3. Menurunkan populasi organisme yang berperan penting dalam menjaga
kesuburan tanah cacing tanah, jamur, dan serangga tanah. 4.
Menghambat aktivitas fiksasi nitrogen pada tanaman kacang-kacangan bakteri nitrat dan nitrit.
5. Tidak terdegradasi di lingkungan sehingga residunya akan terdistribusi
melalui rantai makanan. 6.
Menimbulkan keracunan pada hewan ternak dan manusia. 7.
Racun pestisida dapat terakumulasi melalui rantai makanan dan dapat terkonsentrasi pada organisme tertentu. Cacing tanah, misalnya dapat
mengkonsentrasikan pestisida pada tubuhnya hingga mencapai 20 kali konsentrasi pestisida pada tanah sekitarnya.
8. Karena peristiwa akumulasi tersebut bioakumulasi melalui rantai makanan,
pestisida cenderung untuk lebih terkonsentrasi pada organisme yang menempati piramida makanan yang lebih tinggi. Salah satu organisme
tersebut adalah manusia. Hal ini menyebabkan manusia rawan untuk teracuni pestisida, yang menurut penelitian diduga kuat termasuk bahan karsinogenik
atau penyebab kanker Komisi Pestisida, 1997.
2.4. Peraturan-peraturan yang Berkaitan dengan Pestisida
Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis residu Pestisida pada Hasil Pertanian 2004 menyatakan untuk menjamin penggunaan bahan kimia agar
ramah lingkungan dan meningkatkan keamanan yang tinggi maka diperlukan
Universitas Sumatera Utara
peraturan dan perundang-undangan sebagai upaya pengelolaan penggunaan bahan kimia tersebut baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional untuk
mengurangi resiko terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Berikut ini adalah berbagai kebijakan dan perundang-undangan Indonesia
mengenai bahan kimia berbahaya beracun dan pestisida: 1.
Stockholm Convention tentang Persistent Organic Pollutants POPs. 2.
UU No. 121992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. 3.
UU No. 231997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 4.
PP No. 71973 tentang Pengawasan Distribusi, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
5. PP No. 61995 tentang Perlindungan Tanaman.
6. PP No. 851999 tentang Perubahan Undang-Undang yang Berkaitan dengan
Bahaya serta Penanganan Limbah B3. 7.
PP No. 742001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun B3. 8.
KEPMENTAN No. 434KptsTP.27072001 tentang Syarat-syarat dan Prosedur Pendaftaran Pestisida.
9. KEPMENTAN bulan September 2002 tentang Manajemen Pengawasan
Pestisida. 10.
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor: 881MenkesSKBVIII1996 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada
771KptsTP.270896 Hasil Pertanian.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Residu Pestisida
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian, bahan pangan, atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak
langsung dari penggunaan pestisida Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis Residu Pestisida Pada Hasil Pertanian, 2004.
Hasil pertanian yang beredar di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi Batas
Maksimum Residu BMR. BMR didefinisikan sebagai konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat
diterima dalam atau pada hasil pertanian, bahan pangan, atau bahan pakan hewan. Konsentrasi tersebut dinyatakan dalam miligram residu pestisida per kilogram hasil
Kelompok Kerja Penyusunan Revisi Metode Analisis Residu Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004.
2.6. Lingkup Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian