Program Pelaksanaan Kelas Akselerasi
reguler, dan satuan pendidikan khusus atau sekolah khusus yang semua siswanya memiliki kecerdasan istimewa.
48
Kelas akselerasi yang telah berjalan satu dasawarsa silam, tentu diperlukan bagi pengembangan siswa-siswa yang memiliki kecerdasan
istimewa. Kecerdasan istimewa menurut pandangan Depdiknas memiliki beberapa indikator berupa potensi kemampuan di bidang inteligensia umum,
akademik khusus, berpikir produktif atau kreatif, memiliki kepemimpinan, berjiwa seni, dan aspek psikomotorik yang menonjol.
49
Banyak terjadi pada siswa-siswa yang memiliki kecerdasan istimewa mengalami hambatan pembelajaran learning disabilities. Hal itu
disebabkan antara lain oleh faktor pendekatan belajar yang kurang tepat dalam menanangi anak yang memiliki kecerdasan istimewa, seperti
kurangnya stimulasi dan dukungan, tidak ada mekanisme diskusi yang merangsang intelektualitasnya, anak cerdas kurang mendapat belaian yang
membearkan hati, kurang mendapat ruang gerak, materi dan kegiatan yang memadai, dan faktor minimnya pengembangan melalui proses.
50
Mengingat potensi dan kecerdasan yang dimiliki bakat besar tersebut, maka pemerintah memberlakukan program kelas akseleerasi sebagai
jalur khusus menampung anak-anak berbakat tinggi gifted children.
48
Ibid, hal. 4
49
Depdiknas. Panduan bagi Guru dan Orang Tua Pengertian, Konsep, dan Identifikasi Siswa Cerdas Istimewa. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar Menengah Kementrian Pendidikan Nasional, 2010, hal. 5
50
Depdiknas. Memahami dan Menangani Cerdas Istimewa dengan Berbagai Masalah yang Menghambat Prestasi Akademis. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Menengah Kementrian Pendidikan Nasional, 2010, hal 153-157
Program pelaksanaan kelas akselerasi dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, yaitu:
1 Siswa yang berkemampuan istimewa dapat menempuh pendidikan
formal lebih dini dari biasanya, seperti masuk usia 3 tahun dari biasanya 4 tahun, dan masuk SD usia 5 tahun dari biasanya 7 tahun early
entrance to kindergarten or first grade. 2
Siswa ditempatkan di kelas yang lebih tinggi, khusus untuk satu atau lebih mata pelajaran, karena ia menguasai pengetahuan dan keterampilan
yang jauh lebih tinggi daripada teman-teman seusianya subject accelerationpartial acceleration.
3 Mengurangi jumlah repetisi dalam proses belajar siswa atau pemadatan
kurikulum curriculum compacting. Pemadatan kurikulum dilakukan dengan cara a menentukan sasaran unit pembelajaran mengggunakan
panduan kurikulum ,ruang lingkup, dan diagram urutan; b menentukan bahan apa yang diulang dalam suatu pertemuan; c melakukan pretes
kepada siswa; d mengidentifikasi kepada siswa yang telah menguasai bahan ajar; e menghilangkan bahan ajar yang diualng-ulang; f
mengganti bahan ajar yang dihilangkan dengan kegiatan pengayaan. 4
Siswa dapat meninggalkan bangku sekolah dua atau tiga hari dalam seminggu untuk mendapatkan supervisi dari para pakar dan spesialis
mentorship.
5 Siswa mengikuti kursus yang dilakukan di luar sekolah. Pembelajaran
disampaikan secara tertulis melalui surat, internet, atau teleconference. 6
Siswa mengikuti suatu kursus atau kuliah pada satu tingkatan dan mendapatkan kredit untuk suatu kursus atau kuliah paralel di tingkat
yang lebih tinggi concurentdual enrollment. 7
Menyajikan bahan ajar setingkat pergutuan tinggi atau bahan ajar yang dipercepat bagi siswa sekolah menengah dan siswa diberi kesempatan
untuk mengikuti tes baku untuk mengukur penguasaannya advanced placement.
8 Memangkas waktu studinya dalam bidang terentu untuk memperoleh
kredit setelah berhasil menyelesaikan beberapa tes penguasaan materi tertentu credit by examination.
9 College in the school program menyediakan kursus di sekolah menengah
diselenggarakan oleh perguruan tinggi dengan didampingi oleh guru yang telah mendapatkan pelatihan dari dosen.
51
51
Depdiknas. Panduan Guru dan Orang Tua Pendidikan Cerdas Istimewa. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
Menengah Kementrian Pendidikan Nasional, 2010, hal. 68-87
40