pelaksanaan simak bmn pada satker deputi i semester satu tahun anggaran 2015 bpom evi dwi pebriani 2015
PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA (SIMAK-BMN) PADA SATUAN KERJA DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA
SEMESTER SATU TAHUN ANGGARAN 2015 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
OLEH:
NAMA : EVI DWI PEBRIANI
NPM : 1422090207
PROGRAM STUDI : ILMU ADMINISTRASI NEGARA KONSENTRASI : MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT UJIAN PROGRAM SARJANA ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
JAKARTA 2015
(2)
(3)
ii
Diterima dan disetujui untuk dipertahankan
Pembimbing
(4)
iii
Ketua merangkap anggota,
Tintin Sri Murtinah, SE, MM Sekretaris merangkap anggota,
Dr. Subandi, MM Anggota,
(5)
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada Bapak Dr. Asropi, S. IP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membantu dan memberikan arahan dalam menyusun skripsi ini serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyusun skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada:
1. Bapak Dr. Makhdum Priyatno, MA selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara Jakarta.
2. Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT selaku atasan yang telah memberikan rekomendasi tugas belajar.
3. Bapak Dr. Subandi, MM selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi perbaikan skripsi ini.
4. Ibu Tintin Sri Murtinah, SE., MM selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi perbaikan skripsi ini.
5. Bapak dan kakak tercinta atas do’a, cinta, dan kasih sayang serta dukungan yang selalu diberikan selama penulis menyelesaikan studi.
(6)
v dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa STIA-LAN Jakarta yang telah memberikan dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Para dosen dan karyawan karyawati STIA-LAN Jakarta atas ilmu dan dukungan yang telah diberikan.
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun penulis telah mencoba menyusun dengan mencurahkan segenap waktu, tenaga, dan kemampuan penulis. Hal ini disebabkan oleh kekurangan dan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan. Asa penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan lebih lanjut atas manajemen keuangan negara di Indonesia.
Jakarta, 14 Desember 2015
(7)
vi ABSTRAK EVI DWI PEBRIANI, 1422090207
PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA (SIMAK-BMN) PADA SATUAN KERJA DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA SEMESTER SATU TAHUN ANGGARAN 2015 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Skripsi, xii hlm. 100 halaman
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA berdasarkan PMK No.213/PMK.05/2013.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini meliputi pembentukan unit akuntansi, pengelola BMN, hardware & software, kualifikasi & kodefikasi, transaksi BMN, kebijakan akuntansi BMN, serta prosedur dan pelaporan BMN. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah reduksi data dan triangulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi I adalah:
1. Pembentukan unit akuntansi SIMAK-BMN pada Satker Deputi I sudah dibentuk namun belum sepenuhnya sesuai dengan PMK No.213/PMK.05/2013.
2. Sudah ada penetapan petugas SIMAK-BMN namun belum memenuhi kriteria PMK No.213/PMK.05/2013.
3. Hardware dan software yang digunakan sudah memenuhi ketentuan PMK No.213/PMK.05/2013.
(8)
vii No.213/PMK.05/2013.
6. Kebijakan akuntansi yang diterapkan sudah sesuai dengan ketentuan PMK No.213/PMK.05/2013.
7. Prosedur akuntansi dan pelaporan sudah dilaksanakan sesuai ketentuan PMK No.213/PMK.05/2013, kecuali masalah Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal dan pengarsipan dokumen.
Untuk itu penulis menyarankan kepada Satker Deputi I untuk: 1. Pemisahan yang jelas antara UAKPB, UPKPB, dan UAKPA. 2. Penambahan SDM verifikator SIMAK-BMN yang berkompeten. 3. Monitoringhardware danupdate softwaresecara kontinyu. 4. Melakukanupdate pelabelan BMN.
5. Transaksi diharapkan terekam tepat pada waktunya. 6. Membuat BAR untuk rekonsiliasi internal.
7. Pengarsipan data terkait BMN diharapkan bisa dikoordinasikan dengan baik.
(9)
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : EVI DWI PEBRIANI
NPM : 1422090207
Program Studi : ILMU ADMINISTRASI NEGARA Konsentrasi : Manajemen Keuangan Negara
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini dengan judul Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I Tahun Anggaran 2015 Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila dikemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan dari orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan dan tata tertib di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Jakarta, 02 Desember 2015 Penulis,
(10)
viii
Lembar Judul...i
Lembar Persetujuan...ii
Lembar Pengesahan...iii
Kata Pengantar...iv
Abstrak...vi
Daftar Isi...viii
Daftar Tabel...x
Daftar Gambar...xi
Daftar Lampiran...xii
Bab I Permasalahan Penelitian A. Latar Belakang Permasalahan...1
B. Fokus Permasalahan...9
C. Tujuan Penelitian...9
D. Manfaat Penelitian...9
1. Manfaat Terhadap Dunia Akademik...9
2. Manfaat Terhadap Dunia Praktis...10
Bab II Kerangka Teori A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci...11
1. Tinjauan Teori...11
a. Pengertian Pelaksanaan...11
b. Pengertian Sistem Informasi...15
c. Pengertian SIM dan SIA...17
d. Pengertian Akuntansi Pemerintahan...19
e. SAPP...20
f. SIMAK-BMN...33
2. Konsep Kunci...60
(11)
ix
C. Pertanyaan Penelitian...63
Bab III Metodologi Penelitian A. Metode Penelitian...64
B. Teknik Pengumpulan Data...67
1. Metode Pengumpulan Data...67
a. Wawancara...67
b. Observasi...69
c. Telaah Dokumen...69
2. Sumber Data...69
a. Data Primer...70
b. Data Sekunder...71
C. Prosedur Pengolahan Data...71
1. Teknik Pengolahan Data...71
2. Teknik Analisis Data...72
Bab IV Hasil Penelitian A. Pembentukan Unit Akuntansi...75
B. Pengelola BMN...80
C. HardwaredanSoftware...82
D. Klasifikasi dan Kodefikasi...83
E. Transaksi BMN...87
F. Kebijakan Akuntansi BMN...91
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN...92
Bab V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan...97
B. Saran...99 Daftar Pustaka
Lampiran
(12)
(13)
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Opini BPK Terhadap LKKL...6
Gambar 2.1 Kerangka Umum SAPP...23
Gambar 2.2 Struktur SDM Organisasi UAKPB...46
Gambar 2.3 Skema Kode Lokasi BMN...49
Gambar 2.4 Skema Kode Barang BMN...50
Gambar 2.5 Skema Kode Registrasi BMN...51
Gambar 2.6 Model Berfikir...63
Gambar 4.1 Struktur Organisasi UAKPA/B...79
Gambar 4.2 Skema Kodefikasi BMN...85
(14)
ii Lampiran II Transkrip Hasil Wawancara Lampiran III Pedoman Observasi
Lampiran IV Transkrip Hasil Observasi Lampiran V Pedoman Penelaahan Dokumen Lampiran VI Transkrip Penelaahan Dokumen
Lampiran VII Matriks Pengembangan Instrumen Penelitian
Lampiran VIII Permohonan Ijin Penelitian Mahasiswa STIA-LAN Jakarta Lampiran IX Pemberitahuan Telah Melakukan Penelitian
(15)
1
BAB I
PERMASALAHAN PENELITIAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Pengelolaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan good governance and clean government sebagai salah satu amanat reformasi. Dengan bergulirnya reformasi di bidang manajemen keuangan negara yang diinisiasi dengan lahirnya 3 (tiga) paket Undang-Undang (UU) Keuangan Negara yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara telah membentuk pilar-pilar utama dalam reformasi manajemen keuangan khususnya pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dengan harapan sistem pengelolaan keuangan negara dapat lebih efektif dan efisien serta tercapainya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Sejak tahun 2004, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) telah mengikuti internasional best practices dengan ditampilkannya Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan sampai dengan Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan lainnya sebagai lampiran. Dalam administrasi
(16)
pemerintahan LKPP tidak hanya merupakan alat pertanggungjawaban keuangan pemerintah saja, akan tetapi juga merupakan indikator kredibilitas dari pemerintah itu sendiri. Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas Barang Milik Negara (BMN) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Perihal terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban BMN, dalam LKPP masuk komponen penyusunan Neraca. Salah satu upaya konkrit dalam mewujudkan azas akuntabilitas dan transparansi di lingkungan pemerintah dengan mengharuskan setiap entitas pelaporan pengelola keuangan negara untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan.
Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika Psikotropika & Zat Adiktif (NAPZA) Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) sebagai salah satu entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada rakyat melalui lembaga legislatif serta untuk kepentingan pihak-pihak yang terkait. Salah satu bagian laporan yang tidak dapat terpisahkan dari laporan keuangan adalah laporan BMN yang menjadi pilar penting dalam penyusunan laporan keuangan Kementerian/Lembaga yang terbentuk dari proses penatausahaan BMN di Kementerian/Lembaga terkait. Penatausahaan BMN yang berkualitas meningkatkan penerapan
(17)
3
siklus pengelolaan secara keseluruhan menjadi lebih baik, sehingga upaya konkret dalam mewujudkan 3 (tiga) T, yaitu tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik dapat terlaksana.
Era baru proses penatausahaan BMN dalam rangka mendukung penyusunan laporan keuangan setiap entitas pelaporan pengelola keuangan negara ditandai dengan pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan RI melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Kewajiban untuk melaksanakan SIMAK-BMN disampaikan dengan jelas pada Bab IV tentang Sistem Akuntansi Instansi (SAI) bagian satu Pasal 18 PMK No.171/PMK.05/2007 yang menyatakan bahwa setiap Kementerian Negara/Lembaga wajib menyelenggarakan SAI untuk menghasilkan laporan keuangan. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), SIMAK-BMN, Sistem Akuntansi Bagian Anggaran Perhitungan dan Pembiayaan (SA-BAPP).
PMK No.171/PMK.05/2007 telah mengalami dua kali perubahan. Perubahan pertama yaitu, PMK No.233/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang berbasis kas menuju akrual/cash toward acrual (CTA). Perubahan kedua yaitu, PMK No.213/PMK.05/2013 Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang berbasis akrual. Perubahan kedua tersebut dalam rangka penerapan sistem akuntansi berbasis akrual sebagaimana
(18)
diamanatkan dalam Pasal 36 ayat 1 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 70 ayat 2 UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 36 ayat 1 UU No.17 Tahun 2003 menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran. Pasal 70 ayat 2 UU No.1 Tahun 2004 menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan
selambat-lambatnya pada tahun 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan SIMAK-BMN tersebut, Badan POM RI menyusun pedoman penatausahaan BMN Badan POM sebagai acuan yang lebih rinci bagi para pejabat struktural dan fungsional dalam melaksanakan penatausahaan BMN melalui aplikasi SIMAK-BMN di lingkungan satuan kerja masing-masing baik di pusat maupun di daerah melalui Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.1.3898 Tahun 2009 tentang Pedoman Penatausahaan BMN BPOM. Selanjutnya dikarenakan adanya pertimbangan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan kaidah pengelolaan BMN terbaru dan ketentuan perundang-undangan, maka pedoman tersebut direvisi. Revisi pertama berdasarkan
(19)
5
Keputusan Kepala BPOM RI No.HK.04.1.24.12.13.6072 Tahun 2013 tentang Penerapan Pedoman Penatausahaan BMN BPOM.
SIMAK-BMN sebagai sub-sistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI) selain Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) disajikan untuk meningkatkan pemahaman serta kontrol yang sistematis, sehingga sesuai struktur Unit Akuntansi Barang melekat kewajiban untuk penyusunan laporan BMN, dalam rangka penyusunan laporan keuangan instansi. SIMAK-BMN dan SAK dalam lingkup instansi yang merupakan sub-sistem harus saling berjalan simultan, sehingga bisa dilakukan check and balanceantara arus uang dan arus barang.
Selanjutnya produk hasil yang diharapkan dari seluruh sistem akuntansi tersebut adalah laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Salah satu indikator yang mencerminkan tingkat akuntabilitas dan transparansi Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) adalah hasil audit atau pendapat auditor internal/eksternal terhadap LKKL terkait. Gambaran secara umum kualitas dari semua LKKL tercermin dari opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKKL, opini terhadap LKKL mulai diberikan sejak tahun 2006. Daftar opini BPK terhadap LKKL akan disajikan dalam tabel sebagai berikut:
(20)
TABEL 1.1
Perkembangan Opini BPK Tehadap LKKL Tahun 2006-2014
No. Opini 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1. WTP 07 16 35 45 50 61 62 65 62
2. WDP 38 31 30 26 25 17 22 19 18
3. TMP 36 33 18 8 02 02 03 03 07
4. TW - 01 - - -
-Jumlah 81 81 83 79 77 80 87 87 87
Sumber: http//www/bpk.go.id/lkpp
GAMBAR 1.1
Grafik Perkembangan Opini BPK Terhadap LKKL Tahun 2006 - 2014
0 10 20 30 40 50 60 70
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
WTP WDP TMP TW
(21)
7
Sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terakhir Nomor 74 tanggal 25 Mei 2015, BPK telah memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP 2014. LKKL pada tahun 2014 dipaparkan dengan rincian sebanyak 62 LKKL-Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 18 LKKL-WDP, 7 LKKL-Tidak Memberikan Pendapat (TMP), dan tidak ada LKKL-Tidak Wajar (TW). Jumlah LKKL-WTP tersebut menurun dibandingkan dengan jumlah LKKL-WTP pada tahun 2013 yaitu sebanyak 65 LKKL. Temuan-temuan pemeriksaan BPK atas LKPP tahun 2014 masih terdapat permasalahan dalam penatausahaan dan pengamanan aset yang juga merupakan temuan pemeriksaan tahun 2012 dan 2013 silam.
Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) Tahun 2014 berkenaan dengan BMN di antaranya: i) penatausahaan, pencatatan, dan pelaporan Persediaan pada 35 K/L belum memadai; ii) penatausahaan dan pengamanan Aset Tetap pada 56 K/L kurang memadai dan terdapat kelemahan pengendalian atas proses Normalisasi Data BMN; dan iii) belum diterapkan Amortisasi atas Aset Tak Berwujud.
Badan POM RI selaku K/L memperoleh opini BPK sejak tahun 2006 cukup beragam. Tahun 2006 memperoleh opini WDP, tahun 2007-2009 WDP-Dengan Paragraf Penjelas (DPP), tahun 2010 untuk pertama kalinya WTP-DPP, tahun 2011 akhirnya bisa meraih opini WTP tanpa DPP. Namun setelahnya tahun 2012 justru menurun tajam dengan hanya memperoleh opini TMP/disclaimer, tahun 2013 berangsur membaik lagi
(22)
dengan memperoleh opini WDP dan terakhir tahun 2014 dengan opini WTP bisa diraih kembali. Salah satu temuan auditor BPK terhadap LKKL Badan POM RI yang selalu muncul setiap tahunnya adalah berkaitan dengan pengelolaan, penatausahaan, dan pelaporan BMN termasuk didalamnya adalah laporan keuangan Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Hal ini sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam LHP BPK yang terakhir yang menyampaikan bahwa masalah berkaitan tentang BMN masih selalu muncul dari tahun ke tahun.
Salah satu bahan pertimbangan BPK dalam memberikan opini adalah terkait dengan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Kemudian Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA sebagai entitas akuntansi di lingkungan Badan POM RI secara tidak langsung turut mempengaruhi kualitas laporan keuangan Badan POM RI. Karena pada hakekatnya laporan keuangan Badan POM RI merupakan hasil kompilasi dari seluruh laporan keuangan entitas akuntansi yang ada.
Dari kondisi yang penulis sampaikan di atas, untuk itu penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut dan menuangkannya dalam bentuk tulisan yang berjudul “Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester Satu Tahun Anggaran 2015 Badan POM”.
(23)
9
B. Fokus Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka fokus permasalahan penelitian ini adalah tentang “Bagaimana pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester Satu (I) Tahun Anggaran (TA) 2015 Badan POM?”
C. Tujuan Penelitian
Merujuk pada fokus masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan POM.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Terhadap Dunia Akademik
Manfaat penulisan ini untuk kepentingan dunia akademik, diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan sumbangan pemikiran di dunia manajemen keuangan negara terutama yang berkaitan dengan BMN. Serta dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya sebagai referensi dalam rangka penyempurnaan dan memperluas penelitian. Selain itu penelitian ini untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat ujian kesarjanaan strata satu ilmu administrasi pada STIA-LAN serta dapat meningkatkan daya analisis dan keahlian penulis.
(24)
2. Manfaat Terhadap Dunia Praktis
Manfaat penulisan ini terhadap dunia praktis, yaitu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan saran-saran untuk para pejabat dan pegawai dalam meningkatkan kualitas pelaporan BMN sehingga tercipta tertib administrasi sekaligus meningkatkan kinerja satuan kerja pada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM RI.
(25)
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci
1. Tinjauan Teori
a. Pengertian Pelaksanaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) pengertian pelaksanaan adalah “proses, cara, perbuatan melaksanakan dari suatu rancangan keputusan dan sebagainya”.
Pelaksanaan adalah suatu tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan (Usman, 2002:70).
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
(26)
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula (Abdullah,1988:40).
Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan adalah tindakan dari sebuah rancangan atau rencana yang saling menyesuaikan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan kebijakan, yaitu :
a. Komunikasi
Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang berkewajiban melaksanakan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika pelaksanaan kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
b. Sumber Daya (resources)
Sumber daya vital yang mendukung pelaksanaan kebijakan meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.
(27)
13
c. Kecenderungan-kecenderungan atau Tingkah laku-tingkah laku. Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi penting bagi pelaksanaan kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
d. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Winarno, 2002:126-151).
Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan kebijakan yaitu:
a. Ukuran dan tujuan kebijakan.
Dalam pelaksanaan kebijakan, tujuan dan sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena pelaksanaan tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan.
b. Sumber Kebijakan
Sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar pelaksanaan yang efektif.
c. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan Pelaksanaan dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana.
d. Karakteristik organisasi pelaksana
Karakteristik organisasi pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Struktur birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.
(28)
e. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.
Kondisi ekonomi, sosial, dan politik dapat mempengaruhi organisasi pelaksana dalam pencapaian pelaksanaan kebijakan.
f. Kecenderungan para pelaksana
Intensitas kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan (Winarno, 2002:110).
Menurut Bambang Sunggono (Sunggono, 1994:149-153), implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu: a. Isi Kebijakan
Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
b. Informasi
Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.
c. Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada proses implementasinya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
(29)
15
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Sunggono, 1994:149-153).
Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang memadai. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik, yaitu:
a. Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, dimana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
b. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam
melaksanakan kebijakan/peraturan hukum.
c. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
d. Obyek peraturan, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum objek peraturan tersebut, kepatuhan hukum, dan perilaku seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang- undangan (Sunggono, 1994:158).
b. Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi menurut Robert A. Leitch dan K. Roscoe Davis (Jogiyanto, 2005:18) adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
(30)
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan.
Sistem informasi merupakan suatu perkumpulan data yang terorganisasi beserta tatacara penggunaannya yang mencangkup lebih jauh dari pada sekedar penyajian. Istilah tersebut menyiratkan suatu maksud yang ingin dicapai dengan jalan memilih dan mengatur data serta menyusun tatacara penggunaannya. Keberhasilan suatu sistem informasi yang diukur berdasarkan maksud pembuatannya tergantung pada tiga faktor utama, yaitu: keserasian dan mutu data, pengorganisasian data, dan tatacara penggunaannya. Untuk memenuhi permintaan penggunaan tertentu, maka struktur dan cara kerja sistem informasi berbeda-beda bergantung pada macam keperluan atau macam permintaan yang harus dipenuhi. Suatu persamaan yang menonjol ialah suatu sistem informasi menggabungkan berbagai ragam data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Untuk dapat menggabungkan data yang berasal dari berbagai sumber suatu sistem alih rupa (transformation) data sehingga jadi tergabungkan (compatible). Berapapun ukurannya dan apapun ruang lingkupnya suatu sistem informasi perlu memiliki ketergabungan (compatibility) data yang disimpannya (Al Fatta, 2009:9).
Sutabri (2003:42) mengemukakan definisi sistem informasi adalah sebagai berikut:
Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah sekumpulan prosedur organisasi yang dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan yaitu memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan untuk mengendalikan organisasi.
(31)
17
c. Pengertian Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sistem Informasi Akuntansi (SIA)
Menurut Barry E.Cushing, Sistem Informasi Manajemen adalah “kumpulan dari manusia dan sumber daya modal di dalam suatu organisasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian” (Jogiyanto, 2005:14).
Sistem Informasi Manajemen menurut Frederick H.Wu (Jogiyanto, 2005:14) adalah kumpulan dari sistem-sistem yang menyediakan informasi untuk mendukung manajemen.
Gordon B. Davis menyampaikan bahwa “Sistem Informasi Manajemen merupakan suatu sistem yang melakukan fungsi-fungsi untuk menyediakan semua informasi yang mempengaruhi semua operasi organisasi” (Jogiyanto, 2005:15).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Manajemen adalah kumpulan sumber daya yang mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk mendukung manajemen dalam setiap operasi organisasi.
Terdapat beberapa definisi sistem informasi akuntansi yang telah dikemukakan oleh para ahli, yaitu sebagai berikut:
Menurut Bodnar dan Hopwood (2010:1) sistem informasi akuntansi adalah “An accounting information system is a collection of resources,
(32)
such as people and equipment, design to transform financial and other data into information”. Pernyataan Bodnar dan Hopwood menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan kumpulan sumber daya, seperti manusia dan peralatan yang dirancang untuk mengubah data keuangan dan data lainnya ke dalam informasi.
Sedangkan menurut Romney dan Steinbart (2009:28) sistem informasi akuntansi adalah “An acconting information system is a system that collect, records, stores and processes data to produce information for decision makers”. Pernyataan yang dikemukakan oleh Romney dan Steinbart menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi merupakan sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data sehingga menghasilkan informasi untuk pengambil keputusan.
Adapun menurut Wilkinson (2010:7), bahwa sistem informasi akuntansi adalah
“Unfined structure within an entity such as business firm that employes phsycal resources and other components to transform economics data into accounting information with purpose if statisfying the information needs of variety of users”.
Definisi yang disampaikan oleh Wilkinson menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi adalah bersatunya sebuah struktur dalam entitas seperti bisnis perusahaan yang mempekerjakan sumber daya dan komponen lainnya untuk merubah data ekonomi ke informasi akuntansi dengan tujuan memuaskan kebutuhan para pengguna.
Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sistem yang mengumpulkan data dan sumber daya keuangan untuk kemudian diproses sehingga menghasilkan informasi yang memudahkan pengambilan keputusan para penggunanya.
(33)
19
d. Pengertian Akuntansi Pemerintahan
Pengertian Akuntansi Pemerintahan tidak bisa lepas dari pengertian akuntansi secara umum. Pengertian akuntansi mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, Charles T. Horngren dan Water T. Harrison (2007:4) menyatakan bahwa: “akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur aktivitas bisnis, memproses data menjadi laporan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan”.
Menurut Warren, Reev, Fees (2008:10), “akuntansi adalah sistem yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan itu meliputi kreditor, pemasok, investor, karyawan, pemilik, dan lain-lain”.
Pengertian akuntansi dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan: “Akuntansi adalah proses pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran, transaksi dan kejadian keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian laporan”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah kegiatan memproses data transaksi dan kejadian keuangan melalui pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran menjadi sebuah laporan yang hasilnya untuk membantu para pengguna informasi dalam pengambilan keputusan.
Akuntansi pemerintahan merupakan satu bagian dari akuntansi itu sendiri yang ditetapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Pengertian akuntansi pemerintahan yang digunakan secara luas sebagai rujukan adalah pengertian yang dipublikasikan oleh National Committee on
(34)
Governmental Accounting (NCGA). Menurut NCGA akuntansi pemerintahan diartikan sebagai:
Accounting may be defined as the composite activities of analyzing, recording, summarizing and interpreting the finacial transaction of any economic enterprise. Governmental accounting may be said to comprise these same activities for governmental entity, that organized legislative, executive, and judicial machinery of the state which by law governs and provide public service.
Bachtiar Arif dkk (2002:3) memberikan pengertian akuntansi pemerintahan secara umum sebagai berikut:
Akuntansi pemerintahan adalah suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut.
Dari pengertian akuntansi pemerintahan seperti tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa definisi akuntansi pemerintahan tidak berbeda dengan definisi akuntansi kecuali bahwa akuntansi pemerintahan diterapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Akuntansi pemerintahan adalah suatu proses aktivitas untuk menyediakan informasi transaksi ekonomi dan keuangan pemerintah berdasarkan serangkaian kegiatan analisis, pencatatan, pengikhtisaran, pelaporan, serta penafsiran transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan oleh unit-unit organisasi pemerintah.
e. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (SAPP)
(35)
21
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut SAPP adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Pemerintah Pusat.
Pemerintah pusat mencakup seluruh instansi pemerintah dan sub bagiannya yang berada dalam kelompok: Lembaga-lembaga Tinggi Negara, Kementerian Negara/Lembaga, serta pemerintah daerah yang sumber dananya berasal dari APBN. Pemerintah pusat disini tidak termasuk pemerintah daerah otonom yang sumber dananya berasal dari APBD, Lembaga Keuangan Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
SAPP mempunyai tujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam hal ini perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian, perumusan kebijakan pengambilan keputusan dan penilaian kinerja pemerintah. SAPP juga mempermudah pemeriksaan terhadap unit-unit organisasi pemerintah pusat oleh aparat pengawasan secara efektif dan efisien. Selain itu SAPP bertujuan untuk mendukung transparansi laporan keuangan pemerintah dan akuntabilitas keuangan negara dalam mencapai pemerintahan yang baik. Berikut jabaran tujuan dan ciri-ciri pokok SAPP yang tertuang dalam PMK No.213/PMK.05/2013:
1) SAPP bertujuan untuk:
a) Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemrosesan, dan pelaporan transaksi keuangan yang
(36)
konsisten sesuai dengan standar dan praktik akuntansi yang diterima secara umum;
b) Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
c) Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan pemerintah pusat secara keseluruhan; dan
d) Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.
2) Ciri-ciri pokok SAPP: a) Basis Akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis akrual. Penerapan basis kas tetap digunakan dalam penyusunan Laporan Realisasi Anggaran sepanjang APBN disusun menggunakan pendekatan basis kas. b) Sistem Pembukuan Berpasangan
Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu Aset = Kewajiban + Ekuitas. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait. Namun demikian untuk akuntansi atas anggaran dilaksanakan secara single entry (pembukuan tunggal).
c) Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.
d) Bagan Akun Standar
SAPP menggunakan bagan akun standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.
e) Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam melakukan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan entitas pemerintah pusat.
Kerangka umum SAPP sebagaimana disebutkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013 adalah sebagai berikut:
(37)
23
GAMBAR 2.1
KERANGKA UMUM SAPP
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Sub sistem akuntansi yang ada di SAPP yakni Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan SAI memiliki peranan yang cukup besar dalam menentukan kualitas dari laporan keuangan. Berikut jabaran dari subsistem yang ada di dalam SAPP sebagaimana tertuang dalam PMK No.213/PMK.05/2013:
a. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara (SA-BUN)
SABUN dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN dan Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN). SA-BUN terdiri dari beberapa subsistem, yaitu:
1. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (SiAP); 2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah
(SAUP);
(38)
4. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah (SAIP);
5. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan Penerusan Pinjaman (SAPPP);
6. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah (SATD);
7. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi (SABS);
8. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Lainnya (SABL);
9. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (SATK); dan
10. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (SAPBL).
Dalam pelaksanaan SABUN, Kementerian Keuangan selaku BUN membentuk Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara sebagai berikut:
1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara (UABUN);
2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara (UAPBUN);
3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum Negara tingkat Pusat (UAKBUN-Pusat);
(39)
25
4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Bendahara Umum Negara tingkat Kantor Wilayah (UAKKBUN-Wilayah);
5. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum Negara Tingkat Daerah/KPPN (UAKBUN-Daerah/KPPN);
6. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I Bendahara Umum Negara (UAPPA-E1 BUN); dan
7. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA BUN).
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan lingkup BUN dapat disesuaikan dengan karakteristik entitas.
b. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi (SAI)
Untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan penilaian kinerja pemerintah. Serta sebagai upaya mempercepat penyajian laporan keuangan dan memudahkan pemeriksaan aparat pengawas fungsional secara efektif dan efisien, maka disusunlah SAI. SAI dilaksanakan oleh K/L yang memproses transaksi keuangan baik arus uang maupun barang. Sebagaimana disebutkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013 SAI merupakan serangkaian prosedur manual
(40)
maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada kementerian negara/lembaga. Lebih lanjut disampaikan dalam Bab IV Pasal 20 bahwa:
1) Setiap kementerian negara/lembaga menyelenggarakan SAI.
2) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara berjenjang mulai tingkat Satker sampai tingkat kementerian negara/lembaga termasuk Satker BLU dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi/ Dana Tugas Pembantuan.
3) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; dan b) Akuntansi dan Pelaporan BMN.
4) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memproses data transaksi keuangan, barang, dan transaksi lainnya.
5) Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk menghasilkan Laporan Keuangan dan laporan barang kementerian negara/lembaga.
Atas dasar pernyataan ayat (5) Pasal 20 tersebut di atas, SAI terdiri dari dua subsistem yang mempunyai hubungan data dan informasi yaitu: 1. Sistem Akuntansi Keuangan (SAK)
(41)
27
SAK adalah subsistem dari SAI yang merupakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk penyusunan neraca dan laporan realisasi anggaran serta laporan manajerial lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN)
SIMAK-BMN adalah sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu SIMAK-BMN juga menghasilkan daftar barang, laporan barang, dan berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan BMN.
SAI akan dapat berjalan apabila memenuhi unsur-unsur pokok sebagai berikut:
1. Formulir/Dokumen Sumber 2. Jurnal
3. Buku besar 4. Buku pembantu 5. Laporan
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan akan berjalan dengan baik, apabila dalam suatu organisasi selaku unit yang melaksanakan proses akuntansi dan sekaligus membutuhkan informasi yang dihasilkan,
(42)
dapat mengkoordinasikan unsur-unsur menjadi satu kesatuan yang dilaksanakan oleh Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Dengan alasan tersebut maka untuk melaksanakan SAI, K/L harus membentuk Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi sesuai dengan hierarki organisasi dengan tujuan agar proses akuntansi dapat berjalan dengan baik.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Instansi terdiri dari Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Unit Akuntansi dan Pelaporan BMN. Pembentukan kedua unit akuntansi dan pelaporan tersebut dimaksudkan agar penyelenggaraan pencatatan atas transaksi aset berupa BMN terjadi check and balance sebagai bagian dari penyelenggaraan pengendalian internal di masing-masing unit akuntansi dan pelaporan pada K/L.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, terdiri dari:
1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) yang berada pada tingkat satuan kerja, termasuk SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi (UAKPA Dekonsentrasi) dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan (UAKPA Tugas Pembantuan);
2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W) yang berada pada tingkat wilayah, termasuk UAPPA-W Dekonsentrasi dan UAPPA-W Tugas Pembantuan;
(43)
29
3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1) yang berada pada tingkat Eselon 1; dan
4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Anggaran (UAPA) yang berada pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga. Sedangkan Unit Akuntansi dan Pelaporan BMN, terdiri dari :
1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) yang berada pada tingkat Satuan Kerja, termasuk SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi (UAKPB Dekonsentrasi) dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan (UAKPB Tugas Pembantuan);
2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W) yang berada pada tingkat wilayah, termasuk UAPPB-W Dekonsentrasi dan UAPPB-W Tugas Pembantuan;
3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang Eselon 1 (UAPPB-E1) yang berada pada tingkat eselon 1; dan 4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pengguna Barang (UAPB) yang
berada pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan secara berjenjang dari mulai UAKPA, UAPPA-W, UAPPA-E1, sampai dengan UAPA, maupun Unit Akuntansi Pelaporan BMN tidak secara mutlak diterapkan untuk masing- masing K/L. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan
(44)
tersebut, harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing K/L khususnya dengan memperhatikan struktur organisasi K/L.
Pada tingkat wilayah, untuk kementerian negara/lembaga yang tidak memiliki Kantor Wilayah, maka menunjuk salah satu satuan kerja sebagai UAPPA-W/UAPPB-W. Sedangkan apabila dalam satu K/L terdapat beberapa UAKPA dari beberapa eselon I yang berbeda, namun demikian hanya memiliki satu Kantor Wilayah, maka UAPPA-W dapat dibentuk untuk masing-masing eselon I.
Untuk K/L yang tidak memiliki kantor vertikal di daerah dan bukan pengguna Dana Dekonsentrasi atau DanaTugas Pembantuan tidak perlu membentuk UAPPA-W/UAPPB-W, sehingga jenjang pelaporannya dari UAKPA langsung ke UAPPA-E1. Semuanya sesuai dengan yang diamanatkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013.
Mengingat pentingnya pembentukan unit akuntansi dan pelaporan, PMK No.213/PMK.05/2013 menyampaikan bahwa K/L wajib menetapkan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan serta Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang pada level unit akuntansi dan pelaporan instansi. Hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaan akuntansi dapat berjalan lebih tertib dan masing-masing Unit Akuntansi dan Pelaporan bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan akan terkait dengan sumber daya manusia yang akan melaksanakannya. Pengendalian internal akan berjalan maksimal apabila Unit Akuntansi dan Pelaporan
(45)
31
Keuangan-Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang dilaksanakan oleh pelaksana yang berbeda. Namun demikian, apabila dalam Unit Akuntansi dan Pelaporan mengalami kendala dalam jumlah sumber daya manusia, maka apabila terjadi rangkap tugas harus dilakukan supervisi dengan ketat untuk menghindari kecurangan dan kesalahan penyajian laporan keuangan.
Unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Tingkat Instansi melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan atas pelaksanaan anggaran dan penatausahaan BMN sesuai dengan tingkat organisasinya. Proses akuntansi dan pelaporan tersebut menghasilkan laporan keuangan yang merupakan bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas atas pengelolaan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimilikinya sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Proses akuntansi dan pelaporan juga menghasilkan laporan BMN yang selain digunakan sebagai bahan penyusunan neraca juga dapat digunakan untuk tujuan manajerial.
Proses akuntansi dimulai dari verfikasi Dokumen Sumber. Dokumen Sumber utama atas terjadinya transaksi keuangan di lingkup entitas pemerintah terdapat pada UAKPA, sehingga proses akuntansi terhadap dokumen sumber dilaksanakan oleh UAKPA. Unit Akuntansi dan Pelaporan pada level yang lebih atas, mulai UAPPA-W sampai dengan UAPA, hanya merupakan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang
(46)
bertugas menggabungkan Laporan Keuangan dari Unit Akuntansi dan Pelaporan di bawahnya.
Selain proses penelaahan dokumen sumber dan proses akuntansi lainnya, untuk meyakinkan data atas Laporan Keuangan sebelum disusun menjadi Laporan Keuangan dan disampaikan kepada stakeholder sesuai dengan ketentuan, dilakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi meminimalisasi terjadinya perbedaan pencatatan yang berdampak pada validitas dan akurasi data yang disajikan dalam Laporan Keuangan. Dalam hal terjadi perbedaan data, rekonsiliasi dapat mendeteksi dan mengetahui penyebab- penyebab terjadinya perbedaan. Pelaksanaan rekonsiliasi data Laporan Keuangan ini juga merupakan amanat dari Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Rekonsiliasi pada Unit Akuntansi dan Pelaporan instansi dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu:
1. Rekonsiliasi internal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan laporan keuangan yang dilaksanakan antar subsistem pada masing-masing Unit Akuntansi dan Pelaporan dan/atau antar Unit Akuntansi dan Pelaporan yang masih dalam satu entitas pelaporan, misalnya antara Sistem Akuntansi Keuangan Pengguna Anggaran (SAKPA) dengan SIMAK-BMN;
2. Rekonsiliasi eksternal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan laporan keuangan yang dilaksanakan antara Unit Akuntansi dan
(47)
33
Pelaporan yang satu dengan Unit Akuntansi dan Pelaporan yang lain atau pihak lain yang terkait, tidak dalam satu entitas pelaporan, misalnya rekonsiliasi antara UAKPA dengan UAKBUN-Daerah.
f. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN)
Dalam akuntansi pemerintahan, BMN merupakan bagian dari aset pemerintah yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Secara umum barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur dan ditimbang, tidak termasuk uang dan surat berharga. UU No.1 Tahun 2004 menyampaikan bahwa BMN “semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Perolehan lainnya yang sah seperti disebutkan dalam Lampiran PMK PMK No.213/PMK.05/2013 Bab III antara lain berasal dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dan perjanjian/kontrak;
(48)
barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh ketentuan hukum tetap. Sebagaimana tertuang dalam PP No.6 Tahun 2006 pengertian BMN adalah ”semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”.
Berdasarkan lampiran bagian keempat PMK No.171/PMK.05/2007, dijelaskan bahwa BMN meliputi unsur-unsur aset tetap, aset lancar, aset lainnya, dan aset bersejarah. Aset lancar adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Sedangkan aset lainnya adalah aset yang tidak bisa dikelompokkan ke dalam aset tetap maupun aset lancar. Adapun aset bersejarah merupakan aset yang mempunyai ketetapan hukum sebagai aset bersejarah dikarenakan karena kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Aset bersejarah tidak wajib disajikan dalam neraca tetapi harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. BMN yang merupakan aset lancar adalah persediaan. Sedangkan BMN yang berupa aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, serta konstruksi dalam pengerjaan. BMN yang berupa aset tetap yang tidak digunakan lagi
(49)
35
dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah dimasukkan ke dalam pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
Pemerintah wajib melakukan pengamanan terhadap BMN. Pengamanan tersebut meliputi pengamanan fisik, pengamanan administratif, dan pengamanan hukum. Dalam rangka pengamanan administratif dibutuhkan sistem penatausahaan yang dapat menciptakan pengendalian atas BMN. Selain berfungsi sebagai alat kontrol, sistem penatausahaan tersebut juga harus dapat memenuhi kebutuhan manajemen pemerintah di dalam perencanaan pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, maupun penghapusan.
Oleh karenanya sistem penatausahaan BMN tersebut di dukung dengan perangkat lunak (software) yang disebut BMN. SIMAK-BMN merupakan sistem yang dikembangkan berdasarkan sistem terdahulunya yaitu Sistem Akuntansi Aset Tetap berdasarkan Kep. Ka. BAKUN No.KEP-09/AK/2002 dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara berdasarkan PMK No.59/PMK.06/2005. Berikutnya peraturan pertama yang mengatur tentang SIMAK-BMN adalah PMK No.171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang sudah mengalami dua kali revisi. Revisi terakhir yaitu PMK No.213/PMK.05/2013.
SIMAK-BMN memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia dalam pelaksanaannya. SIMAK-BMN selain mendukung pelaksanaan pertanggungjawaban, juga
(50)
memberikan berbagai informasi dalam rangka pengelolaan barang. Oleh karena itu, keluaran SIMAK-BMN juga memberikan manfaat kepada Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dalam tugas-tugas manajerialnya. Selain itu, SIMAK-BMN juga menyatukan konsep manajemen barang dengan pelaporan untuk tujuan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dalam bentuk neraca. Sehingga dengan demikian SIMAK-BMN dapat memenuhi kebutuhan manajerial dan pertanggungjawaban sekaligus.
Informasi BMN yang dihasilkan dari SIMAK-BMN memberikan dukungan yang signifikan dalam laporan keuangan (neraca) terutama berkaitan dengan pos-pos persediaan, aset tetap maupun aset lainnya. Sehingga jika keluaran (output) SIMAK-BMN kurang baik maka akan mempengaruhi kualitas neraca itu sendiri. Berdasarkan Lampiran Bab III PMK No.213/PMK.05/2013 dijelaskan dokumen/laporan yang dihasilkan dari SIMAK-BMN pada proses pencatatan dan pelaporan pada Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang, antara lain terdiri dari:
a. Daftar BMN;
b. Kartu Inventaris Barang (KIB) Tanah;
c. Kartu Inventaris Barang (KIB) Bangunan Gedung; d. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Angkutan Bermotor; e. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Persenjataan; f. Daftar Inventaris Lainnya (DIL);
(51)
37
h. Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP); i. Laporan Kondisi Barang (LKB); dan
j. Laporan terkait dengan Penyusutan Aset Tetap. Daftar BMN meliputi:
a. Daftar Barang Intrakomptabel, b. Daftar Barang Ekstrakomptabel, c. Daftar Barang Bersejarah, d. Daftar Barang Persediaan, dan
e. Daftar Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP). Laporan Barang Kuasa Pengguna LBKP meliputi: a. LBKP Intrakomptabel,
b. LBKP Ekstrakomptabel, c. LBKP Gabungan, d. LBKP Persediaan,
e. LBKP Barang Bersejarah, dan f. LBKP KDP.
LBKP Gabungan merupakan hasil penggabungan LBKP Intrakomptabel dan LBKP Ekstrakomptabel. LBKP Barang Bersejarah hanya menyajikan kuantitas tanpa nilai.
Transparansi pengelolaan keuangan negara dalam hal ini pengelolaan BMN dapat tercermin dari laporan BMN. Karakteristik sebagai prasyarat normatif yang diperlukan agar informasi dari laporan BMN yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
(52)
keuangan dapat memenuhi kualitas baik berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), harus memiliki karakteristik dasar sebagai berikut: 1) Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan BMN yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi dapat dikatakan relevan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.
b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
c) Tepat waktu
Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan.
(53)
39
Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan BMN diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.
Agar informasi yang disajikan dapat relevan maka informasi yang disajikan dalam laporan BMN pemerintah harus didasarkan pada kebutuhan informasi para pengguna laporan BMN pemerintah.
2) Andal
Informasi dalam laporan BMN bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan dan merugikan pengguna laporan BMN. Informasi yang andal memenuhi karakteristik:
a) Penyajian Jujur
Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
(54)
Informasi yang disajikan dalam laporan BMN dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.
c) Netralitas
Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.
Agar informasi yang dihasilkan dapat dipercaya (andal) maka penyajian informasi dalam laporan BMN pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan disajikan secara menyeluruh.
3) Dapat Dibandingkan
Pengguna harus dapat membandingkan laporan BMN entitas antar periode. Informasi yang termuat dalam laporan BMN akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan BMN periode sebelumnya atau laporan BMN entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun.
Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang
(55)
41
lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. Agar informasi yang disajikan dapat dibandingkan maka penyajian laporan BMN pemerintah minimal harus disajikan dalam 2 (dua) periode atau 2 (dua) tahun anggaran.
4) Dapat Dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah dikatakan dapat dipahami jika pengguna mengerti dengan informasi-informasi yang disajikan dan mampu menginterpretasikannya. Hal ini dapat terlihat dari manfaat informasi yang disajikan tersebut terhadap pengambilan keputusan. Untuk itu, penyajian informasi dalam laporan BMN pemerintah harus menggunakan format/bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Pengguna harus diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta memiliki kemauan untuk mempelajari informasi yang disajikan dalam laporan BMN pemerintah.
Dalam kenyataannya, pemerintah masih menghadapi beberapa kendala-kendala dalam menyajikan informasi yang relevan dan andal tersebut. Kendala tersebut merupakan suatu keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam mewujudkan laporan BMN pemerintah yang relevan dan andal akibat keterbatasan atau
(56)
karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal yang menimbulkan kendala dalam penyajian laporan BMN pemerintah tersebut, yaitu:
a. Materialitas
Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan BMN pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan BMN. Selama seluruh informasi yang material telah disajikan dalam laporan maka laporan BMN pemerintah tersebut dapat dikatakan wajar. Hal inilah yang mengakibatkan mungkin saja ada suatu informasi yang tidak disajikan dalam laporan BMN pemerintah.
b. Pertimbangan Sehat
Penyusun laporan BMN adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian semacam itu diakui dengan mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan laporan BMN. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga semua dapat dinyatakan secara wajar.
(57)
43
Keseimbangan antar karakteristik kualitatif yang diperlukan untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif yang diharapkan dipenuhi oleh laporan BMN pemerintah. Bisa saja untuk mementingkan dipenuhinya keandalan suatu informasi, menyebabkan informasi tersebut kurang relevan, begitu pula sebaliknya jika relevansinya dipentingkan, mengakibatkan informasi tersebut kurang andal. Kepentingan relatif antar karakteristik dalam berbagai kasus mungkin akan berbeda, terutama antara relevansi dan keandalan, adakalanya pengguna lebih membutuhkan informasi yang andal dibandingkan informasi yang relevan, namun bisa saja pengguna lebih mementingkan kerelavansian dari pada keandalannya. Untuk itu, dibutuhkan suatu pertimbangan profesional dalam penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif tersebut agar dapat menyediakan informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Berdasarkan PMK No.213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat terdapat beberapa aspek yang terkait dengan pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan POM, aspek SIMAK-BMN yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan Unit Akuntansi
Pembentukan unit akuntansi merupakan hal yang sangat diperlukan, mengingat dengan dibentuknya unit akuntansi maka tanggungjawab
(58)
masing-masing unit dapat dibagi secara jelas serta untuk mendukung terciptanya ketertiban pencatatan BMN dalam rangka mendukung penyusunan laporan keuangan. Untuk melaksanakan SIMAK-BMN, K/L membentuk Unit Akuntansi BMN (UAB). Secara umum, struktur organisasi UAB sebagaimana ditetapkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013 adalah sebagai berikut:
a. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Barang (UAPB); b. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna
Barang (UAPPB-E1);
c. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W); dan
d. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Barang (UAKPB).
2. Pengelola BMN
Pengelola BMN merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi faktor sentral dalam suatu unit organisasi pengelolaan BMN, apapun bentuk serta tujuannya, suatu unit organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia itu sendiri yaitu pengelola BMN. Jadi manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan unit organisasi. Dalam mencapai tujuannya tentu suatu unit organisasi memerlukan SDM sebagai pengelola sistem. Agar suatu sistem bisa berjalan, tentu dalam pengelolaannya harus memperhatikan beberapa
(59)
45
aspek penting seperti pelatihan, pengembangan kemampuan, motivasi, dan aspek-aspek lainnya. Hal ini akan menjadikan SDM pengelola BMN sebagai salah satu indikator penting dalam pencapaian tujuan unit organisasi BMN secara efektif dan efisien.
Pengelola BMN merupakan aset unit organisasi pengelolaan BMN yang sangat vital, karena itu peran dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh sumber daya lainnya. Walaupun kenyataannya telah banyak peran dan fungsi SDM yang digantikan oleh teknologi peralatan. Semutakhir apapun teknologi yang digunakan atau seberapa banyak data dan dana yang disiapkan, namun tanpa SDM pengelola yang profesional semua menjadi tidak bermakna. Dalam strategi SDM pengelola yang baik diperlukan SDM yang berkualitas dan memiliki kompetensi tinggi sebagai modal atau kekayaan yang penting dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Berikut ini gambaran kebutuhan SDM pengelola BMN untuk struktur akuntansi yang diperlukan di level organisasi UAKPB yang tercantum dalam PMK No.213/PMK.05/2013:
(60)
GAMBAR 2.2
STRUKTUR SDM ORGANSASI UAKPB
Keterangan:
Penanggung Jawab Petugas Akuntansi BMN
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Mengingat ketidakseragaman jenis dan kultur unit organisasi pemerintah yang disebabkan adanya ciri khas/keunikan pada beban kerja dari masing-masing unit. Maka pemenuhan kebutuhan SDM pengelola BMN disesuaikan dengan kapasitas SDM yang dimiliki oleh masing-masing level unit organisasi.
KASUBAG UMUM/TU/PEJABAT YANG DITETAPKAN
PETUGAS VERIFIKASI KEPALA
SATUAN KERJA
A
PETUGAS ADMINISTRASI
(61)
47
3. Hardware dan Software
Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang sangat pesat belakangan ini memberikan banyak kemudahan di lingkungan pemerintahan. Peran TI dalam berbagai aspek kegiatan pemerintah dapat dipahami karena sebagai sebuah teknologi yang menitikberatkan pada pengaturan sistem informasi dengan penggunaan komputer. TI dapat memenuhi kebutuhan informasi dengan sangat cepat, tepat waktu, relevan, dan akurat. Penerapan TI di lingkungan pemerintah mempunyai peranan penting dan sudah menjadi kebutuhan dasar bagi setiap entitas atau unit pemerintahan terutama dalam menjalankan atau memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Hardware dan software merupakan hal yang sudah sangat lazim harus ada dalam proses TI untuk mendukung pelaksanaan suatu kegiatan yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error). Adapun software yang dikembangkan untuk mendukung sistem akuntansi BMN adalah software yang berbasis microsoft fisual foxpro, dan lebih dikenal dengan nama aplikasi SIMAK-BMN. Seperti yang dikemukakan dalam buku Pedoman Penatausahaan Barang Milik Negara Badan Pengawas Obat dan Makanan (2013:14), “aplikasi SIMAK-BMN merupakan sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN juga menghasilkan daftra barang,
(62)
laporan barang, dan berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan BMN”.
4. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN
Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan dengan cara tertentu sehingga memberikan kemudahan dalam pengelolaannya. PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara sebagai pengganti PMK No.97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara membagi BMN dalam klasifikasi golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok.
Pengkodean BMN diperlukan untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian, BMN selain diberikan identifikasi berupa nama, juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode. Pemberian kode BMN sepenuhnya mengacu kepada PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Untuk memberikan identitas, BMN diberikan nomor kode barang (ditambah nomor urut pendaftarannya) dan kode lokasi (ditambah tahun perolehannya).
Kode Lokasi adalah kode yang dipergunakan untuk mengidentifikasi unit penanggung jawab akuntansi BMN. Kode ini terdiri dari 16 (enam belas) angka yang memuat kode UAPB, UAPPB-E1, UAPPB-W, UAKPB, dan UAPKPB dengan susunan, sebagai berikut:
(63)
49
GAMBAR 2.3
SKEMA KODE LOKASI BMN XXX . XX . XX . XXXXXX . XXX
UAPKPB
UAKPB UAPPB-W
UAPPB-E1
UAPB
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
a. Kode UAPB, mengacu kepada kode Bagian Anggaran K/L yang bersangkutan.
b. Kode UAPPB-E1, mengacu kepada Kode Anggaran unit eselon I pada K/L yang bersangkutan.
c. Kode UAPPB-W, mengacu kepada Kantor Wilayah atau Kode Wilayah Anggaran.
d. Unit kerja pada kantor pusat K/L dan unit eselon-1, kode UAPPB-W diisi dengan 00.
e. Kode UAKPB, mengacu kepada Kode Satuan Kerja pada DIPA. f. Kode UAPKPB (Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu
Kuasa Pengguna Barang). Pembentukan UAPKPB bersifat opsional untuk UAKPB yang satu atau beberapa bagiannya terpisah oleh
(64)
jarak yang relatif jauh dan/atau span of controll yang terlalu besar. Pembentukan UAPKPB harus dikonsultasikan dengan dan disetujui oleh penanggungjawab UAPPB-E1.
Kode Barang terdiri dari golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok, dengan susunan sebagai berikut:
GAMBAR 2.4
SKEMA KODE BARANG BMN X. XX . XX . XX . XXX
Sub-sub kelompok Sub kelompok
Kelompok Bidang
Golongan
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Pengelompokan/klasifikasi BMN seperti tersebut di atas berhubungan dengan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BMN pada masing-masing jenjang organisasi Akuntansi BMN. Pada tingkat UAKPB, BMN diklasifikasikan ke dalam sub-sub kelompok, pada tingkat UAPPB-W diklasifikasi ke dalam sub kelompok, pada tingkat UAPPB-E1 dan UAPB diklasifikasikan ke dalam kelompok.
Kode Registrasi adalah kode yang terdiri dari Kode Lokasi ditambah dengan tahun perolehan dan Kode Barang ditambah dengan nomor urut
(65)
51
pendaftaran. Kode registrasi merupakan tanda pengenal BMN dengan susunan sebagai berikut:
GAMBAR 2.5
SKEMA KODE REGISTRASI BMN
UAPB
UAPPB-E1 UAPPB-W
UAKPB
UAPKPB
Tahun Perolehan
XXX . XX. XX. XXXXXX. XXX. XXXX
X. XX. XX. XX. XXX. XXXXXX
Nomor urut pendaftaran Sub-sub kelompok
Sub kelompok Kelompok
Bidang Golongan
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Pasal dua (2) PMK No.29/PMK.06/2010 menyebutkan bahwa “Penggolongan dan Kodefikasi BMN bertujuan untuk menyeragamkan
(66)
Penggolongan dan Kodefikasi BMN secara nasional guna mewujudkan tertib administrasi dan mendukung tertib pengelolaan BMN”.
5. Transaksi BMN
SIMAK-BMN merupakan prosedur dalam siklus akuntansi yang dilaksanakan pada lingkup kementerian negara/lembaga yang dalam pelaksanaannya memproses transaksi barang untuk menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN. Berikut jenis-jenis transaksi dalam akuntansi BMN yang dikutip PMK No.213/PMK.05/2013:
a. Saldo Awal
Saldo awal merupakan saldo BMN pada awal tahun anggaran berjalan atau awal tahun mulai diimplementasikannya SIMAK-BMN yang merupakan akumulasi dari seluruh transaksi BMN tahun sebelumnya atau merupakan BMN yang sampai dengan tahun pelaporan belum dilakukan proses pencatatan sehingga harus dilakukan pencatatan pada saldo awal. b. Perolehan BMN
Merupakan transaksi penambahan BMN yang tahun tanggal perolehannya sama dengan tahun anggaran berjalan. Transaksi perolehan BMN meliputi:
1) Pembelian, adalah terjadinya transaksi pertukaran dengan penyerahan sejumlah uang untuk memperoleh sejumlah barang.
(67)
53
2) Transfer Masuk, merupakan perolehan BMN dari hasil transfer masuk dari Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan lain dalam lingkup Pemerintah Pusat tanpa menyerahkan sejumlah sumber daya ekonomi.
3) Hibah, merupakan perolehan BMN dari luar Pemerintah Pusat tanpa menyerahkan sejumlah sumber daya ekonomi. 4) Rampasan, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil
rampasan berdasarkan putusan pengadilan.
5) Penyelesaian Pembangunan, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil penyelesaian pembangunan berupa bangunan/gedung dan BMN lainnya yang telah diserahterimakan dengan Berita Acara Serah Terima.
6) Pembatalan Penghapusan, merupakan pencatatan BMN dari hasil pembatalan penghapusan yang sebelumnya telah dihapuskan/dikeluarkan dari pembukuan.
7) Reklasifikasi Masuk, merupakan transaksi BMN yang sebelumnya telah dicatat dengan klasifikasi BMN yang lain. 8) Pelaksanaan dari Perjanjian/Kontrak, merupakan barang yang
diperoleh dari pelaksanaan kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna, tukar menukar, dan perjanjian kontrak lainnya.
c. Perubahan BMN
(68)
1) Pengurangan, merupakan transaksi pengurangan kuantitas dan nilai BMN yang menggunakan satuan luas atau satuan lain yang pengurangannya tidak menyebabkan keseluruhan BMN hilang.
2) Pengembangan, merupakan transaksi pengembangan BMN yang dikapitalisir yang mengakibatkan pemindahbukuan dari Daftar BMN Ekstrakomptabel ke Daftar BMN Intrakomptabel atau perubahan nilai/satuan BMN dalam BI Intrakomptabel. 3) Perubahan Kondisi, merupakan pencatatan perubahan kondisi
BMN.
4) Koreksi Perubahan Nilai/Kuantitas, merupakan koreksi pencatatan atas nilai/kuantitas BMN yang telah dicatat dan telah dilaporkan sebelumnya.
d. Penyusutan
BMN berupa aset tetap selain tanah dan KDP disusutkan sesuai ketentuan yang berlaku tentang penyusutan aset tetap pada pemerintah pusat.
e. Penghapusan BMN
Transaksi penghapusan BMN, antara lain terdiri dari:
1) Penghapusan, merupakan transaksi untuk menghapus BMN dari pembukuan berdasarkan suatu surat keputusan penghapusan oleh instansi yang berwenang;
(69)
55
2) Transfer Keluar, merupakan penyerahan BMN dari hasil transfer keluar dari unit lain dalam lingkup Pemerintah Pusat tanpa menerima sejumlah sumber daya ekonomi.
3) Hibah (keluar), merupakan penyerahan BMN karena pelaksanaan hibah, atau yang sejenis ke luar Pemerintah Pusat tanpa menerima sejumlah sumber daya ekonomi.
4) Reklasifikasi Keluar, merupakan transaksi BMN ke dalam klasifikasi BMN yang lain. Transaksi ini berkaitan dengan transaksi Reklasifikasi Masuk.
6. Kebijakan Akuntansi BMN
Barang adalah bagian dari kekayaan negara yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai tidak termasuk uang dan surat berharga. Menurut UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
BMN memiliki jenis dan variasi yang sangat beragam, baik dalam hal tujuan perolehannya maupun masa manfaat yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam perlakuan akuntansinya ada BMN yang dikategorikan sebagai aset lancar, aset tetap, dan aset lainnya.
BMN dikategorikan sebagai aset lancar apabila diharapkan segera dipakai atau dimiliki untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. BMN yang memenuhi kriteria ini diperlakukan sebagai Persediaan.
(1)
^_` ab c_ de
PEDOMAN PENELAAHAN DOKUMEN
A. Pembentukan Unit Akuntansi
1. Pembentuk unit akuntansi Barang Milik Negara (BMN) Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Peroduk Terapetik dan NAPZA (Deputi I) pada tahun 2015.
2. Dasar pembentukan unit akuntansi BMN Satker Deputi I.
B. Pengelola BMN
1. Penunjukan petugas pengelola SIMAK-BMN unit akuntansi BMN Satker Deputi I.
2. Pembagian tugas dan wewenang dalam pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi I.
C.Hardware danSoftware
1. Aplikasi yang digunakan Satker Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN.
2. Hardware yang dimiliki Deputi I dalam rangka menjalankan software
aplikasi SIMAK-BMN.
3. Fasilitas penunjang lainnya yang dimiliki Satker Deputi I dalam rangka melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN.
D. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN
1. Metode yang digunakan untuk pengklasifikasian dan pemberian kodefikasi BMN yang ada di Satker Deputi I.
2. Kesesuaian pengklasifikasian dan pemberian kode BMN pada Satker Deputi I dengan PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN.
(2)
E. Transaksi BMN
1. Jenis transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh Satker Deputi I.
F. Kebijakan Akuntansi BMN
1. Kebijakan akuntansi terhadap BMN yang dilaksanakan pada Satker Deputi I dibandingkan dengan peraturan yang berlaku untuk akuntansi BMN pemerintah pusat.
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN
1. Prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satker Deputi I.
2. Kegiatan rekonsiliasi Laporan BMN Satker Deputi I dengan pihak internal dan eksternal.
3. Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal dan eksternal. 4. Penyusunan Laporan BMN Satker Deputi I.
5. Pengiriman Laporan BMN dan ADK ke unit akuntansi yang ada di atasnya.
(3)
Lampiran VI
TRANSKRIP HASIL TELAAH DOKUMEN
Berikut informasi yang diperoleh dari hasil telaah dokumen terkait pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA (Deputi I) Semester I TA 2015:
1. Pembentukan Unit Akuntansi
UAKPB Deputi I tahun 2015 dibentuk melalui Surat Keputusan
Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM
No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015 tentang Pembentukan Unit Akuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015 tanggal 8 Januari 2015.
2. Pengelola BMN
Penunjukan petugas pengelola SIMAK-BMN pada tingkat UAKPB dan uraian singkat tugasnya tertuang dalam Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM
No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015 tentang Pembentukan Unit Akuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015 tanggal 8 Januari 2015. Pada tahun 2015 Kepala Badan POM sebagai Pengguna Barang (PB) telah menetapkan/menunjuk Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT sebagai KPB
melalui Surat Keputusan Kepala Badan POM RI
No.HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara Di Lingkungan Badan POM.
(4)
Peraturan yang digunakan untuk pengklasifikasian dan kodefikasi BMN adalah PMK 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Sebenarnya ada revisi terhadap peraturan tersebut yaitu pada KMK No.14/KM.06/2015, namun substansinya tidak ada terkait di lingkungan Badan POM pada umumnya dan Deputi I khususnya. Pengklasifikasian dan kodefikasi BMN pada Deputi I juga berpedoman pada Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM RI revisi ke-1 tahun 2013.
4. Transaksi BMN
Di dalam Laporan BMN Deputi I semester I TA 2015 diuraikan secara jelas input transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I serta jenis BMN apa saja yang diperoleh, dihapus, atau disusutkan pada kurun waktu semester I tahun 2015.
5. Kebijakan Akuntansi BMN
Kebijakan akuntansi BMN yang dilaksanakan oleh Deputi I mengacu pada PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan PMK No.213/PMK.05/2013, seperti yang disebutkan dalam Laporan BMN Deputi I semester I TA 2015.
6. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN
Prosedur akunansi dan pelaporan BMN tingkat UAKPB Deputi I mengacu seperti apa yang telah di atur dalam Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM RI revisi ke-1 tahun 2013.
Keluaran/Laporan yang dihasilkan dari SIMAK-BMN tingkat UAKPB (semesteran dan tahunan) seperti yang ada dalam Laporan BMN Deputi I semester I TA 2015 antara lain meliputi:
1) Neraca
2) Laporan Posisi Neraca di Persediaan 3) Laporan Persediaan
4) Laporan Mutasi Barang Persediaan 5) Daftar Transaksi Persediaan
(5)
Lampiran VI
6) Laporan Posisi Barang Milik Negara di Neraca 7) Catatan Ringkas Barang Milik Negara (CRBMN) 8) Laporan Barang Kuasa Pengguna Intrakomptabel 9) Laporan Barang Kuasa Pengguna Ekstrakomptabel
10) Laporan Barang Kuasa Pengguna Gabungan Intrakomptabel dan Ekstrakomptabel
11) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Aset Tak Berwujud 12) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Barang Bersejarah 13) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Konstruksi Dalam
Pengerjaan
14) Laporan Daftar BMN Menurut Jenis Transaksi 15) Laporan CRBMN Kuasa Pengguna
16) Laporan Penyusutan BMN 17) Laporan Pengelolaan BMN
(6)
Nama : Evi Dwi Pebriani
Tempat/Tanggal Lahir : Ngawi, 05 Februari 1989
Agama : Islam
Alamat Rumah : RT.08/RW.01, Pucanganom, Kendal, Ngawi
Status Perkawinan : Belum Kawin
Nama Instansi : Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Unit Kerja : Direktorat Pengawasan Produksi PT & PKRT
Alamat Instansi : Jl. Percetakan Negara No.23, Jakarta Pusat
Jabatan : Pengelola Administrasi Keuangan
Pangkat/Golongan : Pengatur TK I / II d
Riwayat Pendidikan : - SD Negeri Kendal I Tamat Tahun 2001
- SMP Negeri 2 Ngawi Tamat Tahun 2004 - SMA Negeri 1 Magetan Tamat Tahun 2007 - Universitas Negeri Brawijaya Tamat Tahun 2010
Riwayat Pekerjaan : 1) CPNS tahun 2010
2) PNS tahun 2011
3) Tugas Belajar di STIA-LAN Jakarta tahun 2014