Prosedur Pelaksanaan dan Kewajiban Juru Sita

oleh Penggugat pada akhirnya untuk kepentingan Tergugat sendiri agar terjamin haknya sekiranya gugatannya dikabulkan nanti, 100

E. Prosedur Pelaksanaan dan Kewajiban Juru Sita

dan telah berkekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan. Tentang tata cara dan siapa yang harus menjalankan penyitaan itu, serta akibat hukumnya suatu penyitaan diatur dalam pasal 197, 198, dan 199 HIR, yang pada pokoknya sebagai berikut : 101 1. Penyitaan dijalankan oleh Panitera Pengadilan Negeri; 2. Apabila Panitera berhalangan, ia diganti oleh orang lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri, dalam praktik dijalankan oleh Panitera luar biasa; 3. Cara penunjukannya cukup dilakukan dengan penyebutan dalam perintah; hal ini berarti, bahwa sebelum penyitaan dilakukan harus terlebih dahulu ada surat perintah dari Ketua Pengadilan Negeri; 4. Tentang dilakukannya penyitaan harus dibuat berita acaranya dan isi berita acara tersebut harus diberitahukan kepada orang yang disita barangnya, apabila ia hadir; 5. Panitera atau penggantinya dalam melakukan penyitaan harus disertai oleh dua otang saksi, yang mana pekerjaan dan tempat tinggalnya disebutkan dalam berita acara itu dan para saksi ikut menandatangani berita acara; 6. Saksi-saksi tersebut biasanya pegawai pengadilan, setidak-tidaknya harus sudah dewasa dan harus orang yang dapat dipercaya; 7. Penyitaan boleh dilakukan atas barang-barang yang bergerak yang juga berada di tangan orang lain, akan tetapi hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh berguna bagi yang disita untuk menjalankan pencaharian, tidak boleh disita; 8. Barang-barang yang tidak tetap yang disita itu seluruhnya atau sebagiannya, harus dibiarkan berada ditangan orang yang disita atau barang-barang itu dibawa untuk disimpan di tempat yang patut; 9. Dalam hal barang-barang tersebut tetap dibiarkan di tangan orang yang disita hal itu diberitahukan kepada Pamong Desa supaya ikut mengawasi agar jangan sampai barang-barang tersebut dipindahtangankan atau dibawa lari oleh orang tersebut; 100 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit, hal 89. 101 Bambang Sugeng A.S dan Sujayadi, Hukum Acara Perdata Dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata, Jakarta, Kencana, 2011, hal 80-82. Universitas Sumatera Utara 10. Bangunan rumah orang-orang Indonesia yang tidak melekat kepada tanah Opstal Bumiputera, tidak boleh dibawa ke tempat lain; 11. Terhadap penyitaan barang tetap, maka berita acaranya harus diumumkan, dicatat dalam buku leter C di desa, dicatat dalam buku tanah di Kantor Pertanahan, dan salinan berita acara dimuat dalam buku yang khusus disediakan untuk maksud itu di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dengan menyebut jam, tanggal, hari, bulan, dan tahun dilakukannya; 12. Pegwai yang melakukan penyitaan harus member perintah kepada Kepala Desa supaya perihal adanya penyitaan barang yang tidak bergerak itu diumumkan sehingga diketahui oleh khalayak ramai; 13. Sejak berita acara penyitaan diumumkan, pihak yang disita barangnya itu tidak boleh lagi memindahtangankan, membebankan atau menyewakan barang tetapnya yang telah disita itu kepada orang lain; 14. Apabila hal tersebut di atas dilakukan, maka tindakan tersebut batal demi hukum. Dalam penyitaan berlaku bahwa satu objek hanya dapat dikenai satu kali sita jaminan, sehingga apabila objek yang akan disita ternyata telah disita terlebih dahulu dalam perkara lain, atau objek tersebut telah dibebani dengan hak jaminan kebendaan untuk suatu utang lain, maka penyitaan tidak dapat dilakukan untuk objek tersebut. Juru sita akan membuat catatan dalam Berita Acara Penyitaan dan yang dapat dilakukan adalah meletakkan sita perbandingan vergelijkende beslag. Kedudukan sita ini berada di bawah sita jaminan atau hak jaminan kebendaan yang telah lebih dahulu ada, dalam artian apabila sita jaminan yang pertama diangkat dieksekusi atau hak jaminan kebendaan di hapus dilaksanakan, maka kedudukan sita perbandingan ini akan naik menjadi sita jaminan. Universitas Sumatera Utara BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SITA MARITAL ATAS SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN PADA PUTUSAN NOMOR 330Pdt.G2013Ms-Lsk

A. Sita Marital Pada Umumnya 1. Pengertian Sita Marital dan Tujuan Sita Marital

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Perkawinan Antar Agama Menurut Perspektif Undang- Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam

0 85 104

Perkawinan Campuran Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Tentang Perkawinan

2 93 97

Aspek Hukum Sita Marital Terhadap Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Kuhperdata) Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

0 63 163

ANALISIS YURIDIS DISPENSASI PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 10 16

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 3 17

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAK ISTERI KEDUA DARI PERKAWINAN POLIGAMI ATAS HARTA WARISAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM.

0 0 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. PERKAWINAN 1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Un

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1 0 21

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SITA MARITAL ATAS SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA SKRIPSI

0 0 10

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN SITA MARITAL TERHADAP HARTA BERSAMA KARENA PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN - Unissula Repository

0 1 15