2.4. Kebijakan Moneter
Untuk mengatasi potensi melemahnya transmisi kebijakan moneter yang terindikasi dari lambatnya respons penurunan suku bunga dan penyaluran kredit,
Bank Indonesia akan meningkatkan komunikasi ke publik tentang arah kebijakan ke depan. Selain itu, Bank Indonesia akan mendorong bank papan atas untuk lebih
berperan sebagai ’market leader’ dalam menggerakkan suku bunga dana dan kredit. Dengan demikian, penurunan suku bunga kebijakan moneter BI Rate dapat diikuti
oleh suku bunga dana dan kredit perbankan dengan lebih cepat Bank Indonesia, 2009.
Bank sentral mempunyai tiga instrumen kebijakan moneter: operasi pasar terbuka, persyaratan cadangan, dan tingkat diskonto. Tingkat diskonto discount rate
adalah tingkat bunga yang dikenakan bank sentral ketika memberi pinjaman kepada bank-bank. Semakin kecil tingkat diskonto, semakin murah cadangan yang
dipinjamkan. Maka, penurunan dalam tingkat diskonto meningkatkan basis moneter dan penawaran uang Mankiw, 2000.
Peran suku bunga dalam perekonomian antara lain sebagai komponen yang dapat mendorong investasi, sebagai alat menekan tingkat inflasi dan sebagai
pengawal nilai tukar mata uang exchange rate. Sebagai komponen yang dapat mendorong investasi, suku bunga harus rendah. Rendahnya suku bunga mendorong
investor untuk melakukan pinjaman pada lembaga perbankan dan denagn demikian investasi akan naik. Suku bunga yang tinggi akan memperbesar beban biaya sehingga
Universitas Sumatera Utara
investasi tidak menarik. Dari sini timbul pendapat bahwa kenaikan BI rate akan menekan investasi Miraza, 2006.
Sejalan dengan penurunan suku bunga SBI, pada umumnya bank segera menyesuaikan cost of fundnya. Selanjutnya suku bunga kredit bank terlihat menurun
secara bertahap namun masih cenderung lambat. dorongan untuk menurunkan suku bunga kredit sebenarnya ada, namun debitur yang masih menunda penarikan kredit
juga mempengaruhi penurunan suku bunga lebih lanjut. Dalam jangka panjang, faktor penurunan suku bunga kredit dapat kembali meningkatkan permintaan terhadap
kredit. Sedangkan dalam jangka pendek, pada dasarnya suku bunga kredit dan kondisi rasionalisasi kredit credit rationing lebih banyak ditentukan oleh bank berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bisnis tertentu. Oleh karena itu, diperlukan adanya dorongan dari otoritas pengawas untuk menghimbau atau memperingatkan bank
untuk segera menurunkan suku bunga kredit dan menyalurkan kredit Hadad dkk, 2003.
BI rate diimplementasikan melalui operasi pasar terbuka untuk SBI satu bulan karena beberapa pertimbangan. Pertama, SBI satu bulan telah dipergunakan sebagai
benchmark oleh perbankan dan pelaku pasar di Indonesia dalam berbagai aktivitasnya. Kedua, penggunaan SBI satu bulan sebagai sasaran operasional akan
memperkuat sinyal respon kebijakan moneter yang ditempuh BI. Ketiga, dengan perbaikan kondisi perbankan dan sektor keuangan, SBI satu bulan terbukti mampu
mentransmisikan kebijakan moneter ke sektor keuangan dan ekonomi Banjarnahor, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Dalam meningkatkan fungsi intermediasinya, pihak bank juga merasa perlu mengambil beberapa kebijakan. Perbankan menilai penurunan bunga kredit masih
merupakan urutan utama yang perlu dilakukan dalam penyaluran kredit. Bagi perbankan, masih tingginya BI rate menyebabkan perbankan tetap mempertahankan
suku bunga kredit yang tinggi. Apabila Bank Indonesia menurunkan BI rate, maka perbankan akan lebih berusaha meningkatkan penerimaan bunga kredit daripada
menempatkan dana pada SBI. Kebijakan moneter mempengaruhi permintaan aggregat secara langsung
melalui tersedianya kredit perbankan. Kebijakan moneter yang kontraktif, sebagai contoh, akan menurunkan suplai kredit perbankan karena menurunnya cadangan bank
dan biaya dana yang menjadi mahal. Dengan asumsi bahwa mayoritas pendanaan investasi perusahaan berasal dari kredit perbankan yaitu kredit perbankan tidak
bersubstitusi sempurna dengan bentuk pendanaan lainnya, misalnya commercial paper, corporate bonds, dll, kebijakan moneter yang dapat mempengaruhi jumlah
kredit perbankan secara langsung akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melakukan investasi Agung, dkk, 2001.
2.5. Kualitas dan Risiko Kredit