1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia, baik sebagai makhluk ciptaan ilahi maupun sebagai makhluk insani mempunyai pembawaan sifat dan kedudukan secara alami atau secara
kodrati yang membedakan dirinya dengan bawaan kodrati makhluk lainnya. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan ia mempunyai pembawaan serba ganda,
dwitunggal dan serba tunggal. Dari segi pembawaan kodrati, ia terdiri dari unsur jasmani, dan sekaligus rohani, dari sifat kodrati, ia mempunyai sifat
individual egoisme, tetapi sekaligus sifat sosial, yakni merasa perlu tolong menolong ta’awun dan kerja sama dengan orang lain. Dan dari kedudukan
kodrati, ia merupakan makhluk hamba Tuhan yang mempunyai kebebasan berbuat free will namun ia tetap bergantung pada kekuatan di luar dirinya,
yakni bergantung pada batas-batas kekuatan Allah SWT predestination. Kemudian
manusia memiliki
unsur nasut
kemanusiaan dan
lahut ketuhanan. Namun demikian segala aspek pembawaan, sifat dan kedudukan
yang bersifat bawaan atau alamiah tersebut manunggal dan menyatu dalam diri manusia yang begitu unik dan spesifik.
Pembawaan kodrati manusia yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani mempunyai berbagai kebutuhan yang perlu ia penuhi. Tubuhnya atau nasut-
nya yang berasal dari materi mempunyai kebutuhan hidup kebendaan,
2
sedangkan rohaninya yang bersifat immaterial mempunyai kebutuhan spiritual. Firman Allah SWT:
ْذِإ َلﺎَﻗ
َﻚﱡﺑَر ِﺔَﻜِﺋَﻼَﻤْﻠِﻟ
ﱢﱐِإ ٌﻖِﻟﺎَﺧ
اًﺮَﺸَﺑ ْﻦﱢﻣ
اَذِﺈَﻓ.ِْﲔِﻃ ُﻪُﺘْـﻳﱠﻮَﺳ
ُﺖْﺨَﻔَـﻧَو ِﻪﻴِﻓ
ْﻦِﻣ ﻲِﺣْوﱡر
اْﻮُﻌَﻘَـﻓ ُﻪَﻟ
َﻦْﻳِﺪِﺟﺎَﺳ
ص ٣٨
:
٧۲ -
٧١
Artinya: “Ingatlah ketika
Rabbmu berfirman
kepada malaikat:
Sesungguhnya Aku akan menciptakan menusia dari tanah. Maka apabila
telah Kusempurnakan
kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya ruh ciptaan-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur
dengan sujud kepadanya.”Q.S. Shaad38 : 71-72
Untuk memacu dinamika kehidupannya, agar ia aktif kreatif dan dinamis, siap berusaha dan berkerja keras, maka pada dirinya ditanamkan
berbagai pendorong drive untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bermacam-macam. Untuk mendorong manusia dan menggerakkannya kearah
pemenuhan kebutuhannya, Allah SWT melengkapi jasmani dan rohaninya dengan berbagai daya al-quwwah yang menurut Ibnu Maskawaih dan al-
Ghazali meliputi daya ilmu, daya ghadlab marah, daya syahwah makan, minum dan seksual, dan daya ‘adalah keseimbangan.
1
Semua daya tersebut jika ditumbuh kembangkan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan, akan lahirlah akhlak dan budi pekerti mulia
akhlaq al-karimah. Namun jika sebaliknya terjadi misalnya dengan ilmu dikembangkan secara tidak seimbang seperti kepintaran yang disertai
kesombongan atau sama sekali teramat bodoh dan dungu maka merupakan akhlak yang jahat, sebaliknya hikmah arif bijaksana adalah akhlaq mulia.
Dalam hal ini akhlak mulia adalah berani syaja’ah dan perwira atau siap menjaga kehormatan ‘iffah. Dengan demikian induk dari akhlak mulia itu
meliputi arif bijaksana, berani, perwira dan adil hikmah, syaja’ah, ‘iffah dan ‘adalah ajaran akhlak yang di dasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah tersebut
sebenarnya telah dipraktekkan dalam kehidupan manusia dari masa ke masa.
1
Moh. Ardani, Nilai-Nilai AkhlakBudi Pekerti Dalam Ibadat, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001, Cet. I, h. vii
3
Tetapi untuk mewujudkan akhlak mulia dalam realitas kehidupan sehari-hari tidaklah mudah semudah membalikkan telapak tangan.
Dalam konteks Indonesia pada masa kini, dari sudut akhlak mulia seringkali kita mengamati fenomena yang memperihatinkan. Di hadapan mata
kita terpampang realitas yang sering tidak masuk akal. Akhlak mulia dan budi pekerti luhur baik pada tingkat individual maupun sosial, seolah-olah
tenggelam, dan kemerosotan akhlak dipertontonkan banyak kalangan masyarakat akhir-akhir ini. Berdasarkan gejala kemerosotan itu misalnya
semakin mudahnya
masyarakat, terutama
generasi muda,
dalam mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan obat terlarang lainnya; banyak
kasus bentrokan, tawuran pelajar baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah, sehingga proses belajar mengajar terganggu.
Menurut data kepolisian, merebaknya kasus narkoba selalu diiringi dengan merebaknya berbagai tindakan kejahatan, inilah bahaya secara sosial.
Bisa dibayangkan jika pengguna narkoba semakin banyak, berarti tingkat kejahatan akan semakin banyak.
Saat ini menurut data kepolisian para pecandu narkoba sudah mencapai 2 dari seluruh penduduk Indonesia. Jika seluruh penduduk Indonesia
berjumlah 200 juta, berarti ada 4 juta pecandu narkoba di Indonesia yang sebagian besar penggunanya adalah remaja. Data ini sebagaimana diakui
Kapolri hanya sebagian kecil saja yang berhasil di data, sementara data sebenarnya jauh lebih banyak dari yang diketahui.
2
Sedangkan data yang diperoleh LSM di Jabotabek ada 40 remaja yang suka sekali menonton film
porno, 28 remaja yang suka berjudi, 25 peminum alcohol dan 14 pecandu narkoba dari jumlah responden adalah 5.860 remaja yang berusia 13-
21 tahun.
3
Masalah akhlak dalam kemajuan teknologi yang modern ini semakin penting dan mendesak untuk dikaji dan diperlukan kumpulan fakta-fakta yang
menunjukkan bahwa kemajuan teknologi tersebut membawa lebih banyak
2
Abu al-Ghifari, Romantika Remaja, Bandung: Mujahid Press, 2004, Cet. VIII, h. 69
3
Syafari Soma dan Hajarudin, Menanggulangi Remaja Kriminal, Islam sebagai Alternatif, Bogor: CV. Bintang Tsurayya, 1995, h. 95
4
dampak negatif disamping membawa dampak positif bagi peradaban manusia. Pendidikan Agama Islam yang berfokus meliputi akhlak, aspek al-Quran,
aspek aqidah, syariah dan tarikh yang ada di sekolah menjadi tumpuan pembinaan dan perbaikan moral para siswa. Namun selama ini masih saja
terdengar bahwa pendidikan agama masih cenderung pada perkembangan aspek kognitif dan psikomotorik saja, sedangkan aspek afektif dilupakan.
Seharusnya pendidikan itu menyumbangkan ketiga ranah tersebut agar para siswa dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji.
Pendidikan benar-benar merupakan latihan fisik, mental, dan moral bagi individu-individu, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya. Dengan
pendidikan, individu-individu itu diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah, sebagai makhluk yang sempurna dan
terpilih sebagai khalifah-Nya di bumi, menjadi warga yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Seperti yang ditegaskan Azyumardi, pendidikan
lebih daripada sekedar pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri di
antara individu-individu.
4
Sekolah bukan hanya sekedar tempat belajar transfer of knowladge, namun sekaligus juga tempat memperoleh pendidikan termasuk pendidikan
karakter character building. Dalam dunia pendidikan tidak hanya semata- mata mengarahkan pengajaran pada pembinaan intelektual dan keterampilan,
tapi juga pendidikan yang berupaya membentuk kepribadian manusia yang luhur dan mulia.
Pembentukan dan pendidikan karakter melalui Pendidikan Agama Islam di sekolah merupakan usaha mulia. Sekolah bertanggung jawab bukan
hanya dalam menciptakan peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam pembentukan karakter dan kepribadian yang
sesuai dengan nilai-nilai agama. Dalam konteks ini, Zakiyah Darajat menyatakan bahwa sekolah diharapkan dapat menjadi lapangan yang baik
4
Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998, Cet. I, h. 3
5
bagi pertumbuhan kepribadian anak-anak, di samping sebagai tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang akan memupuk kecerdasannya.
5
Dengan kata lain, sekolah diharapkan menjadi lapangan sosial bagi anak-anak di mana
pertumbuhan kepribadian, moral, sosial dan segala aspek kepribadian dapat berkembang, tidak terbatas pada aspek kognisi saja.
Di samping itu, salah satu tugas para pendidik adalah mendidik akhlak dan jiwa para siswa, menanamkan rasa fadhilah keutamaan, membiasakan
mereka dengan kesopanan, mempersiapkan mereka suatu kehidupan yang suci, ikhlas dan jujur. Anak-anak selain membutuhkan kekuatan akali atau
ilmu pengetahuan tapi ia juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan dan kepribadian.
Dalam hal ini, al-Ghazali banyak mengungkapkan tentang hakikat dan perilaku manusia. al-Ghazali memandang bahwa baik-buruk akhlak yang
ditampilkan seseorang itu adalah cerminan dari kepribadiannya, karena manusia memiliki struktur jiwa yang terdiri dari nafsu, akal dan kalbu.
Akhlak merupakan pengalaman yang berhubungan dengan pribadi batin manusia, dalam usahanya untuk memperoleh keutamaan-keutamaan ruhaniah,
dan menghilangkan sifat-sifat buruk yang ada di dalam diri manusia itu. Oleh karena itu, manusia bisa dinilai baik buruknya melalui akhlaknya.
Untuk mengatasi penyakit-penyakit mental dan sosial yang terdapat pada anak-anak sekarang ini, maka harus ada sebuah penanggulangan yang
serius dari
semua kalangan
seperti halnya
membina, melatih,
dan membiasakan kembali mental rohani melalui aktifitas pendidikan agama yang
mampu membangun moral akhlak dan budi pekerti. Dalam kaitan ini, penulis merasa perlu membahas masalah tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Pembiasaan Akhlak Karimah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir.”
5
Zakiyah Darajat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, h. 48
6
B. Identifikasi Masalah