifiability Informasi yang disajikan dalam laporan BMN dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. c Netralitas Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu. Agar informasi yang dihasilkan dapat dipercaya andal maka penyajian informasi dalam laporan BMN pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan disajikan secara menyeluruh. 3 Dapat Dibandingkan Pengguna harus dapat membandingkan laporan BMN entitas antar periode. Informasi yang termuat dalam laporan BMN akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan BMN periode sebelumnya atau laporan BMN entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. Agar informasi yang disajikan dapat dibandingkan maka penyajian laporan BMN pemerintah minimal harus disajikan dalam 2 dua periode atau 2 dua tahun anggaran. 4 Dapat Dipahami Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah dikatakan dapat dipahami jika pengguna mengerti dengan informasi- informasi yang disajikan dan mampu menginterpretasikannya. Hal ini dapat terlihat dari manfaat informasi yang disajikan tersebut terhadap pengambilan keputusan. Untuk itu, penyajian informasi dalam laporan BMN pemerintah harus menggunakan formatbentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Pengguna harus diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta memiliki kemauan untuk mempelajari informasi yang disajikan dalam laporan BMN pemerintah. Dalam kenyataannya, pemerintah masih menghadapi beberapa kendala-kendala dalam menyajikan informasi yang relevan dan andal tersebut. Kendala tersebut merupakan suatu keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam mewujudkan laporan BMN pemerintah yang relevan dan andal akibat keterbatasan atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal yang menimbulkan kendala dalam penyajian laporan BMN pemerintah tersebut, yaitu: a. Materialitas Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan BMN pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan BMN. Selama seluruh informasi yang material telah disajikan dalam laporan maka laporan BMN pemerintah tersebut dapat dikatakan wajar. Hal inilah yang mengakibatkan mungkin saja ada suatu informasi yang tidak disajikan dalam laporan BMN pemerintah. b. Pertimbangan Sehat Penyusun laporan BMN adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian semacam itu diakui dengan mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat prudence dalam penyusunan laporan BMN. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga semua dapat dinyatakan secara wajar. c. Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif Keseimbangan antar karakteristik kualitatif yang diperlukan untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif yang diharapkan dipenuhi oleh laporan BMN pemerintah. Bisa saja untuk mementingkan dipenuhinya keandalan suatu informasi, menyebabkan informasi tersebut kurang relevan, begitu pula sebaliknya jika relevansinya dipentingkan, mengakibatkan informasi tersebut kurang andal. Kepentingan relatif antar karakteristik dalam berbagai kasus mungkin akan berbeda, terutama antara relevansi dan keandalan, adakalanya pengguna lebih membutuhkan informasi yang andal dibandingkan informasi yang relevan, namun bisa saja pengguna lebih mementingkan kerelavansian dari pada keandalannya. Untuk itu, dibutuhkan suatu pertimbangan profesional dalam penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif tersebut agar dapat menyediakan informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna. Berdasarkan PMK No.213PMK.052013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat terdapat beberapa aspek yang terkait dengan pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan POM, aspek SIMAK-BMN yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Pembentukan Unit Akuntansi Pembentukan unit akuntansi merupakan hal yang sangat diperlukan, mengingat dengan dibentuknya unit akuntansi maka tanggungjawab masing-masing unit dapat dibagi secara jelas serta untuk mendukung terciptanya ketertiban pencatatan BMN dalam rangka mendukung penyusunan laporan keuangan. Untuk melaksanakan SIMAK-BMN, KL membentuk Unit Akuntansi BMN UAB. Secara umum, struktur organisasi UAB sebagaimana ditetapkan dalam PMK No.213PMK.052013 adalah sebagai berikut: a. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Barang UAPB; b. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Barang UAPPB-E1; c. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Barang Wilayah UAPPB-W; dan d. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Barang UAKPB. 2. Pengelola BMN Pengelola BMN merupakan Sumber Daya Manusia SDM yang menjadi faktor sentral dalam suatu unit organisasi pengelolaan BMN, apapun bentuk serta tujuannya, suatu unit organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia itu sendiri yaitu pengelola BMN. Jadi manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan unit organisasi. Dalam mencapai tujuannya tentu suatu unit organisasi memerlukan SDM sebagai pengelola sistem. Agar suatu sistem bisa berjalan, tentu dalam pengelolaannya harus memperhatikan beberapa aspek penting seperti pelatihan, pengembangan kemampuan, motivasi, dan aspek-aspek lainnya. Hal ini akan menjadikan SDM pengelola BMN sebagai salah satu indikator penting dalam pencapaian tujuan unit organisasi BMN secara efektif dan efisien. Pengelola BMN merupakan aset unit organisasi pengelolaan BMN yang sangat vital, karena itu peran dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh sumber daya lainnya. Walaupun kenyataannya telah banyak peran dan fungsi SDM yang digantikan oleh teknologi peralatan. Semutakhir apapun teknologi yang digunakan atau seberapa banyak data dan dana yang disiapkan, namun tanpa SDM pengelola yang profesional semua menjadi tidak bermakna. Dalam strategi SDM pengelola yang baik diperlukan SDM yang berkualitas dan memiliki kompetensi tinggi sebagai modal atau kekayaan yang penting dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berikut ini gambaran kebutuhan SDM pengelola BMN untuk struktur akuntansi yang diperlukan di level organisasi UAKPB yang tercantum dalam PMK No.213PMK.052013: GAMBAR 2.2 STRUKTUR SDM ORGANSASI UAKPB Keterangan: Penanggung Jawab Petugas Akuntansi BMN Sumber: PMK No.213PMK.052013 Mengingat ketidakseragaman jenis dan kultur unit organisasi pemerintah yang disebabkan adanya ciri khaskeunikan pada beban kerja dari masing-masing unit. Maka pemenuhan kebutuhan SDM pengelola BMN disesuaikan dengan kapasitas SDM yang dimiliki oleh masing- masing level unit organisasi. KASUBAG UMUMTUPEJABAT YANG DITETAPKAN PETUGAS VERIFIKASI KEPALA SATUAN KERJA A PETUGAS ADMINISTRASI 3. Hardware dan Software Perkembangan Teknologi Informasi TI yang sangat pesat belakangan ini memberikan banyak kemudahan di lingkungan pemerintahan. Peran TI dalam berbagai aspek kegiatan pemerintah dapat dipahami karena sebagai sebuah teknologi yang menitikberatkan pada pengaturan sistem informasi dengan penggunaan komputer. TI dapat memenuhi kebutuhan informasi dengan sangat cepat, tepat waktu, relevan, dan akurat. Penerapan TI di lingkungan pemerintah mempunyai peranan penting dan sudah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap entitas atau unit pemerintahan terutama dalam menjalankan atau memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hardware dan software merupakan hal yang sudah sangat lazim harus ada dalam proses TI untuk mendukung pelaksanaan suatu kegiatan yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia human error. Adapun software yang dikembangkan untuk mendukung sistem akuntansi BMN adalah software yang berbasis microsoft fisual foxpro, dan lebih dikenal dengan nama aplikasi SIMAK-BMN. Seperti yang dikemukakan dalam buku Pedoman Penatausahaan Barang Milik Negara Badan Pengawas Obat dan Makanan 2013:14, “aplikasi SIMAK-BMN merupakan sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN juga menghasilkan daftra barang, laporan barang, dan berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan BMN”. 4. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan dengan cara tertentu sehingga memberikan kemudahan dalam pengelolaannya. PMK No.29PMK.062010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara sebagai pengganti PMK No.97PMK.062007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara membagi BMN dalam klasifikasi golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. Pengkodean BMN diperlukan untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian, BMN selain diberikan identifikasi berupa nama, juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode. Pemberian kode BMN sepenuhnya mengacu kepada PMK No.29PMK.062010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Untuk memberikan identitas, BMN diberikan nomor kode barang ditambah nomor urut pendaftarannya dan kode lokasi ditambah tahun perolehannya. Kode Lokasi adalah kode yang dipergunakan untuk mengidentifikasi unit penanggung jawab akuntansi BMN. Kode ini terdiri dari 16 enam belas angka yang memuat kode UAPB, UAPPB-E1, UAPPB-W, UAKPB, dan UAPKPB dengan susunan, sebagai berikut: GAMBAR 2.3 SKEMA KODE LOKASI BMN XXX . XX . XX . XXXXXX . XXX UAPKPB UAKPB UAPPB-W UAPPB-E1 UAPB Sumber: PMK No.213PMK.052013 a. Kode UAPB, mengacu kepada kode Bagian Anggaran KL yang bersangkutan. b. Kode UAPPB-E1, mengacu kepada Kode Anggaran unit eselon I pada KL yang bersangkutan. c. Kode UAPPB-W, mengacu kepada Kantor Wilayah atau Kode Wilayah Anggaran. d. Unit kerja pada kantor pusat KL dan unit eselon-1, kode UAPPB-W diisi dengan 00. e. Kode UAKPB, mengacu kepada Kode Satuan Kerja pada DIPA. f. Kode UAPKPB Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Kuasa Pengguna Barang. Pembentukan UAPKPB bersifat opsional untuk UAKPB yang satu atau beberapa bagiannya terpisah oleh jarak yang relatif jauh danatau span of controll yang terlalu besar. Pembentukan UAPKPB harus dikonsultasikan dengan dan disetujui oleh penanggungjawab UAPPB-E1. Kode Barang terdiri dari golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok, dengan susunan sebagai berikut: GAMBAR 2.4 SKEMA KODE BARANG BMN X. XX . XX . XX . XXX Sub-sub kelompok Sub kelompok Kelompok Bidang Golongan Sumber: PMK No.213PMK.052013 Pengelompokanklasifikasi BMN seperti tersebut di atas berhubungan dengan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BMN pada masing-masing jenjang organisasi Akuntansi BMN. Pada tingkat UAKPB, BMN diklasifikasikan ke dalam sub-sub kelompok, pada tingkat UAPPB-W diklasifikasi ke dalam sub kelompok, pada tingkat UAPPB-E1 dan UAPB diklasifikasikan ke dalam kelompok. Kode Registrasi adalah kode yang terdiri dari Kode Lokasi ditambah dengan tahun perolehan dan Kode Barang ditambah dengan nomor urut pendaftaran. Kode registrasi merupakan tanda pengenal BMN dengan susunan sebagai berikut: GAMBAR 2.5 SKEMA KODE REGISTRASI BMN UAPB UAPPB-E1 UAPPB-W UAKPB UAPKPB Tahun Perolehan XXX . XX. XX. XXXXXX. XXX. XXXX X. XX. XX. XX. XXX. XXXXXX Nomor urut pendaftaran Sub-sub kelompok Sub kelompok Kelompok Bidang Golongan Sumber: PMK No.213PMK.052013 Pasal dua 2 PMK No.29PMK.062010 menyebutkan bahwa “Penggolongan dan Kodefikasi BMN bertujuan untuk menyeragamkan Penggolongan dan Kodefikasi BMN secara nasional guna mewujudkan tertib administrasi dan mendukung tertib pengelolaan BMN”. 5. Transaksi BMN SIMAK-BMN merupakan prosedur dalam siklus akuntansi yang dilaksanakan pada lingkup kementerian negaralembaga yang dalam pelaksanaannya memproses transaksi barang untuk menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN. Berikut jenis-jenis transaksi dalam akuntansi BMN yang dikutip PMK No.213PMK.052013: a. Saldo Awal Saldo awal merupakan saldo BMN pada awal tahun anggaran berjalan atau awal tahun mulai diimplementasikannya SIMAK-BMN yang merupakan akumulasi dari seluruh transaksi BMN tahun sebelumnya atau merupakan BMN yang sampai dengan tahun pelaporan belum dilakukan proses pencatatan sehingga harus dilakukan pencatatan pada saldo awal. b. Perolehan BMN Merupakan transaksi penambahan BMN yang tahun tanggal perolehannya sama dengan tahun anggaran berjalan. Transaksi perolehan BMN meliputi: 1 Pembelian, adalah terjadinya transaksi pertukaran dengan penyerahan sejumlah uang untuk memperoleh sejumlah barang. 2 Transfer Masuk, merupakan perolehan BMN dari hasil transfer masuk dari Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan lain dalam lingkup Pemerintah Pusat tanpa menyerahkan sejumlah sumber daya ekonomi. 3 Hibah, merupakan perolehan BMN dari luar Pemerintah Pusat tanpa menyerahkan sejumlah sumber daya ekonomi. 4 Rampasan, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil rampasan berdasarkan putusan pengadilan. 5 Penyelesaian Pembangunan, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil penyelesaian pembangunan berupa bangunangedung dan BMN lainnya yang telah diserahterimakan dengan Berita Acara Serah Terima. 6 Pembatalan Penghapusan, merupakan pencatatan BMN dari hasil pembatalan penghapusan yang sebelumnya telah dihapuskandikeluarkan dari pembukuan. 7 Reklasifikasi Masuk, merupakan transaksi BMN yang sebelumnya telah dicatat dengan klasifikasi BMN yang lain. 8 Pelaksanaan dari PerjanjianKontrak, merupakan barang yang diperoleh dari pelaksanaan kerja sama pemanfaatan, bangun guna serahbangun serah guna, tukar menukar, dan perjanjian kontrak lainnya. c. Perubahan BMN Transaksi perubahan BMN meliputi: 1 Pengurangan, merupakan transaksi pengurangan kuantitas dan nilai BMN yang menggunakan satuan luas atau satuan lain yang pengurangannya tidak menyebabkan keseluruhan BMN hilang. 2 Pengembangan, merupakan transaksi pengembangan BMN yang dikapitalisir yang mengakibatkan pemindahbukuan dari Daftar BMN Ekstrakomptabel ke Daftar BMN Intrakomptabel atau perubahan nilaisatuan BMN dalam BI Intrakomptabel. 3 Perubahan Kondisi, merupakan pencatatan perubahan kondisi BMN. 4 Koreksi Perubahan NilaiKuantitas, merupakan koreksi pencatatan atas nilaikuantitas BMN yang telah dicatat dan telah dilaporkan sebelumnya. d. Penyusutan BMN berupa aset tetap selain tanah dan KDP disusutkan sesuai ketentuan yang berlaku tentang penyusutan aset tetap pada pemerintah pusat. e. Penghapusan BMN Transaksi penghapusan BMN, antara lain terdiri dari: 1 Penghapusan, merupakan transaksi untuk menghapus BMN dari pembukuan berdasarkan suatu surat keputusan penghapusan oleh instansi yang berwenang; 2 Transfer Keluar, merupakan penyerahan BMN dari hasil transfer keluar dari unit lain dalam lingkup Pemerintah Pusat tanpa menerima sejumlah sumber daya ekonomi. 3 Hibah keluar, merupakan penyerahan BMN karena pelaksanaan hibah, atau yang sejenis ke luar Pemerintah Pusat tanpa menerima sejumlah sumber daya ekonomi. 4 Reklasifikasi Keluar, merupakan transaksi BMN ke dalam klasifikasi BMN yang lain. Transaksi ini berkaitan dengan transaksi Reklasifikasi Masuk. 6. Kebijakan Akuntansi BMN Barang adalah bagian dari kekayaan negara yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilaidihitungdiukurditimbang dan dinilai tidak termasuk uang dan surat berharga. Menurut UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN memiliki jenis dan variasi yang sangat beragam, baik dalam hal tujuan perolehannya maupun masa manfaat yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam perlakuan akuntansinya ada BMN yang dikategorikan sebagai aset lancar, aset tetap, dan aset lainnya. BMN dikategorikan sebagai aset lancar apabila diharapkan segera dipakai atau dimiliki untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam waktu 12 dua belas bulan sejak tanggal pelaporan. BMN yang memenuhi kriteria ini diperlakukan sebagai Persediaan. Sedangkan BMN dikategorikan sebagai aset tetap apabila mempunyai masa manfaat lebih dari 12 dua belas bulan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal Kuasa Pengguna Barang, dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. BMN yang memenuhi kriteria tersebut bisa meliputi sebagai berikut: a. Tanah; b. Peralatan dan Mesin; c. Gedung dan Bangunan; d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan; e. Aset Tetap Lainnya; dan f. Konstruksi dalam Pengerjaan. Sedangkan BMN berupa aset tetap yang sudah dihentikan penggunaan aktif pemerintah, digolongkan sebagai aset lain-lain. Dalam SAPP, kebijakan akuntansi BMN mencakup masalah pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan. Kebijakan akuntansi BMN ini diatur di dalam PMK No.213PMK.052013 dan peraturan terdahulunya PMK No.171PMK.052007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. 7. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN SIMAK-BMN diselenggarakan melalui serangkaian prosedur baik manual maupun komputerisasi. Prosedur tersebut melibatkan dokumen sumber, organisasi akuntansi, dan proses akuntansi dalam rangka menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN. Berikut prosedur akuntansi pada masing-masing tingkat unit akuntansi dan pelaporan BMN berdasarkan PMK No.213PMK.052013: a. Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAKPB Pasal 33 menyebutkan bahwa “UAKPB memproses transaksi BMN dalam rangka penyusunan Laporan Barang Kuasa Pengguna LBKP dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA. LBKP dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA. UAKPB menyampaikan LBKP disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang KPKNL setiap semesteran dan tahunan. Dalam hal UAKPB tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL, KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPB terkait”. UAKPB Dekonsentrasi melaksanakan proses akuntansi atas Dokumen Sumber terkait transaksi BMN dalam rangka penyusunann LBKP Dekonsentrasi dan Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi. LBKP dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAKPA Dekonsentrasi. UAKPB Dekonsentrasi menyampaikan LBKP disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-E1 yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi, dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan. Dalam hal UAKPB Dekonsentrasi tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL, KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPB Dekonsentrasi terkait. Prosedur yang sama pada UAKPB Dekonsentrasi juga berlaku untuk UAKPB Tugas Pembantuan. Informasi tersebut berdasarkan Pasal 34 dan Pasal 35 PMK No.213PMK.052013. b. Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAKPB-W Pasal 36 menjelaskan bahwa UAPPB-W melaksanakan proses penggabungan LBKP dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah LBPP-W. LBPP-W dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W. UAPPB-W menyampaikan LBPP-W disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPPB-E1 dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan. Dalam hal UAPPB-W tidak menyampaikan LBKP kepada Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPB-W. c. Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAKPB-E1 UAPPB-E1 melaksanakan proses penggabungan LBPP-W yang disampaikan oleh UAPPB-W yang berada di wilayah kerjanya termasuk UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-W Tugas Pembantuan, dan LBKP yang disampaikan oleh UAKPB yang langsung berada di bawah UAPPB-E1 dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon 1 LBPP-E1. LBPP-E1 dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1. UAPPB-E1 menyampaikan LBPP-E1 disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPB setiap semesteran dan tahunan. Penjelasan di atas diungkapkan pada Pasal 39. d. Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAPB Pasal 40 menjelaskan bahwa UAPB melaksanakan proses penggabungan LBPP-E1 dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pengguna LBP. LBP dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPA. UAPB menyampaikan LBP disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan. Setiap Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan LBKP kepada KPKNL sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Apabila UAKPB tidak melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan LBKP tersebut, KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi kepada UAKPA yang bertindak selaku UAKPB yang lalaitidak melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan LBKP. Atas usulan dari KPKNL, KPPN menetapkan sanksi berupa pengembalian SPM yang diajukan satker selaku UAKPA. Pelaksanaan sanksi tidak menggugurkan kewajiban UAKPB untuk melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan laporan keuangan. Setiap UAPPA-W juga wajib melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan laporan keuangan kepada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Apabila UAPPB-W terlambattidak melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan laporan keuangan tersebut, Kanwil Ditjen Kekayaan Negara dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi kepada UAKPA yang bertindak selaku UAPPB-W yang lalaitidak melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan Laporan Keuangan. Atas usulan dari Kanwil Ditjen Kekayaan Negara, KPPN menetapkan sanksi berupa pengembalian SPM yang diajukan satuan kerja selaku UAKPA. Pelaksanaan sanksi tidak menggugurkan kewajiban UAPPA-W untuk melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan Laporan Keuangan.

2. Konsep Kunci

Konsep kunci dalam penelitian ini adalah pelaksanaan SIMAK-BMN. Pelaksanaan SIMAK-BMN yang dimaksud adalah proses kegiatan yang meliputi pembentukan unit akuntansi, pengelola BMN, hardware dan software, klasifikasi dan kodefikasi, transaksi BMN, kebijakan akuntansi BMN, prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan POM. Berdasarkan perihal di atas maka dalam penelitian ini terdapat beberapa aspek sebagai berikut: 1. Pembentukan Unit Akuntansi Pembentukan Unit Akuntansi merupakan hal yang sangat diperlukan untuk melaksanakan SIMAK-BMN, maka KL harus membentuk Unit Akuntansi BMN UAB. 2. Pengelola BMN Pengelola BMN adalah faktor sentral dalam unit akuntansi BMN serta sebagai salah satu indikator penting dalam pencapaian tujuan unit akuntansi pengelolaan BMN secara efektif dan efisien. 3. Hardware dan Software Hardware dan software merupakan hal yang sudah sangat lazim harus ada dalam proses TI untuk mendukung pelaksanaan suatu kegiatan yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia human error. 4. Klasifikasi dan Kodefikasi Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan dengan nama dan juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode tertentu untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian. 5. Transaksi BMN SIMAK-BMN merupakan prosedur dalam siklus akuntansi yang dalam pelaksanaannya memproses transaksi barang untuk menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN. 6. Kebijakan Akuntansi BMN Dalam SAPP, kebijakan akuntansi BMN mencakup masalah pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan. Kebijakan akuntansi BMN ini diatur di dalam PMK No.213PMK.052013 dan peraturan terdahulunya PMK No.171PMK.052007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. 7. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN SIMAK-BMN diselenggarakan melalui serangkaian prosedur baik manual maupun komputerisasi. Prosedur tersebut melibatkan dokumen sumber, organisasi akuntansi, dan proses akuntansi dalam rangka menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN.

B. Model Berfikir

Pelaksanaan SIMAK BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan POM meliputi kegiatan pembentukan unit akuntansi, pengelola BMN, hardware dan software, kodefikasi dan klasifikasi, transaksi, kebijakan akuntansi, serta prosedur akuntansi dan pelaporan BMN dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pengelolaan BMN. Berdasarkan perihal tersebut di atas dapat dijelaskan pada gambar 2.6 berikut: GAMBAR 2.6 MODEL BERFIKIR Sumber: PMK No.213PMK.052013

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dilihat dari aspek pembentukan unit akuntansinya? 2. Bagaimana pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA ditinjau dari aspek pengelola BMN? 3. Bagaimana kriteria Hardware dan Software SIMAK-BMN yang ada pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA? 4. Bagaimana kesesuaian pelaksanaan kodefikasi dan klasifikasi BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dibandingkan dengan ketentuan yang ada pada PMK No.213KM.052013? 5. Bagaimana pelaksanaan transaksi dalam akuntansi BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA? 6. Bagaimana pelaksanaan kebijakan akuntansi BMN yang diterapkan Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA? 7. Bagaimana pelaksanaan prosedur akuntansi dan pelaporan BMN yang dijalankan pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA? BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berhasil atau tidaknya suatu penelitian ilmiah banyak ditentukan oleh penggunaan metode yang dipilih. Pada hakekatnya metode penelitian merupakan alat yang dapat memberi panduan dalam mengarahkan agar dapat merumuskan gejala dan objek yang diteliti. Metodologi merupakan totalitas cara yang dipakai peneliti untuk menemukan kebenaran ilmiah. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia online metode adalah cara yang telah diatur dengan baik-baik, sedangkan pengertian penelitian adalah dari kata dasar teliti, yang artinya cermat, hati-hati, ingat-ingat, meneliti artinya memeriksa atau menyelidiki dengan cermat, sedangkan penelitian artinya pemeriksaan yang teliti. Pengertian metodologi berkaitan dengan cara metode. Metodologi adalah pengetahuan tentang cara-cara science of methods. Dalam arti umum dan awam, metodologi biasanya digunakan untuk konteks apa saja, misalnya metodologi berfikir, metodologi pendidikan atau metodologi pengajaran. Tetapi dalam konteks penelitian “metodologi adalah totalitas cara untuk meneliti dan menemukan kebenaran” Irawan, 2004:54. Disebut totalitas cara karena metodologi tidak hanya mengacu kepada metode penelitian, tetapi juga paradigma, pola pikir, metode pengumpulan data, dan analisis data sampai dengan metode penafsiran temuan penelitian itu sendiri. Menurut Muis 2009:16, metodologi penelitian sebagai berikut, secara sempit dapat diartikan sebagai cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran seksama untuk mencapai suatu tujuan. Dalam arti luas adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari cara-cara melakukan pengamatan, dengan pemikiran yang tepat secara terpadu melalui tahapan-tahapan yang disusun secara ilmiah untuk mencari, menyusun serta menganalisis dan menyimpulkan data-data sehingga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menurut Sugiyono 1999:01, metodologi penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan cara-cara yang masuk akal, empiris berarti cara- cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Pemilihan metodologi dalam suatu penelitian dimaksudkan agar tepat dan sesuai dengan fokus penelitiannya. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif atau explanatory. Pendekatan kualitatif berarti tergantung pada pengamatan manusia atau orang-orang yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Menurut Moleong 2006:6, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan lain-lain, secara holistik dan dengan suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor Moleong, 2006:4, “Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif,