Faktor Fisik dan Kimia pada Ekosistem Pertanaman Jeruk Aplikasi Pestisida

sebagainya. Keanekaragaman tinggi menyebabkan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya kendali umpan balik negatif dalam jaringan makanan yang mengurangi ketidakstabilan. Pada keadaan keanekaragaman jenis tinggi banyak berlangsung proses makan memakan atau saling mengendalikan yang menyebabkan tidak ada fluktuasi populasi tertentu yang sangat menonjol atau ledakan populasi suatu jenis Odum, 1971.

5.3. Faktor Fisik dan Kimia pada Ekosistem Pertanaman Jeruk

Faktor sifat fisik dan kimia tanah pH, suhu kebun, kandungan N, P dan K pada kebun petani yang dilatih dan kebun petani yang tidak dilatih ditampilkan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Faktor Fisik dan Kimia Tanah No. Parameter Petani yang Dilatih Petani yang Tidak Dilatih 1 Suhu udara C 27,0 26,0 2. pH 5,07 6,33 3. Kandungan N 0,31 0,38 4. Kandungan P ppm 89,69 72,64 5. Kandungan K me100 gr 1,869 1,404 Pada kebun petani yang dilatih suhu kebun lebih tinggi daripada kebun petani yang tidak dilatih. Hal ini disebabkan pada kebun petani yang tidak dilatih ditanam pohon kelapa dan beberapa jenis tanaman buah sebagai tanaman pelindung. Pohon kelapa sebagai tanaman pelindung telah setinggi 4-5 meter pada saat pengambilan Universitas Sumatera Utara data dan kanopinya telah berfungsi sebagai pelindung, sehingga suhu udara di kebun petani yang dilatih lebih tinggi dari kebun petani yang tidak dilatih. Pada kebun petani yang dilatih pH tanahnya lebih rendah dari pH tanah kebun petani yang tidak dilatih. Hal ini diduga berhubungan dengan jenis tanah bukan akibat dari faktor pengelolaan tanaman jeruk. Hasil analisis hara tanah menunjukkan bahwa kandungan hara N pada kebun petani yang dilatih kelihatan lebih rendah dibandingkan dengan N kebun petani yang tidak dilatih. Hal ini disebabkan karena pada kebun petani yang tidak dilatih ditanam juga tanaman sawi sebagai tanaman tumpang sari. Sayuran sawi juga dilakukan pemupukan, sehingga N nya lebih tinggi.

5.4. Aplikasi Pestisida

Dari hasil wawancara dan informasi petani sangat dominan menggunakan pestisida dari golongan piretroid, organoposfat dan karbamat. Bahkan akhir-akhir ini pihak formulator banyak memformulasikan insektisida dari golongan Piretroid untuk mengatasi berbagai masalah di lapangan pada berbagai komoditi. Hal ini terkait dengan sifat kimia dari golongan Piretroid yang lebih persisten dibandingkan dengan golongan organoposfat dan karbamat yang sebelumnya lebih dahulu populer di kalangan petani Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004. Juga dapat diketahui informasi dari hasil wawancara bahwa semua pestisida yang digunakan petani berstatus terdaftar pada Komisi Pestisida. Semua pestisida dari Universitas Sumatera Utara golongan organoklor yang telah dilarang pemakaiannya seperti DDT, Aldrin, Dieldrin, Endrin, Heptaklor, Klordan, BHC, Mireks, dan Toksafen sudah tidak terdapat di toko-toko pestisida lagi. Pada daerah penelitian Desa Tiga Panah, Seberaya, Bunuraya dan Bertah telah dilakukan Pelatihan Penggunaan Pestisida yang Bijaksana yang merupakan program Dinas Pertanian UPT. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Program ini diarahkan agar petani merubah pola pikir dalam penggunaan dan pemakaian pestisida dari sistem kalender menjadi pengendalian terpadu dengan menerapkan terlebih dahulu sistem monitoring OPT serta mengutamakan pengendalian hayati. Pengendalian terpadu memiliki konsep bahwa pestisida merupakan alternatif terakhir dalam pengendalian OPT pada saat populasinya berada pada ambang ekonomi pada tingkat yang merugikan. Adapun pestisida yang digunakan diharapkan bersifat selektif terhadap OPT dan tidak berspektrum luas dalam arti bahwa tidak akan membunuh musuh alami, predator atau organisme berguna lainnya.

a. Frekuensi Penyemprotan Pestisida