Analisis Kesalahan Kosakata Landasan Teori

Dalam penelitian yang penulis lakukan ini adalah ingin mengetahui kesalahan berbahasa dalam bidang kosakata siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi pada karangan narasi melalui beberapa teknik, yaitu tes dan angket. 1 Tes Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh indovidu atau kelompok. 37 Teknik tes digunakan pada siswa secara langsung. Teknik tersebut dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Bentuk tes yang digunakan adalah tes essai yang dilakukan secara langsung oleh siswa dengan membuat karangan narasi. 2 Angket Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh penulis kepada siswa secara langsung untuk mengetahui gambaran tentang kesulitan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung sebagai dwibahasawan. Hal tersebut akan mempermudah penulis dalam pengumpulan data. Dalam penelitian ini angket dibuat dengan bentuk campuran. Maksudnya, responden diberikan pilihan untuk menjawab setiap pertanyaan sesuai alternatif jawaban yang telah disediakan atau dapat menuliskan jawaban lain yang sesuai pada alternatif jawaban yang telah dikosongkan. Pertanyaan dalam angket berjumlah 13 pertanyaan.

7. Bahasa Betawi

Pembicaraan mengenai bahasa Betawi, sama halnya seperti pembicaraan mengenai bahasa Indonesia. Bahasa Betawi dan bahasa Indonesia lahir dari bahasa Melayu. Pembicaraan mengenai bahasa Indonesia sama halnya dengan membicarakan bahasa Melayu. Muhadjir mengungkapkan bahwa bahasa 37 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2001,hlm.5 Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 28 Oktober 1928 diangkat dari bahasa Melayu. 38 Pada hakikatnya, bahasa Indonesia bersumber dari bahasa Melayu yang telah dipakai bertahun-tahun lamanya. Bahasa Melayu pada saat itu telah dipakai sebagai lingua-franca oleh antarsuku baik dalam lisan maupun dalam tulisan. Bahasa Melayu tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia. Masyarakat yang mula-mula memakai bahasa Melayu sebagai lingua-franca, kemudian dibebani tugas yang tak mudah yaitu mengganti bahasanya dengan bahasa Indonesia. Perubahan bahasa seperti ini membuat bahasa Melayu masih tetap dipakai oleh sekelompok masyarakat sebagai percakapan sehari-hari, khususnya di daerah Jakarta. a. Wilayah Bahasa dan Budaya Betawi Dari segi sejarah kependudukan kota ini, masyarakat asli Jakarta terbentuk dari berbagai macam suku yang datang dari luar Jakarta, yang bersama-sama meninggalkan identitas asalnya dan bersama-sama membentuk etnis baru, Kaum Betawi, kurang lebih sama halnya seperti masyarakat Betawi tersebut, penghuni kota metropolitan Jakarta dewasa ini juga terbentuk oleh masyarakat pendatang dari berbagai wilayah di luar Jakarta, dan bersama anak Betawi membentuk masyarakat Jakarta modern dengan menggunakan bahasa yang berakar pada bahasa Betawi. Lengkapnya wilayah persebaran bahasa Melayu Betawi menurut Muhadjir adalah sebagai berikut: 39 a Di seluruh wilayah administratif DKI Jakarta yang tersebar dalam 30 Kecamatan. b Di luar wilayah DKI Jakarta, terdapat di:  Kabupaten Tangerang, yakni di kecamatan-kecamatan: Mauk, Sepatan, Teluk Naga, Batu Ceper, Ciledug, Cipondoh, Pondok Aren, Ciputat, dan Serpong. 38 Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000, hlm.102 39 Ibid , hlm.56  Kabupaten Bogor, yakni di kecamatan-kecamatan: Gunung Sindur, Parung Sawangan, Bojong Gede, Semplak, Cibinong, Pancoran Emas Sukma Jaya, Beji, dan Cimanggis.  Kabupaten Bekasi, yakni di kecamatan-kecamatan: Pondok Gede, Jati Asih, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Utara, Bekasi Timur, Bantar Gedang, Setu, Tambun, Cibitung, Cikarang, Sukatani, Tambelang, Pabayuran, Cabang Bungin, Muara Gembong, Taruna Jaya, dan Babelan. b. Ciri Khas Bahasa Betawi 1. Ciri Tata Ucap Untuk memudahkan pembahasan tentang ciri-ciri khas bahasa Betawi, yaitu membandingkannya dengan ciri-ciri tata ucap bahasa Indonesia. Ciri 1: Kata-kata apè, anè, ayè, gilè bila diucapkan dalam bahasa Indonesia sama dengan apa, ana, aya, gila. Selain itu bahasa Betawi tidak mengenal vokal rangkap atau diftong ai, au. Dengan demikian kata-kata yang dalam bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan dengan è dan o. Kata-kata seperti pantai, cerai, atau pulau dan tembakau, diucapkan sebagai pantè, cerè, pulo dan tembako. Ciri 2: Kaidah kedua adalah kata-kata yang berakhir dengan konsonan h dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Betawi diucapkan tanpa h.demikian misalnya kata-kata seperti darah, merah, sebelah, salah, tengah, dalam bahasa Betawi menjadi darè, merè, salè, tengè. Ciri 3: Seperti dapat dilihat pada beberapa contoh yang sudah disebut, salah satu ciri bahasa Betawi adalah terjadinya pemenggalan kata atau bunyi awal. Seperti terjadi pada beberapa contoh, sayè diucapkan ayè, samè sering diucapkan amè. 2. Ciri Morfologis Ciri yang menonjol dalam bidang pembentukan kata adalah: 1 Awalan kata kerja prenasal Kata-kata kerja yang dalam bahasa Indonesia berbentuk me- dalam bahasa Betawi hanya berupa nasal yang mengawali bentuk dasar. Kata kerja seperti pukul, bakar, kunyè „kunyah‟, ganggu menjadi kata kerja mukul, mbakar, ngunyè, dan nganggu, yang sejajar dalam bahasa Indonesia memukul, membakar, mengunyah, dan mengganggu. 2 Awalan ber- Bentuk awalan itu pun mempunyai ciri khas. Hampir dalam semua bentuk dasar tidak pernah muncul utuh ber-, melainkan selalu hanya berbentuk be- seperti bebisik untuk „berbisik‟, bejalan „berjalan‟, bejanji „berjanji‟, betemen „berteman‟, dan sebagainya. 3 Akhiran –in Dalam bahasa Indonesia terdapat dua akhiran –i dan –kan yang sama artinya dengan akhiran dalam bahasa Betawi yaitu –in. Kata-kata Indonesia mendatangi, menyembunyikan, mengambilkan, menjahitkan, dalam bahasa Betawi adala: ndatangin, ngumpetin, ngambilin, dan ngejaitin. 4 Akhiran –an Akhiran sama bentuknya dengan bahasa Indonesia, tetapi penggunaannya di Jakarta cukup khas. Dalam bahasa Betawi akhiran itu bisa menyatakan „lebih‟ bila dihubungkan dengan bentuk dasar adjektiva, seperti cepetan, tinggian, baikan, „lebih cepat‟, „lebih tinggi‟, „lebih baik‟. 5 Bentuk kata ulang Dalam bahasa Indonesia terdapat dua bentuk ulangan kata: ulangan kata penuh, seperti laki-laki, beramai-ramai dan ulangan suku awal seperti lelaki atau tetangga. Dalam bahasa Indonesia kehadiran bentuk ulang yang kedua sangat terbatas. Tetapi dalam bahasa Betawi, sekalipun tidak seproduktif seperti dalam bahasa Sunda, jumlah contoh bentuk ulang yang kedua tampak lebih banyak, seperti tetamu „tamu‟, gegares „makan‟, bebenah „memberes- bereskan‟, gegaruk „garuk-garuk‟, sesenggukan „tersengguk-sengguk‟. 6 Awalan maen dan kejè

Dokumen yang terkait

Analisis Kesalahan Penggunaan Leksikal Di Dalam Karangan Pembelajar Bahasa Inggris Pada Politeknik Immanuel Medan

0 36 95

Hiperkorek dalam Karangan Narasi Ekspositori Siswa Kelas II SMP Negeri 2 Tanggul.

0 5 13

Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia Dalam Teks Pidato Siswa Kelas IX Semester Genap SMP Islam Harapan Ibu Tahun Pelajaran 2012/2013

2 46 96

Kesalahan Penggunaan Prefiks dalam Karangan Deskripsi Siswa kelas XI Semester Genap Madrasah Aliyah. Annida Al-Islamy Cengkareng Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2011/2012

0 11 90

Analisis Kesalahan Penggunaan Kata Ganti Orang Dalam Karangan Narasi Siswa Kelas Xi.1 Semester Ganjil Sma Muhammadiyah Sawangan Depok Jawa Barat Tahun Pelajaran 2013/2014

1 11 96

Analisis Kesalahan Morfologi Dalam Keterampilan Menulis Cerpen Siswa Kelas Vii Semester 2 Di Mtsn Tangerang Ii Pamulang Tahun Ajaran 2012/2013

0 8 253

Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata Pada Karangan Narasi Siswa Yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas Vii Mts Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013

0 8 114

Analisis Kesalahan Penentuan Ide Pokok dalam Karangan Eksposisi Siswa Kelas X Semester I di MA Annajah Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

0 6 180

Analisis Kesalahan Penggunaan Preposisi pada Karangan Narasi Siswa Kelas XI IPS SMA Muhammadiyah 8 Ciputat Tahun Pelajaran 2014/2015

1 5 85

Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Uraian Berbentuk Soal Cerita pada Pembelajaran Matematika (Studi pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 28 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 18 52