Dari tabel 21 di atas dapat dilihat bahwa hubungan variabel yang memiliki persentase terbesar terletak pada kategori motivasi berprestasi tinggi dan kualitas
kehidupan bekerja sedang yaitu sebanyak 104 orang 52. Subjek yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan kualitas kehidupan bekerja tinggi sebanyak 61
orang 30.5. Sebaliknya, tidak ada subjek yang memiliki motivasi berprestasi rendah dan kualitas kehidupan bekerja rendah 0.
I. Pembahasan Penelitian
Hasil penelitian pada sampel staff karyawan PT Citra Tubindo Batam menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kualitas kehidupan bekerja
dengan motivasi berprestasi pada karyawan, dimana semakin tinggi kualitas kehidupan bekerja maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi pada karyawan,
demikian sebaliknya semakin rendah kualitas kehidupan bekerja maka semakin rendah pula motivasi berprestasi pada karyawan. Variabel kualitas kehidupan
bekerja memberikan pengaruh sebesar 29.9 terhadap motivasi berprestasi pada karyawan, ini berarti ada 70.1 lagi faktor lain yang mempengaruhi motivasi
berprestasi pada karyawan. Winardi 2001 mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja seorang
individu, telah dikaitkan dengan berbagai macam perilaku di tempat kerja. Perbaikan-perbaikan dalam kualitas kehidupan bekerja dapat menimbulkan
perasaan lebih positif terhadap organisasi. Kehidupan kerja yang ditandai dengan kehangatan, keramahan dan hadiah yang adil akan meningkatkan performa kerja,
meningkatkan motivasi dan kepuasan karyawan dalam Rose et. al, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Kualitas kehidupan bekerja menyediakan kesempatan kepada karyawan untuk terlibat aktif dalam pekerjaan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
karyawan dan meningkatkan kualitas karyawan dalam pekerjaannya yang ditunjukkan dengan kepuasan, berkurangnya stress kerja dan berkurangnya
konsekuensi negatif yang terkait dengan pekerjaan. Karyawan yang merasa terlibat aktif dalam organisasi akan cenderung lebih bekerja dengan baik dan
bahkan bekerja keras demi kepentingan perusahaan karena mereka dapat melihat langsung bahwa kontribusi yang mereka berikan dapat mengarahkan organisasi
untuk mencapai kesuksesan Kondalkar, 2009. Penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi pada karyawan
bergerak dalam rentang sedang sampai tinggi, dan kualitas kehidupan bekerja paling banyak tersebar pada kategori sedang dan tinggi. Namun penelitian
menemukan bahwa beberapa variabel bebas dalam penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi berprestasi, yaitu kompensasi
yang adil dan memadai, kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat, kesempatan mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, peluang
pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, integrasi sosial organisasi dan hak-hak karyawan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi berprestasi.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat motivasi berprestasi pada karyawan yang tinggi dapat disebabkan oleh faktor intrinsik. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Sujak bahwa peningkatan kinerja individu dapat disebabkan oleh motivasi yang berasal dari dalam diri individu dalam Brahmasari dan
Suprayetno, 2008. Hal ini dapat disebabkan oleh karena motivasi intrinsik lebih
Universitas Sumatera Utara
bertahan dibandingkan dengan motivasi ekstrinsik Gunarso, dalam Arisanti Wirawan 2008. Nugraheni dalam penelitiannya tentang pengaruh motivasi
ekstrinsik dan motivasi intrinsik terhadap kinerja paramedis keperawatan menemukan bahwa motivasi intrinsik mempunyai pengaruh yang paling dominan
terhadap motivasi berprestasi daripada motivasi ekstrinsik. Nugraheni, 2008. Motivasi intrinsik yang dominan menunjukkan adanya kemauan dari dalam
diri individu untuk melakukan sesuatu sehingga menunjukkan prestasi yang lebih baik dibanding dengan individu lain yang termotivasi secara ekstrinsik. Dengan
adanya suatu lingkungan yang mendukung dan memotivasi individu maka dapat mengembangkan individu dengan lebih baik lagi. Namun McClelland 1987
mengatakan bahwa individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi akan memiliki dorongan untuk berprestasi lebih baik tanpa memperhatikan ada tidaknya insentif
dari lingkungan. Pihak manajemen berusaha menumbuhkan motivasi intrinsik sehingga dapat
termotivasi dalam menjalankan tugas tanpa mengharapkan penghargaan yang berlebihan. Ketika pekerja mulai mendapatkan gaji dan menikmatinya maka
motivasi ekstrinsik meningkat. Selanjutnya pekerja merasakan terkontrol oleh lingkungan yang memberikan penghargaan tersebut. Pada akhirnya, tanpa disadari
kontrol yang terlalu ketat tersebut dianggap sebagai pengekangan daya kreativitasnya dalam bekerja dan kinerja mulai menurun. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Wardani yang menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kompensasi dengan prestasi kerja.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu paradigma tentang penggajian, mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara imbalan dan prestasi kerja. Imbalan bukan satu-satunya faktor
yang mempengaruhi tingkat produktivitas. Pekerja karyawan yang mungkin bersikap negatif terhadap perusahaan atau pekerjaannya untuk sementara akan
berubah sikap bila ada kenaikan gaji atau memberikan lebih banyak bonus, tetapi dalam waktu yang tidak terlalu lama sikap negatif mereka akan kembali lagi.
Memberi imbalan lebih banyak bukan merupakan cara yang tepat untuk mengubah sikap karyawan. Sebaliknya bila perusahaan tidak membayar karyawan
yang baik dengan cukup dan adil, karyawan akan kecewa, menjadi tidak produktif, kualitas kerja memburuk dan dapat menyebabkan turnover. Karyawan
yang kurang produktif dan memiliki kualitas kerja yang buruk merupakan ciri karyawan yang tidak termotivasi untuk berprestasi.
Siagian 2002 mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi mendapat
perhatian serius karena pertimbangan sebagai berikut: 1 filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit pro quo”, 2 dinamika kebutuhan manusia sangat
kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, 3 tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, 4 perbedaan
karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak adanya teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi
dan juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kondisi lingkungan kerja yang aman
dan sehat merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi Variabel
Universitas Sumatera Utara
kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat memiliki nilai B pada analisis regresi berganda yaitu 0.114. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan satu
satuan variabel kondisi lingkungan kerja akan meningkatkan variabel motivasi berprestasi sebesar 0.114 satuan. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan kerja
sangat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja sehingga dalam melakukan pekerjaannya perlu dipertimbangkan adanya berbagai faktor dan potensi bahaya
dan resiko di tempat kerja yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor fisik lingkungan kerja antara lain adalah
kebisingan, debu, suhu panas atau dingin, radiasi, penerangan, vibrasi dan lain- lain.
Faktor-faktor tersebut dalam lingkungan pekerjaan bukan saja sangat mempengaruhi produktivitas karyawan dan keselamatan jiwa mereka, tetapi juga
mempengaruhi kelangsungan dan keberhasilan perusahaan Ridya, 2006. Jika keadaan lingkungan kerja disekitar karyawan kurang baik maka hal tersebut akan
membuat karyawan tidak dapat melaksanakan segala pekerjaannya secara optimal. Kondisi lingkungan kerja di perusahaan ini memiliki lingkungan kerja
yang cukup berpotensi untuk menimbulkan kecelakaan kerja karena berhubungan langsung dengan mesin, pipa dan alat-alat berat. Untuk mengatasi resiko
kecelakaan kerja, perusahaan telah memberikan Alat Perlindungan Diri APD yang disesuaikan dengan kategori pekerjaan dan potensi bahaya yang
ditimbulkan. Hal ini karena lingkungan kerja dalam suatu organisasi mempunyai arti penting bagi manusia yang melakukan aktivitas di dalamnya, karena
lingkungan kerja berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan kerja yang timbul dalam organisasi merupakan faktor pokok yang menentukan tingkah laku dalam aktivitas pekerjaan. Usman dalam penelitiannya
tentang kualitas kehidupan bekerja menemukan bahwa lingkungan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap semangat kerja.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap motivasi berprestasi adalah variabel pekerja dan ruang hidup
secara keseluruhan dan variabel tanggung jawab sosial organisasi. Kedua variabel ini memberikan sumbangan besar untuk meciptakan dan meningkatkan motivasi
berprestasi, yaitu variabel pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan memberikan kontribusi sebesar 94.8 dan variabel tanggung jawab sosial
organisasi sebesar 96.4 . Tanggung jawab sosial organisasi ditujukan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya CSR: Meeting Changing Expectations, 1999. Praktek
tanggung jawab sosial organisasi ini akan berdampak positif jika dipandang sebagai investasi “jangka panjang”. Karena dengan melakukan tanggung jawab
sosial yang berkelanjutan, perusahaan akan mendapat “tempat di hati dan ijin operasional” dari masyarakat. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan
mencakup kepatuhan perusahaan kepada perlindungan buruh, perlindungan lingkungan hidup, perlindungan konsumen, dan perlidungan hak azasi manusia
secara keseluruhan. Dengan demikian penerapan tanggung jawab sosial di perusahaan akan menciptakan iklim saling percaya di dalamnya, yang akan
meningkatkan motivasi karyawan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan disimpulkan jawaban-jawaban dari permasalahan dalam penelitian ini, pada akhir bab akan dikemukakan saran-saran bagi penelitian di
masa mendatang dengan tema yang hampir sama.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data penelitian dapat ditarik kesimpulan mengenai hasil penelitian, bahwa :
1. Ada hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan motivasi
berprestasi pada karyawan, dan ternyata kualitas kehidupan bekerja memiliki pengaruh terhadap motivasi berprestasi pada karyawan, artinya
semakin tinggi kualitas kehidupan bekerja semakin tinggi pula motivasi berprestasi pada karyawan, dan sebaliknya semakin rendah kualitas
kehidupan bekerja semakin rendah pula motivasi berprestasi pada karyawan. Variabel kualitas kehidupan bekerja memberikan sumbangan efektif
terhadap motivasi berprestasi sebesar 29.9, artinya kualitas kehidupan bekerja memberikan pengaruh 29.9 terhadap motivasi berprestasi pada
karyawan, sedangkan 70.1 lagi disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini secara spesifik.
2. Secara parsial penelitian menunjukkan bahwa kompensasi yang adil dan
memadai, kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat, kesempatan mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, kesempatan
Universitas Sumatera Utara