Alasan Penyitaan Syarat dan Alasan Penyitaan 1. Syarat Pengajuan Penyitaan

Menurut pendapat R. Subekti 98 e. PemohonPenggugat wajib menjelaskan secara detail dan terperinci wujud dari objek yang dimohonkan untuk disita. , Permohonan penyitaan dapat diajukan kepada Pengadilan Tinggi PT selama pokok perkaranya belum diputus oleh pengadilan tingkat banding. Alasan beliau berpijak pada Pasal 261 RBg yang didalamnya terdapat kalimat “Sebelum putusan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Disini R. Subekti menyimpulkan kalimat tersebut ” menunjukan “ bahwa permohonan sita dapat juga ditujukan kepada PT selama pokok perkaranya belum diputus dalam tingkat banding.

2. Alasan Penyitaan

Permohonan sita atau penyitaan harus berdasarkan alasan yang kuat. Didalam pengajuan gugatan, Penggugat harus dapat menunjukan kepada hakim Tentang adanya relevansi dan urgensi penyitaan dilakukan dalam perkara yang bersangkutan. Ditinjau dari ketentuan Pasal 261 RBg maupun Pasal 720 RV, alasan-alasan pokok permintaan sita adalah, sebagai berikut: a. Adanya kekhawatiran atau persangkaan bahwa Tergugat berusaha mencari akal guna menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya, dimana dilakukan selama proses pemeriksaan perkara berlangsung. b. Kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan mempunyai sifat yang objektif, dimana: 1 Penggugat harus mampu menunjukan fakta-fakta Tentang adanya langkah-langkah Tergugat untuk menggelapkan atau 98 R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Op. Cit, hal 49. Universitas Sumatera Utara mengasingkan harta kekayaannya, selama proses pemeriksaan perkara berlangsung. 2 Sekurang-kurangnya, Penggugat dapat menunjukan adanya indikasi objektif Tentang adanya upaya untuk menghilangkan atau mengasingkan barang-barangnya guna menghindari isi gugatan Penggugat. 3 Sesuai dengan pendapat Supomo yang menjelaskan dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata. 99 Hal ini harus diperkuat dengan eratnya isi gugatan dengan penyitaan, yang apabila penyitaan tidak dilakukan maka timbul kerugian dari pihak Penggugat. Kesimpulannya, Penggugat tidak dibenarkan mendasarkan kekhawatiran dan persangkaan secara pribadi saja terhadap Tergugat untuk mengajukan sita. Berdasarkan Pasal 261 RBg atau Pasal 720 Rv, alasan dapat dikatakan objektif apabila dilengkapi dengan fakta-fakta atau petunjuk-petunjuk yang nyata. Hakim harus mampu melihat bahwa seandainya sita tidak diajukan akan menimbulkan kerugian dari pihak Penggugat. Hal ini diharuskan karena hakim dapat menolak permohonan sita apabila alasan sita tidak kuat. Karena menurut undang- undang, yang berhak menilai alasan sita adalah hakim. Jadi alasan sita harus dapat benar-benar meyakinkan hakim. Semua alasan-alasan yang diangkat 99 K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata RBGHIR, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002, hal 9. Universitas Sumatera Utara oleh Penggugat pada akhirnya untuk kepentingan Tergugat sendiri agar terjamin haknya sekiranya gugatannya dikabulkan nanti, 100

E. Prosedur Pelaksanaan dan Kewajiban Juru Sita

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Perkawinan Antar Agama Menurut Perspektif Undang- Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam

0 85 104

Perkawinan Campuran Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Tentang Perkawinan

2 93 97

Aspek Hukum Sita Marital Terhadap Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Kuhperdata) Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

0 63 163

ANALISIS YURIDIS DISPENSASI PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 10 16

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 3 17

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAK ISTERI KEDUA DARI PERKAWINAN POLIGAMI ATAS HARTA WARISAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM.

0 0 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. PERKAWINAN 1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Un

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1 0 21

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SITA MARITAL ATAS SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA SKRIPSI

0 0 10

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN SITA MARITAL TERHADAP HARTA BERSAMA KARENA PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN - Unissula Repository

0 1 15