33
Jelaslah bahwa muara akhlak atau pun budi pekerti itu bersumber dari hati, baik itu budi pekerti yang mulia atau budi pekerti yang tercela. Karena
hati tidak terlepas dari nafsu syahwat, bisikan syaitan, bisikan malaikat, posisi akal. Tergantung dari hati tersebut dapat dengan mudah atau tidak
untuk tunduk kepada nafsu syaitan atau malaikat. Jadi keadaan hati itu selalu terkurung dan diincar dengan berbagai bisikan. Posisi hati disini harus lebih
cenderung kepada
sifat-sifat ke-Tuhan-an,
dibangun dengan
dasar ketaqwaan, dan melatihnya riyadhah dengan mencegah nafsu syahwat dan
sifat marah.
4. Pembinaan Manusia Menuju Akhlak Mulia
Al-Ghazali berpendapat bahwa peningkatan diri menuju akhlak mulia pada hakikatnya adalah upaya perbaikan akhlak, artinya suatu upaya untuk
menumbuh kembangkan sifat-sifat terpuji mahmudah dan sekaligus menghilangkan sifat-sifat tercela mazmummah pada diri pribadi seseorang.
Akhlak manusia benar-benar dapat diperbaiki, bahkan sangat dianjurkan
untuk diperbaiki sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “upayakan akhlak kalian menjadi baik” hassinuu akhlakakum, sekalipun harus diakui bahwa
usaha ini tidak mudah dilakukan sehubungan dengan perbedaan keadaan dan taraf kesedian setiap orang untuk memperbaiki dirinya.
Pandangan al-Ghazali mengenai sumber-sumber akhlak tercela adalah nafsu-nafsu yang terpatri di dalam eksistensi manusia yakni syahwat
misalnya hasrat seks dan kesenangan dan ghadhab misalnya rasa marah yang diumbar serta daya tarik dunia yang melalaikan, dan ajakan-ajakan
setan kepada manusia untuk melakukan perbuatan jahat dan keji. Sedangkan akhlak yang baik bersumber dari sifat-sifat ketuhanan, kekuatan akal dan
hikmah, ambisi dan emosi yang terkendalikan oleh akal dan syara serta terarah pada kebijakan.
Hanna Djumhana Bastaman mengemukakan mengenai `cara-cara perbaikan
akhlak yang
diungkapkan oleh
al-Ghazali yaitu
dapat
34
dikelompokkan atas tiga macam metode yang berkaitan erat satu dengan yang lainnya sebagai berikut:
a Metode taat syari’at. Metode ini berupa proses pembenahan diri, yakni membiasakan
diri dalam
kehidupan sehari-hari
untuk berusaha
semampunya dalam melakukan kebajikan dan hal-hal yang bermanfaat sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari’at, aturan-aturan negara, dan
norma-norma kehidupan bermasyarakat. Di samping itu berusaha pula untuk menjauhi hal-hal yang dilarang syara’ dan aturan-aturan yang
berlaku. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan alamiah yang sebenarnya dapat dilakukan siapa saja dalam kehidupannya
sehari-hari di masyarakat. Hasilnya akan berkembang tanpa disadari pada diri seseorang sikap dan perilaku yang positif seperti ketaatan pada
agama dan norma masyarakat, hidup tenang dan wajar, senang akan kebajikan, pandai menyesuaikan diri dan bebas dari permusuhan.
b Metode pengembangan diri. Metode yang bercorak psiko-edukatif ini didasari oleh kesadaran diri atas keunggulan dan kelemahan pribadi yang
kemudian melahirkan keinginan untuk meningkatkan sifat-sifat baik dan mengurangi sifat-sifat buruk di dalam dirinya. Dalam pelaksanaannya
dilakukan pula proses pembiasaan seperti pada metode pertama di tambah dengan usaha-usaha meneladani perbuatan baik dari orang lain
seperti meneladani perbuatan-perbuatan Rasulullah SAW. Ada sebuah hukum yang menyatakan: ”Sesuatu yang diulang-ulang akan menjadi
kebiasaan, kebiasaan yang diulang-ulang akan menjadi adat. Adat yang diulang-ulang akan menjadi sifat.” Karena itu seorang anak harus
dibiasakan dengan ajaran Islam sesuai dengan perkembangannya agar ia mempunyai sifat-sifat yang Islami dan berakhlak mulia.
45
Membiasakan diri dengan cara hidup seperti ini apabila dilaksanakan secara konsisten, maka tanpa terasa akan berkembang kebiasaan-
45
Syahminan Zaini dan Murni Ali, Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004, Cet. III, h. 40-41
35
kebiasaan dan sifat-sifat terpuji dalam kehidupan pribadi dan dalam kehidupan bermasyarakat.
Metode ini pada dasarnya mirip dengan metode pertama, hanya saja dilakukan secara lebih sadar, lebih disiplin, dan intensif, sifatnya lebih
individual daripada metode pertama. c Metode kesufian. Metode ini bercorak spiritual-religius dan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pribadi mendekati citra insan ideal. Pelatihan disiplin diri ini menurut al-Ghazali dilakukan melalui dua jalan,
yakni al-mujaahadah dan al riyaadhah. al-mujaahadah, artinya usaha dengan penuh kesungguhan untuk menghilangkan segala hambatan
pribadi harta, kemegahan, taklid, dan maksyiat, sedangkan al- riyaadhah adalah latihan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara
mengintensifkan dan meningkatkan kualitas ibadah. Kegiatan sufistik ini biasanya berlangsung dibawah bimbingan seorang guru yang benar-benar
berkualitas dalam hal ilmu, kemampuan dan wewenang serta memenuhi persyaratan sebagai mursyid.
al-Ghazali menilai bahwa hidup kesufian merupakan jalan yang benar-benar “diterangi cahaya kenabian” dan “dikehendaki Allah
Ta’ala”. Secara selintas al-Ghazali menggambarkan proses hidup kesufian yang terdiri dari tiga tahap yaitu:
1 Tahap ikhtiar dan kasab yaitu atas kehendak sendiri untuk berusaha mengosongkan hati dari hal-hal selain Allah, mengingat-Nya secara
intensif, dan melakukan i’tikaf sebagai pengintensifan ibadah dan dzikrullah.
2 Tahap mukasyafah
dan musyahadah
yaitu menyaksikan
dan mengalami sendiri terbukanya rahasia kegaiban, sehingga ”dalam
keadaan sadar melihat malaikat dan arwah para Nabi, mendengar suara mereka dan mendapat pelajaran dari mereka”.
3 Tahap kedekatan yaitu setelah melalui beberapa tahap yang lebih tinggi lagi akhirnya sampai pada tahap “dekat kepada-Nya” yang
sangat sulit digambarkan dengan kata-kata. Kondisi ini menurut Al-
36
Ghazali sama sekali bukan merupakan penyatuan diri dengan Tuhan hulul, ittihad, wusul, tetapi merupakan suatu pengalaman yang sangat
khusus. Dari ketiga metode tersebut di atas, cara kesufian inilah yang
dianggap paling tinggi oleh al-Ghazali dalam proses peningkatan derajat keruhanian, khususnya dalam meraih akhlak terpuji.
Seperti halnya ragam-ragam tipologi al-Ghazali yang coraknya bertahap, ketiga metode ini pun menurut Hanna Djumhana bertahap pula
yakni dimulai dari “taat syari’at” yang lebih adaptif-eksternal sifatnya, kemudian “pengembangan diri” yang merupakan aktualisasi internal, lalu
“hidup kesufian” yang dialogis-transendental. Ketiganya berhubungan satu dengan lainnya seperti tergambar pada skema di bawah ini:
Gambar 1 : Skema hubungan antara metode-metode peningkatan pribadi
disarikan dari pandangan al-Ghazali Metode
Kesufian yang
bercorak spiritual-religius
merupakan peningkatan dari metode pengembangan diri yang bersifat psiko-edukatif,
sedangkan metode pengembangan diri merupakan kelanjutan dari metode taat syariat.
Sesuai dengan prinsip kewajaran dan sineger tengah dalam pengembangan akhlak, maka seseorang yang menjalani hidup kesufian
misalnya tidak disarankan hidup eksklusif-aksetis dan menjauhkan diri dari lingkungan masyarakat, tetapi diharapkan untuk berkarya dalam masyarakat
Kesufian
Pengembangan Diri
Ta’at Syari’at
37
serta menjalani hidup secara normal dan wajar dengan kualitas hidup yang lebih baik dan lebih bermakna.
46
46
Misalnya, al-Ghazali, dia bertugas kembali sebagai pengajar setelah beliau menjalani hidup kesufian, dan setelah itu keluar karya-karya istimewa beliau antara lain Ihya Ulumiddin.
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islam, h. 88
38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis mengambil tempat di SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir Pamulang Tanggerang. Adapun
waktu pelaksanaannya yaitu pada bulan November sampai dengan Januari 2007.
Lokasi SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe, merupakan lokasi yang dekat dengan kampus UIN Syarif Hidayatullah sehingga mudah
dijangkau oleh penulis. SMK Khazanah Kebajikan ini pun merupakan sekolah yang dijadikan sebagai tempat PPKT Praktek Propesi Keguruan Terpadu
oleh penulis selama kurang lebih empat bulan, sehingga penulis sudah mengetahui keadaan sekolah dan sudah mengenal guru-guru serta Siswa-
siswinya dan ini memudahkan penulis dalam proses penelitian.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas I sampai kelas III SMK Khazanah Kebajikan yang memiliki 6 kelas dengan tiga jurusan
program keahlian yaitu Elektronika, Akuntansi, dan Administrasi Perkantoran. Jumlah populasi penelitian ini adalah 148 siswa. yang dapat dilihat di dalam
daftar tabel berikut ini: