Kata-kata kerja yang dalam bahasa Indonesia berbentuk me- dalam bahasa Betawi hanya berupa nasal yang mengawali bentuk dasar. Kata kerja
seperti pukul, bakar, kunyè „kunyah‟, ganggu menjadi kata kerja mukul,
mbakar, ngunyè, dan nganggu, yang sejajar dalam bahasa Indonesia memukul, membakar, mengunyah, dan mengganggu.
2 Awalan ber-
Bentuk awalan itu pun mempunyai ciri khas. Hampir dalam semua bentuk dasar tidak pernah muncul utuh ber-, melainkan selalu hanya berbentuk
be- seperti bebisik untuk „berbisik‟, bejalan „berjalan‟, bejanji „berjanji‟,
betemen „berteman‟, dan sebagainya.
3 Akhiran –in
Dalam bahasa Indonesia terdapat dua akhiran –i dan –kan yang sama
artinya dengan akhiran dalam bahasa Betawi yaitu –in. Kata-kata Indonesia
mendatangi, menyembunyikan, mengambilkan, menjahitkan, dalam bahasa
Betawi adala: ndatangin, ngumpetin, ngambilin, dan ngejaitin.
4 Akhiran –an
Akhiran sama
bentuknya dengan
bahasa Indonesia,
tetapi penggunaannya di Jakarta cukup khas. Dalam bahasa Betawi akhiran itu bisa
menyatakan „lebih‟ bila dihubungkan dengan bentuk dasar adjektiva, seperti cepetan, tinggian, baikan,
„lebih cepat‟, „lebih tinggi‟, „lebih baik‟. 5
Bentuk kata ulang Dalam bahasa Indonesia terdapat dua bentuk ulangan kata: ulangan kata
penuh, seperti laki-laki, beramai-ramai dan ulangan suku awal seperti lelaki atau tetangga. Dalam bahasa Indonesia kehadiran bentuk ulang yang kedua
sangat terbatas. Tetapi dalam bahasa Betawi, sekalipun tidak seproduktif seperti dalam bahasa Sunda, jumlah contoh bentuk ulang yang kedua tampak
lebih banyak, seperti tetamu „tamu‟, gegares „makan‟, bebenah „memberes-
bereskan‟, gegaruk „garuk-garuk‟, sesenggukan „tersengguk-sengguk‟. 6
Awalan maen dan kejè
Frasa kata kerja dengan maen tampaknya juga khas Betawi seperti terdapat dalam maen pukul, maen ambil, maen tubruk
, yang berarti „melakukan pekerj
aan secara sembarangan, semaunya sendiri‟. Model pembentukan kata itu juga terdapat dengan awalan kejè atau
kerja pinggiran seperti terdapat dalam kejè ketawa, „membuat orang tertawa‟
kejè mare „menyebabkan marah.
3. Ciri Sintaksis
Ciri yang bersifat tata kalimat khususnya menonjol dengan munculnya berbagai kata partikel kalimat seperti sih, kek, dong, deh, dan sebagainya.
a.
Lu udè nggak kenal langgar sih
„Kau tidak lagi mengenal musalla‟ b.
Tapinyè bilang dulu amè si Miun dong yè
„Tetapi bicarakan dulu dengan si Miun, ya‟ c.
Nyai kek perawan sini kek
„Tidak peduli, apakah Nyai atau gadis dari sini‟ d.
Belon pulang kok delmannyè ada di blakang
„Dia belum pulang, mengapa delmannya sudah ada di belakang‟
B. Penelitian yang Relevan
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah menelusuri beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang
penulis lakukan ini. Penelitian terdahulu akan dipaparkan sebagai berikut: Maidatussalamiyah mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi “Analisis Kesalahan Diksi dalam Paragraf Deskripsi Siswa Kelas X
Semester Ganjil di MAN 12 Jakarta Barat Tahun Pelajaran 20112012”.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan yaitu kesalahan yang dilakukan siswa dalam paragraf deskripsi pada
penggunaan kata tidak baku, kesalahan diksi pada penggunaan kata ciptaan
sendiri, penggunaan kata yang bersinonim, penggunaan idiomatik, penggunaan kata asing, penggunaan kata yang bermakna denotasi atau konotasi, dan
penggunaan kata yang berhubungan dengan panca indra. Kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa Kelas X Semester Ganjil di MAN 12 Jakarta Barat adalah
kesalahan yang disebabkan oleh penggunaan kata ciptaan sendiri. Adapun perbedaan penelitian Maidatussalamiyah dengan skripsi ini yaitu
kesalahan yang diteliti adalah kesalahan diksi di dalam karangan deskripsi siswa, sedangkan kesalahan yang penulis teliti adalah kesalahan pada penggunaan
kosakata dalam karangan narasi siswa. Lieza Yanti mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Interferensi Bahasa Betawi Pada Karangan Narasi Siswa Kelas XI Sekolah Menengah
Kejuruan SMK Miftahul Falah Cipulir- Kebayoran Lama Jakarta Selatan”.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bentuk-bentuk interferensi pada karangan narasi siswa terjadi pada bentuk kata, afiks kategori
prefiks, sufiks, dan konfiks. Sedangkan pada afiks kategori infiks dan pengulangan tidak terjadi. Bentuk yang paling sering terinferensi adalah bentuk
kata, sedangkan pada bentuk afiks paling sering terinferensi adalah konfiks. Dari 45 karangan Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan SMK Miftahul Falah
Cipulir-Kebayoran Lama Jakarta Selatan karangan yang terinterferensi bahasa Betawi sebanyak 33 atau 73,30, karangan yang tidak terinterferensi bahasa
betawi sebanyak 12 atau 26,70. Jadi sebagian besar siswa melakukan interferensi bahasa Betawi dalam karangan narasinya.
Adapun perbedaan penelitian Lieza Yanti dengan skripsi ini yaitu terletak pada masalah yang diteliti. Masalah yang diteliti oleh Lieza yanti adalah
interferensi bahasa Betawi bukan hanya pada kosakata saja, tetapi juga pada proses morfologis seperti imbuhan dan kata ulang. Sedangkan masalah yang
penulis teliti hanya kesalahan pada penggunaan kosakata. Lili Sholihah mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “ Interferensi
Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa Dialek Cirebon Terhadap Bahasa Indonesia dalam Karangan Narasi Siswa Kelas V Semester Ganjil di SD Negeri 1 Babakan
Ciwaringin Cirebon Tahun Pelajaran 20112012”. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk interferensi pada tataran morfologi dan sintaksis
dalam karangan narasi siswa terdapat penyimpangan pada pembentukan prefiks nasal N menjadi m-, ñ-, n-,
ŋ-, pembentukan prefiks kǝ- dalam bahasa Jawa Cirebon menyatakan makna ketidaksengajaan berpadanan dengan prefiks t
ǝr- dan b
ǝr, pembentukan morfem zero dalam hal ini tidak munculnya prefiks bǝr-, m
ǝN-, dan tǝr-, konfiks mǝ-kan, dan tidak terdapat afiks karena dalam bahasa Jawa tidak memiliki afiks tersebut, pembentukan sufiks -ak
ǝn dalam bahasa Indonesia berpadanan dengan sufiks -
kan yang menyatakan‟melakukan untuk orang lain‟ dan memasukan kata bahasa Jawa Cirebon ke dalam Bahasa
Indonesia. Bentuk interferensi sintaksis dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam karangan narasi yaitu pola penggunaan klitika -ña, pola pembentukan
frasa, dan pola pembentukan klausa pengulangan subjek ganda. Adapun perbedaan penelitian Lili Sholihah dengan skripsi ini yaitu pada
masalah yang diteliti. Lili Sholihah meneliti tentang interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa Dialek Cirebon dalam karangan narasi, sedangkan masalah
yang penulis teliti yaitu kesalahan penggunaan kosakata dalam karangan narasi siswa yang berlatar belakan bahasa Betawi.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang didapat, penulis belum mendapati kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa yang berlatar
belakang bahasa Betawi. Maka dari itu penulis ingin mengetahui atau melihat tipe-tipe kesalahan kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri
Parung. Penelitian ini merupakan penelitian terkini yang berusaha memperkaya khazanah penelitian tentang kesalahan berbahasa khususnya dalam kategori
kosakata. Dengan demikian hasilnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia.
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya. Dalam penelitian terhadap kesalahan kosakata pada karangan
narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia, lokasi yang di ambil untuk melakukakan penelitian yaitu di Madrasah Tsanawiyah
Negeri Parung. MTs Negeri Parung terletak di Lebak Wangi, Jalan Raya Parung, Kota
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Parung, banyak ditemukan masyarakat yang dwibahasawan. Salah satu di antaranya
masyarakat yang ber-B1 bahasa Betawi dan ber-B2 bahasa Indonesia. Waktu yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu selama tujuh
bulan yaitu dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013. Pengambilan data penelitian dilakukan di sekolah ini, khususnya pada siswa kelas
VII semester genap tahun pelajaran 20122013.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
40
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga
bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Negeri Parung kelas VII berjumlah sembilan kelas yang terdiri dari 423 siswa.
40
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD, Bandung: Alfabeta, 2009, hlm. 80.