dalam penetapan tingkat giro wajib minimum á dalam rangka pengendalian moneter akan mengurangi kemampuan bank untuk menyalurkan kredit. Jumlah kantor bank
N yang terus bertambah juga akan menaikkan kredit, karena masyarakat akan lebih mudah untuk mengakses perbankan. Peningkatan Laba bank atau produk domestik
ð akan mempengaruhi kebijakan bank untuk terus meningkatkan penawaran kreditnya, peningkatan laba bank berarti baiknya kondisi kualitas asset bank. Hal
tersebut berarti kondisi perekonomian masyarakatdunia usaha secara umum dinilai dalam kondisi baik dan pengembalian kredit dinilai cukup aman.
2.8. Penelitian Terdahulu
Bramantyo dan Arief 2008 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Bank Umum Nasional
di Indonesia PERIODE Januari 2000 - Desember 2006 mengkaji peranan bank umum terutama dalam hal penyaluran kredit kepada sektor riil yang dipengaruhi oleh
berbagai variabel yang antara lain adalah LNLC Kapasitas kredit investasi bank umum, RCR suku bunga kredit, SBI Sertifikat Bank Indonesia, LNNPL Non
Performing Loan. Dalam periode penelitian ini variabel yang paling berperan adalah LNIC Kapasitas kredit investasi bank umum karena semakin besar kapasitas kredit
suatu bank maka kemampuan untuk menyalurkan kredit juga semakin besar. Sedangkan turunnya suku bunga SBI belum terlalu berpengaruh terhadap penyaluran
kredit bank umum, karena turunnya suku bunga masih dinilai terlalu tinggi oleh dunia usaha untuk melakukan pinjaman kredit. Analisis dilakukan dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
metode OLS Ordinary Least Square terhadap variabel-variabel LNLC Lending Capacity, RCR Suku Bunga Kredit, SBI Sertifikat Bank Indonesia, LNNPL.
Non Performing Loan Dengan hasil estimasi bahwa LNLC, RCR, LNNPL mempunyai pengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit bank umum, sedangkan
SBI mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap penyaluran kredit bank umum. Dalam tiga puluh tahun terakhir, telah banyak kajian yang membuktikan
bahwa ada hubungan yang erat antara pengembangan lembaga keuangan dengan pertumbuhan ekonomi. Para ahli ekonomi tradisional seperti Goldsmith 1969, Mc
Kinnon 1973 dan Shaw 1973 yang menawarkan argumen yang detail dan bukti tentang peranan lembaga keuangan dalam ekonomi dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kinerja perekonomian suatu negara. Mereka percaya bahwa kelebihan dana akan dapat disalurkan secara efisien kepada pihak-pihak yang
membutuhkan dana melalui lembaga intermediasi. Goldsmith, Mc Kinon dan Shaw memfokuskan penelitian mereka pada komponen dari financial liabilities seperti
jumlah uang beredar seperti M1, M2 dan M3 melalui tabungan dan deposito pada lembaga keuangan. Mereka menyatakan bahwa dana yang berlebih surplus fund
akan disalurkan secara efisien bagi unit yang mengalami defisit secara efisien sehingga terjadi peningkatan kegiatan produksi. Selanjutnya kegiatan tersebut akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam pandangan mereka, adanya perbedaan kualitas dan kuantitas dalam jasa keuangan merupakan faktor utama yang
membedakan pertumbuhan ekonomi di setiap negara.
Universitas Sumatera Utara
Manurung dan Manurung 2009, menjelaskan model keseimbangan bank di Indonesia didasarkan pada perilaku kredit dan deposit perbankan. Model kredit
perbankan ditentukan oleh tingkat bunga deposit, tingkat bunga kredit dan pendapatan domestik bruto. Respons kredit perbankan terhadap tingkat bunga
deposit, tingkat bunga kredit, dan produk domestik bruto sesuai dengan ekspektasi teori. Signifikansi koefisien kredit perbankan menjelaskan bahwa struktur pasar
kredit perbankan di Indonesia cenderung bersifat monopolistik atau oligopolistik, artinya deposit perbankan respons terhadap elastisitas permintaan deposit dan
intensitas persaingan atau jumlah kantor bank. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa intermediasi perbankan berperan
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Goldsmith 1969, Mc Kinon 1973 dan Shaw 1973 menyatakan bahwa dana yang berlebih surplus
fund yang disalurkan secara efisien bagi unit yang mengalami defisit akan meningkatkan kegiatan produksi. Selanjutnya kegiatan tersebut akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Dalam pandangan mereka, adanya perbedaan kualitas dan kuantitas jumlah jasa keuangan merupakan faktor utama yang membedakan
pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Kajian Williamson 1987 dan Gertler 1988 juga menemukan hubungan antara kredit dan pertumbuhan ekonomi. Pada level
mikro, Gertler dan Gilchrist 1994 membuktikan bahwa adanya kendala dalam penyaluran kredit dapat berdampak kehancuran pada usaha-usaha kecil. Sudah tentu,
dengan adanya kebijakan moneter yang ketat tightening of monetary policy selama resesi akan menyebabkan penjualan yang menurun pada usaha kecil dibanding usaha-
Universitas Sumatera Utara
usaha besar. Hal serupa dijumpai oleh Holmstrom dan Tirole 1997 yang menemukan bahwa ketika resesi berlangsung maka kapital modal menjadi
terkendala sehingga menyebabkan terjadinya credit crunch, tabungan yang semakin mengecil dan juga penyaluran kredit.
Peneliti lainnya, Abdullah dan Suseno 2004 menemukan bahwa salah satu penyebab terhambatnya fungsi intermediasi perbankan adalah keterbatasan
kewenangan memutuskan pemberian kredit yang ada di kantor cabang. Oleh karena itu, untuk meningkatkan penyaluran kredit perbankan di daerah, mereka menyarankan
agar desentralisasi perbankan dalam bentuk perubahan sistem dari branch banking system ke unit banking system. Namun mereka tidak menyarankan agar perubahan
sistem ini dilakukan secara tergesa-gesa, karena akan mendorong perbankan di daerah meninggalkan prinsip kehati-hatian yang pada gilirannya akan membahayakan
industri perbankan secara keseluruhan. Dari berbagai studi dan model-model keseimbangan bank di atas, salah satu
faktor penting dalam penentuan struktur kredit perbankan adalah tingkat bunga kredit perbankan. Tingkat bunga kredit perbankan ditentukan oleh biaya intermediasi
perbankan dan tingkat bunga bank sentral. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga antarbank dan biaya intermediasi kredit perbankan akan menurunkan tingkat bunga
kredit. Walaupun kejutan moneter dapat mempengaruhi tingkat bunga kredit perbankan akan tetapi kejutan moneter tersebut tidak secara dominan menentukan
tingkat bunga kredit. Faktor inefisiensi biaya intermediasi juga merupakan faktor penentu tingkat bunga kredit perbankan, dengan kata lain peranan sistem perbankan
Universitas Sumatera Utara
dalam penentuan tingkat bunga kredit sangat dominan dibandingkan dengan kebijakan moneter. Tingkat bunga kredit perbankan juga ditentukan oleh intensitas
persaingan atau jumlah bank, di mana penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan tingkat bunga kredit dan kemudian meningkatkan penawaran kredit
perbankan. Menurut Cerasi 1995, penurunan intensitas persaingan bank akan memudahkan bank mencapai skala ekonomis dan mengakibatkan penawaran kredit
perbankan terkonsentrasi pada skala usaha dan sektor ekonomi tertentu Bank Indonesia Medan, 2007.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan bank umum untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Lebih lanjut Melitz dan Pardue 1973 dalam
Insukindro 1995 merumuskan model penawaran kredit merupakan fungsi dari kendala-kendala yang dihadapi bank seperti tingkat cadangan bank atau ketentuan
mengenai nisbah cadangan wajib, tingkat suku bunga kredit bank, biaya oportunitas meminjamkan uang, dan biaya deposito bank.
Warjiyo 2004, yang memaparkan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran uang secara implisit beranggapan bahwa semua dana yang
dimobilisasi perbankan dari masyarakat dalam bentuk uang beredar M1, M2 digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan.
Dalam kenyataannya menurut Warjiyo 2004, anggapan seperti itu tidak selamanya benar. Selain dana yang tersedia DPK, perilaku penawaran kredit perbankan juga
dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi
Universitas Sumatera Utara
perbankan itu sendiri, seperti permodalan CAR, jumlah kredit macet NPL, dan Loan to Deposit Ratio LDR.
Hadi 2008 dari hasil penelitiannya yang berjudul Analisis Permintaan Kredit Konsumsi pada Perbankan di Sumatera Utara dengan mempergunakan variabel
independen pendapatan domestik regional bruto PDRB, Kurs rupiah terhadap dollar AS, suku bunga kredit konsumsi, dan pemintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya
terhadap variabel dependen permintaan kredit konsumsi, hasil estimasi diperoleh bahwa PDRB berpengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi. Hal tersebut
berarti ketika pendapatan naik maka akan meningkatkan konsumsi yang juga meningkatkan konsumsi barang.
Junaidi 2006 dari hasil penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Produktif di Perbankan Sumatera Utara”
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perminttan kredit produktif dengan mempergunakan variabel independen suku bunga pinjaman, suku bunga pinjaman
tahun sebelumnya, PDRB, dan kurs memperoleh hasil penelitian bahwa pertumbuhan ekonomi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS kurs berpengaruh positif dan
signifikan terhadap permintaan kredit produktif. Sedangkan suku bunga pinjaman saat ini dan suku bunga pinjaman periode sebelumnya berpengaruh negatif namun
keduanya tidak berpengaruh secara signifikan. Siregar
2006 melakukan
penelitian terhadap
faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan kredit pada bank pemerintah di Sumatera Utara dengan mempergunakan variabel independen untuk mengestimasi diantaranya tingkat suku
Universitas Sumatera Utara
1.Pertanian 2.Pertambangan dan
Penggalian 3.Industri Pengolahan
4.Listrik, Gas dan Air
Bersih 5.Konstruksi
6.Perdagangan, Hotel
dan Restoran
7.Pengangkutan dan
Komunikasi
8.Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan 9.Jasa-Jasa
bunga kredit, pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB dan dummy variabel yaitu kebijakan pemerintah dalam moneter. Dari hasil penelitian beliau
diperoleh hasil penelitian bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif, pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap permintaan kredit.
2.9. Kerangka Pemikiran