47
nusyuz. Kelalaian dengan cara tidak memberikan nafkah lahir maupun batin, tindak kekerasan, maupun perselingkuhan merupakan hal-hal yang
sering terjadi dalam diri suami.
9
Firman Allah SWT:
⌧ ☺
☺ ☯
⌧ ☯
⌧ ⌧
☺ ☺
Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz, atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamalan itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya
kikir. Dan jika kamu menggaull istrimu dengan baik dan memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap tak acuh, maka
sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. An-Nisa : 128
Dijelaskan pada ayat di atas, seorang isteri hanya dianjurkan agar sabar, dan dikaruniai hak-haknya untuk sementara waktu yang tujuannya
tidak lain, agar tidak terjadi perceraian
3. Terjadinya Syiqoq pertengkaran
Pertengkaran syiqoq memang masalah yang paling sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga, hal ini menyebabkan perceraian yang
paling banyak dan sering terjadi. Alasan ekonomi, Perbedaan prinsip,
9
Amir Syarifudin, h, 193.
48
menjadi salah satu penyebabnya.
10
Dalam mengatasi konflik yang terjadi rumah tangga, Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisa ayat 35,
menyatakan harus mencarikan jalan keluarnya dengan cara mengutus hakam juru damai untuk mengantarkan kerukunan dalam membina rumah
tangga.
4. Salah Satu Pihak Melakukan Perbuatan Zina, yang Menimbulkan
saling Tuduh.
Apabila salah satu sudah berbuat dan saling menuduh berbuat zina, maka cara mencari bukti-bukti serta data-data yang konkrit dan faktual.
Dengan cara itu mungkin juga bisa mencegah terjadinya perceraian. Lian ini sebenarnya sudah memasuki gerbang putusnya perkawinan, dan bahkan
untuk selama-lamanya, karena akibat lian ialah terjadinya talak ba’in kubro.
11
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, tentang pelakasanaan Undang-undang No. 11974, Pasal 19 menyatakan hal-hal yang
menyebabkan perceraian, dengan alasan sebagai berikut: a.
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
10
Ibid, h. 194
11
Amir Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 214
49
membahayakan pihak lain. d.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiisteri.
Kompilasi Hukum Islam dalarn Pasal 116 Bab XVI menjelaskan secara luas dan terperinci, walaupun dalam hal ini tidak berbeda jauh
dengan Undang-undang Perkawinan. Perceraian dapat terjadi dengan alasan sebagai berikut:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan. b.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal
lain di luar kemampuannya. c.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekajaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain. e.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.
f. Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. g.
Suami melanggar talik talak. h.
Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
50
Sudah dijelaskan di atas bahwa Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, tentang Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal
19 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 tidak ada pasal yang berbeda secara garis besar, dalam Kompilasi Hukum Islam hanya dia tambah huruf
g yang menyatakan suami yang melanggar talik talak akan menyebabkan rusaknya perkawinan perceraian. Begitu juga dengan keluarnya murtad
suami isteri dari agama yang dianut Islam, bisa memicu dan ketidakrukunan dalam rumah tangga sehingga karena perbedaan yang
mencolok dalam hal yang prinsip. Hal yang dapat menimbulkan perceraian dalam sighot taklik talak,
sebagaimana yang telah dirumuskan umumnya, yaitu: a.
Suami meninggalkan isterinya selama enam bulan berturut-turut, b.
Suami tidak memberikan nafkah wajib selama tiga bulan lamanya, c.
Suami menyakiti memukul isterinya sampai berbekas, d.
Suami tidak lagi memperlakukan isterinya sebagaimana layaknya seorang istri, tetapi ia juga tidak menceraikannnya.
12
Perceraian thalak ditinjau dari cara dan waktu menjatuhkannya terbagi menjadi 2 dua macam, yaitu:
a. Talak Sunni; adalah talak yang pelaksanaannya telah sesuai dengan
petunjuk agama dalam Al-Quran atau sunnah Nabi.” Bentuk talak sunni yang disepakati oleh ulama adalah talak yang dijatuhkan suami
12
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 1986, Cet. Ke-5, h. 107. Lihat juga Daniel S. Lev, Peradilan Agama Islam di Indonesia, terj. Zaini A. Noeh,
Jakarta: PT. Intermasa, 1986, Cet. ke-2, h. 204-205
51
sewaktu isteri tidak dalam keadaan haid atau dalam masa suci yang pada masa itu belum pernah dicampuri oleh suaminya.
13
b. Talak bidiy Sedangkan talak bidiy ialah talak yang dijatuhkan tidak
menurut ketentuan agama. Bentuk talak yang disepakati oleh ulama dalam kategori talak bidiy ialah talak yang dijatuhkan sewaktu istri
dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci, namun telah digauli oleh suami. Hukum talak bidiy adalah haram dengan alasan memberikan
mudarat pada isteri.
14
Melihat kemungkinan bolehnya suami kepada isterinya istilah talak dalam hukum perceraian terdapat beberapa istilah yang mempunyai
kedudukan hukum yang bebeda-beda, yaitu: a.
Talak raji, yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang sudah digauli bersenggama.
b. Talak bain, yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang
belum pernah digauli bersenggama.
15
Talak bain terbagi menjadi dua macam, yaitu 1 Talak bain sughro 2 Talak bain kubro. Talak bain sughra ialah talak yang suami
tidak boleh ruju kepada mantan isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhallil. Adapun yang termasuk talak bain
sughra yaitu sebagai berikut: a.
Talak yang dilakukan sebelum isteri digauli oleh suami qobla dukhul.
13
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-undang Perkawinan, h. 217.
14
Ibid, 218
15
Ibid, h. 220-221
52
Dan talak semacam ini tidak ada iddahnya sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ahzab 33 ayat 49:
☺ ☺
☺ ☺
☺ ☯
⌧
b. Talak yang dilakukan dengan cara membayar iwadh dari pihak isteri,
yang juga disebut dengan khulu. c.
Perceraian melalui putusan hakim di pengadilan atau juga disebut fasakh.
16
Hal di atas sesuai dengan Pasal 119 Kompilasi Hukum Islam, mengenai talak bain sughra.
Adapun talak ba’in kubra, yaitu talak yang tidak memungkinkan suami kembali lagi kepada mantan isterinya. Boleh kembali kepada mantan
isterinya akan tetapi isterinya telah kawin dengan laki-laki lain dan bercerai pula serta habis masa iddahnya Pasal 120 Kompilasi Hukum Islam.
Mengenai ketentuan talak bain kubra, diterangkan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 230 yang menyatakan:
⌧ ⌧
⌧ ⌧
☺
16
Ibid, h. 221-222
53
Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya sesudah Talak yang kedua, Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia
kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya bekas
suami pertama dan isteri untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang mau Mengetahui.” Q.S. Al-Baqarah: 230
Melihat dari penjelasan pengertian talak seperti yang disebutkan oleh undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, talak
bukanlah hak milik suami semata, akan tetapi dalam mentalak isterinya harus mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang suami.
Sahnya perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang peradilan, sesuai dengan Pasal 139 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, tentang
perkawinan: 1
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang bersangkutan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Dan juga kompilasi Hukum Islam pasal 115, yang menyatakan:
“Perceraian hanya dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah piliak. Dengan adanya pasal tersebut, menyebutkan suami tidak bisa seenaknya menceraikan istrinya tanpa
adanya ketuk palu keputusan hakim.”
D. Prosedur Perceraian di Pengadilan Agama