BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kekerasan terhadap perempuan akhir-akhir ini banyak dibicarakan baik dalam bentuk lokakarya, seminar, diskusi maupun dialog publik. Pihak
penyelenggara terdiri dari berbagai kalangan baik dari organisasi pemerintah, non pemerintah maupun para akademisi. Dari berbagai kekerasan terhadap
perempuan, seperti perkosaan, pelacuran, pornografi, pelecehan seksual, dan sebagainya. Ternyata yang paling menonjol saat ini adalah kekerasan dalam
rumah tangga domestic violence yang dapat digolongkan kepada tindakan kejahatan. Seharusnya istri bersama suami duduk bersama dalam mengarungi
kehidupan rumah tangga, yang lebih menyedihkan kasus tersebut dari waktu ke waktu terus meningkat.
1
Meskipun jarang terdengar di media cetakelektronik berita tentang kekerasan dalam rumah tangga yang disingkat dengan istilah KDRT, namun
sebenarnya kekerasan ini banyak terjadi di sekitar kita bahkan semua lapisan masyarakat. Langkanya berita disebabkan karena masih adanya pandangan yang
keliru dari sebagian masyarakat, karena masalah KDRT masih dianggap sebagai masalah internal keluarga dan sangat pribadi sifatnya, sehingga orang luar tidak
1
Nani Kurniasih, Kajian Yuridis Sosiologis Terhadap Kekerasan yang Berbasis Gender, http
www.uninus.ac.idPDFKAJIAN YURIDIS SOSIOLOGIS KDRT.pdf , diakses pada 04
Februari 2009 pkl 14.28 WIB.
berhak untuk mencampurinya. Demikian pula halnya dengan polisi, apabila seorang perempuan melaporkan bahwa ia dipukuli oleh suaminya maka sikap dan
langkah yang diambil terhadap suaminya pelaku akan jauh lebih lunak dibandingkan bila si penganiaya pelaku adalah orang lain diluar dari keluarga
inti. Pada umumnya yang menjadi korban KDRT adalah isteri, anak atau pembantu rumah tangga PRT. Sedangkan pelaku kekerasan adalah suami,
ayahibu, majikan laki-laki perempuan anak majikan yang telah remaja atau dewasa atau keluarga lain yang tinggal serumah seperti mertua, paman atau
sepupu.
2
Kesetaraan gender belum dipraktekkan secara optimal di masyarakat, ditambah lagi budaya patriarki yang terus langgeng membuat perempuan berada
di dalam kelompok yang tersubordinasi. Latar budaya patriarki dan ideologi gender
berpengaruh pula terhadap produk perundang-undangan. Misalnya, pasal 31 ayat 3 Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan
bahwa: “Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga”. Hal ini menimbulkan pandangan dalam masyarakat, seolah-olah kekuasaan laki-laki
sebagai suami sangat besar sehingga dapat memaksakan semua kehendaknya termasuk melakukan kekerasan.
3
2
Anny Tarigan, dkk., Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak yang Menjadi Korban Kekerasan,
Jakarta: LBPP DERAP-Warapsari, 2003, Cet, Ke-2, h. 23.
3
Nani Kurniasih, Kajian Yuridis Sosiologis Terhadap Kekerasan yang Berbasis Gender, http
www.uninus.ac.idPDFKAJIAN YURIDIS SOSIOLOGIS KDRT.pdf .
Organisasi perempuan di banyak negara berkembang, seperti Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang menjadi pembuka jalan ditelusurinya masalah kekerasan
terhadap perempuan melalui pendekatan hak asasi manusia. Kini telah tampak dan dapat dirasakan gemanya, dari tingkat lokal sampai internasional, komitmen
konkrit untuk mengurus masalah ini sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan penegakkan hak asasi manusia.
4
Lebih jauh, di dalam Deklarasi dan Platform Aksi hasil Konferensi Perempuan Dunia ke-4 di Beijing tahun 1995,
dinyatakan bahwa: “Kekerasan terhadap perempuan berakar di dalam relasi atau hubungan yang tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki”, yang sifatnya
menyejarah.
5
Negara diharapkan untuk secara serius mengambil tindakkan melindungi agar kaum perempuan warga negaranya bebas dari tindak kekerasan
baik di dalam rumah mereka maupun di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Laporan Komnas Perempuan menunjukkan data kasus yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Sebesar 20.391 kasus di tahun 2005 naik menjadi 22.512 kasus di tahun 2006, lalu naik menjadi 25.522 kasus di tahun 2007, dan
pada tahun 2008 meningkat menjadi dua kali lipat dibandingkan tahun 2007. Dari 54.425 kasus, sebesar 42.076 kasus merupakan kasus kekerasan dalam rumah
4
Komnas Perempuan, Layanan yang Berpihak: Buku Rujukan untuk Menyelenggarakan Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan,
Jakarta: Publikasi Komnas Perempuan, 2005, Cet. Ke- 2, h. 3.
5
Ibid., h. 4-5.
tangga.
6
Data dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan P2TP2 kota Bandung menunjukkan bahwa dari tahun 2002 terdapat 23 kasus yang
dilaporkan, dimana tahun 2006 meningkat menjadi 49 kasus, dengan 41 kasus 84 merupakan kekerasan terhadap istri. Bentuk yang terbanyak didapatkan
istri adalah kekerasan psikis disusul penelantaran ekonomi, kemudian kekerasan fisik.
7
Pada dasarnya dari pihak pemerintah telah berupaya melindungi kaum perempuan melalui Undang-undang No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan Convention On The Elimination For All Forms Of Discrimination
Against Women disingkat dengan istilah CEDAW. Pada tahun 1994, sejumlah
perempuan yang terdiri dari para pengajar dan aktivis sejumlah LSM perempuan membentuk kelompok kerja “convention wacth”. Mereka adalah para pengajar
Program Studi Kajian Wanita, Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Pada saat itu Pusat Kajian Wanita PSW dibentuk di tiap perguruan tinggi baik negeri maupun
swasta. Lembaga terkini yang dibentuk melalui Keppres No.1 tahun 1998 adalah Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Komnas Perempuan dan
telah diperbaharui dengan Peraturan Presiden Perpres No. 65 Tahun 2005,
Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan 2008, Kerentanan Perempuan Terhadap Kekerasan Ekonomi dan Kekerasan Seksual: Di Rumah, Institusi Pendidikan dan Lembaga
Negara, Jakarta: Komnas Perempuan, 7 Maret 2009, h. 6.
Nani Kurniasih, Kajian Yuridis Sosiologis Terhadap Kekerasan yang Berbasis Gender, http
www.uninus.ac.idPDFKAJIAN YURIDIS SOSIOLOGIS KDRT.pdf .
terakhir terbitnya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang disingkat dengan PKDRT.
8
Dengan lahirnya berbagai peraturan yang berkenaan dengan perempuan, baik secara nasional maupun internasional, tentu harapan kita jumlah kasus
kekerasan terhadap perempuan dapat diminimalisir. Namun kenyataan di lapangan peraturan tersebut seperti, Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga UU PKDRT belum menjawab keadilan bagi korban KDRT dan peraturan lain belum secara efektif
dilaksanakan.
9
Beranjak dari permasalahan di atas, penulis merasa perlu dan penting untuk diadakan suatu penelitian. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun
skripsi yang membahas “Peranan Komnas Perempuan dalam Mewujudkan Keadilan Gender bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga” Studi
Analisis di Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam hal pembatasan masalah penulisan skripsi ini, untuk lebih menjelaskan dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan skripsi ini dan
Nani Kurniasih, Kajian Yuridis Sosiologis Terhadap Kekerasan yang Berbasis Gender. Nani Kurniasih, Kajian Yuridis Sosiologis Terhadap Kekerasan yang Berbasis Gender.
tidak melebar kemana-mana, penulis membatasi penelitian ini hanya pada peranan Komnas Perempuan dalam mewujudkan keadilan gender bagi
korban kekerasan dalam rumah tangga .
2. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan keharusan adanya masalah dalam satu tulisan atau bahasan, maka untuk lebih memperjelas dan mengkongkritkan arah penelitian
ini, penulis perlu merumuskan masalah dengan rumusan sebagai berikut: “semestinya, dengan dibentuknya Komnas Perempuan dan disahkannya
Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga diharapkan dapat mewujudkan keadilan dan meminimalisir
volume korban KDRT. Tapi dalam kenyataannya, keberadaan komnas perempuan dan disahkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang
PKDRT belum dapat mengantisipasi volume KDRT, serta adanya ketidakadilan bagi perempuan korban KDRT.
” Rumusan tersebut dapat dirinci dengan pertanyaan sebagai berikut:
1 Bagaimana konsep keadilan gender dan kekerasan dalam rumah tangga
KDRT menurut Komnas Perempuan? 2
Bagaimana bentuk penanganan dan upaya Komnas Perempuan dalam mewujudkan keadilan gender bagi korban KDRT?
3 Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi Komnas Perempuan dalam
mewujudkan keadilan gender bagi korban KDRT?
C. Kerangka Teori