Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

PT. Citra Tubindo Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam penyediaan fasilitas untuk industri minyak yang mencakup jasa penguliran pipa dan pembuatan asesorisnya, serta pemrosesan pemanasan pipa baja tanpa kampuh seemless. Misi perusahaan adalah memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dengan hasil produksi yang prima dan mampu bersaing dan visi perusahaan adalah menjadikan perusahaan berkelas dunia, terdaftar di bursa saham regional, dan mengekspor lebih dari 50 kapasitas produksinya keseluruh dunia. Dengan demikian perusahaan harus bersaing dalam menghadapi persaingan global untuk mencapai profitabilitas dan mampu berdaya saing dengan perusahaan-perusahaan sejenis lainnya. Karyawan sebagai sumber daya manusia di perusahaan memiliki peran penting sebagai roda penggerak perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan karyawan yang memiliki prestasi kerja yang tinggi sehingga dapat menunjang produktivitas perusahaan dan menuju persaingan global. Namun untuk menghadapi persaingan global tersebut, perusahaan menghadapi berbagai masalah dan tantangan dalam perjalanan usahanya. Salah satu sumber masalah yang dihadapi perusahaan berasal dari sumber daya manusia di perusahaan tersebut yang kurang optimal dalam bekerja sehingga menyebabkan produktivitas perusahaan menurun dan tidak mencapai target. Kecenderungan penurunan produktivitas perusahaan salah satunya diakibatkan 1 Universitas Sumatera Utara oleh perilaku kerja para pekerjanya yang kurang disiplin, yang ditunjukan oleh perilaku karyawan yang sering bolos, tertidur saat jam kerja sedang aktif, atau pulang lebih awal dari jam kerja. Perilaku malas pada karyawan ini muncul dari ketidakpuasan karyawan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan. Herzberg 1959 mengatakan bahwa ciri perilaku pekerja yang puas adalah mereka mempunyai motivasi untuk berkerja yang tinggi dan lebih senang dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka yang malas berangkat ke tempat bekerja, malas dengan pekerjaan dan tidak puas. Sebuah survey yang dilakukan oleh Human Capital 2005 menemukan beberapa faktor yang membuat karyawan merasa puas dengan pekerjaannya, yang selanjutnya dapat mempengaruhi motivasi karyawan. Faktor tersebut adalah: faktor peluang karir yang lebih baik 44, paket kompensasi yang lebih baik 40, prospek sukses perusahaan yang lebih baik di masa depan 25, menyediakan peluang pelatihan dan pengembangan diri yang lebih baik 23, dan memberikan peluang lebih baik untuk menggunakan keahlian 23. Ketidakpuasan terhadap pemenuhan kebutuhan karyawan mempengaruhi kualitas hidup karyawan, namun kebutuhan setiap orang berbeda sehingga motivasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut juga berbeda-beda Ronen, 1981. Dalam dunia industri, hal ini dapat berpengaruh terhadap motivasi karyawan yang selanjutnya akan berdampak pada performa kerja dan pencapaian target pekerjaan. Salah satu kebutuhan karyawan yang berhubungan dengan pencapaian target pekerjaan menurut McClelland adalah kebutuhan berprestasi, yang merupakan aspek inheren pada manusia untuk menyelesaikan target, mencapai 2 Universitas Sumatera Utara tujuan, dan bersaing dengan orang lain dan mengungguli standar. Salah satu faktor yang menentukan dalam peningkatan prestasi kerja dan produktivitas karyawan adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan suatu kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli standar. Pada dasarnya motivasi berprestasi adalah suatu dorongan untuk bekerja lebih baik dalam melaksanakan tujuan organisasi guna mencapai tujuan dan hasil yang optimal McClelland, 1987. Individu yang dimotivasi dengan motif ini akan cenderung aktif, pekerja keras, menetapkan tujuan yang tinggi, menyukai tugas yang menantang, merasa senang bila berhasil mengerjakan tugas sulit dan melihat kepada kualitas. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mengerjakan sesuatu secara optimal karena mengharapkan hasil yang lebih baik dari standard yang ada Fortune, Lee, Cavagos, 2005. Adanya motivasi berprestasi membuat seseorang mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menjalankan semua kegiatan yang sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai target-target tertentu yang harus dicapainya McCelland, 1987. Karyawan yang malas dan tidak disiplin ini menunjukkan motivasi yang rendah sehingga menyebabkan ketidakpuasan karyawan, prestasi kerja menurun dan produktivitas rendah pada organisasi. Rosa 2009 menemukan bahwa karyawan yang memiliki disiplin waktu dan disiplin sikap yang rendah memiliki prestasi yang rendah pula. Hal ini menunjukkan karyawan yang kurang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, memiliki ketahanan kerja yang rendah, memiliki tindakan yang tidak terarah pada tujuan, melaksanakan pekerjaan tanpa 3 Universitas Sumatera Utara rencana dan tujuan yang realistis dan bersikap ragu-ragu dan tidak percaya diri dalam mengambil keputusan. Karyawan seperti ini menunjukkan orang-orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya. McClelland 1987 mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi berbeda dalam keinginan yang kuat dalam melakukan hal-hal yang lebih baik. McClelland menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi meliputi ketertarikan terhadap tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, bertanggung jawab secara personal atas performa kerja, menyukai umpan balik, inovatif dan memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi sehingga seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi pada umumnya lebih berhasil dalam menjalankan tugas dibandingkan dengan mereka yang memiliki motif berprestasi yang rendah. Sementara karyawan merupakan roda penggerak perusahaan dalam mencapai kesuksesan organisasi. Kesuksesan organisasi dapat ditentukan oleh produktivitas dan prestasi karyawan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan Muttaqien, 2006. Penelitian Iyer Kamalanabhan 2006 terhadap ilmuan penelitian menemukan bahwa kesuksesan ilmuan sebagian tergantung pada tingkat motivasi berprestasi. Andrews 2007 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa motif berprestasi 4 Universitas Sumatera Utara yang tinggi terhadap pekerjaan dapat disertai oleh prestasi kerja yang tinggi dalam organisasi. Artinya dalam organisasi, karyawan harus mempersepsikan bahwa pekerjaan sebagai suatu kegiatan untuk mencapai prestasi kerja dengan melakukan sesuatu dengan lebih baik. Motivasi berprestasi pada karyawan akan berpengaruh terhadap perkembangan organisasi dan perusahaan. Motivasi berprestasi yang rendah akan menjadi masalah bagi organisasi karena dapat menghambat perkembangan organisasi dan perusahaan. Masalah rendahnya motivasi berprestasi pada karyawan dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor dari dalam individu yaitu persepsi individu tentang kemungkinan sukses yang dicapai, keyakinan terhadap kemampuannya mencapai sukses, tingkat pentingnya tujuan bagi individu, serta faktor lainnya seperti jenis kelamin, usia dan kepribadian dan pengalaman kerja McClelland, 1987. Perilaku rendahnya motivasi dapat disebabkan oleh faktor intrinsik seperti adanya perasaan tidak sanggup dan tidak penting terhadap tujuan, bosan dan jenuh terhadap pekerjaan karena tidak adanya variasi pekerjaan, monoton, dan ketidaksesuaian pekerjaan yang diterima Kondalkar, 2009. Selain faktor dari dalam diri individu, terdapat pula faktor yang berasal dari luar individu yang mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu faktor ekstrinsik. Beberapa faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan rendahnya motivasi berprestasi pada karyawan adalah beban kerja yang relatif berat, kondisi lingkungan kerja yang kurang mendukung, sistem imbalan yang kurang memadai, konflik horizontal atau vertikal yang dihadapi karyawan di dalam perusahaan, Universitas Sumatera Utara kesewenangan atasan dan kebijakan perusahaan yang tidak tepat Kondalkar, 2009. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku negatif pada karyawan seperti aksi protes dan demo, mogok kerja dan pengundurun diri Anton, 2009. Faktor ekstrinsik merupakan hal-hal yang berasal dari organisasi dan perusahaan yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi pada karyawan seperti status kerja, administrasi dan kebijakan perusahaan, gaji, kondisi kerja, dan relasi interpersonal McClelland, 1987. Karyawan akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik bila tersedia motivasi ekstrinsik. Penelitian menemukan bahwa motivasi berprestasi tinggi memiliki performa yang kurang baik ketika tidak ada insentif dari pekerjaan sebagai motivasi ekstrinsik dalam McClelland, 1987. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi tidak selalu dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik bila tidak dihadirkan motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu, perusahaan harus memahami pentingnya motivasi ekstrinsik bagi karyawan dalam memenuhi kebutuhan berprestasi karyawan. Motivasi ekstrinsik merupakan sesuatu yang diberikan oleh perusahaan untuk meningkatkan kontribusi karyawan. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan kualitas kehidupan bekerja yang mendorong karyawan memaksimalkan kontribusinya pada pencapaian prestasi yang optimal. Kualitas kehidupan bekerja merupakan persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman karyawan di tempat kerja mereka dalam Kossen, 1986. Selanjutnya Stewart 1992 menambahkan bahwa kualitas kehidupan bekerja menyangkut persepsi karyawan bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan memperoleh kesempatan pertumbuhan. Kualitas kehidupan kerja Universitas Sumatera Utara merupakan suatu cara untuk mempertahankan karyawan yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya serta mampu memberikan kontribusi yang optimal yang merupakan sumber penting dalam organisasi dengan meningkatkan martabat dan menghargai karyawan. Walton dalam Kossen, 1986 mengemukakan delapan kategori utama kualitas kehidupan bekerja yang meliputi kompensasi yang memadai dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan menggunakan dan mengembangkan kapasitas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan dan jaminan yang berkesinambungan, integrasi sosial dalam organisasi, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang kerja keseluruhan dan tanggung jawab sosial organisasi. Iklim organisasi yang ditandai dengan kehangatan, keramahan dan hadiah yang adil akan meningkatkan performa kerja, meningkatkan motivasi dan kepuasan karyawan Rose, Beh Uli, 2006. Sirgi, Efraty, Siegel dan Lee 2001 menemukan bahwa kepuasan karyawan secara langsung berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap aspek lingkungan kerja, persyaratan kerja, perilaku supervisor dan program-progam yang diberi perusahaan untuk mencapai kebutuhan karyawan. Martel Dupuis 2004 menemukan bahwa kualitas performa kerja karyawan dipengaruhi oleh kualitas hidup karyawan dan kualitas kehidupan kerja yang diterima karyawan. Penelitian Rose, et. al 2006 menemukan bahwa responden puas dengan prestasi mereka karena adanya progres karir. Chalofsky 2008 menemukan bahwa kebijakan dan program-program perusahaan memotivasi karyawan untuk komitmen dengan perusahaan. Selanjutnya dia mengatakan bahwa bila Universitas Sumatera Utara perusahaan memperlakukan karyawan secara berbeda sesuai dengan yang dibuat karyawan terhadap perusahaan maka karyawan akan melakukan sesuatu yang berbeda pula terhadap perusahaan. Efektifitas organisasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan kerja dapat meningkatkan motivasi individu. Motivasi berprestasi karyawan di suatu perusahaan akan memberikan dampak positif, baik bagi diri individu maupun pihak perusahaan. Sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap perusahaan, merupakan cerminan motivasi berprestasi pada diri karyawan tinggi. Prestasi kerja yang tinggi dari setiap karyawan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan. Semakin banyak karyawan yang berprestasi kerja yang tinggi, maka kinerja atau produktivitas perusahaan secara keseluruhan akan meningkat dan perusahaan dapat bertahan dalam persaingan bisnisnya. Oleh karena itu, pihak manajemen harus memperhatikan aspek suasana kerja dan umpan balik yang memungkinkan karyawan mampu meningkatkan kemampuan dalam mencapai tujuan tugas yang memuaskan. Dengan demikian tujuan individu dan tujuan organisasi dapat dicapai bersamaan. Dari uraian diatas, penulis ingin meneliti tentang hubungan kualitas kehidupan kerja dengan motivasi berprestasi pada karyawan.

B. Perumusan Masalah