Tanggapan Terhadap Putusan Nomor 330Pdt.G2013Ms-Lsk

6. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar semua biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp. 6.841.000,- enam juta delapan ratus empat puluh satu ribu rupiah.

3. Tanggapan Terhadap Putusan Nomor 330Pdt.G2013Ms-Lsk

Berdasarkan Putusan Nomor 330Pdt.G2013Ms-Lsk, diketahui bahwa gugatan Penggugat tidak menggabungkan antara gugatan cerai dengan gugatan harta benda perkawinanharta bersama sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini didasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 913KSip1982 tanggal 21 Mei 1983, dalam perkara Normaine Br. Purba melawan Jadenggan Simarmata, yang bunyinya sebagai berikut “Gugatan mengenai perceraian tidak dapat digabungkan dengan gugatan mengenai harta benda perkawinan”. Selain itu, dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1020 LPdt1986 tanggal 29 Desember 1987, disebutkan sebagai berikut “Pembagian harta bersama tidak dapat diajukan bersama- sama dengan gugatan perceraian”. Dengan kata lain, penggabungan antara gugatan cerai dengan pembagian harta bersama dilarang oleh hukum, dimana larangan tersebut bersumber dari hasil pengamatan praktik peradilan. Jika bertitik tolak dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2205 KPdt1981 125 125 Varia Peradilan Tahun II Nomor 23, Agustus 1987, Tanggal 30 Juni 1984, hal 68. , tidak dibenarkan menggabungkan gugatan perceraian dengan pembagian harta bersama. Menurut putusan itu, hukum acara tidak Universitas Sumatera Utara membolehkan penggabungan antara gugatan cerai dengan pembagian harta bersama. Alasan yang sering diajukan, antara kedua gugatan masing- masing berdiri sendiri. Gugatan perceraian berada di depan dan pembagian harta bersama berada di belakang. Gugatan harta bersama berdasarkan hukum acara baru dapat muncul setelah gugatan perceraian memperoleh putusan yang berkekuatan tetap. Dengan demikian gugatan cerai adalah “ibu” yang melahirkan gugatan pembagian harta, oleh karena itu tidak boleh digabung. 126 Pendapat itu tidak realistis, dan sangat formalistis. Untuk melihat keburukan pendapat ini, dapat diberikan contoh. 127 126 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Cetakan Pertama, Op. Cit, hal 109-110. 127 M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hal 266. Realita yang sering terjadi, gugatan perceraian memakan waktu antara 5 sampai 7 tahun mulai dari tingkat pertama sampai kasasi. Bahkan ada yang lebih dari itu. Oleh karena tidak boleh digabung berarti gugatan pembagian harta bersama baru dapat diajukan setelah putusan cerai memperoleh kekuatan hukum tetap. Disisi lain dengan melihat perkembangan globalisasi sekarang ini, Yurisprudensi MARI No.913KSip1982, dianggap tidak memberikan suatu keputusan hukum yang berakibat menimbulkan adanya dilematis untuk seorang suami atau istri mendapatkan keadilan hukum. Bagaimana halnya, jika selama proses berlangsung harta bersama telah habis dijual pihak Tergugat, sehingga tidak ada lagi harta bersama yang akan digugat. Untuk menghindari keadaan yang menyedihkan itu, sangat beralasan untuk melakukan penggabungan yang dibarengi dengan pengajuan sita harta Universitas Sumatera Utara bersama atas keseluruhan harta bersama tersebut. Antara gugatan cerai dengan pembagian harta bersama benar-benar terdapat hubungan erat dan sekaligus dapat dicapai dan dituntaskan akibat hukum yang sama terhadap Penggugat dan Tergugat. Penyelesaian dapat dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya murah jika keduanya digabung. Memang benar, gugatan pembagian harta bersama dianggap assesor atas gugatan cerai. Namun sifat assesornya dapat diterapkan dalam acuan, jika gugatan cerai ditolak, dengan sendirinya menurut hukum penolakan itu meliputi gugatan pembagian harta bersama. Sebaliknya, apabila gugatan cerai dikabulkan, sekaligus diselesaikan pembagian harta bersama dalam satu putusan. Penerapan seperti itu, digariskan dalam Pasal 86 UU Nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama yang memperbolehkan secara tegas penggabungan gugatan perceraian dengan pembagian harta bersama. Pasal 86 ayat 1 menegaskan, Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap. Selanjutnya penjelasan pasal itu menyatakan, maksud kebolehan penggabungan itu, demi tercapainya prinsip peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Berdasarkan ketentuan itu, bukan hanya gugatan harta bersama yang dapat digabung dengan gugatan perceraian, tetapi meliputi penguasaan anak serta nafkah alimentasi istri dan anak. Apabila Penggugat Universitas Sumatera Utara tidak menggabungnya dalam gugatan, Tergugat dapat menggabungkannya melalui gugatan rekonvensi. 128 Dalam ketentuan Pasal 37 UUP No. 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa, pembagian harta bersama pasca perceraian diatur menurut hukum masing-masing. Adapun yang dimaksud hukum masing-masing adalah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Oleh karena pada kasus ini Keterangan lain bahwa Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan dengan tata cara perkawinan menurut Agama Islam . Dalam hal diajukannya gugatan mengenai pembagian harta bersama bagi agama tersebut, maka mengenai hal ini adalah merupakan kompetensi dari Pengadilan AgamaMahkamah Syar’iyah, dimana Penggugat dalam hal ini sudah tepat mengajukan perselisihan perkaranya ke Pengadilan AgamaMahkamah Syar’iyah Lhoksukon, yakni PengadilanMahkamah yang mewilayahi obyek sengketabenda terperkara berada. Mengenai petitum gugatan Penggugat yang memohon untuk diletakkannya sita jaminan sita marital terhadap objek perkara karena Penggugat merasa khawatir akan terjadi pindah tangan atas harta bersama tersebut maka setelah diletakkan sita jaminan oleh Mahkamah Syar’iyyah Lhoksukon terhadap objek perkara, maka sita dinyatakan sah dan berharga. Dalam hal ini karena sebelum putusan dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, maka sita jaminan itu setelah dinyatakan sah dan berharga menjadi sita eksekutorial. 128 Ibid, hal 269. Universitas Sumatera Utara Penggugat dan Tergugat beragama Islam, maka dapat digunakan terhadap pembagian harta bersama dari Penggugat dan Tergugat ialah hukum agama Islam. Penjelasan ketentuan Pasal 37 UUP No. 1974 memberi jalan pembagian sebagai berikut : 129 a. Dilakukan berdasarkan hukum agama jika hukum agama itu merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam mengatur tata cara perceraian. b. Aturan pembagiannya akan dilakukan menurut hukum adat, jika hukum tersebut merupakan kesadaran yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan. c. Atau hukum-hukum lainnya. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan pasal 37 Undang- undang Nomor 1 Tahun l974 jo Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, dimana dijelaskan bahwa apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukum masing- masing, yang bagi orang Islam berpedoman kepada Kompilasi Hukum Islam dimana janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama. Sehingga oleh karena seluruh harta bersama kini dikuasai oleh Tergugat, maka dengan adanya pembagian harta bersama tersebut dimana Penggugat memperoleh ½ seperdua bagian dari seluruh harta bersama, sudah sepantasnya Menghukum Tergugat dan atau siapapun juga yang menguasai harta bersama tersebut di atas secara melawan hak untuk membagi dan menyerahkan hak bagian Penggugat dari harta bersama tersebut sesuai 129 M. Yahya Harahap, Pembahasan Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang- Undang No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 , Op. Cit, hal 123. Universitas Sumatera Utara dengan hak bagiannya kepada Penggugat, untuk menyerahkan harta bersama tersebut dalam keadaan bebas, utuh dan terlepas dari segala ikatan hukum dengan pihak lain atau ketiga, dan jika tidak dapat dilakukan pembagiannya secara natura maka dijual lelang oleh pejabat yang berwenang pada Kantor Lelang Negara dan hasilnya dibagi dua antara Penggugat dan Tergugat. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Perkawinan Antar Agama Menurut Perspektif Undang- Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam

0 85 104

Perkawinan Campuran Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Tentang Perkawinan

2 93 97

Aspek Hukum Sita Marital Terhadap Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Kuhperdata) Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

0 63 163

ANALISIS YURIDIS DISPENSASI PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 10 16

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 3 17

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAK ISTERI KEDUA DARI PERKAWINAN POLIGAMI ATAS HARTA WARISAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM.

0 0 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. PERKAWINAN 1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Un

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1 0 21

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SITA MARITAL ATAS SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA SKRIPSI

0 0 10

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN SITA MARITAL TERHADAP HARTA BERSAMA KARENA PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN - Unissula Repository

0 1 15