2.3 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kajian pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Aditi Bhatia, Macquarie University, Sydney, Australia 2006 penelitian
yang berjudul “Critical discourse analysis of political press conference”Kajian mengenai konferensi pers bidang politik memberi
penglihatan yang lebih dekat pada pembicaraan diplomatic untuk mengomunikasikan perbedaan politik dalam suatu cara positif bagi
memuluskan ketidakcocokan ideology dan social politik yang sering memecah tokoh-tokoh politik terkemuka. Dengan menggunakan perspektif
Cricital Discourse Analysis CDA, artikel ini menganalisis data tekstual konferensi pers yang melibatkan mantan Presiden Cina Jiang Zemin dan
Presiden Amerika Serikat George W. Bush, yang berasal dari ideology yang berbeda, juga berbagi perbedaan dalam dimensi lain, seperti usia,
pengalaman, status ekonomi, pengaruh social politik dan tujuan politik. Temuan mengungkapkan tiga tema mayor: positivitas bagi penguatan
kepercayaan kedua pihak, rasa hormat dan kemajuan; pengaruh dan daya persuasi; penghindaran kungkungan atau penghindaran jawaban terhadap
penyelidikan dan pertanyaan media yang menyulitkan.Konferensi pers yang melibatkan para pemimpin politik terkenaldari belahan dunia yang berbeda
memberi data excellent untuk diteliti, bagaimana ideologi diperbincangkan dan dinegosiasikan, bagaimana relasi kekuatan dipertahankan, dan
Universitas Sumatera Utara
bagaimana perbedaan-perbedaan politik mengenai masalah-masalah sulit dibincangkan dan dikomunikasikan dalam suatu cara positif. Bertahun-tahun
aspek komunikasi politik ini lebih menarik karena para politisi telah ditransformasi ke dalam tokoh-tokoh media sebagai akibat ‘mediatisasi’
politik dan pemerintah Fairclough,2004 dalam Bhatia, 2006 dan selanjutkan peran yang dimainkan media dalam sosialisasi politik Wilkins,
2000 dalam Bhatia, 2006. Suasana konferensi pers menyebabkan dunia awam identitas social politik. Masyarakat mulai mengetahui jenis orang
yang bagaimana pemimpin mereka memperlakukan Negara-negara lain. Kompleksitas dan kelanjutan pemandangan politik menjadi pengetahuan
public yang diinformasikan lewat media.Oleh sebab itu, politik dan media memilik banyak ketergantungan, berbagi hubungan yang berlawanan azas
jalan mana yang satu memerlukan yang lain untuk bertahan hidup, atau berkembang lebih cepat, meskipun saling menyokongmengabsahkan
permusuhan. 2.
Anna Lazuka – University of Ulster 2006 penelitian yang berjudul “Communicative Intention in George W. Bush’s Presidential Speeches and
Statements from 11 September 2001 to 11 September 2003”. Artikel ini adalah sebuah interpretasi pragmatic ujaran. Analisis khususnya bertujuan
memahami intensi ilokusi dalam pidato dan pernyataan G.W. Bush dengan menggunakan pendekatan Bach dan Harnish 1979. Lazuka peneliti juga
menyelidiki bagaimana pembicara Bush memuat wacananya selama
Universitas Sumatera Utara
periode analisis. Disini, peneliti menunjuk pada pembahasan Scollon dan Scollon 2000 tentang teori wacana antisipasi empat variable – hubungan
dengan audiens, peperangan, presentasi diri positif pemerintah dan pembicara, dan hubungan dengan rakyat Iraq – diukur dalam bagian analisis
dan diilustrasi dalam gambar figures untuk memperjelas masalah. Ulasan tambahan juga dilakukan yang dihubungkan dengan beberapa ciri pembeda
strategi wacana penuturyang termasuk area retorika.Kerangka analisis menggunakan pendekatan intensi dan inferensi yang dikemukakan Bach dan
Harnish 1979. Menurut mereka tindak komunikasi diklasifikasi berdasarkan jenis sikap masing-masing tindakan itu diekspresikan. Oleh
sebab itu, tiap-tiap ujaran diklasifikasi sebagai sub-tipe tertentu dari empat tipe tindak ilokusi komunikatif. Peneliti menganalisis intensi komunikatif
communicative intention, terminology yang digunakan Bach dan Harnish 1979, dalam pidato dan pernyataan Bush selama periode 11 September
2001-11 September 2003. Kunci konsep teoritis analisis ini adalah intentionality. Dalam penelitiannnya,Lazuka menghubungkaitkan dengan
pandangan Verschuern tentang pragmatic; yaitu, pragmatic bukanlah komponenmodul bahasa yang terpisah, tetapi sebagai suatu pandangan
yang luas layaknya sebuah payung yang memayungi keseluruhan bahasa, pilihan-pilihan fonologis, leksis, atau sintaksis senantiasa memiliki
konsekeunsi pragmatic tertentu. Oleh karena itu, ia menyatakan penelitiannya adalah penedekatan pragmatic, sepanjang analisis menemukan
Universitas Sumatera Utara
konsekunsi pragmatic dari pilihan tindak ujar tertentu, yang akhirnya sampai pada intensi komunikatif penutur. Jelaslah, pemahaman akhir intensi
komunikasi hanya mungkin apabila konteks social-politik diperhitungkan. Dalam bagian analisis, walaupun menggunakan pendekatan intensi- dan-
inferensi Bach dan Harnish, setiap ujaran yang ditemukan dalam pidato dan pernyataan Bush diklasifikasi sesuai kejadian tindak komunikasi tertentu,
dipertimbangkandinilai juga pada kandungan semantiknya dan konteks social-politik – konflik dengan Iraq – memungkinkan peneliti sampai pada
kesimpulan-kesimpulan pentingnya pragmatik, pemahaman akhir mengenai intensi komunikatif penutur.
3. Diana Sopha 2005 dalam tesis “Aksi dan Reaksi dalam Pidato Presiden
Soekarno dan Soeharto”, melakukan penelitian teks pidato Presiden Soekarno dan Soeharto yang menghubungkaitkan dengan pandangan
dimensi aksi dan reaksi. Tipe aksi yang paling dominan adalah aksi pernyataan sedangkan tipe-tipe aksi lainnya seperti aksi pertanyaan, perintah
dan tawaran sama sekali tidak terdapat dalam teks Soeharto ini. Analisis dilaksanakan menggunakan konsep Linguistik Sistemik Fungsional,
khususnya pengertian teks sebagai tempat perjuangan dan perebutan dan sebagai bentuk aksi sosial. Komponen kontekstual medan, pelibat dan
sarana mengacu pada ‘apa yang terjadi’ yang menunjukkan ciri aksi sosial atau peristiwa tertentu, ‘siapa yang mengambil peran dan aksi’ atau
peristiwa itu, peran dan statusnya, dan jenis hubungan yang ada di antara
Universitas Sumatera Utara
interaktan dan organisasi simbolik suatu konteks, khususnya peran bahasa yang dimainkan dalam setting itu dan ekspektasi interaktan yang
mempunyai hubungan dengan bahasa. 4.
Idris Aman 2006 dalam bukunya yang berjudul “Bahasa dan kepemimpinan: analisis wacana Mahathir Mohammad” kajian ini mencoba
menunjukkan bahwa wacana sebahagiaannya adalah proses sosial, serta ingin membuktikan bahwa proses sosial patut dijelaskan melalui pendekatan
analisis wacana kritis, sistematis, dan padu. Proses sosial yang dikemukakan di dalam kajian ini ialah praktis dan ideologi kepemimpinan. Kajian ini
menguraikan cara bahasa yang dimanfaatkan oleh pemimpin negara, disamping menjelaskan perawakan atau sifat di dalam proses
kepemimpinan. Wacana kepemimpinan tersebut terkait pidato Dr. Mahathir Mohammad dalam menyambut Tahun Baru 1982-1999 Malaysia.
5. Kamila Gazali 2003 dalam disertasi “Discourse and Leadership of Dr,
Mahathir Mohammad: The Relasional Value of Texts to Create Solidarity” meneliti pidato rapat tahunan partai berkuasa, United Malay National
Organization UMNO dari tahun 1982-1996 yang disampaikan oleh Perdana Mentri Malaysia Dato’ Seri Dr. Mahathir Mohammad. Peneliltian
Kamila khususnya mengkaji wacana yang digunakan Mahathir dalam membentuk relasi solidaritas dengan berbagai lapisan masyarakat yang
berbeda di Malaysia. Tiga tema utama dipilih yaitu Ekonomi, Islam, dan UMNO, yang secara umum ditemukan dalam pidato Mahathir. Kerangka
Universitas Sumatera Utara
teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah versi Critical Discourse Analysis CDA yang dikemukakan Norman Fairclough 1989. Teori ini
berfokus pada efek sosial wacana karena wacana dibentuk secara sosial dan pada gilirannya membentuk kembali formasi-formasi sosial.
6. Meisuri 2009 dalam jurnal “ Penggunaan Modalitas dalam Bahasa
Minangkabau” melakukan penelitian modalitas pada bahasa masyarakat Minangkabau. Penelitian ini mendeskripsikan empat bentuk modalitas di
dalam penggunaannya dalam bahasa Minangkabau, serta apakah terdapat unsur lain dari modalitas yang dianggap penting di dalam bahasa
Minangkabau. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Semantis menurut Bloomfield 1933 yang menyatakan bahwa modalitas
merupakan salah satu fenomena kesemestaan bahasa, dan ini berarti bahwa setiap bahasa alami pasti mempunyai unsur-unsur leksikal dalam
tuturannya, meskipun masih tetap terdapat ciri – cirri khusus modalitas pada bahasa yang berlainan. Modalitas dibagi menjadi 4 jenis yaitu intensional,
epistemik, deontik, dan dinamik. Kajiannya pada buku – buku teks. Datanya diambil dari 4 empat orang responden, dan hasilnya adalah kata tugas
pembantu modal mengandung makna sikap penutur terhadap sesuatu kejadian atau keadaan.
7. Nilzami 2009 dalam jurnal “Modalitas dalam Bahasa Minangkabau”.
Penelitian ini mengkaji apakah bahasa Minangkabau mempunyai pengungkap modalitas yang berkaitan dengan subkategori modalitas
Universitas Sumatera Utara
intensional, epistemik, deontik dan dinamik. Teori yang digunakan yaitu teori semantis menurut Quirk et al dan Perkins yang menghubungkan
modalitas boulomaik dengan kaidah psikologis yang dianggapnya merupakan bagian dari hukum alam berdasarkan pada subkategorisasi
modalitas itu juga menyangkut disposisi terhadap keberlangsungan peristiwa non aktual . Metode yang digunakan adalah metode deskriptif.
Teknik pengumpulan datanya adalah dengan mengumpulkan data dengan mencatat dari interview informan yang bahasa ibunya Bahasa Minangkabau
dan juga disertai dengan kajian pustaka. Maka hasilnya dapat ditemukan bahwa modalitas adalah cakupan terminologi pada penutur yang
memungkinkan penutur atau pembicara untuk mengekspresikan tataran yang berbeda-beda dari komitmen atau keyakinan pada suatu proposisi yang
diucapkannya. Bentuk yang menggambarkan modalitas dari sikap pembicara dengan mensubkategorisasikan modalitas yaitu modalitas
intensional, modalitas epistemik, modalitas deontik, modalitas dinamik. 8.
Nurlela 2010 dalam disertasi yang berjudul “Representasi leksikogramatika Teks pidato kenegaraan presiden soeharto dan susilo
bambang yudhoyono” melakukan penelitian teks pidato tertulis yang meneliti semiotika leksikogramatika yang menggambarkan realitas tentang
apa yang dikatakan saying, dilakukan doing, dan gambaran peristiwa yang terjadi being dalam kegiatan bernegara dan dalam mengeksekusi
kebijakan pemerintah di bawah kendali dua pemimpin bangsa Indonesia,
Universitas Sumatera Utara
Presiden Soeharto dan Presiden SBY. Kegiatan sebagaimana dimaksud terepresentasi dalam teks pidato kenegaraan Presiden Soeharto dan SBY
yang memaparkan tentang apa yang telah, sedang dan akan dilaksanakan presiden sebagai representasi ujud tanggung jawab keduanya baik sebagai
kepala negara maupun sebagai kepala pemerintahan dalam wadah NKRI yang menganut sistem presidensial. Ketiga kegiatan ini menjadi fokus dalam
penelitian ini dengan cara melakukan analisis teks terhadap ketiga metafungsi bahasa, yakni fungsi eksperiensial yang berfungsi sebagai
representasi suatu realita atau pengalaman, karena teks pidato kenegaraan presiden adalah ekspresi realita tentang eksekusi kebijakan presiden dalam
melaksanakan pembangunan menuju masyarakat yang sejahtera. Selanjutnya, leksikogramatika teks dikaji berdasarkan fungsi atau makna
interpersonal untuk melihat bagaimana realita yang terepresentasi dalam fungsi eksperiensial diaktualisasikan dalam teks pidato kenegaraan Soeharto
dan SBY. Penelitian dalam fungsi ini difokuskan pada modus dan modalitas, yang mencerminkan sikap atau pertimbangan kedua presiden yang
terepresentasi dalam perilaku semiotik kebahasaan mereka. Metafungsi ketiga adalah fungsi tekstual yang menyangkut tema topikal, tekstual dan
interpersonal. Khususnya analisis diarahkan untuk mencari sifat pemunculannya tema, yakni apakah pada klausa tunggal atau klausa
majemuk, bermarkah tak lazim atau tak bermarkah lazim. Selain ketiga tema ini, analisis juga diarahkan pada pemakaian alat-alat kohesi yang
Universitas Sumatera Utara
berfungsi membentuk teks menjadi kohesif dan koheren. Kemudian, ketiga metafungsi bahasa ini dikaitkan dengan konteks eksternal teks, yakni
konteks situasi. Jadi, fokus penelitian ini adalah penelitian makna teks pidato kenegaraan Presiden Soeharto dan SBY berdasarkan
leksikogramatika yang dikaji berdasarkan fungsi multivariat, yaitu fungsi eksperiensial, fungsi interpersonal dan fungsi tekstual dengan melibatkan
konteks eksternal khususnya konteks situasi yang menyangkut medan wacana, sarana wacana dan pelibat wacana.
9. Syifa Asriany 2003 dalam tesis ”Modalitas pada Cerita Rakyat Karo Seri
Turi-Turin Karo Beru Dayang Jile-Jile Suatu Kajian Fungsional Sistemik” melakukan penelitian modalitas pada cerita rakyat karo. Penelitian ini
mendeskripsikan pemakaian modalitas pada cerita tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori LFS oleh Halliday 1994 dan
Saragih 2001 yang menyatakan bahwa modalitas adalah pandangan, pendapat pribadi atau komentar pemakai bahasa terhadap paparan
pengalaman yang disampaikannya dalam interaksi berupa kemungkinan atau keharusan. Modalitas terdiri atas modalisasi dan modulasi. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa cerita rakyat karo menggunakan modalitas. Selanjutnya jenis modalitas yang paling dominan digunakan adalah jenis
modalitas modulasi yang bersifat subjektif dengan tingkat keseringan kemunculan modalitas yang tinggi terdapat pada jenis cerita turi-turin padan
pengindo TTPP.
Universitas Sumatera Utara
Semua penelitian terdahulu yang disebut di atas memberikan kontribusi yang sangat berarti untuk melakukan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendahuluan