Metode Analisis Data Belanja Daerah

40 Dimana : BD = Belanja Daerah Rupiah DSBD = Daya Serap Belanja Daerah Persen DAU = Dana Alokasi Umum Rupiah PAD = Pendapatan Asli Daerah Rupiah PE = Pertumbuhan Ekonomi Persen JP = Jumlah Penduduk Jiwa α = Konstanta β 1 – β 4 = Koefisien Regresi µ = Variabel Gangguan Error Terms i = KabupatenKota t = Tahun

3.8. Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data pada skripsi ini, metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode Generalized Least Square GLS. Menurut Gujarati 2003, menemukan bahwa mengestimasi jenis data panel dengan menggunakan Ordinary Least Square OLS tidak konsisten dan efisien inefisiensi. Dan disarankan untuk menggunakan metode Generalized Least Square GLS. Dengan analisis ini pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent yang telah diteliti dapat diketahui. Dimana dalam metode ini dapat dianalisis dengan dua model pendekatan, yaitu Fixed effects model FEM dan Random effects model REM. Kemudian dari kedua model tersebut dapat ditentukan model yang terbaik untuk digunakan dalam model persamaan ekonometrika. Untuk menentukan model mana yang terbaik dalam metode GLS tersebut maka dapat dilakukan dengan Uji Hausman test, 1978 Gujarati,2003. Kesimpulan dari Hausman test adalah apabila null hypothesis Ho diterima, maka model yang digunakan adalah random effect model REM dan sebaliknya apabila null hypothesis Ho ditolak maka model yang digunakan adalah fixed effect model FEM. Universitas Sumatera Utara 41 3.9. Uji Kesesuaian Test Goodness Fit 3.9.1. Koefisien Determinasi R-Square Koefisien determinasi R 2 pada intinya digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Atau koefisien determinasi R 2 dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama mampu memberikan penjelasan terhadap variabel dependen. Nilai koefisien determinasi R 2 antara 0 sampai dengan 1 0 ≤ R2 ≤ 1. Nilai R 2 yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen, atau dengan kata lain model yang digunakan dapat menjelaskan data aktualnya. Dan apabila nilai R 2 semakin kecil mendekati nol, berarti variabel- variabel independen hampir tidak memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan Adjusted R 2 .

3.9.2. Uji t-statistik

Uji statistik-t disebut juga sebagai uji signifikansi individual. Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh p engaruh satu variabel penjelasindependen secara individual d alam menerangkan variasi variabel dependen. Universitas Sumatera Utara 42 Uji t-statistik juga merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut: Ho : bi = b Ha : bi ≠ b Hipotesis nol Ho yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter b 1 ,b 2 , b 3 , b 4 sama dengan nol, maksudnya adalah apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya Ha apakah suatu parameter b 1 ,b 2 , b 3 , b 4 tidak sama dengan nol, maksudnya variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan : � ∗ = �� − � ��� Dimana : bi : koefisien variabel ke-i b : nilai hipotesis nol Sbi : simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria pengambilan keputusan ; Jika nilai uji t-statistik bernilai positif : Ho : β = 0 Ho diterima t hitung t tabel artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Ha : β ≠ 0 Ha diterima t hitung t tabel artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Universitas Sumatera Utara 43 Jika nilai uji t-statistik bernilai negatif : Ho : β = 0 Ho diterima t hitung t tabel artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Ha : β ≠ 0 Ha diterima t hitung t tabel artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.9.3. Uji F-statistik

Pengujian secara simultan digunakan uji signifikansi simultan uji statistik F . Uji F digunakan untuk signifikansi model Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara keseluruhan signifikan secara statistik dalam mempengaruhi variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut : Ho : b 1 = b 2 … b k = 0 , artinya tidak ada pengaruh Ha : b 1 ≠ b 2 … b k ≠ 0 , artinya ada pengaruh Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan F- tabel . Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus : � ℎ����� = � 2 � − 1 1 − � 2 � − � Dimana : R 2 : Koefisien determinasi k : Jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan n : Jumlah sampel Universitas Sumatera Utara 44 Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut: 1. Ho diterima dan Ha ditolak apabila F hitung F tabel, yang artinya variabel Independen secara serentak atau bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. 2. Ha diterima dan Ho ditolak apabila F hitung F tabel, yang artinya variabel Independen secara serentak atau bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Universitas Sumatera Utara 45 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Realisasi Dana Alokasi Umum DAU Berdasarkan laporan realisasi APBD untuk tahun 2010 sampai dengan 2013 untuk setiap kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara maka, disimpulkan bahwa untuk daerah yang memiliki realisasi penerimaan DAU dengan nilaijumlah DAU tertinggi yaitu kota Medan dengan jumlah rata-rata penerimaan DAU pada periode 2010-2013 sebesar Rp. 1,084,232,280,350. Sebaliknya, untuk penerimaan DAU yang terendah terdapat pada kabupaten Nias Barat dengan jumlah rata-rata penerimaan DAU pada periode 2010-2013 sebesar Rp. 184,044,342,500. 17,343,496,115,000 10,926,101,026,600 12,793,150,234,596 17,09 15,305,302,218,000 19.64 13.32 2010 2011 2012 2013 Sumber : Data Diolah Lampiran 9 Gambar 4.1. Realisasi dan Rata-rata Pertumbuhan DAU Tahun 2010-2013 Universitas Sumatera Utara 46 Secara rata-rata realisasi penerimaan transfer Dana Alokasi Umum DAU pemerintah daerah kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan 17,09 pada tahun 2011 dan 19.64 pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 pertumbuhan DAU meningkat 13,32 . Dan dari gambar di atas dapat diketahui bahwa setiap tahunnya realisasi Dana Alokasi Umum DAU pada Kabupatenkota Sumatera Utara mengalami peningkatan, yang dapat menggambarkan keinginan pemerintah pusat untuk menutup kesenjangan fiskal fiscal gap dan pemerataan kemampuan fiskal antara daerah dan pusat dan antar daerah.

4.1.2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah PAD

Berdasarkan laporan realisasi APBD untuk tahun 2010 sampai dengan 2013 untuk setiap Kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara maka, disimpulkan bahwa untuk daerah yang memiliki realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah PAD dengan nilaijumlah PAD tertinggi yaitu kota Medan dengan jumlah rata- rata penerimaan PAD pada periode 2010-2013 sebesar Rp. 984,521,299,147. Sebaliknya, untuk penerimaan PAD yang terendah terdapat pada kabupaten Nias Barat dengan jumlah rata-rata penerimaan PAD pada periode 2010-2013 sebesar Rp. 4,101,168,702. Secara rata-rata realisasi penerimaan pendapatan Asli Daerah PAD pemerintah daerah kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan 55,23 pada tahun 2011 dan 23,57 pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 pertumbuhan PAD meningkat 11,41 . Universitas Sumatera Utara 47 1,933,299,115,055 2,389,107,303,370 23,57 2,661,771,602,024 11,41 1,245,477,493,804 55,23 2010 2011 2012 2013 Sumber : Data Diolah Lampiran 10 Gambar 4.2 Realisasi dan Rata-rata Pertumbuhan PAD Tahun 2010-2013 Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa setiap tahunnya realisasi Pendapatan Asli Daerah PAD mengalami peningkatan, yang berarti adanya usaha dari masing-masing Pemerintah KabupatenKota untuk melakukan penggalian potensi-potensi daerah dalam rangka usaha untuk meningkatkan realisasi Pendapatan Asli Daerah PAD.

4.1.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari keberhasilan pembangunan yang dilaksankan dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan rangkuman laju pertumbuhan berbagai sektor ekonomi yang menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator pertumbuhan ekonomi sangat penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan arah pembangunan pada masa yang akan datang. Tabel dibawah ini menunjukkan Universitas Sumatera Utara 48 perkembangan laju pertumbuhan ekonomi seluruh KabupatenKota yang ada di Provunsi sumatera Utara tahun 2010 hingga 2013. Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi KabupatenKota Provinsi Sumatera Utara 2010-2013 Persen KabupatenKota 2010 2011 2012 2013 Nias 6.75 6.81 6.24 6.43 Mandailing Natal 6.41 6.43 6.41 6.41 Tapanuli Selatan 5.06 5.26 5.22 5.21 Tapanuli Tengah 6.13 6.27 6.35 6.85 Tapanuli Utara 5.56 5.54 5.95 6.05 Toba Samosir 5.5 5.26 5.52 5.14 Labuhan Batu 5.15 5.72 6.11 6.00 Asahan 4.97 5.37 5.57 5.83 Simalungun 5.12 5.81 6.06 4.48 Dairi 5.02 5.28 5.44 5.46 Karo 6.03 6.59 6.34 4.72 Deli Serdang 5.98 6.01 6.06 12.79 Langkat 5.74 5.78 5.66 5.97 Nias Selatan 4.12 4.46 5.78 5.16 Humbang Hasundutan 5.45 5.94 5.99 6.03 Pakpak Barat 6.77 5.98 6.02 5.86 Samosir 5.59 5.96 6.07 6.46 Serdang Bedagai 6.14 5.98 6.00 5.97 Batu Bara 4.65 5.11 4.37 3.35 Padang Lawas Utara 6.74 6.81 6.38 6.13 Padang Lawas 5.56 6.39 6.31 6.12 Labuhanbatu Selatan 5.61 6.13 6.33 6.05 Labuhanbatu Utara 5.68 6.21 6.38 6.33 Nias Utara 6.73 6.68 5.88 6.25 Nias Barat 6.3 6.76 4.93 5.81 Sibolga 6.04 5.06 5.34 5.8 Tanjungbalai 4.76 5.11 4.99 4.52 Pematangsiantar 5.85 6.02 5.71 5.16 Tebing Tinggi 6.04 6.67 6.75 6.91 Medan 7.16 7.69 7.63 4.3 Binjai 6.07 6.28 6.61 6.48 Padangsidimpuan 5.81 5.99 6.23 6.2 Gunung Sitoli 6.73 6.56 6.28 6.35 Sumatera Utara 6.42

6.53 6.22

6.01 Sumber : BPS Sumut Universitas Sumatera Utara 49 Berdasarkan tabel 4.1 diatas, bahwa pertumbuhan ekonomi kabupatenkota di Sumatera Utara mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Adapun Kabupaten Kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu kota Medan sebesar 7,16 pada tahun 2010, pada tahun 2011 sebesar 7,69 dan pada tahun 2012 sebesar 7,63 . Dan pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi tertinggi pada kabupaten Deli Serdang sebesar 12,79 , dimana pertumbuhan ekonomi-nya diatas pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara sebesar 6,01 pada tahun 2013. Sedangkan KabupatenKota yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi terendah dan dibawah pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yaitu kabupaten Nias selatan pada tahun 2010 sebesar 4,12 dan pada tahun 2011 sebesar 4,46. Dan pada tahun 2012 dan 2013 laju pertumbuhan ekonomi terendah berada pada kabupaten Batubara sebesar 4,37 dan 3,35 .

4.1.4. Kependudukan

Jumlah penduduk sumatera utara pada tahun 2010 berdasarkan Sensus penduduk 2010 tercatat sebesar 12.982.204 jiwa. Dan pada tahun 2011 jumlah penduduk Sumatera Utara tercatat 13,103,596 jiwa yang artinya meningkat sebesar 121,392 jiwa. Pada tahun 2012 jumlah penduduk mengalami peningkatan sebesar 111,805 jiwa, sehingga jumlah penduduk Sumatera utara menjadi 13,215,401 jiwa. Dan tahun 2013 jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 13,326,307 jiwa berarti mengalami kenaikan sebesar 110,906 jiwa yang tersebar diseluruh wilayah Sumatera Utara. Jumlah penduduk Sumatera Utara setiap tahun mulai dari tahun 2010-2013 selalu mengalami peningkatan. Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat merupakan tiga Kabupatenkota Universitas Sumatera Utara 50 dengan jumlah penduduk paling banyak, masing-masing berjumlah 2.097.162 jiwa, 1.790.431 jiwa, dan 967.535 jiwa pada tahun 2010. Dan sebaliknya Kabupaten Pakpak Barat memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu berjumlah 40.505 jiwa pada tahun 2010. Secara teoritis jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu kekayaan dan modal dasar pembangunan, akan tetapi juga dapat memicu berbagai macam persoalan yang berkaitan dengan penyediaan pangan, sandang dan papan. Kondisi ini yang menyebabkan penduduk lebih diposisikan sebagai beban pembangunan daripada sebagai modal pembangunan. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan pengalokasian belanja Daerah KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara menjadi meningkat karena di ikuti dengan perkembangan jumlah penduduk.

4.1.5. Perkembangan Belanja Daerah

Untuk pengeluaran Belanja Daerah KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan laporan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah periode 2010-2013, total anggaran dan realisasi belanja daerah selalu mengalami peningkatan. Secara rata-rata, total realisasi dan anggaran belanja daerah KabupatenKota provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dengan pertumbuhan anggaran belanja daerah pada tahun 2011 sebesar 21,12, tahun 2012 pertumbuhan anggaran meningkat sebesar 17,86 dan pada tahun 2013 anggaran belanja daerah mengalami peningkatan sebesar 21,24 . Secara rata-rata selama periode 2010-2013 daerah yang memiliki anggaran dan realisasi belanja daerah terendah yaitu kabupaten Nias Barat dengan Universitas Sumatera Utara 51 jumlah rata-rata anggaran belanja daerah selama periode 2010-2013 yaitu sebesar Rp. 289,509,384,663.75 dan realisasi belanja daerah sebesar Rp. 249,659,826,759. Sebaliknya kota Medan adalah daerah yang memiliki anggaran dan realisasi belanja daerah tertinggi dengan rata-rata anggaran belanja daerah sebesar Rp. 3,409,653,967,702.75 dan rata-rata realisasi belanja daerah sebesar Rp. 2,880,463,758,451 pada periode 2010-2013. 35,000,000,000 30,000,000,000 25,000,000,000 20,000,000,000 21,12 23,02 17,86 13,21 21,24 12,98 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 - 2010 2011 2012 2013 Anggaran 17,526,692,072 21,228,003,371 25,091,599,297 30,333,344,465 Realisasi 17,329,876,487 21,319,933,455 24,137,386,663 27,271,205,777 Sumber : Data Diolah Lampiran 78 Gambar 4.3 Realisasi dan Anggaran Belanja Daerah Periode 2010-2013 Dari Gambar 4.3 diatas dapat diketahui bahwa setiap tahunnya total anggaran dan realisasi belanja daerah pada Kabupatenkota Sumatera Utara mengalami peningkatan, yang dapat menggambarkan semakin tinggi biaya yang dibutuhkan daerah untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan kabupatenkota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah. Universitas Sumatera Utara 52 Realisasi Belanja Daerah pada Kabupatenkota Sumatera Utara juga menunjukkan tidak sesuai dengan anggaran Belanja Daerah yang telah direncanakan. Seperti pada Gambar 4.4 yang menjelaskan total sisa anggaran Belanja Daerah pada Kabupatenkota Sumatera Utara periode 2010-2013. Pada tahun 2010 total seluruh sisa anggaran pada kabupatenkota Sumatera Utara sebesar Rp.196,815,585,431. Dan pada tahun 2013 total seluruh sisa anggaran KabupatenKota semakin membesar jumlahnya yaitu sebesar Rp. 3,062,138,688,660 . Yang artinya sisa anggaran Belanja Daerah tersebut sebagai dana menganggur idle fund. Dan menyebabkan tidak optimalnya kesempatan Belanja Daerah yang direalisasikan. 3,062,138,688,660 882,213,630,436 196,815,585,431 91,930,084,382 2010 2011 2013 2014 Sumber : Data Diolah Lampiran 7 dan 8 Gambar 4.4 Total Sisa Anggaran Belanja Daerah Periode 2010-2013 Universitas Sumatera Utara 53

4.2. Analisis Data

4.2.1. Analisa Hasil Estimasi dengan Generalized Least Square GLS

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode Generelized Least Square GLS. Hal tersebut dikarenakan metode GLS dapat dianalisis dengan fixed effects model FEM dan random effects model REM, sehingga dapat diketahui model mana yang terbaik. Berikut ini dapat dilihat hasil estimasi dari kedua model tersebut dengan metode GLS seperti berikut : Tabel 4.2 Hasil Estimasi GLS FEM dan REM Variabel Terikat : Belanja Daerah Y1 Untuk Periode 2010-2013 Variabel Bebas Fixed Effect Model FEM Random Model REM Konstanta -16.77797 1.034161 X1 0.723904 0.774176 X2 0.053141 0.119042 X3 -0.046644 0.064091 X4 3615106 0.086782 R 2 0.993754 0.929783 Sumber : Data diolah Lampiran 1 Berdasarkan hasil estimasi dengan metode GLS diatas pada model persamaan regresi pertama dengan variabel terikat Belanja Daerah, fixed effect model FEM menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan random effect model REM. Hal ini bisa dilihat dari nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel bebasnya. Dan disamping itu, nilai R-square R 2 yang lebih baik pada fixed effect model FEM dibandingkan dengan random effect model REM. Universitas Sumatera Utara 54 Tabel 4.3 Hasil Estimasi GLS FEM dan REM Variabel Terikat : Daya Serap Belanja Daerah Y2 Untuk Periode 2010- 2013 Variabel Bebas Fixed Effect Model FEM Random Model REM Konstanta -23.55873 0.811368 X1 0.230268 0.148774 X2 -0.050536 -0.046700 X3 0.084093 0.024108 X4 -4.378019 -0.015191 R 2 0.711653 0.035924 Sumber : Data diolah Lampiran 2 Pada model persaman regresi kedua dengan variabel terikat Daya Serap Belanja Daerah hasil estimasi menunjukkan fixed effect model FEM lebih baik daripada random effect model REM. Hal tersebut bisa dilihat dari nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel bebasnya. Dan disamping itu, nilai R-square R 2 yang lebih baik pada fixed effect model FEM dibandingkan dengan random effect model REM. Setelah dilakukan analisis untuk kedua model tersebut, maka untuk memilih model yang terbaik antara fixed effect model FEM dan random effect model REM dapat dilakukan dengan uji Hausman. Untuk penelitian ini, uji Hausman diestimasi dengan program Eviews versi 7.0 dan akan diperoleh nilai Chi-Squarenya. Kesimpulan dari uji Hausman adalah apabila null hypothesis H diterima, maka model yang digunakan adalah random effect model REM dan sebaliknya apabila null hypothesis ditolak maka model yang digunakan adalah fuxed effect model FEM. Universitas Sumatera Utara 55

4.2.1.1. Uji Hausman

Uji ini dilakukan untuk menentukan model mana yang terbaik antara fixed effect model FEM dan random effect model REM dalam metode Generalized Least Square GLS. Berdasarkan uji Hausman ini, diperoleh nilai Chi-Squarenya seperti pada tabel berikut ini: Tabel 4.4 Hasil Uji Hausman untuk fixed effect dengan random effect Variabel Terikat : Belanja Daerah Y1 Chi-sqr Stat = 13.019127 Chi-sqr df = 4 Prob = 0,0112 Sumber : Data diolah Lampiran 5 Variabel Terikat : Daya Serap Belanja Daerah Y2 Chi-sqr Stat = 28.727535 Chi-sqr df = 4 Prob = 0,0000 Sumber : Data diolah Lampiran 6 Berdasarkan tabel diatas hasil uji Hausman dengan variabel terikat Belanja Daerah Y1 diperoleh nilai Chi-sqr Stat 13.019127 Chi-sqr tabel 9,49 maka null hypothesis ditolak. Sehingga pada model persamaan regresi pertama dengan Belanja Daerah Y1 sebagai variabel terikat, fixed effect model FEM lebih baik dari pada random effect model REM. Dan uji Hausman dengan variabel terikat Daya Serap Belanja Daerah Y2 diperoleh nilai Chi-sqr Stat 28.727535 Chi-sqr tabel 9,49 maka null hypothesis ditolak. Sehingga pada model persamaan regresi kedua dengan Daya Serap Belanja Daerah sebagai variabel terikat, fixed effect model FEM lebih baik dari pada random effect model REM. Universitas Sumatera Utara 56

4.2.1.2 Fixed Effect Model FEM

Sebagaimana analisa sebelumnya, dari hasil uji Hausman diperoleh model terbaik untuk penelitian ini yaitu fixed effect model FEM. Berdasarkam hasil estimasi dengan menggunakan metode fixed effect model FEM, dengan variabel terikat Belanja Daerah Y1 Model persamaan regresi pertama memperlihatkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.993754. Hal ini menunjukkan bahwa 0.993754 atau 99,37 variasi variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen DAU, PAD, PE, dan JP, sedangkan sisanya sebesar 0,63 dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak disertakan pada model penelitian ini. Dan pada model persamaan kedua dengan variabel terikat Daya Serap Belanja Daerah Y2 memperlihatkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.711653, yang berarti secara keseluruhan variabel bebas yang ada dalam model persamaan tersebut mampu menjelaskan variasi variabel Daya Serap Belanja Daerah sebesar 71,16 dan sisanya 28,84 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Tabel 4.5 Hasil Estimasi Fixed Effect Model FEM LBD= -16.77797 + 0.72390 DAU + 0.053141 PAD – 0.04664 PE + 3.615106 JP + e 15.36187 3.839990 -1663160 4.052300 R 2 = 0.993754 LDSBD= -23.55873 + 0.23026 DAU - 0.05053 PAD + 0.08409 PE – 4.378019 JP + e 5.251677 -2.201449 1.178317 -4.467359 R 2 = 0.711653 Sumber : Data diolah Lampiran 1 dan 2 Cat : Angka dalam kurung adalah nilai t-Statistik Universitas Sumatera Utara 57

4.2.2. Interpretasi Model

Dilihat dari hasil regresi tersebut maka interpretasinya adalah :

a. Belanja Daerah

1. Dana Alokasi Umum kabupatenkota Sumatera Utara mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah dan koefisiennya sebesar 0.72390 artinya apabila jumlah Dana Alokasi Umum naik sebesar 1 , dengan asumsi variabel lain dianggap konstan cateris paribus, maka akan meningkatkan Belanja Daerah KabupatenKota di Sumatera Utara sebesar 0,729 . Hasil tersebut sesuai dengan studi yang dilakukan Prakosa 2004 bahwa Dana Alokasi Umum memiliki hubungan positif dan signifikan, dimana peningkatan terhadap Dana Alokasi Umum sebagai dana perimbangan akan meningkatkan belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dan jika dilihat dari Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 maka dapat diketahui bahwa ada kecendrungan peningkatan realisasi DAU di Sumatera Utara. Hal tersebut terjadi karena rendahnya porsi penerimaan PAD dalam menutupi anggaran Belanja Daerah. Walaupun setiap tahunnya PAD mengalami pertumbuhan namun belum bisa menutupi kekurangan belanja daerah akibat sampai dengan saat ini DAU digunakan sebagai pendanaan utama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. 2. Pendapatan Asli Daerah KabupatenKota Sumatera Utara mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah dan koefisiennya sebesar 0.053141 artinya apabila jumlah Dana Alokasi Umum naik sebesar 1 , dengan asumsi variabel lain dianggap konstan cateris paribus, maka akan Universitas Sumatera Utara 58 meningkatkan Belanja Daerah KabupatenKota di Sumatera Utara sebesar 0.053 . Dalam hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Mardiasmo 2004 yang menyatakan dengan PAD yang tinggi maka belanja daerah akan semakin besar salah satunya dengan meningkatkan subsidi pemerintah daerah kepada masyarakat lapisan bawah. Dan Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Aziz et al 2004 dalam Ferdian 2013 yang menyatakan bahwa pendapatan asli daerah akan mempengaruhi anggaran belanja pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran. 3. Pertumbuhan Ekonomi KabupatenKota Sumatera Utara memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap Belanja Daerah dan koefisiennya sebesar - 0.04664 artinya apabila terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 dengan asumsi variabel lain dianggap konstan cateris paribus, maka Belanja Daerah kabupatenkota Sumatera Utara mengalami penurunan sebesar 0.0466 . Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi Sasana 2011 yang menyatakan peningkatan pertumbuhan ekonomi PDRB rill akan meningkatkan Belanja Daerah pada kabupatenkota di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini tidak sesuai dengan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh hadi Sasana 2011 dikarenakan variabel pertumbuhan ekonomi yang digunakan yaitu nilai PDRB rill di Provinsi Jawa Barat yang setiap tahunnya tercatat mengalami peningkatan. Sementara dalam penelitian ini variabel yang digunakan yaitu laju pertumbuhan ekonomi pada kabupatenkota Sumatera Utara yang tercatat mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada saat pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan atau bahkan Universitas Sumatera Utara 59 stagnan, hal tersebut sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Yaitu dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah terhadap sektor-sektor yang produktif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan pada saat pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dan dalam keadaan stabil, peran pengeluaran pemerintah tidak lagi difokuskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi pengeluaran pemerintah sudah difokuskan kepada pengeluaran di sektor lainnya seperti pengeluaran pemerintah pada sektor publik. Sehingga variabel pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini memiliki pengaruh negatif terhadap Belanja Daerah kabupatenkota Sumatera Utara. 4. Jumlah Penduduk KabupatenKota Sumatera Utara mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah dan koefisiennya sebesar 3.615106, artinya apabila jumlah penduduk kabupatenkota di Sumatera Utara naik sebesar 1 dengan asumsi variabel lain dianggap konstan cateris paribus maka belanja daerah kabupatenkota Sumatera Utara naik sebesar 3.615 . Artinya, jumlah penduduk memiliki pengaruh yang besar terhadap belanja daerah kabupatenkota Sumatera Utara. Semakin banyak jumlah penduduk maka pengeluaran pemerintah daerah akan semakin meningkat. Hasil penelitian pada variabel Jumlah Penduduk sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi Sasana 2011 yang menyatakan meningkatnya jumlah penduduk yang semakin besar akan memerlukan anggaran yang semakin besar. Selain itu, Jumlah Penduduk juga memiliki pengaruh positif terhadap Belanja Daerah juga sesuai dengan penelitian yang Universitas Sumatera Utara 60 dilakukan oleh Mhd.Ali Akbar 2011 Peningkatan jumlah penduduk menyebakan peningkatan terhadap pengeluaran pemerintah daerah karena adanya peningkatan jumlah penduduk menyebabkan adanya peningkatan terhadap sarana dan prasarana umum, serta pengalokasian belanja yang memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan penduduk meningkat. Sehingga Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap Belanja Daerah kabupatenkota Sumatera Utara.

b. Daya Serap Belanja Daerah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

7 86 98

Pengaruh Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Jumlah Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

12 75 131

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 38 82

Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

4 48 105

Pengaruh Tax Effort, Pertumbuhan Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

7 76 100

Pengaruh Belanja Daerah, Investasi, Pendapatan Per Kapita Dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sumatera Utara

2 54 110

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Belanja Daerah Pada Pemda Di Sumatera Utara

0 46 101

Pengaruh PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

17 115 88

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara

1 41 93

Pengaruh DAU, PAD, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara

14 52 105