1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kantor akuntan publik merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang jasa. Jasa yang diberikan berupa jasa audit operasional, audit
kepatuhan, dan audit laporan keuangan Arens dan Loebbecke, 2003. Akuntan publik dalam menjalankan profesinya diatur oleh kode etik profesi.
Di Indonesia dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Di samping itu dengan adanya kode etik, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana
seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya.
Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk
membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin
bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda
dengan pemakai lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, akuntan publik harus
bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri Wibowo, 2009: 19.
2
Profesi sebagai akuntan publik memainkan peranan sosial yang sangat penting berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh
auditor. Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan
keuangan yang dibuat oleh kliennya. Tugas seorang akuntan publik adalah memeriksa dan memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan suatu
entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan IAI. Hal ini menunjukkan bahwa auditor bertanggung jawab atas opini yang diberikan
terhadap laporan keuangan yang diterbitkan Wibowo, 2009: 19. Dalam melaksanakan audit, profesi akuntan publik memperoleh
kepercayaan dari pihak klien dan pihak ketiga untuk membuktikan laporan keuangan yang disajikan oleh pihak klien. Pihak ketiga tersebut diantaranya
manajemen, pemegang saham, kreditor, pemerintah dan masyarakat yang mempunyai kepentingan terhadap laporan keuangan klien yang diaudit.
Sehubungan dengan kepercayaan yang telah diberikan kepada akuntan publik, maka auditor dituntut untuk dapat memberikan kepercayaan tersebut.
Kepercayaan ini harus senantiasa ditingkatkan dengan menunjukkan suatu kinerja yang profesional. Guna menunjang profesionalismenya sebagai
akuntan publik, maka auditor dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh IAI Wibowo, 2009: 20.
Salah satu faktor penyebab krisis yang melanda Indonesia saat ini adalah pengelolaan perusahaan yang tidak baik. Pengelolaan perusahaan yang tidak
baik akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan itu sendiri dan pada
3
akhirnya juga akan merugikan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan, seperti pemegang saham, pemerintah serta pihak perbankan
sebagai kreditur. Fraud kecurangan, ketidakberesan, korupsi serta berbagai tindak penyelewengan lain yang merugikan perusahaan, negara maupun
masyarakat luas terjadi pada berbagai sektor swasta maupun sektor publik. Profesi auditor diakui sebagai suatu keahlian bagi perusahaan. Seorang
auditor dalam melaksanakan audit bukan semata hanya untuk kepentingan klien melainkan juga untuk pihak yang lain yang berkepentingan terhadap
laporan keuangan dan seorang auditor independen sebagai pihak yang memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan yang akhir-akhir ini
menghadapi tuntutan pertanggungjawaban yang lebih besar atas berbagai praktek yang terjadi dalam perusahaan yang diauditnya Rosandi, 2009: 1
Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh salah
saji mistatement yang material dan juga memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan. Salah saji itu
terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan error dan kecurangan fraud. Fraud diterjemahkan dengan kecurangan sesuai Pernyataan Standar Auditing PSA
No. 70, demikian pula error dan irregularities masing-masing diterjemahkan sebagai kekeliruan dan ketidakberesan sesuai PSA sebelumnya yaitu PSA No.
32 Koroy, 2008: 22. Sesuai dengan Ikatan Akuntansi Indonesia IAI, Seksi 316.02, 2001
eksternal auditor mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan dan
4
melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan
dan kecurangan, hal ini terdapat pada standar auditing pekerjaan laporan pada standar auditing No.6, yaitu bahwa bukti audit kompeten yang cukup harus
diperoleh melalui inspeksi, pengamatan permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit Rosandi, 2009: 1-2. Terjadinya kecurangan suatu tindakan disengaja yang tidak dapat
terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius
dan membawa banyak kerugian. Meski belum ada informasi spesifik di Indonesia, namun berdasarkan laporan oleh Association of Certified Fraud
Examiners ACFE, pada tahun 2002 kerugian yang diakibatkan oleh
kecurangan di Amerika Serikat adalah sekitar 6 dari pendapatan atau 600 milyar dan secara persentase tingkat kerugian ini tidak banyak berubah dari
tahun 1996. Dari kasus-kasus kecurangan tersebut, jenis kecurangan yang paling banyak terjadi adalah asset misappropriations 85, kemudian disusul
dengan korupsi 13 dan jumlah paling sedikit 5 adalah kecurangan laporan keuangan fraudulent statements. Walaupun demikian kecurangan
laporan keuangan membawa kerugian paling besar yaitu median kerugian sekitar 4,25 juta ACFE 2002 Koroy, 2008: 22-23.
Kasus-kasus skandal akuntansi dalam tahun-tahun belakangan ini memberikan bukti lebih jauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat
5
serius bagi masyarakat bisnis. Kasus seperti itu terjadi pada Enron, Global Crossing, Worldcom di Amerika Serikat yang mengakibatkan kegemparan
besar dalam pasar modal. Kasus serupa terjadi di Indonesia seperti PT Telkom dan PT Kimia Farma. Meski beberapa salah saji yang terjadi belum tentu
terkait dengan kecurangan, tetapi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kecurangan oleh manajemen terbukti ada pada kasus-kasus ini.
Sebagai contoh di Indonesia dapat dikemukakan kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma Tbk PT KF. PT KF adalah badan usaha milik negara yang
sahamnya telah diperdagangkan di bursa. Berdasarkan indikasi oleh Kementerian BUMN dan pemeriksaan Bapepam Bapepam, 2002 ditemukan
adanya salah saji dalam laporan keuangan yang mengakibatkan lebih saji overstatement laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001
sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3 dari penjualan dan 24,7 dari laba bersih. Salah saji ini terjadi dengan cara melebihsajikan penjualan dan
persediaan pada 3 unit usaha, dan dilakukan dengan menggelembungkan harga persediaan yang telah diotorisasi oleh Direktur Produksi untuk
menentukan nilai persediaan pada unit distribusi PT KF per 31 Desember 2001. Selain itu manajemen PT KF melakukan pencatatan ganda atas
penjualan pada 2 unit usaha. Pencatatan ganda itu dilakukan pada unit unit yang tidak disampling oleh auditor eksternal Koroy, 2008: 23.
Terhadap auditor eksternal yang mengaudit laporan keuangan PT KF per 31 Desember 2001, Bapepam menyimpulkan auditor eksternal telah
melakukan prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar
6
Profesional Akuntan Publik, dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KF menggelembungkan keuntungan. Bapepam
mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT KF. Atas temuan ini, kepada PT
KF Bapepam memberikan sanksi administratif sebesar Rp 500 juta, Rp 1 milyar terhadap direksi lama PT KF dan Rp 100 juta kepada auditor eksternal
Bapepam 2002 Koroy, 2008: 23. Terungkapnya skandal-skandal sejenis ini menyebabkan merosotnya
kepercayaan masyarakat khususnya masyarakat keuangan, yang salah satunya ditandai dengan turunnya harga saham secara drastis dari perusahaan yang
terkena kasus. Timbulnya kasus-kasus serupa menimbulkan pertanyaan bagi banyak
pihak terutama terhadap tata kelola perusahaan dan pola kepemilikan yang terdistribusi luas atau yang lebih dikenal dengan corporate governance yang
sekali lagi mengakibatkan terungkapnya kenyataan bahwa mekanisme good corporate governance
yang baik belum diterapkan. Hal ini dapat menjadi pemicu perusahaan atau pihak manajemen untuk mengeluarkan informasi-
informasi yang memberi dampak positif terhadap harga saham dan dapat mendorong perusahaan untuk cenderung melakukan manipulasi akuntansi
dengan menyajikan informasi tertentu guna menghindari terpuruknya harga saham.
Selain dari pihak perusahaan, eksternal auditor juga harus turut bertanggung jawab terhadap merebaknya kasus-kasus manipulasi akuntansi
7
seperti ini. Posisi akuntan publik sebagai pihak independen yang memberikan opini kewajaran terhadap laporan keuangan serta profesi auditor yang
merupakan profesi kepercayaan masyarakat juga mulai banyak dipertanyakan apalagi setelah didukung oleh bukti semakin meningkatnya tuntutan hukum
terhadap kantor akuntan. Padahal profesi akuntan mempunyai peranan penting dalam penyediaan informasi keuangan yang handal bagi pemerintah, investor,
kreditur, pemegang saham, karyawan, debitur, juga bagi masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan Koroy, 2008: 25.
Pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani,
memperlihatkan bahwa seseorang yang lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang subtantif memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya
dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa- peristiwa, penerapan dan pengembangan penelitian masalah pengalaman ini
dalam bidang auditing juga mengungkapkan hasil yang serupa Suraida, 2005:4.
Oleh karena itu, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena cukup penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa besar variabel
independen mempengaruhi variabel dependen. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto 2008. Perbedaan penelitian ini dengan
8
penelitian sebelumnya yaitu, Ada penambahan dua variabel independen yaitu pengalaman audit dan independensi yang diperoleh dari penelitian Suraida
2005 serta Desyanti dan Ratnadi 2006. Penambahan variabel pengalaman audit dan independensi selain disarankan oleh penelitian terdahulu, variabel
tersebut juga merupakan bagian dari penentu yang sangat penting bagi keefektifan dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian
laporan keuangan. Keberhasilan dan kinerja seseorang auditor dalam suatu pekerjaannya agar dapat mencegah dan mendeteksi kecurangan penyajian
laporan keuangan. Penelitian sebelumnya hanya menguji pengaruh independensi, keahlian profesional, dan pengalaman kerja pengawas intern
terhadap efektivitas penerapan struktur pengendalian intern pada Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung. Sedangkan penelitian ini menguji
pengaruh pengalaman audit, independensi, dan keahlian profesional terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan penyajian laporan keuangan.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta, sedangkan penelitian sebelumnya
menggunakan sampel auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Jakarta.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka skripsi ini diberi judul
“Pengaruh Pengalaman Audit, Independensi, dan Keahlian Profesional Terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan Penyajian Laporan
Keuangan Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta”.
9
B. Perumusan Masalah