Pengaruh Persepsi tentang Tugas dan Desain Organisasi Kesehatan terhadap Kinerja Petugas dalam Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Rabies di Kota Medan Tahun 2011

(1)

PENGARUH PERSEPSI TENTANG TUGAS DAN DESAIN ORGANISASI KESEHATAN TERHADAP KINERJA PETUGAS DALAM

PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA PENYAKIT RABIES DI KOTA MEDAN TAHUN 2011

TESIS

Oleh

ERNI RISVAYANTI 097032034 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASAYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PERSEPSI TENTANG TUGAS DAN DESAIN ORGANISASI KESEHATAN TERHADAP KINERJA PETUGAS DALAM

PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA PENYAKIT RABIES DI KOTA MEDAN TAHUN 2011

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ERNI RISVAYANTI 097032034 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI TENTANG TUGAS DAN DESAIN ORGANISASI KESEHATAN TERHADAP KINERJA PETUGAS DALAM PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA PENYAKIT RABIES DI KOTA MEDAN TAHUN 2011

Nama Mahasiswa : Erni Risvayanti Nomor Induk Mahasiswa : 097032034

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

( Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe M.Si )

Ketua Anggota ( drh. Rasmaliah, M.Kes )

Ketua Program Studi Dekan

( Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si ) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji Pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : drh. Rasmaliah, M.Kes

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dr. Heldy BZ, M.P.H


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI TENTANG TUGAS DAN DESAIN ORGANISASI KESEHATAN TERHADAP KINERJA PETUGAS DALAM

PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA PENYAKIT RABIES DI KOTA MEDAN TAHUN 2011

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

Erni Risvayanti 097031034


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah SWT, Rabb seluruh alam semesta dan dengan izin-Nya pula saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Pengaruh Persepsi tentang Tugas dan Desain Organisasi Kesehatan terhadap Kinerja Petugas dalam Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Rabies di Kota Medan Tahun 2011” ini.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, saya mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, serta


(7)

seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama saya mengikuti pendidikan.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberi waktu, pikiran, serta tenaga dalam membimbing dan mengarahkan saya selama penyusunan tesis ini dengan penuh kesabaran. 5. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si selaku ketua pembimbing yang telah banyak

memberi waktu, pikiran, serta tenaga dalam membimbing dan mengarahkan saya selama penyusunan tesis ini dengan penuh kesabaran.

6. drh. Rasmaliah, M.Kes selaku anggota pembimbing yang telah banyak memberi waktu, pikiran, serta tenaga dalam membimbing dan mengarahkan saya selama penyusunan tesis ini dengan penuh kesabaran.

7. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan dr. Heldy BZ, M.P.H selaku komisi penguji yang telah banyak memberi waktu, pikiran, serta tenaga dalam membimbing dan mengarahkan saya selama penyusunan tesis ini dengan penuh kesabaran.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan dan seluruh rekan-rekan kerja yang telah memotivasi saya selama mengikuti pendidikan.

9. Suamiku tercinta dan tersayang H. Muhammad Irwan, S.T dan anakku tersayang Shafwanzikri yang selalu setia memberikan motivasi dan dukungan baik dari segi moril maupun materil, serta Ibunda Hj. Nismar, Kakak Hj. Erna Risvayani, S.E, M.Si dan Abangku DR. Suheldi, S.E, M.Si, dan juga keponakan-keponakanku yang senantiasa memberikan dorongan bagi saya selama mengikuti pendidikan


(8)

10. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2009 yang telah membantu saya selama pendidikan dan proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan tesis ini.

Saya menyadari bahwa penulisan ini mempunyai kekurangan. Untuk itu, saya menerima kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Untuk semua saran dan kritik yang disampaikan untuk perbaikan tesis ini saya ucapkan terima kasih.

Akhirnya, saya mohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak jika ditemui kekurangan dan kekhilafan selama saya mengikuti pendidikan dan penelitian berlangsung. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa yang membalas semua kebaikan yang diberikan kepada saya dengan berlipat-lipat ganda. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Erni Risvayanti, dilahirkan di Binjai pada tanggal 19 Agustus 1972, beragama Islam dengan alamat di Jalan Meranti No. 90 Binjai

Kecamatan Binjai Utara.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Taman Siswa Binjai tahun 1979–1985, tahun 1985– 1988 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Binjai, tahun 1988 – 1991 Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan, tahun 1991 – 2002 Fakultas Kedokteran (FK) UISU Medan, kemudian tahun 2009 tercatat sebagai mahasiswa pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Sejak tahun 2006 tepatnya bulan April 2006, memulai karier sebagai pegawai Negeri Sipil pada Dinas Kesehatan Kota Medan sampai dengan sekarang.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Kinerja ... 11

2.1.1. Definisi ... 12

2.1.2. Pengukuran Kinerja ... 13

2.2. Persepsi ... 15

2.2.1. Definisi ... 15

2.2.2. Pembentukan Persepsi dan Faktor-faktor Memengaruhi ... 16

2.2.3. Bentuk–bentuk Persepsi ... 19

2.2.4. Persepsi tentang Tugas ... 20

2.3.Desain Organisasi ... 22

2.3.1. Definisi ... 22

2.3.2. Dasar-dasar Pembentukan Desain Organisasi ... 23

2.3.3. Bentuk Desain Organisasi ... 24

2.3.4. Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Surveilance Pada Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit ... 25

2.4. Penyakit Rabies ... 27

2.4.1. Definisi ... 27

2.4.2. Penyebab Rabies ... 28

2.4.3. Cara Penularan Rabies ... 29

2.4.4. Masa Inkubasi Rabies ... 30

2.4.5. Gejala Rabies ... 30

2.4.6. Sejarah Rabies di Indonesia ... 32

2.5. Landasan Kerjasama ... 33


(11)

2.7. Pokok-pokok Kegiatan Sektor Kesehatan ... 38

2.7.1. Pencegahan Rabies Setelah Gigitan Hewan Penular Rabies . 38 2.7.2. Pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies ... 38

2.8. Landasan Teori ... 39

2.9. Kerangka Konsep ... 42

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Jenis Penelitian ... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3. Populasi dan Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.5.1. Variabel Independen ... 47

3.5.2. Variabel Dependen ... 48

3.6. Metode Pengukuran ... 49

3.6.1. Variabel Independen ... 50

3.6.1.1. Persepsi Tentang Tugas ... 50

3.6.1.2. Desain Organisasi... 50

3.6.2. Variabel Dependen ... 50

3.7. Metode Analisis Data ... 51

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 52

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 52

4.2. Analisis Univariat ... 53

4.2.1. Karakteristik Responden ... 53

4.2.2. Persepsi Tentang Tugas Petugas Surveilance ... 54

4.2.3. Desain Organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan ... 55

4.2.4. Desain Organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan ... 58

4.2.5. Frekuensi Kinerja Petugas Surveilance Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011 ... 61

4.3. Analisis Bivariat ... 63

4.4. Analisis Multivariat ... 65

BAB 5 PEMBAHASAN ... 67

5.1. Kinerja ... 67

5.2. Persepsi Tentang Tugas ... 68

5.2.1. Pengaruh Pemenuhan Standar Tugas terhadap kinerja Petugas Surveilance Dinas Kesehatan Kota Medan ... 68

5.2.2. Pengaruh Rentang Kendali Terhadap Kinerja ... 69

5.2.3. Pengaruh Formaliasasi Terhadap Kinerja Staf Petugas Surveilance Dinas Kesehatan Kota ... 70


(12)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

6.1. Kesimpulan ... 76

6.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilias Kuesioner Persepsi Tentang Tugas .. 46 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Desain Organisasi ... 46 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kinerja ... 47 4.1 Distribusi Karakteristik Petugas Surveilance Dinas Kesehatan Kota

Medan Tahun 2011 ... 54 4.2. Distribusi Frekuensi Persepsi tentang Tugas Petugas Surveilance Dinas

Kesehatan Kota Medan Tahun 2011 ... 55 4.3. Distribusi Jawaban Tentang Jumlah Pekerjaan Petugas Surveilance

Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011 ... 56 4.4. Distribusi Jawaban Tentang Pemenuhan Standar Tugas Petugas

Surveilance Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011 ... 57 4.5. Distribusi Frekuensi Desain Organisasi Kota Medan Dinas Kesehatan

Kota Medan Tahun 2011 ... 58 4.6. Distribusi Jawaban Tentang Departementalisasi Petugas Surveilance

Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011 ... 59 4.7. Distribusi Jawaban Tentang Formalisasi Surveilance Dinas Kesehatan

Kota Medan Tahun 2011 ... 60 4.8. Distribusi Jawaban Tentang Rentang Kendali Petugas Surveilance

Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011 ... 60 4.9. Distribusi Frekuensi Kinerja Petugas Surveilance Dinas Kesehatan Kota

Medan Tahun 2011 ... 61 4.10. Distribusi Jawaban Kinerja Petugas Surveilance Dinas Kesehatan Kota


(14)

4.11. Hubungan Persepsi Tentang Tugas terhadap Kinerja Petugas

Surveilance Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011 ... 64 4.12. Hubungan Desain Organisasi terhadap Kinerja Petugas Surveilance

Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011 ... 65 4.13. Hasil Regresi Persepsi tentang Tugas dan Desain Organisasi terhadap


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 82

2. Hasil Pengolahan Data ... 89

3. Master Data ... 100

4. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 103

5. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 104


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit rabies atau anjing gila adalah suatu penyakit yang sangat ditakuti dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini ditularkan dari hewan yang sudah terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies ini bersifat akut dan dapat menularkan dengan secara cepat kepada satu penderita dengan penderita lain melalui saliva (air liur) penderita yang sudah terkena virus rabies.

Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan penularannya kepada manusia dapat terjadi melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) terutama anjing, kucing dan kera. Timbulnya penyakit ini pada manusia dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) setelah digigit hewan yang menderita rabies (Soeharsono, 2002).

Menurut laporan WHO (2005), penyakit rabies dapat timbul akibat kelalaian manusia “neglected disease” karena penyakit ini sebenarnya dapat dicegah sebelum muncul. Penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan 55.000 kematian pertahun, hampir semuanya terjadi di negara berkembang. Jumlah yang terbanyak dijumpai di Asia sebesar 31.000 jiwa (56%) dan Afrika 24.000 jiwa (44%). Diperkirakan 30% – 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun (WHO, 2006).


(18)

Pengendalian Rabies (penyakit anjing gila) sebenarnya sampai saat ini masih merupakan permasalahan dari beberapa penyakit yang terpenting karena penyakit tersebut tersebar luas di 18 propinsi, dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi. Diperkirakan sejak tahun 2008 di Indonesia terdapat 16.000 kasus gigitan, serta belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik manusia maupun hewan. Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Penning tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh Eilerls de Zhaan tahun 1889 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Propinsi Jawa Barat dan setelah itu rabies terus menyebar ke daerah Indonesia lainnya (Elvira, 2009).

Berdasarkan laporan WHO (2005a), South East Asia Regional Office

(SEARO) mempunyai beban kerja yang besar karena sekitar 25.000 kematian terjadi pada manusia setiap tahun akibat rabies dengan jumlah terbesar terdapat di India yaitu sekitar 19.000 jiwa dan Banglades sekitar 2000 jiwa. Myanmar, Nepal, Indonesia, Srilanka dan Thailand, melaporkan sedikitnya terjadi 100 kematian manusia akibat rabies setiap tahun. Berdasarkan laporan OIE (Organization International des Epizooties), di negara berkembang penyakit rabies merupakan urutan nomor 2 (dua) yang paling ditakuti wisatawan mancanegara setelah penyakit malaria ( Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, 2007).

Penanggulangan penyakit rabies di Sumatera Utara sebenarnya sudah sejak lama diperhatikan oleh pemerintah setempat mengingat terus meningkatnya kasus


(19)

yang terjadi. Perhatian ini ditunjukkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan nomor: 443.34/1880/K/1992 yang berisi tentang koordinasi/ keterpaduan agar lebih berdaya guna secara optimal dalam penanggulangan penyakit rabies di Sumatera Utara, perlu adanya penyegaran dan pemantapan Tim Koordinasi Pencegahan Penanggulangan Penyakit Rabies dengan melaksanakan reorganisasi di dalam wadah tim koordinasi lintas sektor.

Penanggulanganpenyakit rabies belum maksimal di Medan tidak terlepas dari individu yang bekerja di dalam suatu organisasi. Bentuk tanggungjawab pada uraian tugas untuk mencapai daerah yang bebas rabies, belum dapat diwujudkan oleh karena beberapa faktor seperti faktor yang ada di dalam diri individu (pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi dan beberapa hal lainnya) maupun yang ada di luar diri individu itu sendiri (desain organisasi, uraian tugas, komitmen organisasi dan lainnya). Hal inilah yang secara keseluruhan akan menjadi faktor yang memengaruhi tercapainya pembangunan kesehatan khususnya bebas penyakit rabies. Berdasarkan hal tersebut maka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan tersebut akan dapat terwujud jika dilaksanakan secara baik oleh sumber daya manusia yang memiliki kinerja yang optimal dalam suatu tatanan struktur organisasi yang baik.

Menurut Makmuri (2004) dalam menjalankan pekerjaannya, petugas akan mendapatkan kinerja yang baik jika memiliki persepsi yang baik tentang tugas yang diberikan padanya disamping faktor penting lainnya. Petugas dalam berpendapat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang kerja yang dilakukan dan sikap terhadap pekerjaan tersebut.


(20)

Menurut Green (1980), untuk membentuk persepsi seorang individu untuk berperilaku positif pada yang dikerjakannya dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor pokok yaitu: faktor predisposisi (predisposising factors), faktor mendorong (reinforcing factors) dan faktor yang mendukung (enabling factors). Pada faktor predisposisi (predisposising) petugas bekerja dipengaruhi oleh faktor yang ada di dalam diri individu (pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi dan beberapa hal lainnya) maupun yang ada di luar diri individu itu sendiri (desain organisasi, uraian tugas, komitmen organisasi dan lainnya).

Menurut Simatupang (2008), sebagai pelaksana pelayanan kesehatan petugas kesehatan juga dapat berperan sebagai provider dan konselor. Adapun menurut Herawati (2006) petugas kesehatan dapat berperan menjadi komunikator, motivator, fasilitator dan konsultan. Menurut Makmuri (2004), dalam sebuah organisasi, pelaksanaan kerja terdiri dari dua macam dimensi desain, yaitu dimensi struktural dan dimensi kontekstual. Dalam mengevaluasi sebuah organisasi, kedua macam dimensi desain dalam organisasi itu harus diteliti, karena keduanya saling bergantung satu dengan yang lainnya. Desain organisasi juga diharapkan dapat melihat pada sisi persepsi petugas terhadap tugasnya agar seseorang cocok atau tidak bekerja di perusahaan tersebut.

Penelitian Asmulian (2007), menyebutkan bahwa ketidakcocokan seseorang akan lingkungan tempat bekerja akan membuat seseorang tidak nyaman dan dapat mengalami stres kerja. Disamping itu spesifikasi kerja sesuai bidang dan sifat kerja juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kinerja. Desain organisasi


(21)

kesehatan dalam upaya menunjukkan kinerja organisasi dituangkan dalam beberapa program, baik program yang bertujuan untuk upaya preventif, promotif, kuratif dan

rehabilitatif. Namun demikian saat ini pemerintah lebih berfokus pada bentuk upaya preventif. Salah satu bentuk program preventif yang sekarang ini sedang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan adalah program upaya penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies.

Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)rabies merupakan salah satu upaya

preventif yang berperan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat gigitan anjing yang sampai saat ini masih belum dapat dituntaskan. Pelaksanaan program ini merupakan program yang melibatkan multi sektoral baik oleh seluruh unit pelayanan kesehatan (UPK) seperti Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Instansi dan Organisasi lain yang turut mendukung program ini, di samping juga peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu (Depkes RI, 2001).

Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan organisasi yang berada digaris depan dan bertanggung jawab langsung terhadap penurunan angka kejadian yang luar biasa akibat penyakit rabies yang diderita masyarakat. Dalam upaya penanggulangan penyakit rabies suatu pengelolaan tata kerja dan dan pengorganisasian dengan tujuan pencapaian lebih efisien dan efektif. Dalam mencapai tujuan yang efektif dan efisien penanggulangan penyakit rabies, desain dan struktur organisasi Kesehatan Kota Medan telah membuat satu formasi di dalam struktur organisasinya. Bidang ini merupakan salah satu bagian dari struktur organsasi yang ada di Dinas Kesehatan Kota Medan yang berperan melaksanakan investigasi dan penanganan kasus gigitan


(22)

hewan penular rabies (HPR) serta memberikan suntikan Vaksinasi Anti Rabies (VAR) kepada pasien yang terkena gigitan HPR. Bidang ini juga berperan mengawasi proses, memilih dan mengelola aspek struktural dan mengendalikan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan bersama, pengambilan keputusan atau manajemen keputusan dan mengendalikan perilaku para petugas surveilance (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010).

Menurut Jones (2008), desain dan struktur organisasi tidak hanya menyajikan fungsi keputusan manajemen dengan menyediakan informasi untuk mengurangi kondisi ketidakpastian (uncertainty environment). Desain dan struktur organisasi juga merupakan pembuat keputusan untuk meningkatkan berbagai alternatif pilihan tindakan dengan kualitas informasi yang lebih baik. Desain sistem organisasi merupakan bagian dari sistem pengendalian organisasi yang perlu mendapat perhatian, sehingga dapat memberikan kontribusi positif dalam mendukung keberhasilan tujuan organisasi yaitu untuk menurunkan angka kasus rabies di Sumatera Utara yang semakin tinggi.

Kasus gigitan hewan penular rabies di Sumatera Utara meningkat secara signifikan. Rincian jumlah kasus rabies tahun 2009 di Sumatera Utara sebagai berikut: Kabupaten Simalungun ditemukan 1 kasus, Tapanuli Utara 1 kasus, Humbang Hasundutan 3 kasus, Dairi 1 kasus dan Batubara 1 kasus. Sementara itu pada tahun 2010 kasus rabies dilaporkan oleh 9 kabupaten/kota yaitu: Asahan 2 kasus, Tapanuli Utara 1 kasus, Samosir 3 kasus, Tapanuli Tengah 1 kasus, Nias 5 kasus, Nias Selatan 1 kasus, Dairi 1 kasus, Nias Barat 1 kasus dan Kota Gunung


(23)

Sitoli sebanyak 17 kasus. Data hingga akhir Februari tahun 2009, ditemukan 108 kasus gigitan anjing dengan 5 penderita positif rabies dan akhirnya meninggal dunia.

Kasus rabies yang ada di Kota Medan sampai pada tahun 2008 ditemukan bahwa penderita gigitan yang meyebabkan rabies berjumlah 486 kasus dengan pembagian 270 orang laki-laki dan 216 orang perempuan. Dari kelompok umur yang terkena ditemukan kasus 195 orang pada kelompok umur 15-45 tahun, 167 orang pada kelompok umur 5-14 tahun, sebanyak 54 orang pada kelompok umur 0-4 tahun dan sebanyak 70 orang pada kelompok umur > 45 tahun. Jumlah kasus yang terbanyak ada di wilayah kecamatan Medan Helvetia dengan jumlah kasus 80 orang disusul dengan kecamatan Medan Amplas dengan jumlah kasus 35 orang (Dinas Kesehatan Medan, 2010).

Kasus rabies di Sumatera Utara pada tahun 2010 mengalami peningkatan dimana jumlah kasus rabies pada tahun 2009 sebanyak 486 meningkat menjadi 1.102 kasus pada tahun 2010 dan jumlah kasus rabies yang paling tinggi dari seluruh kecamatan yang ada di Kota Medan adalah kecamatan Medan Helvetia yaitu sebanyak 80 kasus (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010).

Sementara angka penyakit rabies juga cukup tinggi di daerah Kabupaten Deli Serdang yaitu mencapai jumlah sebanyak 201 orang. Angka ini cukup tinggi disebabkan oleh karena daerah ini merupakan daerah perbatasan antara Kota Medan dengan kabupaten lainnya sehingga kecenderungan untuk meningkatnya kasus cukup tinggi (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010)


(24)

Kasus rabies di Sumatera Utara pada tahun 2010 mengalami peningkatan jumlah kasus dimana jumlah kasus rabies pada tahun 2009 sebanyak 486 meningkat menjadi 1.102 kasus pada tahun 2010 dan jumlah kasus rabies yang paling tinggi dari seluruh kecamatan yang ada di Kota Medan adalah kecamatan Medan Helvetia yaitu sebanyak 80 kasus (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010).

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di kecamatan Medan Helvetia yang merupakan kecamatan dengan kasus HPR tertinggi, pada bulan Juni 2010 ditemukan hasil 80 kasus. Angka ini meningkat 100 % dibandingkan dengan angka pada tahun 2008 yang hanya 40 kasus. Dalam upaya penanganan dan penanggulangan rabies Dinas Kesehatan Kota Medan telah melakukan koordinasi lintas sektoral dan lintas program dengan Dinas Peternakan dan Pertanian Kota Medan.

Upaya penanggulangan penyakit rabies tersebut belum menunjukkan pencapaian kinerja yang maksimal. Hal ini diprediksi peneliti dikarenakan belum maksimalnya kerjasama lintas sektoral dan lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Medan dengan Dinas Peternakan dan Pertanian Kota Medan. Ini dilihat dari kinerja individu yang belum baik dan masih kurangnya disiplin petugas masing-masing instansi di dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan padanya seperti belum dilaksanakannya standard operating procedure (SOP) yang ada, selain itu beberapa petugas juga jarang datang dan melakukan evaluasi terhadap implementasi tugas yang telah dilaksanakannya. Laporan rutin secara berkala yang seharusnya dapat dijadikan feed back untuk mengevaluasi kinerja juga belum terlaksana dengan


(25)

baik. Menurut beberapa petugas tidak adanya pemantauan yang dilakukan oleh atasan pada petugas yang ada di bagian ini membuat petugas merasa kurang bertanggungjawab pada tugas yang diembannya.

Berbagai upaya penanggulangan kasus luar biasa rabies ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi pada binatang piaraannya. Kondisi ini diperburuk lagi dengan belum dilaksanakannya evaluasi dan monitoring berkala dari instansi terkait yang menanganinya.

Berdasarkan uraian pada permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk menganalisis lebih dalam tentang penatalaksanaan dan penanggulangan wabah penyakit rabies dengan melihat persepsi tentang tugas dan desain organisasi terhadap kinerja petugas dalam upaya penanggulangan penyakit rabies di Kota Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut “Bagaimana pengaruh persepsi tentang tugas (karakteristik pekerjaan, jumlah pekerjaan, pemenuhan standar tugas) dan desain organisasi kesehatan (departementalisasi, rentang kendali, formalisasi) terhadap kinerja petugas dalam penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies di Kota Medan tahun 2011


(26)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah, untuk menganalisis pengaruh persepsi tentang tugas (karakteristik pekerjaan, jumlah pekerjaan, pemenuhan standar tugas) dan desain organisasi kesehatan (departementalisasi, rentang kendali, formalisasi) terhadap kinerja petugas dalam penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies di Kota Medan tahun 2011

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh persepsi tentang tugas (karakteristik pekerjaan, jumlah pekerjaan, pemenuhan standar tugas) dan desain organisasi kesehatan (departementalisasi, rentang kendali, formalisasi) terhadap kinerja petugas dalam penanggulangan kejadian luar biasa penyakit rabies di Kota Medan tahun 2011.

1.5.Manfaat Penelitian

1. Dinas Kesehatan

Sebagai informasi untuk mengambil kebijakan penatalaksanaan dan pengendalian wabah penyakit rabies dalam program pencegahan penyakit rabies. Selanjutnya dapat meningkatkan surveilance terpadu dengan Dinas Peternakan dan Pertanian dalam penanganan kasus tersangka maupun penderita rabies.

2. Pemerintah Daerah.

Sebagai informasi untuk mengaktifkan kembali tim koordinasi pemberantasan rabies (TIKOR) di bawah kendali pemerintah


(27)

3. Masyarakat

Meningkatkan motivasi kepada masyarakat tentang upaya pencegahan dan penanggulangan kasus gigitan hewan penular rabies terutama di lokasi endemis rabies, dilaksanakan secara terkoordinasi dengan instansi terkait. 4. Ilmu Pengetahuan

Menjadi bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan rabies melalui penyebaran informasi kepada seluruh masyarakat dan instansi terkait.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

Kinerja pada dasarnya adalah yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang petugas dalam melaksanakan tugasnya. Untuk mengetahui kinerja petugas dilakukan penilaian kinerja. Namun demikian penilaian kinerja harus dilakukan dengan tujuan memotivasi kinerja petugas sehingga menciptakan rasa puas, menciptakan budaya yang tinggi, tanggungjawab dan meningkatkan keterkaitan petugas dalam organisasi.

2.1.1. Definisi

Beberapa pendapat pakar tentang kinerja :

1. Kinerja merupakan suatu kesuksesan di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja sendiri dalam pekerjaan yang sesungguhnya tergantung kepada kombinasi antara kemampuan dan iklim kerja yang mendukungnya (Prihadi, 2004).

2. Permana (2005), menyebutkan kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu atau kelompok kerja personel, penampilan hasil karya maupun struktur, tetapi juga pada keseluruhan jajaran personel dalam organisasi.


(29)

3. Mahsun (2006) menyatakan kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategi planning

suatu organisasi.

4. Ilyas (2001), kinerja adalah penampilan hasil karya personel dalam suatu oganisasi. Simon (1993), menyebutkan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

2.1.2. Pengukuran Kinerja

Menurut Ilyas (2001), pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dilakukan secara periodik. Menurutnya penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu penilaian kemampuan personel dan pengembangan personel yang secara spesifik bertujuan untuk mengenali sumber daya manusia yang memerlukan pembinaan, menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi dan memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan.

Pada organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif.

11 12


(30)

Yuli (2005), menyebutkan penilaian prestasi kerja adalah proses penilaian prestasi kerja petugas yang dilakukan oleh organisasi terhadap petugasnya secara sistematis dan formal berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Menurut Darma (2005), bahwa pengukuran kinerja dapat dilihat dari faktor-faktor tingkat kinerja staf meliputi: (1) mutu pekerjaan, (2) jumlah pekerjaan, (3) efektifitas biaya dan inisiatif. Gibson (1996), menyatakan terdapat tiga kelompok variabel yang memengaruhi kinerja dan perilaku yaitu: (1) variabel individu, yang meliputi kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja, (2) variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek, dan sulit diukur serta kesempatan tentang

pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung ke dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan


(31)

2.2. Persepsi 2.2.1. Definisi

Persepsi dalam psikologi diartikan sebagai salah satu perangkat psikologis yang menandai kemampuan seseorang untuk mengenal dan memaknakan sesuatu objek yang ada di lingkungannya. Menurut Scheerer dalam Niven (2009), persepsi adalah representasi phenomenal tentang objek distal sebagai hasil dari pengorganisasian dari objek distal itu sendiri, medium dan rangsangan proksimal. Dalam persepsi dibutuhkan adanya objek atau stimulus yang mengenai alat indera dengan perantaraan syaraf sensorik, kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat kesadaran (proses psikologis). Selanjutnya, dalam otak terjadilah sesuatu proses hingga individu itu dapat mengalami persepsi (proses

Persepsi merupakan suatu proses

psikologis) (Niven, 2009).

seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkannya, mengalami, dan mengelola pertanda atas segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya (Hammer dan Morgan dalam Ibrahim, 2003). Menurut Abizar (2008), persepsi adalah suatu proses seseorang individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasi stimulus dari lingkungannya. Persepsi juga menentukan cara kita berperilaku terhadap suatu obyek atau permasalahan, bagaimana segala sesuatu itu memengaruhi persepsi seseorang nantinya akan memengaruhi perilaku yang dipilihnya.

Persepsi, menurut Jalaludin (2009), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Ruch (2007), persepsi adalah suatu proses tentang


(32)

petunjuk petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.

Atkinson dan Hilgard (2004), mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan Donely (1994), menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera.

Persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat kompleks, stimulus masuk ke dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson dan Hilgard, 2004). Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat memengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku

2.2.2. Pembentukan Persepsi dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi

orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri.

Proses pembentukan persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya


(33)

terjadi seleksi yang berinteraksi dengan" interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure" . Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh.

Menurut Asngari (2004), pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu. memegang peranan yang penting. Bagaimana seseorang melakukan persepsi serta bagaimana suatu rangsangan dipersepsi banyak faktor yang memengaruhinya. Suatu stimulus yang sama bisa dipersepsi berbeda oleh orang lain yang berbeda juga.

Ada beberapa karakteristik yang memengaruhi suatu persepsi seseorang yaitu: (1) faktor ciri khas dari obyek stimulus, (2) faktor-faktor pribadi, (3) faktor pengaruh kelompok dan, (4) faktor perbedaan latar belakang. Faktor dari obyek stimulus terdiri

dari: (1) nilai dari stimulus, (2) arti emosional orang yang bersangkutan, (3) familiaritas dan, (4) intensitas yang berhubungan dengan derajat kesadaran

seseorang mengenai stimulus tersebut. Termasuk di dalam faktor pribadi yaitu ciri khas individu seperti taraf kecerdasan, minat, emosional dan sebagainya.


(34)

Secara umum ada beberapa faktor yang memengaruhi persepsi yaitu : 1) Faktor-Faktor Fungsional

Faktor-faktor fungsional ini juga disebut sebagai faktor personal atau perseptor, karena merupakan pengaruh-pengaruh di dalam individu yang mengadakan persepsi seperti kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lainnya. Berarti persepsi bersifat selektif secara fungsional sehingga obyek-obyek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi biasanya obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.

Termasuk dalam faktor fungsional ini adalah pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang sosial budaya. Jadi yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus tetapi karakteristik orang menentukan respons atau stimulus.

2) Faktor-Faktor Struktural

Faktor struktural merupakan pengaruh yang berasal dari sifat stimulus fisik dan efek-efek yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu. Prinsip yang bersifat struktural yaitu apabila kita mempersepsikan sesuatu, maka kita akan mempersepsikan sebagian suatu keseluruhan. Jika kita ingin memahami sutau peristiwa, kita tidak dapat meneliti faktor-faktor yang terpisah, tetapi harus mendorongnya dalam hubungan keseluruhan.

Sebagai contoh dalam memahami seseorang kita harus melihat masalah-masalah yang dihadapinya, konteksnya maupun lingkungan sosial budayanya. Dalam mengorganisasi sesuatu, kita harus melihat konteksnya. Walaupun stimulus yang


(35)

di terima tidak lengkap, akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimulus yang kita persepsi. Oleh karena manusia selalu memandang stimulus dalam konteksnya, maka manusia akan mencari struktur pada rangkaian stimulus yang diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan, sehingga dari prinsip ini berarti obyek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama.

2.2.3. Bentuk-Bentuk Persepsi

Persepsi secara umum merupakan suatu tanggapan berdasarkan suatu evaluasi yang ditujukan terhadap suatu obyek dan dinyatakan secara verbal, sedangkan bentuk-bentuk persepsi merupakan pandangan yang berdasarkan penilaian terhadap suatu obyek yang terjadi, kapan saja, dimana saja, jika stimulus memengaruhinya. Persepsi yang meliputi proses kognitif mencakup proses penafsiran obyek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan.

Kemampuan manusia sangatlah terbatas, sehingga manusia tidak mampu memproses seluruh stimulus yang ditangkapnya. Artinya meskipun sering disadari, stimulus yang akan dipersepsi selalu dipilih suatu stimulus yang mempunyai relevansi dan bermakna baginya. Dengan demikian dapat diketahui ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.


(36)

1) Persepsi Positif

Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu obyek dan menuju pada suatu keadaan dimana subyek yang mempersepsikan cenderung menerima obyek yang ditangkap karena sesuai dengan pribadinya.

2) Persepsi Negatif

Yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu obyek dan menunjuk pada keadaan dimana subyek yang mempersepsi cenderung menolak obyek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya.

2.2.4. Persepsi tentang Tugas

Persepsi tentang tugas menurut Robbins (2002), dapat dinilai petugas dari ciri yang melekat di dalam organisasi tempatnya bekerja. Persepsi seseorang terhadap suatu objek yang ada di di luar lingkungan dirinya dipengaruhi oleh karakteristik yang ada pada diri individu itu sendiri. Karakteristik individu yang memengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan dan imbalan).

Persepsi seseorang akan pekerjaannya dapat ditunjukkan seorang dari kinerja yang dihasilkannya seperti : (1) tanggungjawab adalah kesanggupan seorang pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya (Murlis, 2004), (2) inisiatif adalah prakarsa atau kemampuan seorang pegawai untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok


(37)

tanpa menunggu perintah dari atasan (Steers, 1998), (3) jumlah pekerjaan, variabel ini berkembang berdasarkan kenyataan bahwa pekerjaan itu berbeda-beda satu sama lain di mana beberapa di antaranya lebih menarik dan menantang dibanding lainnya.

Menurut Muchlas (2004), terdapat 3 domain yang memengaruhi seorang berpersepsi terhadap tugas yang diembannya antara lain: (1) persyaratan tugas, model karakteristik pekerjaan dan ciri persyaratan tugas itu, (2) mempertimbangkan jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain, (3) penilaian jumlah pekerjaan dilakukan menggunakan indikator umpan balik dari rekan, atasan, bawahan, orientasi waktu dan menghargai produk dengan imbalan yang sewajarnya (Jain, 1990), (4) pemenuhan standar kerja.

Brocklesby, J. And Cummings yang dikutip dalam Eriyatno (1996), menyebutkan pemenuhan standar kerja merupakan proses menghasilkan suatu kegiatan yang berjalan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksanakan secara rapi, sempurna, dapat diterapkan dan akurat. Indikator yang dapat dipakai untuk menilai pemenuhan standar kerja dapat dinilai dari mutu pekerjaan dengan cara selalu menganalisis data, persiapan diri dalam bekerja, motivasi pengembangan diri, patuh pada standar kerja yang ditetapkan, rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik.


(38)

2.3. Desain Organisasi 2.3.1. Definisi

Menurut Jones (2008), desain organisasi adalah proses perkembangan hubungan dan penciptaan struktur untuk mencapai tujuan organisasi. Desain organisasi disebutkan juga merupakan gabungan dari beberapa komponen-komponen yang yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda dalam melaksanakan serangkaian pekerjaan yang harus diselesaikan dan dengan keseluruhan tujuan yang spesifik. Masing-masing komponen ini memiliki bentuk dan penampilan yang berbeda, tetapi setiap komponen organisasi memiliki tujuan dasar yang sama, setiap komponen harus melaksanakan tugasnya sendiri tetapi juga harus bisa bekerja selaras dengan komponen lainnya.

Menurut Galinsky (2008), desain organisasi adalah proses yang melibatkan keputusan - keputusan, sementara pengorganisasian adalah sebagai proses penciptaan struktur organisasi (Robbins, 2002). Struktur organisasi adalah pola tentang hubungan antara berbagai komponen dan bagian organisasi. Menurut Ivancevich (2004) desain organisasi sebagai proses penentuan keputusan untuk memilih alternatif kerangka kerja jabatan, proyek pekerjaan, dan departemen. Dengan demikian, keputusan atau tindakan-tindakan yang dipilih ini akan menghasilkan sebuah struktur organisasi.


(39)

2.3.2. Dasar-Dasar Pembentukan Desain Organisasi

Ada 8 (delapan) elemen yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika akan mendesain organisasi. Kedelapan elemen tersebut meliputi (Handoko, 2007) :

1. Departementalisasi adalah dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama

2. Rantai komando adalah garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke unit terbawah dan menjelaskan siapa yang bertanggung jawab kepada siapa. Wewenang sendiri merupakan hak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk memberikan perintah dan untuk berharap bahwa perintahnya tersebut dipatuhi

3. Rentang kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif

4. Sentralisasi-Desentralisasi. Sentralisasi adalah sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi

5. Formalisasi adalah sejauh mana pekerjaan di dalam organisasi dilakukan. 6. Rentang kendali adalah besaran komponen yang dibuat di dalam sebuah

struktur berdasarkan tugas dan fungsinya.

7. Struktur sederhana adalah sebuah struktur yang dicirikan dengan kadar departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi.


(40)

Pada organisasi formal struktur direncanakan dan merupakan usaha sengaja untuk menetapkan pola hubungan antara berbagai komponen, sehingga dapat mencapai sasaran secara efektif. Sedangkan pada organisasi informal, struktur organisasi adalah aspek sistem yang tidak direncanakan dan timbul secara spontan akibat interaksi peserta. Struktur organisasi-organisasi memberikan kerangka yang menghubungkan wewenang karena struktur merupakan penetapan dan penghubung antar posisi para anggota organisasi. Jika seseorang memiliki suatu wewenang, maka dia harus dapat mempertanggungjawabkan wewenangnya tersebut (Jones, 2008).

2.3.3. Bentuk Desain Organisasi

Bentuk dari desain organisasi ini ditentukan oleh tingkat formalisasi yang dilakukan, tingkat sentralisasi dalam organisasi, kualifikasi petugas span of control

yang ada serta komunikasi dan koordinasi yang ada dalam organisasi (Robbins, 2003). Bentuk desain organisasi terdiri dari:

a. Organic

Pada organisasi yang berbentuk organic, maka dalam organisasi ini terdapat tingkat formalisasi yang rendah, terdapat tingkat sentralisasi yang rendah, serta diperlukan training dan pengalaman untuk melakukan tugas pekerjaan. Selain itu terdapat span of control yang sempit serta adanya komunikasi horisontal dalam organisasi.


(41)

b. Mostly Organic

Pada organisasi yang berbentuk mostly organic, formalisasi dan sentralisasi yang diterapkan berada di tingkat moderat. Selain itu diperlukan pengalaman kerja yang banyak dalam organisasi ini. Terdapat span of control yang bersifat antara moderat sampai lebar serta lebih banyak komunikasi horisontal yang bersifat verbal dalam organisasi tersebut.

c. Mechanistic

Pada organisasi yang berbentuk mechanistic, terdapat ciri-ciri yaitu: adanya tingkat formalisasi yang tinggi, tingkat sentralisasi yang tinggi, training atau pengalaman kerja yang sedikit atau tidak terlalu penting, ada span ofcontrol yang lebar serta adanya komunikasi yang bersifat vertikal dan tertulis.

d. Mostly Mechanistic

Pada jenis organisasi ini, terdapat ciri-ciri yaitu: adanya formalisasi dan sentralisasi pada tingkat moderat, adanya training-training yang bersifat formal atau wajib, span of control yang bersifat moderat serta terjadi komunikasi tertulis maupun verbal dalam organisasitersebut.

2.3.4. Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Surveilance pada Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit

Tugas pokok dan fungsi surveilance petugas pengendalian pemberantasan penyakit berdasarkan SK. Menkes RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilance Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu sebagai berikut:


(42)

1. Uraian Tugas dan Fungsi Petugas Surveilance pada Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Medan

1.

Uraian tugas seksi pengendalian dan pemberantasan penyakit di Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2010 terdiri dari :

2.

Penyiapan rencana, program dan kegiatan seksi pengendalian dan pemberantasan penyakit.

3.

Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengendalian dan pemberantasan penyakit.

4.

Penyiapan bahan dan data penyelenggaraan pengendalian surveilance epidemiologi, pengendalian penyakit menular langsung, pengendalian penyakit bersumber binatang, pengendalian penyakit tidak menular, imunisasi, kesehatan mata dan penyelidikan kejadian luar biasa (KLB).

5.

Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.

2.

Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala bidang sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Uraian Tugas dan Fungsi Petugas Surveilance 1.

di Puskesmas: Pengumpulan dan pengolahan data

Unit surveilance Puskesmas mengumpulkan dan mengolah data Surveilance

Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas harian bersumber dari register rawat jalan dan register rawat inap di Puskesmas dan Pusksmas Pembantu, tidak termasuk data dari unit pelayanan bukan puskesmas dan kader kesehatan


(43)

2. Analisis serta rekomendasi tindak lanjut

3.

Unit surveilance Puskesmas melaksanakan analisis bulanan terhadap penyakit potensial KLB di daerahnya dalam bentuk tabel menurut desa / kelurahan dan grafik kecenderungan penyakit mingguan, kemudian menginformasikan hasilnya kepada Kepala Puskesmas, sebagai pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS) atau sistem kewaspaan dini penyakit peningkatan jumlah penderita penyakit potensial KLB tertentu.

Umpan balik

4.

Unit surveilance Puskesmas mengirim umpan balik bulanan absensi laporan dan permintaan perbaikan data ke Puskesmas Pembantu di daerah kerjanya. Laporan

Setiap minggu, Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana formulir PWS KLB.

2.4. Penyakit Rabies 2.4.1. Definisi

Rabies telah dikenal sejak zaman dahulu dan dinilai sangat penting sehingga dicatat pada salah satu prasasti yang dibuat pada zaman kekuasaan raja Hammurabi (2300 SM). Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi akut (bersifat zoonosis) pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan hewan penular terutama anjing, kucing dan kera. Penyakit ini selalu


(44)

diakhiri dengan kematian pada hewan dan manusia bila telah menunjukkan gejala klinis (Depkes, 2000).

Rabies merupakan zoonosis yang penting karena anjing selalu dekat kepada manusia sebagai hewan peliharaan. Penyakit ini hampir selalu menimbulkan kematian dan kerugian ekonomi yang besar (Soejoedono, 2004). Menurut Hubbert (2006) rabies atau dikenal juga dengan istilah penyakit anjing gila adalah penyakit infeksi yang bersifat akut pada susunan saraf. Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat. Hewan berdarah panas dan manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan.

Pengertian dari Penyakit anjing gila atau yang dikenal dengan penyakit Rabies merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit anjing gila ini mempunyai sifat zoonotik yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan pada manusia. Penyakit kepada manusia melalui gigitan (Depkes, 2009).

2.4.2. Penyebab Rabies

Penyebab rabies adalah virus famili Rhabdoviridae yang termasuk dalam golongan ordo Mononegavirales, genus Lyssavirus (Greek lyssa : rabies). Lyssavirus


(45)

virus (LBV); 3. Mokola virus (MOKV); 4. Duvenhage virus (DUVV); 5. European bat lyssavirus 1 (EBLV-1); 6. European bat lyssavirus 2 (EBLV-2); dan 7.

Australianbat lyssavirus (ABLV) (WHO, 2005 b).

Virus rabies ini berbentuk seperti peluru (bahasa Yunani : rhabdo= bentuk batang ), dengan ukuran panjang sekitar 180 x 10-7 mm dan lebar 65 x 10-7 mm di bawah mikroskop elektron. Pada lapisan permukaan virus ini terdapat envelope yang tersusun atas 50% lemak dan 50% protein tergolong RNA. Virus ini sensitif dengan pelarut lemak (larutan sabun, eter, kloroform, aseton), etanol 45-70% dan preparat iodine (Meslin, 1994). Virus rabies dapat menginfeksi semua hewan berdarah panas, dan pada hampir semua kejadian infeksinya akan berakhir dengan kematian (Fenner,1995).

2.4.3. Cara Penularan Rabies

Air liur hewan positif rabies yang mengandung virus menularkan virus melalui gigitan atau cakaran. Sekitar 70 % anjing yang tertular rabies mengandung virus di dalam salivanya. Meskipun jarang, infeksi juga dapat terjadi lewat kulit yang lecet atau conjuntiva yang kontak lewat saliva. Pada gua kelelawar yang mengandung virus rabies dalam jumlah sangat tinggi, penyebaran melalui udara pernah dilaporkan terjadi. Penularan rabies melalui transplantasi organ (cornea) dari orang yang meninggal karena penyakit sistem saraf pusat yang tidak terdiagnosa sebelumnya kemungkinan dapat menularkan rabies kepada penerima organ tadi (Chin, 2000).


(46)

2.4.4. Masa Inkubasi Rabies

Masa inkubasi sangat tergantung dari tingkat keparahan luka, lokasi luka yang erat kaitannya dengan kepadatan jaringan saraf di lokasi luka dan jarak luka dari otak. Masa inkubasi rabies bervariasi sekitar 10 hari sampai 6 bulan. Biasanya berlangsung antara 3-8 minggu. Masa inkubasi akan semakin pendek jika gigitan semakin dekat dengan kepala. Gigitan di daerah kepala mempunyai masa inkubasi sekitar antara 30 – 48 hari, sedangkan gigitan di daerah tangan 40-59 hari (Schnurrenberger, 1991). Masa inkubasi lebih pendek pada anak-anak, karena anak-anak umumnya terkena gigitan di daerah kepala dan leher (Bell, 1995).

2.4.5. Gejala Rabies

1. Hewan

Ada 2 (dua) bentuk rabies pada hewan terutama anjing, yakni dumb rabies (bentuk tenang) dan furious rabies (bentuk ganas/beringas). Hewan yang terjangkit rabies menunjukkan gejala umum dengan adanya kelainan pada tingkah laku. Anjing yang biasanya galak dapat tampak kehilangan sifat galak, sedangkan anjing yang semula sangat jinak cenderung bersembunyi (menyendiri) dan menjadi galak. Pada tipe rabies ganas, hewan tidak menuruti lagi perintah pemilik dan terlihat air liur yang keluar berlebihan. Hewan menjadi ganas, menyerang atau menggigit apa saja yang ditemui dan ekornya dilengkungkan ke bawah perut diantara dua paha. Terjadi kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul gejala atau paling lama 12 hari setelah penggigitan. Bentuk ganas/beringas lebih banyak


(47)

dijumpai pada anjing, kucing dan kuda dibanding sapi dan spesies hewan laboratorium (Fenner,1995).

Pada tipe rabies tenang, hewan bersembunyi ditempat gelap dan sejuk. Kejangkejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat. Kelumpuhan terjadi sehingga tidak mampu menelan. Mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan. Kematian terjadi dalam waktu singkat (Soeharsono 2002).

2. Manusia

Pada manusia untuk mengetahui tanda-tanda rabies, yang pertama harus diperhatikan adalah riwayat gigitan oleh hewan seperti anjing atau hewan penular rabies (HPR) lainnya. Berdasarkan diagnosa klinik gejala klinis rabies terbagi menjadi 4 stadium (Depkes, 2007a), yaitu :

a. Stadium Prodromal

Gejala-gejala awal berupa demam, mual, malaise dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.

b. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi berlebihan terhadap rangsangan sensorik.

c. Stadium Excitasi

Tonus otot-otot dan aktifitas simpatis jadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,

hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium


(48)

ialah adanya bermacam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah

hidrofobi.

Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsi dan takikardi. Tindak tanduk penderita menjadi maniakal. Gejala-gejala excitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal.

d. Stadium Paralisis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium excitasi. Kadang kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala excitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paralysis otot-otot pernafasan.

2.4.6. Sejarah Rabies di Indonesia

Rabies merupakan penyakit zoonosis yang telah lama ada di Indonesia dan telah menyebar ke berbagai propinsi. Kejadian rabies pertama kali dilaporkan terjadi pada seekor kerbau oleh J.W. Esser (1884), kemudian dilaporkan oleh Penning yang terjadi pada seekor anjing di Jawa Barat (1889), dan kejadian rabies pada manusia dilaporkan pertama kali oleh Eilers de Zhaan pada tahun 1894 (Depkes, 2007a).

Setelah Perang Dunia ke-II kasus rabies di Indonesia ditemukan di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), DI Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971). Soeharso (2002), menuliskan pada tahun 1972 ditemukan kasus pertama rabies di DKI Jakarta. Kasus pertama rabies di Bengkulu dan Kalimantan Timur (1974), Riau (1975) dan Kalimantan Tengah (1978). Penyakit


(49)

rabies kembali meluas ke Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1983 dan pada akhir tahun 1997, wabah rabies muncul di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara, 2006b).

2.5. Landasan Kerjasama

Program pembebasan rabies merupakan Kesepakatan Nasional dan merupakan kerjasama kegiatan 3 (tiga) Departemen, yaitu Departemen Pertanian (Direktorat Jenderal Peternakan), Departemen Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Pembinaan Umum dan Otonomi Daerah) dan Departemen Kesehatan (Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman) dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Nomor: 279A/Men.Kes/SK/VIII/ 1978,

Nomor: 522/Kpts/Um/8/78 dan Nomor: 143 Tahun 1978 yang dikeluarkan tanggal 15 Agustus 1978. Program ini dimulai pada Pelita V (1989 - 1993) di Pulau Jawa dan Kalimantan dan kemudian pada Pelita VI (1994-1998) diperluas ke semua pulau tertular yaitu Pulau Sumatera dan Sulawesi.

2.6. Metode Pencegahan Penyebaran dan Eliminasi Agen Penyebab

Metode awal untuk mencegah penyebaran rabies dan eliminasi agen penyebab secara alamiah, adalah dengan cara sedapat mungkin menghindari gigitan, baik dari anjing peliharaan apalagi gigitan anjing liar atau yang diliarkan. Pendekatan ini terutama harus diterapkan pada anak-anak dan remaja yang berpotensi mendapat serangan gigitan. Mengurangi atau meniadakan tempat-tempat pembuangan sampah


(50)

yang berpotensi untuk berkumpul dan bertemunya anjing, sekaligus akan mengurangi atau meniadakan kesempatan kontak antar anjing.

Sasaran pemberantasan penyakit rabies ditujukan terhadap anjing atau hewan penular rabies (HPR) yang tidak diketahui status vaksinasinya, baik anjing peliharaan maupun anjing liar. Berdasarkan laporan penelitian tentang Analisis Epidemiologi

Data Surveillance Rabies di Indonesia oleh Padri dkk (1986), diketahui adanya korelasi antara jumlah penduduk, jenis kelamin dan golongan umur, orang yang mendapat vaksin anti rabies, total gigitan, populasi anjing, jumlah anjing menggigit, jumlah spesimen diperiksa, jumlah spesimen yang positif dan jumlah hewan yang divaksinasi dengan prevalensi rabies.

Pada suatu daerah atau pulau yang bebas rabies kemungkinan hewan terjangkit rabies bisa saja terjadi, karena masuknya anjing atau hewan penular rabies (HPR) dari daerah tertular. Untuk melindungi daerah yang bebas rabies, tindakan pengawasan lalu lintas anjing dan hewan penular rabies yang masuk dari luar secara ketat harus dilakukan dengan konsisten.

Luas daerah rawan bergantung kepada faktor-faktor seperti jumlah dan spesies hewan tertular dan hewan kontak, lokasi geografis, lalu lintas anjing dan HPR lainnya yang diketahui maupun yang tidak terawasi. Arus lalu lintas yang tidak terawasi adalah aspek kritis bagi pengendalian rabies di daerah. Dalam skala praktis di lapangan, daerah (desa, kecamatan, kabupaten) yang bersinggungan/berbatasan dengan daerah tertular/wabah dianggap sebagai daerah rawan.


(51)

Setiap anjing dan HPR yang menggigit harus dianggap sebagai hewan tertular atau tersangka rabies. Tindakan observasi selama 10-14 hari harus diterapkan. Apabila hasil observasi negatif, pemusnahan paska observasi dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi-kondisi tertentu seperti atas permintaan pemilik atau kondisi anjing sudah tidak layak untuk dipelihara lebih lanjut. Semua anjing dan HPR lain yang berada di wilayah administratif daerah yang terjadi wabah dinyatakan sebagai hewan tertular rabies sah dijadikan sasaran eliminasi. Hewan yang masuk dari luar ke dalam daerah wabah, terutama yang masuk secara ilegal dapat pula menjadi target pemusnahan. Pemusnahan dilakukan terutama terhadap anjing, kucing dan kera yang mempunyai potensi sangat besar dalam menularkan dan menyebarkan rabies (Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara, 2006).

Hewan-hewan yang kontak dengan penderita rabies bisa saja menimbulkan masalah yang lebih besar daripada hewan tertular. Tanda-tanda klinis dari hewan tertular dapat terlihat setelah beberapa jam, beberapa hari, satu minggu atau paling lama dua minggu (Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara, 2006b). Keunikan rabies adalah masa inkubasi penyakit ini cukup lama, dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Sehingga, seseorang bisa saja membawa anjing yang diperkirakan sehat sementara sudah terdapat virus rabies dalam tubuhnya dari daerah tertular.

Tindakan karantina untuk memudahkan observasi, baik untuk hewan-hewan yang kontak dengan penderita rabies maupun anjing atau HPR lain yang menggigit, merupakan prosedur yang harus ditempuh sampai diperoleh kepastian bahwa hewan tersebut bebas rabies. Pada dasarnya hewan-hewan yang kontak dengan penderita


(52)

rabies maupun anjing yang menggigit sama sekali tidak boleh dibunuh sebelum hasil observasi dikeluarkan. Dengan pola inilah rabies menyebar dari satu propinsi ke propinsi lain (Soedarsono, 2003).

Kasus rabies dipastikan maka suatu langkah yang cepat harus dilakukan untuk menetapkan daerah tertular (DT) dan daerah rawan (DR) yang mengelilingi DT, dengan merujuk dan mempedomani secara ketat ketentuanketentuan yang berlaku secara nasional. Keberadaan DT berlaku hanya sampai dinyatakan bahwa anjing liar di daerah tertular sudah dimusnahkan, daerah tersebut kemudian didesinfeksi dan HPR peliharaan lainnya di DT divaksinasi. Tidak ada lalu lintas HPR dan hewan yang tidak di vaksinasi masuk maupun keluar DT. Setelah kasus rabies dapat dihilangkan dari DT dan hewan-hewan peka lainnya telah divaksinasi, maka DT bisa diturunkan menjadi DR dan hewan yang ada di DT tersebut tetap berada di bawah pengawasan dan kontrol yang ketat petugas Dinas Peternakan setempat.

Anjing yang menggigit di daerah wabah dianggap telah tertular sehingga harus ditangkap dan dibunuh. Khususnya kalau anjing itu anjing, liar atau diliarkan. Kepala atau otak langsung dikirim ke laboratorium untuk menegakkan diagnosa. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi jiwa manusia dan sekaligus mengurangi korban. Apabila anjing tersebut ada pemiliknya perlu dilihat catatan atau informasi mengenai vaksinasinya. Tindakan terhadap hewan berpemilik yang telah divaksin apabila menggigit/mencakar dan terhadap hewan berpemilik yang kontak dengan hewan tertular rabies adalah: Isolasi dan observasi selama 14 hari, jika dalam masa observasi tetap hidup dibebaskan tetapi jika hewan tidak, maka anjing tersebut harus


(53)

dimusnahkan. Jika dalam masa observasi anjing mati, otaknya harus dikirim ke laboratorium untuk peneguhan diagnosa rabies.

Tindakan terhadap hewan berpemilik yang tidak divaksin apabila menggigit/mencakar adalah isolasi dan observasi selama 14 hari. Jika dalam masa

observasi anjing/kucing tetap hidup dibebaskan, Jika dalam masa observasi

anjing/kucing mati maka otaknya harus dikirim ke laboratorium untuk meneguhkan

diagnosa rabies.

Tindakan terhadap hewan yang tidak ada pemiliknya apabila menggigit/mencakar adalah anjing dibunuh dan spesimen otak dikirim ke laboratorium untuk meneguhkan diagnosa rabies. (Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara, 2006b). Bertitik tolak dari langkah operasional pelaksanaan pembebasan rabies menurut Departemen Peternakan R.I (2006), salah satu kegiatan yang dilakukan adalah penertiban dan pengawasan pemeliharaan anjing dengan menetapkan beberapa ketentuan, yaitu :

1. Setiap anjing berpemilik harus divaksinasi.

2. Bagi anjing berpemilik yang tidak divaksinasi dilakukan eliminasi. 3. Anjing dipelihara di halaman dan tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran. 4. Bila rumah tidak berpagar rapat, anjing harus diikat dengan rantai yang

panjangnya tidak lebih dari 2 m.

5. Anjing yang sudah divaksinasi diberi tanda.

6. Apabila hendak dibawa keluar halaman, anjing harus diikat dengan rantai/tali dan moncongnya di berangus.


(54)

7. Pemilik anjing wajib mendaftarkan anjingnya pada ketua RT dan wajib melakukan vaksinasi rabies terhadap anjingnya secara teratur setiap tahun

2.7. Pokok-pokok Kegiatan Sektor Kesehatan

2.7.1. Pencegahan Rabies setelah Gigitan Hewan Penular Rabies

Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dengan sabun atau detergen selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70%, betadine, jodium).

Pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun di Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali pencucian luka seperti di atas. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi yang tidak terlalu erat dan tidak menghalangi pendarahan dan drainase. Bila memang perlu sekali untuk dijahit dengan alasan kosmetik dan dukungan jaringan. Jahitan dilakukan setelah pemberian Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikkan di sekitar luka. Disamping itu harus dipertimbangkan pula perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik (Depkes, 2007a).

2.7.2. Pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies

Pemberian vaksin anti rabies (VAR) disertai serum anti rabies (SAR) harus didasarkan jawaban atas pertanyaan terhadap penderita yang meliputi: bagaimana


(55)

bentuk paparan (kontak/jilatan/gigitan), lokasi kejadian (di daerah bebas / tertular / terancam), apakah di dahului tindakan provokatif/tidak), apakah hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies, hewan yang menggigit (hilang/lari/dibunuh), hewan yang menggigit mati (tetapi masih diragukan menderita rabies), penderita pernah mendapat vaksin anti rabies (kapan) dan hewan yang menggigit pernah mendapat VAR (kapan).

Pada luka gigitan sebaiknya dilakukan identifikasi luka dengan resiko tinggi ; jilatan / luka pada mukosa, luka di atas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan, kaki, genitalia, luka yang lebar/ dalam dan banyak (multiple). Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Pada luka resiko rendah yaitu jilatan pada kulit luka, lecet akibat garukan atau luka kecil di sekitar tangan, badan dan kaki, hanya diberikan VAR saja. Apabila terjadi kontak (dengan air liur hewan tersangka rabies/hewan rabies atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR (Depkes, 2007a).

2.8. Landasan Teori

Gibson (1996), menyatakan terdapat tiga kelompok variabel yang memengaruhi kinerja dan perilaku yaitu: (1) variabel individu, yang meliputi kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi kinerja individu, sedangkan


(56)

demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja, (2) variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi.

Kinerja merupakan suatu kesuksesan di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja sendiri dalam pekerjaan yang sesungguhnya tergantung kepada kombinasi antara kemampuan dan iklim kerja yang mendukungnya (Prihadi, 2004).

Menurut Muchlas (2004), terdapat 3 domain yang memengaruhi seorang berpersepsi terhadap tugas yang diembannya antara lain: (1) persyaratan tugas, model karakteristik pekerjaan dan ciri persyaratan tugas itu, (2) mempertimbangkan jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain, (3) penilaian jumlah pekerjaan dilakukan menggunakan indikator umpan balik dari rekan, atasan, bawahan, orientasi waktu dan menghargai produk dengan imbalan yang sewajarnya (Jain, 1990), (4) pemenuhan standar kerja.

Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)rabies merupakan salah satu upaya

preventif yang berperan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat gigitan anjing yang sampai saat ini masih belum dapat dituntaskan. Pelaksanaan program ini merupakan program yang melibatkan multi sektoral baik oleh seluruh unit pelayanan kesehatan (UPK) seperti Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Instansi dan Organisasi lain yang turut mendukung program ini, di samping juga peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu (Depkes RI, 2001).


(57)

Pada suatu organisasi penanggulangan penyakit rabies suatu pengelolaan tata kerja dan pengorganisasian dengan tujuan pencapaian lebih efisien dan efektif. Dalam mencapai tujuan yang efektif dan efisien penanggulangan penyakit rabies, desain dan struktur organisasi Kesehatan Kota Medan telah membuat satu formasi di dalam struktur organisasinya. Bidang ini merupakan salah satu bagian dari struktur organsasi yang ada di Dinas Kesehatan Kota Medan yang berperan melaksanakan investigasi dan penanganan kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) serta memberikan suntikan Vaksin Anti Rabies (VAR) kepada pasien yang terkena gigitan HPR. Bidang ini juga berperan mengawasi proses, memilih dan mengelola aspek struktural dan mengendalikan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan bersama, pengambilan keputusan atau manajemen keputusan dan mengendalikan perilaku para petugas surveilance (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2010).

Indikator yang dapat dipakai untuk menilai pemenuhan standar kerja dapat dinilai dari mutu pekerjaan dengan cara selalu menganalisis data, persiapan diri dalam bekerja, motivasi pengembangan diri, patuh pada standar kerja yang ditetapkan, rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik.


(58)

2.9. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen

Variabel dependen

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Desain Organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan: 1. Departementalisasi 2. Rentang Kendali 3. Formalisasi

Kinerja Petugas

Surveilance Persepsi Tentang Tugas:

1. Karakteristik Pekerjaan 2. Jumlah Pekerjaan


(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan survei analitik (explanatory research), dengan menggunakan desain cross sectional. Survei analitik yang digunakan dalam penelitian ini tanpa memberikan perlakuan atau intervensi pada responden.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Dinas Kesehatan Kota Medan Waktu penelitian akan dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, konsultasi, penyusunan proposal, kolokium dan dilanjutkan dengan penelitian lapangan, pengumpulan data, analisa data serta penyusunan laporan penelitian atau seminar hasil. Penelitian berlangsung selama empat bulan yang dimulai dari bulan Juni 2011 sampai dengan selesai.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas surveilance yang berada pada Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kota Medan yang berjumlah 39 orang. Mengingat jumlah populasi yang ada maka seluruh populasi akan dijadikan sampel dalam penelitian ini.


(60)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara berdasarkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang berisi tentang pertanyaan yang berhubungan dengan persepsi tentang tugas (karakteristik pekerjaan, jumlah pekerjaan, pemenuhan standar tugas) dan desain organisasi (departementalisasi, rentang kendali, formalisasi) serta pertanyaan yang berhubungan dengan kinerja.

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dengan mengumpulkan data dari beberapa dokumen yang ada seperti catatan, laporan historis yang tersusun dalam arsip data dokumenter yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Bentuk arsip seperti: uraian tugas pelaksana surveilance, absensi, jadwal rapat rutin, laporan bulanan, triwulan, laporan tahunan serta evaluasi untuk melihat keberhasilan kerja surveilance dan hal-hal yang dianggap perlu di dalam mendukung pelaksanaan tugas surveilance.


(1)

Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1

.899

a

.809

.765

.325

a. Predictors: (Constant), formalisasi, jumlah pek, spesialisasi

pekerjaan, karakteristik pekerjaan, Departementalisasi, rentang kendali,

pemuhan std tugas

ANOVA

b

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

13.807

7

1.972

18.701

.000

a

Residual

3.270

31

.105

Total

17.077

38

a. Predictors: (Constant), formalisasi, jumlah pek, spesialisasi pekerjaan, karakteristik pekerjaan,

Departementalisasi, rentang kendali, pemuhan std tugas

b. Dependent Variable: kinerja

Coefficients

a

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

.161

.260

.620

.540

karakteristik pekerjaan

-.053

.075

-.060

-.700

.489

jumlah pek

.014

.092

.014

.150

.882

pemuhan std tugas

.636

.118

.659

5.389

.000


(2)

ANOVA

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

13.807

7

1.972

18.701

.000

a

Residual

3.270

31

.105

Total

17.077

38

a. Predictors: (Constant), formalisasi, jumlah pek, spesialisasi pekerjaan, karakteristik pekerjaan,

Departementalisasi, rentang kendali, pemuhan std tugas


(3)

PENGARUH PERSEPSI TENTANG TUGAS DAN DESAIN ORGANISASI TERHADAP KINERJA

SURVEILANCE

DI DINAS KOTA MEDAN

No Umur JK Status Pdkn LK

Metode Isi dan Bentuk

Kegiatan Pengetahuan skor ket Sikap Skor Ket

1 2 3 4 5 skor ket 1 2 3 4 5 skor ket 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 30 1 2 1 1 3 3 5 4 5 20 B 3 3 5 4 5 20 B 4 4 5 2 4 5 5 1 5 2 37 B 3 3 5 4 4 3 3 3 4 4 36

2 54 1 2 2 1 4 5 3 4 3 19 B 2 4 3 4 3 16 S 5 4 5 2 5 2 3 5 1 4 36 B 1 1 2 1 5 1 2 5 1 1 20

3 46 1 2 3 2 2 2 1 2 2 9 K 2 2 4 3 2 13 S 4 2 3 4 4 5 3 3 5 4 37 B 3 5 5 2 4 2 4 4 3 4 36

4 52 1 2 3 2 3 4 2 2 3 14 S 3 4 4 4 5 20 B 5 2 2 3 4 5 5 3 5 4 38 B 5 5 3 4 3 3 3 4 5 3 38

5 43 1 2 2 3 5 5 3 5 3 21 B 1 1 2 1 3 8 K 3 5 3 5 5 2 2 2 5 5 37 B 2 2 1 3 4 2 3 2 4 5 28

6 40 1 2 2 2 2 5 5 5 4 21 B 2 5 5 5 4 21 B 3 4 4 5 5 2 2 5 4 3 37 B 4 5 4 3 3 5 5 5 2 1 37

7 37 1 2 2 3 5 4 4 5 4 22 B 5 4 2 2 4 17 S 2 5 2 1 2 4 4 5 3 1 29 S 2 4 4 2 1 5 3 4 5 3 33

8 31 1 2 1 1 5 2 5 5 4 21 B 5 2 5 5 4 21 B 2 5 5 2 5 4 2 4 4 4 37 B 2 1 1 2 1 2 4 3 3 1 20

9 25 1 1 2 1 4 4 4 5 4 21 B 4 4 4 5 4 21 B 4 3 5 4 3 4 4 4 3 3 37 B 4 3 5 5 3 2 3 2 5 5 37

10 33 1 2 1 3 5 4 4 5 4 22 B 2 1 2 2 2 9 K 4 4 2 2 2 4 5 2 3 2 30 S 2 2 1 4 1 2 1 1 2 1 17

11 30 1 2 3 1 3 5 4 4 5 21 B 3 5 4 4 5 21 B 3 3 5 4 4 3 3 3 4 4 36 B 3 3 5 4 4 5 4 4 3 2 37

12 25 1 1 2 1 1 2 2 1 1 7 K 4 2 4 5 5 20 B 4 2 5 2 5 5 5 5 5 1 39 B 4 5 4 3 3 3 4 2 5 3 36

13 27 1 1 1 1 5 2 5 3 5 20 B 5 2 5 3 5 20 B 3 5 5 2 4 2 4 4 3 4 36 B 5 5 5 4 2 4 2 4 4 4 39

14 23 1 1 3 1 2 2 4 3 2 13 S 2 2 4 3 2 13 S 5 5 3 4 3 3 3 4 5 3 38 B 2 4 1 3 3 2 2 3 4 2 26

15 21 1 2 1 1 4 5 5 3 5 22 B 4 5 5 3 5 22 B 2 2 1 3 4 2 3 2 4 5 28 S 3 4 5 5 4 2 4 3 4 3 37

16 33 1 2 2 2 4 4 5 5 3 21 B 1 1 2 2 2 8 K 4 5 4 3 3 5 5 5 2 1 37 B 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 25

17 19 1 2 2 1 2 4 4 5 4 19 B 2 4 4 5 4 19 B 2 4 4 2 1 5 3 4 5 3 33 S 3 1 3 3 3 2 5 4 3 1 28

18 43 1 2 3 2 5 5 5 4 2 21 B 5 5 5 4 2 21 B 2 1 1 2 1 2 4 3 3 1 20 K 2 5 5 4 4 3 3 4 4 3 37


(4)

23 31 1 2 3 3 3 5 3 5 5 21 B 3 5 3 5 5 21 B 5 5 5 4 2 4 2 4 4 4 39 B 5 3 4 4 4 5 4 5 5 3 42

24 22 1 1 2 2 5 5 4 3 3 20 B 5 5 4 3 3 20 B 2 4 1 3 3 2 2 3 4 2 26 S 4 5 3 5 3 3 3 4 4 2 36

25 48 1 1 3 1 4 5 5 5 2 21 B 4 5 5 5 2 21 B 3 4 5 5 4 2 4 3 4 3 37 B 2 2 2 3 3 3 2 1 1 1 20

26 52 1 2 3 1 5 5 5 4 4 23 B 5 5 5 4 4 23 B 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 25 S 4 5 5 4 4 2 5 2 5 2 38

27 42 1 3 3 1 5 5 5 3 2 20 B 5 5 5 3 2 20 B 3 1 3 3 3 2 5 4 3 1 28 S 3 4 5 4 4 5 5 4 2 2 38

28 19 1 1 1 2 5 5 3 5 3 21 B 5 5 3 5 3 21 B 2 5 5 4 4 3 3 4 4 3 37 B 5 5 5 3 2 5 3 4 3 3 38

29 32 1 1 1 2 5 4 4 4 3 20 B 5 4 4 4 3 20 B 3 3 3 3 4 2 2 1 5 2 28 S 2 2 3 2 1 2 1 1 1 1 16

30 19 1 1 2 2 2 4 5 4 4 19 B 2 4 5 4 4 19 B 4 5 4 5 2 3 4 3 2 5 37 B 5 4 4 1 2 3 4 5 4 5 37

31 22 1 1 1 1 4 5 5 3 5 22 B 4 5 5 3 5 22 B 2 3 3 1 1 4 3 1 1 1 20 K 2 3 2 3 4 2 3 2 1 2 24

32 42 1 1 2 3 4 4 5 5 3 21 B 4 4 5 5 3 21 B 3 2 1 3 3 2 2 1 1 5 23 S 4 4 5 4 3 3 3 2 4 5 37

33 40 1 2 1 2 2 4 4 5 4 19 B 2 4 4 5 4 19 B 1 1 2 1 1 3 3 2 2 2 18 K 2 3 2 4 4 4 5 2 3 1 30

34 33 1 2 1 2 5 5 5 4 2 21 B 5 5 5 4 2 21 B 4 2 3 5 4 4 3 2 5 5 37 B 5 5 5 5 4 2 2 4 4 1 37

35 39 1 2 1 1 5 3 4 4 4 20 B 5 3 4 4 4 20 B 4 5 2 4 5 3 3 4 3 4 37 B 3 4 4 5 3 2 4 3 5 5 38

36 43 1 2 2 2 4 5 5 4 5 23 B 4 5 5 4 5 23 B 3 2 3 1 1 2 1 2 3 2 20 K 2 2 1 1 1 2 1 3 1 2 16

37 24 1 2 3 1 3 4 5 4 4 20 B 3 4 5 4 4 20 B 4 3 2 5 5 2 5 4 2 5 37 B 5 2 4 3 3 5 2 5 5 3 37

38 19 1 1 1 2 5 2 5 5 4 21 B 5 2 5 5 4 21 B 2 2 3 3 3 3 3 2 4 1 26 S 5 3 5 4 3 4 4 3 5 3 39

39 43 1 2 2 3 3 5 3 5 5 21 B 3 5 3 5 5 21 B 2 2 1 2 2 2 1 2 1 3 18 K 2 1 4 1 2 4 1 1 1 1 18

40 48 1 2 3 3 1 5 5 5 4 20 B 1 5 5 5 4 20 B 3 4 2 2 3 2 3 5 1 1 26 S 3 5 4 3 3 5 5 2 4 3 37

41 35 1 2 2 2 5 5 5 3 2 20 B 5 5 5 3 2 20 B 4 5 5 4 3 2 3 4 2 5 37 B 4 4 5 2 4 5 5 1 5 2 37

42 27 1 1 2 1 4 2 3 2 2 13 S 4 2 3 2 2 13 S 2 5 5 5 4 3 3 3 4 4 38 B 5 4 5 2 5 2 3 5 1 4 36

43 25 1 2 2 1 5 5 5 4 4 23 B 5 5 5 4 4 23 B 2 1 1 3 2 2 1 1 2 1 16 K 1 2 3 1 2 1 3 1 2 1 17

44 31 1 1 2 2 5 5 5 3 2 20 B 5 5 5 3 2 20 B 2 2 1 1 1 1 2 3 4 3 20 K 5 2 2 3 4 5 5 3 5 4 38

45 18 1 1 1 1 5 5 3 5 3 21 B 5 5 3 5 3 21 B 1 2 3 3 3 5 5 2 1 2 27 S 3 5 3 5 5 2 2 2 5 5 37

46 39 1 1 1 3 5 4 4 4 3 20 B 5 4 4 4 3 20 B 2 1 2 1 1 2 3 1 2 3 18 K 3 4 4 5 5 2 2 5 4 3 37


(5)

49 38 1 2 2 2 4 4 5 5 3 21 B 4 4 5 5 3 21 B 2 2 1 3 1 3 4 2 1 1 20 K 4 3 5 4 3 4 4 4 3 3 37

50 30 1 2 2 3 2 4 4 5 4 19 B 2 4 4 5 4 19 B 2 2 4 3 2 2 2 4 3 1 25 S 4 4 2 2 2 4 5 2 3 2 30

51 29 1 1 2 3 2 2 1 2 2 9 K 5 4 5 5 2 21 B 2 2 2 3 5 3 3 4 2 1 27 S 3 3 5 4 4 3 3 3 4 4 36

52 27 1 2 2 1 3 1 1 2 1 8 K 3 5 5 2 5 20 B 5 4 2 4 5 2 3 5 2 5 37 B 4 2 1 2 2 1 1 2 1 1 17

53 35 1 2 3 1 5 3 4 4 4 20 B 5 3 4 4 4 20 B 2 5 3 5 2 5 5 3 3 4 37 B 3 5 5 2 4 2 4 4 3 4 36

54 39 1 2 2 3 4 5 5 4 5 23 B 4 5 5 4 5 23 B 2 5 2 4 5 2 2 5 5 4 36 B 5 5 3 4 3 3 3 4 5 3 38

55 27 1 1 3 3 3 4 5 4 4 20 B 1 1 1 3 3 9 K 2 3 1 4 3 2 2 4 3 2 26 S 2 2 1 3 4 2 3 2 4 5 28

56 40 1 2 2 3 5 2 5 5 4 21 B 5 2 5 5 4 21 B 4 3 3 2 4 4 5 5 4 4 38 B 4 3 5 5 3 3 3 2 5 5 38

57 22 1 2 1 1 3 5 3 5 5 21 B 3 5 3 5 5 21 B 3 2 2 3 2 2 1 1 2 3 21 S 2 2 4 4 5 2 5 4 4 5 37

58 23 1 2 2 1 1 5 5 5 4 20 B 1 5 5 5 4 20 B 4 3 4 2 2 5 5 2 5 5 37 B 1 1 5 2 1 1 1 4 1 1 18

59 22 1 2 2 1 5 5 5 3 2 20 B 5 5 5 3 2 20 B 5 3 4 4 4 5 4 5 5 3 42 B 4 5 4 3 3 3 4 2 5 3 36

60 41 1 2 2 3 3 3 5 4 4 19 B 3 3 5 4 4 19 B 4 5 3 5 3 3 3 4 4 2 36 B 5 5 5 4 2 4 2 4 4 4 39

61 24 1 2 1 1 4 5 4 3 3 19 B 4 5 4 3 3 19 B 2 2 2 3 3 3 2 1 1 1 20 S 2 4 1 3 3 2 2 3 4 2 26

62 25 1 2 2 2 2 2 1 3 4 12 S 2 2 1 3 4 12 S 4 5 5 4 4 2 5 2 5 2 38 B 3 4 5 5 4 2 4 3 4 3 37

63 28 1 2 2 1 4 5 2 5 2 18 B 4 5 2 5 2 18 B 3 4 5 4 4 5 5 4 2 2 38 B 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 25

64 36 1 2 1 2 5 4 4 2 5 20 B 5 4 4 2 5 20 B 5 5 5 3 2 5 3 4 3 3 38 B 3 1 3 3 3 2 5 4 3 1 28

65 42 1 2 1 3 2 5 5 2 1 15 S 2 5 5 2 1 15 S 2 2 3 2 1 2 1 1 1 1 16 K 2 5 5 4 4 3 3 4 4 3 37

66 45 1 2 1 3 2 3 5 5 4 19 B 2 3 5 5 4 19 B 5 4 4 1 2 3 4 5 4 5 37 B 3 3 3 3 4 2 2 1 5 2 28

67 47 1 2 2 3 2 5 4 5 4 20 B 2 5 4 5 4 20 B 2 3 2 3 4 2 3 2 1 2 24 S 4 5 4 5 2 3 4 3 2 5 37

68 49 1 2 2 3 3 3 5 4 4 19 B 3 3 5 4 4 19 B 4 4 5 4 3 3 3 2 4 5 37 B 3 2 2 3 2 2 1 1 2 3 21

69 33 1 2 2 2 4 5 4 3 3 19 B 4 5 4 3 3 19 B 2 3 2 4 4 4 5 2 3 1 30 S 4 3 4 2 2 5 5 2 5 5 37

70 49 1 2 1 3 3 1 2 1 2 9 K 3 1 2 1 2 9 K 5 5 5 5 4 2 2 4 4 1 37 B 5 3 4 4 4 5 4 5 5 3 42


(6)

75 32 1 2 2 2 4 3 4 4 4 19 B 4 3 4 4 4 19 B 3 5 4 4 2 4 1 4 4 5 36 B 3 2 3 1 1 2 2 2 1 2 19

76 46 1 2 1 3 4 4 3 5 4 20 B 4 2 3 3 4 16 S 3 5 4 3 3 5 5 2 4 3 37 B 4 3 5 3 4 5 3 5 4 2 38

Keterangan :

Umur :

Jenis Kelamin :

Status Responden :

Pendidikan :

Lama Kerja :

Pengetahuan :

Sikap :

1 : <20 Tahun

1 : Laki-Laki

1 : Belum Menikah

1 : SD

1

: 0-3

Tahun

Baik : 36 - 50

Baik : 36 - 50

2 : 20-30 Tahun

2 : Menikah

2 : SMP

2

: 4-6

Tahun

Sedang : 21 - 35

Sedang : 21 - 35


Dokumen yang terkait

Pengaruh Upah Lembur, Bonus dan Pengambilan Cuti Terhadap Produktivitas Kerja pada PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

46 273 126

Pengaruh Persepsi Profesi, Kesadaran Etis dan Independesi Auditor terhadap Komitmen Profesi Akuntan Publik di Kota Medan

7 64 102

Hubungan Pemberian Mp-Asi Dini Dengan Kejadian Penyakit Infeksi Pada Bayi 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Sindar Raya Kecamatan Raya Kahean Kabupaten Simalungun Tahun 2012

6 72 105

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) Malaria Di Desa Mandeh Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 1999

0 32 92

Pengaruh Persepsi Ibu tentang Peran Petugas Kesehatan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi 0-7 Hari di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Belawan

14 108 112

Persepsi Tunawisma Tentang Kesehatan Dan Pelayanan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pemerintah Di Kota Medan Tahun 2003

1 28 80

Hubungan Kejadian Penyakit Arteri Perifer Dengan Lamanya Menjalani Hemodialisis : Penelitian Potong Lintang Di Departemen/Smf Penyakit Dalam-Fakultas Kedokteran Usu/Rsup H Adam Malik/rsud dr. Pirngadi-medan

1 66 71

Pengaruh Leader Member Exchange dan Keadilan Organisasi Terhadap Komitmen Organisasional Karyawan Harian Orbit Medan

11 81 135

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Perkebunan Nusantara III Distrik Deli Serdang 2 (Dser2) Sei Karang

8 73 85

EFEK PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011

0 3 6