c. Team building
Tim merupakan salah satu bentuk kelompok, dimana setiap anggota menganut kepribadian kelompok yang ditandai dengan cohesiveness, beliefs,
value and norm dan goal. Kerja tim dapat meningkatkan dan memaksimalkan kerjasama anggota tim dan meningkatkan pembelajaran karyawan untuk
mempelajari keahlian karyawan lain terutama cara efisien dalam meningkatkan produksi.
5. Dampak Kualitas Kehidupan Bekerja
Rhonen 1981 mengatakan bahwa pengukuran kualitas kehidupan bekerja akan berdampak pada:
a. meningkatkan sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan terhadap
perusahaan, b.
meningkatkan produktivitas dan motivasi intrinsik karyawan, c.
meningkatkan efektifitas perusahaan dan kompetitif perusahaan dalam menghadapi bisnis global.
C. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi
Motivasi merupakan dorongan untuk memacu karyawan agar lebih aktif dalam melaksanakan pekerjaan guna mencapai tujuan dan hasil yang lebih baik.
Salah satu jenis motivasi yang bertujuan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik menurut McClelland adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi
merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua
Universitas Sumatera Utara
kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal Mc Clelland, 1987.
McClelland 1987 mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi berbeda dalam keinginan yang kuat dalam melakukan hal-
hal yang lebih baik. Karyawan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan mempunyai semangat, keinginan dan energi yang besar dalam diri individu untuk
bekerja seoptimal mungkin. Mereka berorientasi pada pekerjaan, dan performa mereka dapat dinilai melalui prestasi kerja dan tujuan yang ditetapkan merupakan
tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga tujuan yang tidak terlalu mudah dicapai. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan
menengah yang realistis untuk dicapai Gardner Shah, 2008. McClelland 1987 menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki
motivasi berprestasi tinggi meliputi ketertarikan terhadap tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, bertanggung jawab secara personal atas performa kerja,
menyukai umpan balik, inovatif dan memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi sehingga seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi pada
umumnya lebih berhasil dalam menjalankan tugas dibandingkan dengan mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah.
Motivasi berprestasi dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik bersumber dari dalam diri individu seperti persepsi individu
tentang kemungkinan sukses yang akan dicapai, self-efficacy, nilai pentingnya suatu tujuan, ketakutan akan kegagalan, dan beberapa faktor lainnya seperti jenis
kelamin, kepribadian, usia dan pengalaman kerja McClelland, 1987.
Universitas Sumatera Utara
Motivasi berprestasi akan timbul karena ada dorongan eksternal, yaitu sumber motivasi yang berasal dari luar individu yang dapat menggerakkan
perilaku berprestasi yang disebut dengan motivasi ekstrinsik. Penelitian menemukan bahwa motivasi berprestasi tinggi memiliki performa yang kurang
baik ketika tidak adanya insentif dari pekerjaan. Jadi individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi tidak selalu menunjukkan performa yang lebih baik
dari pada individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Motivasi ekstrinsik merupakan sesuatu yang diberikan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
karyawan sehingga mampu meningkatkan kontribusi karyawan. Oleh karena itu, perusahaan penting untuk memahaminya dengan memberikan kualitas kehidupan
bekerja yang baik bagi setiap karyawan sehingga dapat mendorong karyawan memaksimalkan kontribusinya pada pencapaian prestasi yang optimal
McClelland, 1987. Kualitas kehidupan bekerja pada dasarnya merupakan praktik manajemen
yang bertujuan menciptakan budaya kerja yang mampu memotivasi setiap karyawan untuk dapat mengembangkan diri dan memberikan kontribusi optimal
bagi pencapaian sasaran organisasi. Karyawan akan memberikan kontribusi yang lebih besar apabila mereka merasa memiliki kebebasan dalam menyampaikan ide
dan merasa mampu menjalin hubungan timbal balik dengan perusahaan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Robbins dalam Lau May, 1998 bahwa
kualitas kehidupan bekerja sebagai sebuah proses dimana organisasi merespon kebutuhan karyawan dengan mengembangkan mekanisme yang mengizinkan
Universitas Sumatera Utara
mereka untuk berbagi dalam membuat keputusan dalam mendesain kehidupan kerja mereka.
Wentling Thomas 2007 menemukan bahwa partisipan yang memiliki tingkat motivasi tinggi akan berusaha untuk mencapai sukses dan cenderung
membuat perusahaan tempat mereka bekerja mencapai kesuksesan juga. Mereka merasa bahwa energi dan antusiasme yang mereka miliki berhubungan dengan
tingkat motivasi tinggi, dimana akan mengarahkan kepada kerja keras. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bersemangat dalam memperbaiki
performanya ketika ada kesempatan dan lebih terpacu untuk mendapatkan posisi yang menuntut power dan tanggung jawab yang lebih besar Iyer
Kamalanabhan, 2006. Kualitas kehidupan bekerja merupakan suatu cara untuk mempertahankan
karyawan yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya serta mampu memberikan kontribusi yang optimal yang merupakan sumber penting dalam organisasi dengan
meningkatkan martabat dan menghargai karyawan. Menurut Cuningham dalam Rose, et. al 2006 hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja
individu adalah tugas, lingkungan fisik kerja, lingkungan sosial dalam organisasi, sistem administrasi dan hubungan antara kehidupan di dalam dan di luar
pekerjaan. Walton mengemukakan delapan kategori utama kualitas kehidupan bekerja
yang meliputi kompensasi yang memadai dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan menggunakan dan mengembangkan kapasitas manusia,
kesempatan untuk pertumbuhan dan jaminan yang berkesinambungan, integrasi
Universitas Sumatera Utara
sosial dalam organisasi, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang kerja keseluruhan dan tanggung jawab sosial organisasi Kossen, 1986.
Kompensasi merupakan sistem imbalan yang diberikan organisasi yang dapat mempengaruhi berbagai tingkah laku karyawan seperti dapat meningkatkan
prestasi kerja, mengurangi absensi dan mempertahankan karyawan yang ahli bahkan mampu menarik sejumlah tenaga kerja yang ahli dari luar. Sistem
kompensasi ini harus mencerminkan keadilan dan memadai untuk memenuhi kebutuhan pekerja sesuai standar pekerja yang bersangkutan. Kompensasi yang
adil adalah gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima umum, mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang
diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama. Sedangkan kompensasi yang layak adalah besarnya upah lebih banyak dikaitkan dengan standar hidup dan
peraturan-peraturan ketenagakerjaan, seperti kebutuhan fisik minimum dan upah minimum regional.
Penelitian Hermawan terhadap pegawai Dinas Pendapatan Daerah tentang kompensasi menemukan bahwa kompensasi berhubungan positif dengan motivasi.
Pemberian kompensasi seperti upah, benefit dan insentif memberikan beberapa pengaruh terhadap semangat kerja, produktivitas kerja Hermawan, 2008,
memperbaiki kualitas kehidupan bekerja, memperbaiki performa bisnis Lau May, 1998 dan meningkatkan motivasi karyawan Noe, 2000.
Kondisi lingkungan fisik pekerjaan dan tata ruang tempat kerja juga mempengaruhi motivasi berprestasi pada karyawan. Kondisi lingkungan fisik
pekerjaan harus ilmiah dan mencerminkan lingkungan fisik yang aman bagi
Universitas Sumatera Utara
karyawan meskipun ketika melakukan suatu pergerakan fisik apapun. Peralatan kerja dan literatur harus tersedia dan mestinya tidak harus sama pada setiap
karyawan. Toynbee dalam McClelland, 1987 mengatakan bahwa faktor-faktor
lingkungan mempengaruhi kesuksesan. Wentling dan Thomas 2007 dalam penelitiannya menemukan bahwa partisipan yang menganggap perusahaan
mereka memberikan lingkungan kerja yang suportif dan kolaboratif, yaitu suasana lingkungan kerja yang terbuka, komunikasi yang jujur, dan berbagi pengetahuan
dan informasi di semua direksi akan meningkatkan motivasi berprestasi pada karyawan.
Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang kompleks. Karyawan menginginkan sebuah kebebasan untuk bertindak dan mengerjakan pekerjaannya
tanpa adanya tekanan psikologis. Komunikasi interpersonal harus dijaga dengan baik untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas hubungan dengan
teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan sehingga dapat tercipta suatu integrasi sosial yang baik dalam organisasi Kondalkar, 2009.
Wentling dan Thomas 2007 dalam penelitiannya menemukan bahwa interaksi antar karyawan, yang didasarkan pada kejujuran, saling menghormati
dan integritas akan meningkatkan kualitas hubungan dan integritas sosial organisasi. Salah satu faktor dalam mencapai organisasi yang efektif adalah
proses komunikasi sehingga terjadi pertukaran informasi, gagasan, dan pengalaman. Komunikasi dapat memelihara motivasi dengan memberikan
penjelasan kepada para karyawan tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik
Universitas Sumatera Utara
mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar sehingga dapat menjadi umpan balik
bagi karyawan Kondalkar, 2009. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa struktur sosial merupakan
sumber motivasi berprestasi, paling tidak sebagai pelengkap yang mempengaruhi perilaku usahawan individu. Struktur sosial yang kompetitif diasosiasikan dengan
tingkat motivasi berprestasi yang tinggi. Levine dalam McClelland, 1987 menemukan bahwa peningkatan motivasi berprestasi ini disebabkan oleh sistem
status mereka sebagai sebuah kelompok. Struktur sosial yang kompetitif dimana didalamnya dapat meningkatkan kepercayaan diri dan melibatkan aturan-aturan
yang demokratis, akan meningkatkan dan mengarahkan kepada motivasi berprestasi yang tinggi.
Indvidu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mengerahkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki dan mengembangkan inovasi dan
kreatifitas dalam bekerja McClelland,1987. Kecakapan dan keahlian ini dapat dikembangkan oleh perusahaan dengan memberikan program pengembangan
karyawan. Mathis 2001 mengatakan bahwa pengembangan karyawan adalah kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kecakapan guna pertumbuhan
berkesinambungan di dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang efektif. Program pengembangan karyawan dapat dilakukan melalui pendidikan dan
latihan, promosi, dan mutasi atau transfer. Pendidikan dan latihan, mutasi, dan promosi jabatan dapat menimbulkan kepuasan dan kebanggaan pribadi, status
sosial yang semakin tinggi dan pengahasilan yang semakin besar; dapat
Universitas Sumatera Utara
memotivasi karyawan untuk bekerja dan berprestasi, berdisiplin tinggi dan meningkatkan produktivitas kerjanya; memberikan kesempatan kepada karyawan
untuk mengembangkan kreativitas dan inovasinya yang lebih baik sehingga dapat berpengaruh positif terhadap organisasi dan terhadap karyawan. Dengan semakin
tinggi pendidikan karyawan akan semakin meningkat ketrampilan dan kecerdasaannya sehingga mereka lebih percaya diri dan semakin dapat
mengendalikan diri, yang pada akhirnya akan dapat menyadarkan karyawan arti pentingnya melakukan suatu pekerjaan Kondalkar, 2009.
Adanya kesempatan pertumbuhan dan pengembangan yang diberikan perusahaan akan memotivasi karyawan untuk mengembangkan diri dan karir
mereka. Penelitian Unierzyski 2003 menemukan bahwa individu dengan tingkat motivasi berprestasi yang tinggi akan mendorong dirinya untuk mengembangkan
olahraganya secara terus menerus. Pengembangan karir dan kemajuan karir diyakini dipengaruhi oleh karakteristik personal, namun bukti menemukan bahwa
faktor lingkungan dan organisasi juga berperan penting terhadap proses pengembangan karir Fowler, 1982. Adanya kesempatan yang lebih banyak
untuk mengembangkan dan menggunakan pikiran dan keahlian-keahlian mereka akan lebih dapat membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka demi
meningkatkan harga diri dan martabat. Kualitas kehidupan kerja memfokuskan pada dimensi manusiawi dalam
dunia kerja. Alasan pentingnya kualitas kehidupan kerja pada karyawan adalah karena organisasi dapat memberikan sesuatu yang benar dengan menghargai nilai-
nilai kemanusiaan dalam organisasi. Karyawan mengharapkan pekerjaannya
Universitas Sumatera Utara
memberikan kenyamanan baik secara fisik maupun psikologis dan seharusnya memberikan sebuah penghargaan dari sisi ekonomi dan emosional Lehrer, 1982.
Organisasi seharusnya memastikan bahwa permintaan pekerjaan sesuai dengan kehidupan personal karyawan dan tanggung jawab pekerjaan. Pekerjaaan
seharusnya tidak berbenturan dengan kehidupan pribadi karyawan. Transfer yang terlalu sering, keterlambatan jam kerja, dan perjalanan yang terlalu sering tidak
direkomendasikan karena dapat melemahkan energi karyawan. Hal ini dapat mengganggu pola hidup dan produktivitas organisasi sehingga dapat
menyebabkan stres kerja pada karyawan dan terjadi ketidakseimbangan lingkungan kerja Kondalkar, 2009.
Kualitas kehidupan kerja seharusnya memberikan suatu ingatan yang menyenangkan tentang tempat kerjanya ketika karyawan pulang ke rumah
Kondalkar, 2009. Setiap pekerjaan harusnya menarik, menantang dan membuat perasaan bahagia pada karyawan. Pekerjaan mempengaruhi motivasi karyawan.
Pekerjaan harus memberikan nilai intrinsik pada karyawan dimana karyawan harus bangga dengan komponen tertentu dari pekerjaannya yang dapat
mengarahkan pada kepuasan kerja. Kualitas kehidupan kerja fokus terhadap derajat dimana karyawan mampu memuaskan kebutuhan personal yang penting
yang dapat dipenuhi oleh organisasi. Pemenuhan kebutuhan ini tergantung pada tingkat kepuasan karyawan dan aspek kebutuhan yang berhubungan dengan
domain kerja dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja Ronen, 1981. Berbagai faktor kualitas kehidupan bekerja mempengaruhi semangat kerja
karyawan. Penelitian Usman 2009 di Pertamina menemukan bahwa adanya
Universitas Sumatera Utara
kesempatan pekerja mengembangkan keahliannya, sistem imbalan yang adil dan mencukupi kebutuhan dan lingkungan yang aman dan nyaman bagi karyawan
mempengaruhi semangat kerja karyawan. Havlovic, Straw Heckscher, Scobel dalam Lau May, 1998
mengatakan bahwa beberapa karakteristik seperti variasi daripada tugas-tugas kerja, umpan balik daripada pekerjaan, adanya kesempatan untuk menggunakan
kemampuan dan keterampilan individu juga mepengaruhi kualitas kehidupan bekerja. Penelitian tentang kualitas kehidupan bekerja sebelumnya menyatakan
bahwa bila managemen ingin mengembangkan kekohesifan dan loyalitas maka organisasi harus mengembangkan kebijakan yang mendukung dan jelas.
Penelitian Delaney dan Huselid juga menemukan hubungan positif antara praktek managemen sumber daya manusia yang progresif, seperti pelatihan dan
penyeleksian staf dengan performa organisasi dengan peningkatan kualitas kehidupan kerja.
Peningkatan kualitas kehidupan bekerja berdampak positif terhadap organisasi seperti pencapaian sasaran organisasi, memperbaiki kondisi kerja,
meningkatkan efektivitas organisasi, berkontribusi dalam mencari karyawan yang berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya
dalam bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan Lau May, 1998. Selain itu juga berdampak positif terhadap karyawan dapat menimbulkan perasaan
lebih positif terhadap diri sendiri, terhadap pekerjaan yang dilaksanakan Winardi, 2001 meningkatkan komitmen, efisiensi produktivitas pekerja, dan keterlibatan
dalam organisasi Mullins, 1996, berkurangnya tingkat ketidakhadiran,
Universitas Sumatera Utara
rendahnya turnover dan meningkatnya tingkat kepuasan kerja dan menurunkan tingkat perilaku negatif pekerja, dan meningkatkan prestasi karyawan Havlovic,
Cohen, Chang Ledford, King Ehrhard, dalam Lau May, 1998. Kualitas kehidupan kerja dan proses pemberdayaan karyawan dalam
perusahaan sangat menentukan kesadaran dari individu karyawan untuk mengubah cara berfikir yang destruktif terhadap perannya dalam perusahaan.
Sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap perusahaan, merupakan cerminan motivasi berprestasi pada diri karyawan tinggi. Karyawan berharap
bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Karena harapan
akan keadaan yang lebih memuaskan, maka pekerja akan melakukan usaha-usaha untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang
memiliki motivasi berprestasi memiliki kebutuhan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang
lebih tinggi. Motivasi berprestasi menjadi komponen yang sangat berperan dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas McClelland, 1987.
Beberapa penelitian tentang kualitas kehidupan bekerja dan aspek-aspek kualitas kehidupan bekerja menunjukkan hubungan yang positif terhadap
motivasi. Penelitian Usman 2009 di Pertamina menemukan bahwa adanya
kesempatan pekerja mengembangkan keahliannya, sistem imbalan yang adil dan mencukupi kebutuhan dan lingkungan yang aman dan nyaman bagi karyawan
mempengaruhi semangat kerja karyawan. Havlovic, Straw Heckscher, Scobel dalam Lau May, 1998 mengatakan bahwa beberapa karakteristik seperti
Universitas Sumatera Utara
variasi daripada tugas-tugas kerja, umpan balik daripada pekerjaan, adanya kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan individu juga
mepengaruhi kualitas kehidupan bekerja. Penelitian tentang kualitas kehidupan bekerja sebelumnya menyatakan
bahwa bila managemen ingin mengembangkan kekohesifan dan loyalitas maka organisasi harus mengembangkan kebijakan yang mendukung dan jelas.
Penelitian Delaney dan Huselid juga menemukan hubungan positif antara praktek managemen sumber daya manusia yang progresif, seperti pelatihan dan
penyeleksian staf dengan performa organisasi dengan peningkatan kualitas kehidupan kerja.
Peningkatan kualitas kehidupan bekerja berdampak positif terhadap organisasi seperti pencapaian sasaran organisasi, memperbaiki kondisi kerja,
meningkatkan efektivitas organisasi, berkontribusi dalam mencari karyawan yang berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya
dalam bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan Lau May, 1998. Selain itu juga berdampak positif terhadap karyawan dapat menimbulkan perasaan
lebih positif terhadap diri sendiri, terhadap pekerjaan yang dilaksanakan Winardi, 2001 meningkatkan komitmen, efisiensi produktivitas pekerja, dan keterlibatan
dalam organisasi Mullins, 1996, berkurangnya tingkat ketidakhadiran, rendahnya turnover dan meningkatnya tingkat kepuasan kerja dan menurunkan
tingkat perilaku negatif pekerja, dan meningkatkan prestasi karyawan Havlovic, Cohen, Chang Ledford, King Ehrhard, dalam Lau May, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Kualitas kehidupan kerja dan proses pemberdayaan karyawan dalam perusahaan sangat menentukan kesadaran dari individu karyawan untuk
mengubah cara berfikir yang destruktif terhadap perannya dalam perusahaan. Sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap perusahaan, merupakan
cerminan motivasi berprestasi pada diri karyawan tinggi. Karyawan berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu
keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Karena harapan akan keadaan yang lebih memuaskan, maka pekerja akan melakukan usaha-usaha
untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi memiliki kebutuhan untuk melakukan pekerjaan
yang lebih baik dari sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi. Motivasi berprestasi menjadi komponen yang sangat berperan dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas McClelland, 1987.
D. Hipotesis Penelitian