Status Hukum Harta Bersama Dalam Perceraian Antara Suami Istri Terhadap Pihak Ketiga

5. Status Hukum Harta Bersama Dalam Perceraian Antara Suami Istri Terhadap Pihak Ketiga

Status hukum harta bersama dalam suatu perkawinan yang diakhiri dengan perceraian suami istri mempunyai akibat hukum terhadap pemecahan harta persatuan dalam perkawinan . Akibat hukumnya antara lain meliputi : a. Hutang Persatuan 72 Pihak ketiga, yang mempunyai kepentingan terhadap perubahan- perubahan atas harta suami istri adalah kreditur. Prinsipnya adalah suami istri masing-masing tetap bertanggung jawab atas hutang- hutang persatuan yang dibuat olehnya. Ketentuan ini sebenarnya logis sekali, karena kreditur dahulu pada waktu mengadakan perjanjian berhadapan dengan suami atau istri. Pada waktu ia akan meminta pelunasannya tentunya ia datang pada orang yang dahulu membuat perjanjian dengannya. Apalagi antara suami dan istri sekarang tidak ada persatuan harta lagi. Suami atau istri menanggung hutang tersebut dengan harta pribadinya, harta persatuan telah pecah dan dibagi yang sekarang terdiri dari harta pribadi aslinya ditambah setengah hak bagiannya dalam harta persatuan. Terhadap suami, pihak ketiga dapat menagih untuk seluruh hutang persatuan walaupun suami nantinya dari pembagian harta persatuan 72 J.Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, hal 117-119. Universitas Sumatera Utara hanya menerima setengah dari harta tersebut termasuk jika hutang tersebut dahulu dibuat oleh istri. Sedangkan istri hanya dapat ditagih oleh pihak ketiga untuk setengah hutang persatuan yang dibuat oleh suaminya Pasal 130 BW. Sebagai dasarnya ditunjukkan pada Pasal 130 BW. Disana ditetapkan bahwa istri memikul setengah hutang persatuan, karenanya sesudah pecahnya atau putusnya persatuan harta adalah pantas jika ia pun si istri bertanggung jawab untuk setengah hutang persatuan yang dibuat oleh suami, sedang untuk hutang-hutang yang dibuat olehnya sendiri, ia bertanggung jawab untuk 100 seratus persen. Atas hutang-hutang yang dibuat oleh istri, ia tetap dapat diminta pertanggungjawabkan penuh. Jika suami membayar seluruh hutang persatuan ia dapat melakukan perhitungan intern contribution dengan istrinya, dimana si istri wajib menanggung setengahnya. Prinsipnya tetap hutang persatuan ditanggung bersama dan sama berat. Jika istri telah membayar seluruh hutang persatuan yang dibuat olehnya maka ia dapat menagih setengahnya dari suami. Seandainya jumlah pasiva harta persatuan lebih besar dari aktivanya maka kekurangan harus diambil dari harta pribadi. Di dalam praktik perhitungan intern jarang sekali, karena pada umumnya sebelum pembagian, hutang-hutang diberesi lebih dahulu dan kalau ada hutang yang belum dibayar maka pada waktu Universitas Sumatera Utara pembagian, hutang tersebut dikompensir dengan pembagiannya dalam aktiva. 73 b. Kedudukan kreditur sebelum dan sesudah pemecahan harta persatuan Ketentuan-ketentuan tersebut diatas ternyata mengandung unsur perlindungan terhadap pihak ketiga, karena jika diperhatikan prinsip tanggung jawab suami istri terhadap pihak ketiga-kreditur ternyata posisi kreditur sesudah pembagian harta tidak selalu lebih jelek dari semula. 74 Sebelum diadakan pemecahan harta persatuan, atas hutang-hutang yang dibuat suami, para kreditur dapat dibedakan menjadi 2 dua golongan, yaitu : 1 Kreditur persatuan, yakni piutangnya dijamin pelunasanya dengan harta persatuan dan harta pribadi suami; 2 Kreditur pribadi suami, yakni piutang dapat mengambil pelunasan dari harta pribadi suami dan harta persatuan. Sesudah pemecahan harta persatuan, para krediturnya dapat dibedakan menjadi 2 dua golongan, yaitu : a Kreditur persatuan 73 A. Pitlo, Het Zakenrecht Naar Het Nederlands Burgerlijk Wetboek, Haarlem, HD Tjeenk Willink Zoon, 1949, hal 187. 74 J. Satrio, Op. Cit, hal 120-122. Universitas Sumatera Utara Kreditur persatuan mempunyai hak pelunasan atas harta pribadi suami, di dalam harta mana sekarang terdiri dari setengah harta persatuan yang menjadi hak bagian suami ditambah jika ada harta pribadi asal milik suami, sedangkan yang setengahnya lagi setengah hutang dapat ditagih dari harta sekarang pribadi istri yang juga terdiri dari ½ harta persatuan ditambah harta pribadi asal istri. Di sini kedudukan istri menjadi lebih jelek dari semula, karena sebelum pemecahan, harta pribadi istri tidak dipertanggung jawabkan terhadap hutang persatuan yang dibuat suami. Dalam hal harta persatuan sudah terkuras habis, maka kedudukan kreditur menjadi lebih baik, karena kalau semula ia hanya dapat mengambil pelunasan dari harta persatuan yang keadaannya sudah terkuras habis dan dari harta pribadi suami atau dengan perkataan lain kalau semula rielnya hanya ditanggung dengan harta pribadi suami harta persatuan sudah habis maka sekarang sesudah harta persatuan yang isinya sebenarnya sudah nihil, dipecah ia masih dapat tambahan jaminan untuk setengah piutangnya yaitu dari harta pribadi istri. Hendaknya diingat bahwa adanya istri diwajibkan untuk menanggung setengah dari hutang persatuan adalah merupakan konsekuensi daripada dibaginya harta persatuan. Istri dengan Universitas Sumatera Utara pembagian tersebut tidak hanya menerima setengah aktivanya saja, tetapi harus memikul setengah dari pasivanya. b Kreditur prive Kreditur prive mendapat jaminan pelunasannya dari harta pribadi suami yang sekarang terdiri dari harta pribadi aslinya asal ditambah setengah harta persatuan yang jatuh pada suami yang kedua kelompok harta tersebut sekarang disebut harta pribadi. 75 Di sini kedudukan kreditur bisa menjadi lebih jelek, karena kalau semula kreditur ditanggung oleh harta pribadi suami dan harta persatuan, jika hutang tersebut berupa hutang pribadi suami, maka sekarang kreditur tersebut hanya dijamin dengan harta pribadi suami, yang terdiri dari harta pribadinya ditambah setengah haknya dalam harta persatuan. 76 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kreditur suami sebelum pemecahan harta persatuan tidak berkepentingan untuk mengetahui apakah piutangnya merupakan hutang pribadi atau hutang persatuan bagi si suami, karena kedua jenis hutang tersebut sama-sama dijamin dengan harta persatuan dan harta pribadinya. 75 A. Pitlo, Op. Cit, hal 186. 76 J. Satrio, Op. Cit, hal 122-123. Universitas Sumatera Utara BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SITA

A. Pengertian dan Tujuan Sita

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Perkawinan Antar Agama Menurut Perspektif Undang- Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam

0 85 104

Perkawinan Campuran Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Tentang Perkawinan

2 93 97

Aspek Hukum Sita Marital Terhadap Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Kuhperdata) Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

0 63 163

ANALISIS YURIDIS DISPENSASI PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 10 16

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 3 17

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAK ISTERI KEDUA DARI PERKAWINAN POLIGAMI ATAS HARTA WARISAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM.

0 0 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. PERKAWINAN 1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Un

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1 0 21

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SITA MARITAL ATAS SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA SKRIPSI

0 0 10

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN SITA MARITAL TERHADAP HARTA BERSAMA KARENA PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN - Unissula Repository

0 1 15