dan Komunikasi Milyar Rupiah PDRBS8
= Pendapatan Domestik Regional Bruto Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Sumatera Utara Milyar Rupiah
PDRBS9 = Pendapatan Domestik Regional Bruto Sektor Jasa-Jasa
Sumatera Utara Milyar Rupiah KBSU = Jumlah kantor bank di Sumatera Utara unit
DRSU = Tingkat bunga deposit bank umum di Sumatera Utara
LRSU = Tingkat bunga kredit bank umum di Sumatera Utara
GWM = Tingkat giro wajib minimum Milyar Rupiah
b =
intersept b
1,
b
2,
b
3,
b
4
,b
5,
,b
6
= koefesien regresi µ
= residualkesalahan pengganggu
3.4. Definisi dan Batasan Operasional
Untuk memudahkan dan menghindari kesalahpahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan maka dibuat
definisi dan batasan operasional dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Kredit adalah seluruh fasilitas pinjaman kredit usaha mikro kecil menengah yang disalurkan bank umum kepada nasabahdebiturnya.
2. PDRB adalah pendapatan domestik regional bruto Sumatera Utara atas dasar
harga konstan.
Universitas Sumatera Utara
3. Jumlah kantor bank adalah jumlah kantor bank umum di Sumatera Utara kantor
cabang, kantor cabang pembantu dan kantor kas. 4.
Tingkat suku bunga deposit adalah tingkat bunga dana pihak ketiga tertimbang bank umum di Sumatera Utara.
5. Tingkat suku bunga kredit adalah tingkat bunga kredit tertimbang bank umum
di Sumatera Utara. 6.
Tingkat giro wajib minimum adalah jumlah giro wajib minimum yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia berikut seluruh simpanan giro perbankan
pada Bank Indonesia.
3.5. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh pendapatan domestik regional bruto, jumlah kantor bank, tingkat bunga deposit, tingkat bunga
kredit, tingkat giro wajib minimum terhadap jumlah kredit sektoral di Sumatera Utara adalah dengan model regresi least squares pooled data dengan software Eviews 5.0.
Penerapan OLS Ordinary Least Square pada data panel pooled data dapat memperbaiki penduga, inferensi dan mungkin peramalan. Penerapan OLS pada
pooled data membutuhkan asumsi, yaitu: 1 temporal stability, parameter regresi tidak berubah karena perubahan waktu dan cross sectional stability, parameter regresi
tidak berubah karena perbedaan individu cross section, 2 Varians error term pada fungsi setiap individu adalah sama homosedastic dan error term pada fungsi suatu
Universitas Sumatera Utara
individu pada suatu periode tidak berhubungan dengan error term pada fungsi individu lainnya Mulyono, 2000.
Dengan Model Panel data dapat mengluarkan unobserve variabel tersebut yang kita sebut sebagai individual effect sehingga model produksi tersebut menjadi
lebih baik. Individual effect tersebut dikategorikan dua macam yaitu Fixed Effect dan Random Effect. Secara hipotesis bahwa jika sumber data berasal dari sampel maka
dugaan model panel adalah random effect, namum bila sumber data adalah data aggregate maka kecenderungan adalah fixed effect.
Penaksiran model regresi data panel Fixed Effect bergantung pada asumsi titik potong, koefisien slope, dan error term. Ada beberapa kemungkinan dari fixed effect
yakni: 1 Semua koefesien konstan antar waktu dan anggota panel, 2 Koefesien slope konstan tetapi titik potong bervariasi antar anggota panel, 3 Koefesien slope konstan
tetapi titik potong bervariasi antar anggota panel dan waktu, 4 semua koefisien bervariasi antar anggota panel, dan 5 semua koefisien bervariasi antar anggota panel
dan waktu Manurung, Manurung dan Saragih, 2005. Penaksiran model regresi data panel Random Effect akan menghasilkan model
regresi dengan error term yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen cross section spesifik perusahaan dan komponen error. Komponen error merupakan
kombinasi time series error dan cross section error. Asumsi error component model atau random effect model adalah komponen error tidak berkorelasi satu sama lain dan
tidak autokorelasi antara cross section dan time serie. Perbedaan penting antara fixed effect model FEM dan random effect model REM adalah pada FEM setiap unit
Universitas Sumatera Utara
cross section mempunyai nilai titik potong tetap dari semua observasi N, sedangkan pada REM nilai titik potong b
menjelaskan nilai rata-rata semua titik potong cross section dan komponen error menjelaskan deviasi titik potong anggota panel dari nilai
rata-rata. Komponen error ini tidak diamati atau unobservable or latent variable. Oleh sebab itu asumsi diatas harus mengikuti: EE
it
= 0 dan varE
it
= ó
2
å + ó
2
e dan ó
2
e = 0. Asumsi homoskedastisitas dari Eit menunjukkan korelasi antara Eå
it
å
js
, yaitu: corr E
it
, E
is
=
2 2
2
ó e
ó e
ó
3.4 Ada dua sifat dari koefisien korelasi ini: 1 pada unit time series tertentu, nilai
korelasi antara error pada dua waktu yang berbeda tetap sama, tidak masalah berapa besar jarak antar dua periode waktu tersebut, 2 struktur korelasi tetap sama untuk
semua unit cross section dan identik untuk semua anggota panel. Penggunaan model fixed effect harus hati-hati karena model mengandung
beberapa masalah: 1.
Jika pengenalan variabel boneka terlalu banyak maka masalah derajat bebas akan muncul.
2. Jika matriks variabel X relatif banyak maka masalah multikolinieritas akan
muncul dan penaksiran akan lebih sulit. 3.
Dalam fixed effect model juga dicakup variabel-variabel seperti sex, warna kulit, suku, agama dan lain-lain, sehingga pendekatan model fixed effect tidak dapat
mengidentifikasi dampak variabel time invariant.
Universitas Sumatera Utara
4. Asumsi Eå
it
~ N0, ó
2
dapat dimodifikasi dengan beberapa kemungkinan, antara lain dengan asumsi homoskedastisitas atau autokorelasi.
Menurut Judge ada empat pertimbangan pokok untuk memilih FEM dan REM, yaitu:
1. Jika jumlah time series T besar dan jumlah cross section N kecil maka nilai
taksiran parameter berbeda kecil, sehingga pilihan didasarkan pada kemudahan perhitungan, yaitu FEM.
2. Bila N besar dan T kecil penaksiran dengan FEM dan REM menghasilkan
perbedaan yang signifikan. Pada REM diketahui bahwa b
0i
= b + å
i
, di mana å
i
adalah komponen acak cross section, pada FEM diperlakukan b adalah tetap atau
tidak acak. Bila diyakini bahwa individu atau cross section tidak acak maka FEM lebih tepat, sebaliknya jika cross section acak maka REM lebih tepat.
3. Jika komponen error å
i
individu berkorelasi maka penaksir REM adalah bias dan penaksir FEM tidak bias.
4. Jika N besar dan T kecil serta asumsi REM dipenuhi maka penaksir REM lebih
efisien dari penaksir FEM Manurung, Manurung dan Saragih, 2005.
3.6. Pelanggaran Asumsi Klasik