Sistem penunjang keputusan investasi agroindustri berbasis daging ayam dengan pola syariah

(1)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

INVESTASI AGROINDUSTRI BERBASIS DAGING AYAM DENGAN POLA SYARIAH

Oleh

SESAR HUSEN SANTOSA F34102099

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Sesar Husen Santosa. F34102099. Sistem Penunjang Keputusan Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam Dengan Pola Syariah. Di bawah bimbingan Eriyatno. 2006.

RINGKASAN

Investasi berdasarkan bagi hasil dan bagi risiko atau yang disebut investasi syariah merupakan sistem investasi dengan tidak memperhitungkan tingkat suku bunga. Dengan menggunakan sistem investasi berdasarkan syariah maka risiko usaha dapat diminimalkan sehingga kesejahteraan antara masyarakat, pelaku usaha agroindustri dan pemberi dana dapat tercapai.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang suatu sistem penunjang keputusan yang dapat mengevaluasi kelayakan investasi dari mulai peternakan, tempat pemotongan ayam, dan agroindustri bakso ayam dengan pola syariah. Hasil perancangan sistem penunjang keputusan ini adalah perangkat lunak yang diberi nama Syarment 2.6. Basis model Syarment 2.6 terdiri dari sub model tambahan unit satuan terkecil budidaya, sub model tambahan unit satuan terkecil usaha agroindustri, sub model lokasi unggulan usaha pasca panen, sub model kelayakan finansial budidaya, sub model kelayakan finansial usaha pasca panen dan sub model kelayakan finansial agroindustri bakso ayam.

Penentuan bagi hasil ini berdasarkan tingkat risiko yang akan dihadapi peminjam dengan menggunakan penentuan peluang berdasarkan metode klasikal. Pada peternakan didapatkan nilai bobot risiko sebesar 0,56 atau risiko sedang sehingga bagi hasilnya 50% untuk bank. Pada usaha pasca panen didapatkan nilai rata-rata bobot risiko adalah 0,56 atau risiko sedang sehingga bagi hasilnya adalah 50% untuk bank. Pada agroindustri bakso ayam didapatkan nilai rata-rata bobot risiko sebesar 0,56 atau risiko sedang sehingga bagi hasilnya 50% untuk bank.

Hasil verifikasi model di wilayah Bogor menunjukkan rata-rata tingkat permintaan ayam ras pedaging dari tahun 2006 sampai 2015 dengan menggunakan Fourier Analisis adalah sebesar 543.380 ekor/tahun dengan nilai BEP yang didapatkan adalah 27.599 ekor. Kebutuhan tambahan unit satuan

terkecil adalah 20 unit dengan kapasitas per unit satuan terkecil adalah 26.000 ekor/unit. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa untuk masa proyek 10 tahun, budi daya ayam ras pedaging layak untuk dikembangkan dengan

menggunakan ekonomi syariah. Pada perhitungan kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah didapatkan keuntungan bersih Rp 38.562.007; B/C Ratio 1.26; PBP 7.90 tahun; dan 27.599 ekor.

Hasil verifikasi model di wilayah Bogor menunjukkan rata-rata tingkat permintaan daging ayam segar tahun 2006 sampai 2015 dengan menggunakan Fourier Analisis adalah sebesar 650.642 kg/tahun dengan nilai BEP yang didapatkan adalah 176.303 kg. Kebutuhan tambahan unit satuan terkecil adalah 3 unit dengan kapasitas per unit satuan terkecil adalah 158.500 kg/unit. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa untuk masa proyek 10 tahun, agroindustri daging ayam segar layak untuk dikembangkan dengan menggunakan ekonomi syariah. Pada perhitungan kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah didapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 671.074.810; B/C Ratio 1,26; PBP 8,62 tahun; dan BEP 176.303 kg.


(3)

Hasil verifikasi model di wilayah Bogor perhitungan menunjukkan bahwa Kecamatan Bojonggede merupakan lokasi unggulan dalam pengembangan usaha pasca panen, diikuti dengan Kecamatan Tajurhalang, Gunung Sindur, Caringin, dan Kemang.

Hasil verifikasi model di wilayah Bogor menunjukkan rata-rata tingkat permintaan bakso ayam tahun 2006 sampai 2015 dengan menggunakan Fourier Analisis adalah sebesar 661.374 butir/tahun dengan nilai BEP yang didapatkan adalah 791.807 butir. Pada hasil perhitungan kebutuhan tambahan unit satuan terkecil tidak diperlukan karena seluruh permintaan dapat terpenuhi. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa untuk masa proyek 10 tahun, agroindustri bakso ayam layak untuk dikembangkan dengan menggunakan ekonomi syariah. Pada perhitungan kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah didapatkan keuntungan bersih Rp 109.579.537; B/C Ratio 1,19; BEP 791.807 butir; dan 8,74 tahun.


(4)

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

INVESTASI AGROINDUSTRI BERBASIS DAGING AYAM DENGAN POLA SYARIAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

SESAR HUSEN SANTOSA F34102099

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

INVESTASI AGROINDUSTRI BERBASIS DAGING AYAM DENGAN POLA SYARIAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

SESAR HUSEN SANTOSA F34102099

Dilahirkan pada tanggal 23 Februari 1984 di Bogor

Tanggal lulus: Desember 2006

Menyetujui, Bogor, Desember 2006

Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE Dosen Pembimbing


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : "SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI AGROINDUSTRI

BERBASIS DAGING AYAM DENGAN POLA SYARIAH”

adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Desember 2006 Yang membuat pernyataan,

Sesar Husen Santosa F34102099


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Februari 1984 dari pasangan Imam Santosa dan Tati Hartati. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1996 di SD Negeri Pengadilan II Bogor, kemudian dilanjutkan ke SLTP Negeri I Bogor dan lulus pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri I Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis melaksanakan praktek lapang di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Tulung Buyut, Lampung pada tahun 2005 dengan topik ”Mempelajari Aspek Manajemen Produksi di PT. Perkebunan Nusantara VII, Lampung”. Kegiatan organisasi yang diikuti oleh penulis selama masa kuliah adalah anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kelayakan investasi bedasarkan syariah, dengan judul Sistem Penunjang Keputusan Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam Dengan Pola Syariah.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE selaku dosen pembimbing akademik atas saran, arahan serta bimbingannya.

2. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi dan Ir. Faqih Udin, MSC selaku dosen penguji atas koreksi dan masukannya.

3. Ir. Soni Listen yang telah membantu penulis memperoleh pengetahuan mengenai kegiatan budidaya ayam ras pedaging dan usaha pemotongan ayam, 4. Zulkifli Rangkuti, SE, MSi, MM selaku Manager Marketing Bank Syariah

Mandiri atas masukannya mengenai konsep pembiayaan syariah.

5. Dr. Ir. Iman Rahayu, MS selaku kepala lab unggas Fakultas Peternakan IPB atas masukannya dalam proses pembuatan bakso ayam.

6. Bapak ade dan bapak edet sebagai pemilik peternakan ayam ras pedaging di Cibitung kulon atas masukan dan sarannya.

7. Bapak, Ibu, dan Mba Asti tersayang, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.

8. Nur Zamiatun Qomara atas ketulusan, perhatian dan dukunganya kepada penulis.

9. Andala, Johan, Iiw, Rizal, Zierda, Indra komeng, Heckel, Rian, Faris dan Chandra atas masukan dan semangatnya.

10.Desty P dan Nunung sebagai rekan sebimbingan atas masukan dan dukungannya.

11.Teman-teman gibol dan useless community Arip, Indra, Galih, Adril, Samuel, Irham, Amin, Ikhlas, Haiman, Hadi, Iyas, Ferry, Iwal, dan Frans atas dukungan dan semangatnya.


(9)

12.Ujang, Oow, dan acong yang selalu memberikan semangat, motivasi dan dukungan kepada penulis.

13.Teman-teman di Angrek Fitnes Center yang selalu memberikan energi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

14.Teman-teman TIN angkatan 39 di Departemen Teknologi Industri Pertanian yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan dan semangatnya selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, November 2006


(10)

.

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……….. iii

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

I. PENDAHULUAN ……….……. 1

A. LATAR BELAKANG………... 1

B. TUJUAN…...……… 3

C. RUANG LINGKUP ……… 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 5

A. INVESTASI SYARIAH ………... 5

B. MANAJEMEN RISIKO ………... 11

C. BUDI DAYA AYAM RAS PEDAGING ..……….….. 12

D. PROSPEK BISNIS DAGING AYAM .………. 18

E. USAHA AGROINDUSTRI ………..……….…… 19

F. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN ..………. 23

G. PENELITIAN TERDAHULU……… 26

III. LANDASAN TEORI ……….. 27

A. TEKNIK HEURISTIK …..……… 27

B. METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL……… 28

C. METODE PRAKIRAAN ………. 29

D. FOURIER ANALISIS ………. 31


(11)

.

F. METODE LINIER EKSPONENSIAL BROWN’S ……...……... 32

G. KRITERIA INVESTASI ……….. 33

IV. METODOLOGI ……….. 39

A. KERANGKA PEMIKIRAN ..………. 39

B. PENDEKATAN SISTEM ……… 40

C. TATA LAKSANA ..……….…. 48

V. PERMODELAN SISTEM ……….……….. 50

A. KONFIGURASI SISTEM ……….. 50

B. RANCANG BANGUN SISTEM ………. 56

C. IMPLEMENTASI………... ………. 68

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 73

A. PENANGANAN BAHAN BAKU ...……… 73

B. PROSES PRODUKSI ... 73

C. MODEL SYARMENT 2.6 ... 77

D. VERIFIKASI MODEL ………... 79

E. ANALISIS PASCA PANEN ………. 115

VII.KESIMPULAN DAN SARAN……….. 120

A. KESIMPULAN ……….. 120

B. SARAN ……….. 122

DAFTAR PUSTAKA ……… 123


(12)

.

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbedaan antara bunga dan bagi hasil ..…….………..…. 7

Tabel 2. Perbandingan risiko dan ketidakpastian ……… 11

Tabel 3. Formulasi pakan ayam broiler ...………...…...….… 15

Tabel 4. Perbedaan program kemitraan dan peternak mandiri………….. 17

Tabel 5. Persamaan kurva dan bentuk transformasi metoda pendugaan regresi tunggal delapan kurva………. 31

Tabel 6. Perbandingan antara nilai risiko terhadap jumlah bagi hasil untuk bank dan asuransi kegagalan usaha ... 38

Tabel 7. Parameter masukan Sub Model Analisis Risiko... 57

Tabel 8. Bagi hasil berdasarkan nilai resiko ... 57

Tabel 9. Nilai kriteria ketersediaan lahan ... 60

Tabel 10. Nilai kriteria kemudahan akses dengan bahan baku………….. 61

Tabel 11. Nilai kriteria sarana utilitas (ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana komunikasi, ketersediaan air, ketersediaan listrik)………...……… 61

Tabel 12. Nilai kriteria ketersediaan tenaga kerja... 61

Tabel 13. Nilai kriteria kemudahan akses dengan pemasaran……… 61

Tabel 14. Nilai kriteria kondisi sosial budaya ….………..……….. 62

Tabel 15. Parameter masukan Model Kelayakan Finansial budidaya….. 63

Tabel 16. Parameter masukan Model Kelayakan Finansial usaha pasca panen.………...…. 65

Tabel 17. Parameter masukan Model Kelayakan Finansial agroindustri Bakso Ayam ……….………. 67

Tabel 18. Tingkat permintaan ayam ras pedaging pada TPA Pondok Rumput ...……….…. 80


(13)

.

Tabel 19. Hasil dari perbandingan tingkat permintaan

Pasar budidaya ...………... 81 Tabel 20. Perbandingan nilai Determinasi (R2) dan MSE permintaan

Ayam ras pedaging ... 82

Tabel 21. Tingkat permintaan ayam ras pedaging

di TPA Pondok Rumput, Bogor………...…….… 83 Tabel 22. Perbandingan tingkat permintaan daging ayam segar …..…… 84 Tabel 23. Perbandingan nilai determinasi (R2) dan MSE

tingkat permintaan daging ayam segar………..…... 85 Tabel 24. Tingkat permintaan bakso ayam di Toserba Jogya, Bogor ... 86 Tabel 25. Perbandingan hasil prakiraan tingkat permintaan

bakso ayam ... 86 Tabel 26. Perbandingan nilai determinasi (R2) dan MSE

tingkat permintaan bakso ayam ...………..…... 87 Tabel 27. Kecamatan dan jumlah populasi ayam ras pedaging

Tahun 2004 …...……….… 89 Tabel 28. Hasil perhitungan sub model lokasi unggulan …………... 91 Tabel 29. Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha ... 93 Tabel 30. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial

agroindustri budidaya berdasarkan

ekonomi syariah………...………... 96 Tabel 31. Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan budidaya ….…... 98 Tabel 32. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial

agroindustri budidaya berdasarkan

ekonomi konvensional…………...………... 98 Tabel 33. Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha ... 100 Tabel 34. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial

usaha pasca panenberdasarkan

ekonomi syariah ………...…….. 104 Tabel 35. Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan


(14)

.

Tabel 36. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha pasca panenberdasarkan

ekonomi konvensional ………...……...……... 106 Tabel 37. Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha... 108 Tabel 38. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial

agroindustri bakso ayam berdasarkan

ekonomi syariah ...………...……...……... 111 Tabel 39. Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan

agroindustri daging bakso ayam ….…... 113 Tabel 40. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial

agroindustri bakso ayam berdasarkan


(15)

.

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kandungan ajaran islam ………..…………. 5

Gambar 2. Diagram alir proses pemotongan ayam (Priyatno,2000) .… 20 Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bakso ayam (Wibowo, 2002) .. 22

Gambar 4. Struktur Sistem Penunjang Keputusan (Eriyatno, 1999)…...…. 25

Gambar 5. Tahapan kerja pendekatan sistem (Manetsch dan Park, 1977)... 41

Gambar 6. Diagram sebab akibat Syarment 2.6……….… 46

Gambar 7. Diagram masukan-keluaran Sistem Penunjang Keputusan Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam Dengan Pola Syariah ...…….. 47

Gambar 8. Diagram alir penelitian ……….. ………….. 49

Gambar 9. Konfigurasi paket program Syarment 2.6………... 51

Gambar 10. Diagram alir permodelan Syarment 2.6 ………. 54

Gambar 11. Diagram alir deskriptif Sub Model Kelayakan Finansial ….. 69

Gambar 12. Diagram alir deskriptif Sub Model Penentuan Lokasi Unggulan Usaha pasca panen…... 70

Gambar 13. Diagram alir deskriptif Sub Model Penentuan Bagi Hasil dan Asuransi Kegagalan Usaha Berdasarkan Tingkat Risiko... 71

Gambar 14. Diagram alir deskriptif Sub Model Prakiraan Pasar ……….. 72

Gambar 15. Diagram alir proses produksi bakso ayam ... 74

Gambar 16. Tampilan login Syarment 2.6 ………….……… 77

Gambar 17. Contoh tampilan Basis Data Statis Syarment 2.6 ..……….. 78

Gambar 18. Contoh tampilan Basis Data Dinamis Syarment 2.6 .……. 79


(16)

.

Gambar 19. Grafik prakiraan permintaan ayam ras pedaging di TPA Pondok Rumput bedasarkan metode

Fourier Analisis ... 81

Gambar 20. Grafik Prakiraan permintaan permintaan daging ayam segar di TPA Pondok Rumput berdasarkan metode Fourier Analisis ... 84

Gambar 21. Grafik Prakiraan permintaan permintaan bakso ayam di Toserba Yogya berdasarkan metode Fourier Analisis ... 87

Gambar 22. Tampilan dari sub model lokasi unggulan agroindustri daging ayam segar ... 92

Gambar 23. Gambar ayam ras pedaging ………...……… 115

Gambar 24. Gambar daging ayam segar ………...……… 116

Gambar 25. Gambar panci perebusan …....……...……… 117

Gambar 26. Mesin pencabut bulu ... 118

Gambar 27. Gambar isi perut ayam ………...……… 118


(17)

.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data populasi ayam ras pedaging (ekor) menurut kecamatan

di Kabupaten Bogor... 125

Lampiran 2. Penilaian alternatif lokasi agroindustri daging ayam segar... 126

. Lampiran 3. Data luas wilayah dan jumlah angkatan kerja tahun 2004 menurut kecamatan di Kabupaten Bogor……… 127

Lampiran 4. Petunjuk instalasi syarment 2.6...………… 128

Lampiran 5. Biaya modal tetap budidaya ayam ras pedaging ……… 131

Lampiran 6. Biaya oprasional budidaya ayam ras pedaging ……….. 131

Lampiran 7. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan ekonomi syariah kondisi awal (harga jual Rp 8100/ekor) ... 132

Lampiran 8. Analisis kelayakan finansial budidaya kondisi awal berdasarkan ekonomi syariah (Harga jual komoditas Rp 8100/ekor) ... 133

Lampiran 9. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan ekonomi syariah skenario I (Harga jual komoditas turun 4% menjadi Rp 7776/ekor) ... 134

Lampiran 10. Analisis kelayakan finansial budidaya skenario I berdasarkan ekonomi syariah (Harga jual komoditas turun 4% menjadi Rp 7776/ekor) ... 135

Lampiran 11. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan ekonomi syariah skenario II (Harga jual komoditas turun 5% menjadi Rp 7696/ekor) ... 136

Lampiran 12. Analisis kelayakan finansial budidaya skenario II berdasarkan ekonomi syariah (Harga jual komoditas turun 5% menjadi Rp 7696/ekor) ... 137

Lampiran 13. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan ekonomi konvensional kondisi awal (harga jual Rp 8100/ekor) ... 138 Lampiran 14. Analisis kelayakan finansial budidaya kondisi awal


(18)

.

Lampiran 15. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan ekonomi konvensional skenario I

(Harga jual komoditas turun 2% menjadi Rp 7938/ekor) ... 140

Lampiran 16. Analisis kelayakan finansial budidaya skenario I berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual komoditas turun 2% menjadi Rp 7938/ekor) ... 141 Lampiran 17. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan

ekonomi konvensional skenario II

(Harga jual komoditas turun 3% menjadi Rp 7857/ekor) ... 142 Lampiran 18. Analisis kelayakan finansial budidaya skenario II

berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual komoditas turun 2% menjadi Rp 7938/ekor) ... 143

Lampiran 19. Biaya modal tetap usaha pasca panen………...… 144 Lampiran 20. Biaya oprasional usaha pasca panen……….. 144 Lampiran 21. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan

ekonomi syariah kondisi awal

(harga jual produk Rp 15.500/kg) ... 145 Lampiran 22. Analisis kelayakan finansial usaha pasca panen

kondisi awal berdasarkan ekonomi syariah

(Harga jual produk Rp 15.500/kg) ... 147

Lampiran 23. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan ekonomi syariah skenario I

(Harga jual produk turun 5% menjadi Rp 14.725/kg) ... 148

Lampiran 24. Analisis kelayakan finansial usaha pasca panen skenario I berdasarkan ekonomi syariah

(Harga jual produk turun 5% menjadi Rp 14.725/kg) ... 149 Lampiran 25. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan

ekonomi syariah skenario II

(Harga jual produk turun 6% menjadi Rp 14.570/kg) ... 150 Lampiran 26. Analisis kelayakan usaha pasca panen skenario II

berdasarkan ekonomi syariah

(Harga jual produk turun 6% menjadi Rp 14.570/kg) ... 151 Lampiran 27. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan

ekonomi konvensional kondisi awal


(19)

.

Lampiran 28. Analisis kelayakan finansial usaha pasca panen kondisi awal berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk Rp 15.500/kg) ... 153

Lampiran 29. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan ekonomi konvensional skenario I

(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 15190/kg) ... 154

Lampiran 30. Analisis kelayakan finansial usaha pasca panen skenario I berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 15.190/kg) ... 155 Lampiran 31. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan

ekonomi konvensional skenario II

(Harga jual produk turun 3% menjadi Rp 15.035/kg) ... 156 Lampiran 32. Analisis kelayakan usaha pasca panen

skenario II berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk turun 3% menjadi Rp 15.035/kg) ... 157

Lampiran 33. Biaya modal tetap agrondustri bakso ayam …...…....… 158

Lampiran 34. Biaya oprasional agrondustri bakso ayam ……...…….. 158 Lampiran 35. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan

ekonomi syariah kondisi awal

(harga jual produk Rp 650/butir) ... 159 Lampiran 36. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam

kondisi awal berdasarkan ekonomi syariah

(Harga jual produk Rp 650/butir) ... 160

Lampiran 37. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan ekonomi syariah skenario I

(Harga jual produk turun 3% menjadi Rp 631/butir) ... 161

Lampiran 38. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam skenario I berdasarkan ekonomi syariah

(Harga jual produk turun 3% menjadi Rp 631/butir) ... 162 Lampiran 39. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan

ekonomi syariah skenario II

(Harga jual produk turun 4% menjadi Rp 624/butir) ... 163 Lampiran 40. Analisis kelayakan agroindustri bakso ayam skenario II

berdasarkan ekonomi syariah


(20)

.

Lampiran 41. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan ekonomi konvensional kondisi awal

(harga jual produk Rp 650/butir) ... 165 Lampiran 42. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam

kondisi awal berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk Rp 650/butir) ... 166

Lampiran 43. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan ekonomi konvensional skenario I

(Harga jual produk turun1% menjadi Rp 644/butir) ... 167

Lampiran 44. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam skenario I berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk turun 1% menjadi Rp 644/butir) ... 168 Lampiran 45. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan

ekonomi konvensional skenario II

(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 637/butir) ... 169 Lampiran 46. Analisis kelayakan agroindustri bakso ayam skenario II

berdasarkan ekonomi syariah

(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 637/butir) ... 170 Lampiran 47. Standar bakso daging berdasarkan SNI 01-3818 ... 171


(21)

I. PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Produk olahan daging ayam merupakan produk agroindustri yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Kondisi seperti ini yang menyebabkan banyak pengguna dana yang ingin menanamkan dana untuk mendirikan usaha agroindustri berbasis daging ayam. Investasi bebas bunga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan antar pemilik dana dan pelaku agroindustri. Investasi bebas bunga atau disebut investasi syariah merupakan solusi terbaik dalam pendirian argoindustri berbasis daging ayam.

Suatu perekonomian bebas bunga, seperti yang dianjurkan oleh islam, adalah satu-satunya pemecahan untuk mengurangi penderitaan manusia yang merosot martabatnya dalam sistem perekonomian kapitalis. Dalam sistem perekonomian islam sebagian besar perekonomian akan dibawah pengawasan negara dan sebagian besar tabungan akan merupakan tabungan kolektif yang dilakukan negara untuk kesejahteraan rakyat, dan saham modal hanya akan diakui melalui laba biasa (Suprayitno, 2004).

Ide dasar sistem perbankkan islam sebenarnya dapat dikemukakan dengan sederhana. Operasi institusi keuangan islam terutama berdasarkan prinsip PLS (Profit-and-loss-sharing) atau bagi untung dan rugi. Pada sistem perbankkan islam tidak menetapkan bunga, melainkan mengajak berpartisipasi dalam bidang usaha yang didanai. Dalam sistem perekonomian islam segala macam bentuk yang berkaitan dengan penambahan pembayaran atau yang biasa kita sebut riba adalah haram. Riba adalah tambahan jumlah pokok pinjaman dengan jangka waktu peminjaman dan jumlah pinjamannya (Lewis dan Algaoud, 2003).

Investasi syariah merupakan investasi yang mempunyai prinsip dasar yang berbeda dengan investasi konvensional. Pada dasarnya perhitungan


(22)

diestimasi pada saat mendapatkan pendapatan bersih (dilakukan di akhir) sedangkan pada investasi berbasis konvensional perhitungan keuntungan diestimasikan di awal kepemilikan modal dengan menetapkan tingkat suku bunga (interest) yang berlaku.

Sesuai dengan skema Zarqa, syariah terdiri atas bidang muamalah (sosial) dan ibadah (ritual). Konsep dari sistem ekonomi islam ini dapat diuji dengan konsistensi internalnya, kesesuaiannya dengan berbagai sistem yang mengatur aspek-aspek kehidupan lainnya, dan kemungkinannya untuk berkembang dan tumbuh (Suprayitno, 2005).

Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain di luar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan dan lain-lain. Beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan dan memperdagangkannya (Saragih, 2001).

Sektor agroindustri menurut Gumbira-Said dan Dewi (2003), mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB nasional dibandingkan terhadap sektor-sektor lainnya di Indonesia. Antara tahun 2000 hingga tahun 2002, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan mampu memberikan kontribusi antara Rp 66.208,85 miliar hingga Rp 68.018,42 miliar, atau sekitar 16,18% dari total PDB Nasional. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan sektor industri pengolahan, yang juga banyak memanfaatkan bahan baku berupa produk-produk pertanian, nilai PDB sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan masih lebih rendah daripada nilai PDB sektor industri pengolahan. Antara tahun 2000 hingga 2002, nilai PDB sektor industri pengolahan berkembang dari 104.986,93 miliar menjadi Rp 113.671,74 miliar, atau sekitar 26,51% dari total PDB. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa proses pengolahan produk-produk pertanian telah memberikan nilai


(23)

tambah yang jauh lebih besar, sehingga mampu memberikan nilai ekonomis yang lebih tinggi.

Komoditas peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Pasaribu (2004) menyatakan pada tahun 1992, subsektor peternakan dalam pembangunan ekonomi Indonesia memberikan kontribusi sebesar 2.5 persen gross domestic products (GDP) secara nasional atau 10,5 persen dari GDP bidang pertanian dengan laju pertumbuhan tahunan 6,1 persen, sedangkan data 1998 menunjukkan kenaikan produksi peternakan sebesar 1,4 persen.

Salah satu komoditas unggulan peternakan adalah ayam ras pedaging. Menurut Departemen Pertanian (2000), produksi ayam ras pedaging menunjukkan peningkatan rata-rata 12,80% per tahun selama periode 1994-1996 dan produksi ayam ras pedaging memiliki kontribusi 34,6% per tahun dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi daging dalam negeri.

Produk ayam ras pedaging yang biasa dikonsumsi masyarakat adalah daging ayam segar. Pada dasarnya daging ayam segar paling diminati oleh konsumen di Indonesia karena digunakan sebagai bahan masakan sehari-hari. Permintaan terhadap daging ayam olahan seperti bakso ayam, nugget, sosis ayam, dan abon ayam semakin meningkat seiring dengan berkembangnya potensi agroindustri daging ayam segar.

B. TUJUAN

Tujuan pengkajian masalah khusus ini adalah :

1) Mempelajari berbagai faktor dan parameter yang berpengaruh terhadap perencanaan agroindustri daging ayam dan merancang model sistem penunjang keputusan investasi agroindustri berbasis daging ayam dengan pola syariah.

2) Merekomendasikan strategi perencanaan pengembangan usaha agroindustri berbasis daging ayam berdasarkan syariah sebagai upaya


(24)

dalam mendukung pembangunan daerah dan pengembangan potensi masyarakat.

3) Merancang sistem penunjang keputusan untuk mengetahui kelayakan investasi agroindustri berbasis daging ayam dari mulai peternakan, usaha pasca panen, dan agroindustri bakso ayam dengan pola syariah.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari masalah khusus ini adalah pembuatan sistem penunjang keputusan untuk melakukan suatu investasi berdasarkan ekonomi syariah atau disebut investasi syariah yang berbasis daging ayam. Perencanaan investasi ini meliputi budi daya ayam ras pedaging, usaha pasca panen, dan agroindustri bakso ayam. Produk daging ayam olahan yang dipelajari disini adalah bakso ayam.

Proses perhitungan yang dilakukan di dalam Sistem Penunjang Keputusan Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam Dengan Pola Syariah ini berdasarkan proses pembiayaan Musyarakah. Pada dasarnya proses perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi syariah masih menggunakan parameter kelayakan ekonomi konvensional tetapi tingkat suku bunga yang digunakan digantikan dengan tingkat risiko.

Verifikasi model dilakukan di wilayah Bogor secara umum, khususnya di Kabupaten Bogor. Pengguna Sistem Penunjang Keputusan Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam Dengan Pola Syariah ini adalah pelaku agribisnis peternakan, pelaku usaha pasca panen, pelaku agroindustri bakso ayam, calon investor, lembaga penelitian, akademisi, lembaga keuangan syariah dan pemerintah.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. INVESTASI SYARIAH

Islam adalah kata dari bahasa Arab yang terambil dari kata salimah yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah dan berserah diri. Obyek penyerahan diri ini adalah pencipta seluruh alam semesta, yakni Allah SWT. Agama islam memiliki tiga aspek utama, yakni aspek aqidah, aspek syariah dan aspek akhlak. Bila cakupan ajaran islam ini digambarkan dalam skema, maka akan tampak sebagai berikut:

Gambar 1. Kandungan Ajaran Islam (Karim, 2003)

Akidah disebut juga iman, sedangkan syariah adalah Islam, dan akhlak disebut juga ikhsan. Aqidah menunjukan kebenaran Islam, Syariah menunjukan keadilan islam, dan akhlak menunjukan keindahan Islam (Karim, 2003).

Ekonomi islam dapat disebut sebagai ekonomi anti riba di mana setiap pelaku ekonomi dalam bisnis senantiasa berfikir pada usaha-usaha menyamakan harga dengan biaya yang dikeluarkan. Semangat anti riba ini sudah diteladankan oleh Nabi Muhamad SAW dalam sejarah hidupnya, sehingga beliau dapat disebut yang dipercaya (Al-Amin) (Cahyono, 1995).

ISLAM

Akidah (Iman)

Syariah (Islam)

Akhlak (Ikhsan)


(26)

Menurut Zulkifli (2003), Ditinjau dari sisi fiqh, maka pengertian riba harus dilakukan secara hati-hati. Yusuf Qardhawi menafsirkan bahwa bunga bank sama dengan riba yang hukumnya jelas-jelas haram. Terkait dengan hal diatas, terdapat beberapa dalil islam yang melarang sistem riba. Namun demikian, Allah SWT menurunkan risalah larangan praktek riba dengan menggunakan empat tahapan, yakni:

1) Allah SWT memberikan pengertian bahwa riba tidak akan menambah kebaikan disisi Allah SWT. Allah berfirman : “ Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah apapun disisi Allah. Dan apabila kamu memberikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). “ (QS.Ar-Ruun : 39).

2) Allah memberikan gambaran siksaan bagi seorang yahudi dengan salah satu karakternya suka memakan riba. Allah SWT berfirman:

Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka telah memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka siksa yang pedih.” (QS. An-nisaa’ : 160-161).

3) Allah SWT melarang memakan riba yang berlipat ganda. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” (QS. Ali Imran : 130).


(27)

4) Allah melarang dengan keras dan tegas segala jenis riba. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS. Al-Baqarah : 278-279).

Islam mendorong praktik bagi hasil dan mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana, namun keduannya mempunyai perbedaan yang begitu nyata. Perbedaan antara bagi hasil dan bunga dapat dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan antara bunga dan bagi hasil

Bunga Bagi Hasil

1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi selalu untung.

1. Penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan

berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

2. Besar persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

2. Rasio bagi hasil berdasarkan keuntungan yang diperoleh.

3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangkan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

3. Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.


(28)

Tabel 1 (Lanjutan)

Bunga Bagi Hasil

4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun sekalipun jumlah keuntungan berlipat .

4. Jumlah pembagian laba akan meningkat sesuai dengan peningkatan pendapatan.

5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk agama islam.

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Sumber : (Antonio, 2002).

Di Indonesia, Bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat dibandingkan negara-negara Muslim lainnya, perbankkan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada tahun 1992–1998 hanya ada satu unit bank syariah , maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah (Karim, 2003).

Investasi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana, pada suatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau meningkatkan nilainya dimasa yang akan datang. Atau secara sederhana, investasi berarti mengubah cashflow agar mendapatkan keuntungan atau jumlah yang lebih besar dikemudian hari (Ghufron, et al, 2005).

Syariah adalah kata bahasa Arab yang secara harfiah berarti jalan yang ditempuh atau garis yang mesti dilalui. Secara etimologi, definisi Syariah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah, atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh


(29)

orang islam sebagai penghubung diantaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia” 25(Karim, 2003).

Menurut Ghufron, et al (2005) investasi yang diakui oleh hukum positif yang berlaku belum tentu sesuai dengan ajaran agama islam, yaitu:

1) Aspek material dan finansial. Artinya suatu investasi hendaknya menghasilkan manfaat finansial yang kompetitif dibandingkan dengan investai lainnya.

2) Aspek kehalalan. Artinya suatu bentuk investasi harus terhindar dari bidang ataupu prosedur syubhat atau haram. Suatu investasi yang tidak halal akan membawa pelakunya kepada kesesatan. 3) Aspek sosial dan lingkungan. Artinya suatu bentuk investasi

hendaknya memberi kontribusi yang positif bagi masyarakat banyak dan lingkungan sekitar, baik untuk generasi masa kini dan mendatang.

4) Aspek pengharapan kepada ridha Allah. Artinya suatu bentuk investasi tertentu itu dipilih hanya untuk mendapatkan ridha Allah.

Suatu perekonomiaan bebas bunga, seperti yang dianjurkan oleh islam, adalah satu-satunya pemecahan untuk mengurangi penderitaan rakyat yang merosot martabatnya dalam sistem perekonomian kapitalis. Dalam sistem perekonomian islam sebagian besar perekonomian akan berada dibawah pengawasan negara dan sebagian besar tabungan akan merupakan tabungan kolektif yang dilakukan negara untuk kesejahteraan rakyat, dan saham modal hanya akan diakui melalui laba biasa (Suprayitno, 2005).

Menurut Perwataatmadja (1996) menyebutkan kewajiban-kewajiban muamalah ini maka bagi mereka yang tidak pandai berusaha tersedia berbagai alternatif yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW seperti:

1) Penitipan dana kepada seorang pengusaha untuk dikelola dengan sistem bagi hasil (al mudharabah atau trust financing), atau


(30)

2) Pembiayaan bersama suatu usaha dengan sistem bagi hasil sesuai dengan penyertaannya masing-masing (al musyarakah atau join venture), atau

3) Pembiayaan usaha seperti diatas namun dengan penyertaan yang semakin berkurang (al musyarakah mutanaqisab atau modal ventura).

4) Kegiatan jual beli barang dengan pembayaran tangguh seluruhnya pada waktu jatuh tempo (al murabaha), atau

5) Kegiatan jual beli barang dengan pembayaran tangguh dicicil pada waktu jatuh tempo (al baitu bithaman ajil), atau

6) Kegiatan sewa-menyewa barang (al ijarah atau sewa guna usaha), atau

7) Kegiatan sewa-menyewa barang yang diakhiri dengan alih pemilikan (al baitu takjiri atau hire purchae).

Dari sudut pandang asuransi dapat ditarik kesimpulan bahwa asuransi konvensional adalah pemindahan atau pengalihan risiko dari tertanggung (peserta asuransi) kepada penanggung perusahan asuransi) atau istilahnya transfer risk. Pada konsep asuransi syariah, menuruet DSN-MUI, risiko yang akan terjadi ditanggung bersama atas dasar ta’awun, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antar sesama anggota dalam menghadapi malapetaka (Amrin, 2006).

Bentuk umum dari usaha bagi hasil dalah musyarakah (syirkah atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka bersama-sama memadukan seluruh bentuk

sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud (Karim, 2006)

Menurut Firdaus, et al (2005) akutansi dalam konsep islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber hukum islam dan


(31)

dipergunakan sebagai aturan oleh pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan. Juga untuk menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa, apakah sesuai dengan hukum syariat atau tidak.

Mekanisme kerja bank syariah dapat dijelaskan sebagai berikut. Dana dari nasabah yang terkumpul diinvestasikan kepada dunia usaha, ketika ada hasil (profit), maka bagian profit untuk bank dibagi kembali antara bank dan nasabah. Disamping itu bank syariah dapat melakukan transaksi jual-beli baik dengan pengusaha maupun dengan nasabah, menggunakan skema mudharabah, ijarah, istisna, musyarakah, dan salam (Khalid, 2003).

B. MANAJEMEN RISIKO

Manajemen risiko organisasi adalah suatu sistem pengolahan risiko yang dihadapi oleh organisasi secara komperhensif untuk tujuan meningkatkan nilai perusahaan (Hanafi, 2006).

Pengertian dasar risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan ketidakpastian terukur secara kuantitatif. Untuk membandingkan antara ketidakpastian dan risiko, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan risko dan ketidakpastian

Risiko Ketidakpastian 1. Subjek memiliki ukuran

kuantitas

1. Subjek tidak ada ukuran kuantitas

2. Diketahui tingkat probabilitas kejadiannya.

2. Tidak diketahui tingkat probabilitas kejadiannya 3. Ada data pendukung mengenai

kemungkinan kejadiannya.

3. Tidak ada data pendukung

untuk mengukur kemungkinan kejadiannya.

Sumber (Djohanputro, 2004)

Ketidakpastian yang dihadapi perusahaan bisa berdampak merugikan atau mungkin saja menguntungkan. Bila risiko ini dianggap


(32)

dikenal dengan istilah risiko (Risk). Sedangkan risko sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan (Kountur, 2004).

Proses identifikasi risiko dimulai dari dengan mengidentifikasi keberadaan Risiko, dimana risiko berada, apa saja kejadiannya (pada barang atau orang), atau tuntutannya (pada kebijakan), dan mengidentifikasi penyebabnya. Metode yang sering digunakan, yaitu:

1) Metode interaksi. 2) Metode alur bagian. (Kontur, 2004)

C. BUDI DAYA AYAM RAS PEDAGING

Sejak pertama kali dilaporkan tahun 1935, penemuan suatu strain ayam sebagai cikal bakal ayam broiler (dikenal sebagai ayam ras pedaging), agaknya sudah menjadi trend yang saling mengungguli antara satu penemuan dan penemuan lainnya. Penemuan-penemuan itu merupakan hasil penelitian bertahun-tahun dari para ahli pemuliaan ternak dalam mencari dan menggabungkan beberapa keunggulan dari beberapa jenis ayam, seperti ayam hutan merah (Galus-galus, galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti), ayam hutan abu-abu (Galus soneratti), dan ayam hutan hijau (Galus Varius, galus javanicus) dengan perkawinan silang dan seleksi. Ayam hutan hijau (Galus javanicus) diduga merupakan cikal bakal ayam kedu yang sekarang. Setelah melalui berbagai perkawinan silang dan seleksi, pada tahun 1945 ditemukan strain ayam pedaging yang mencapai berat 1 kg dalam waktu 8 minggu (Abidin, 2002).

Perkembangan ayam ras di Indonesia dimulai tahun 1965, yaitu ketika pemerintah mencanangkan RKI (Rencana Ksejahteraan Istimewa) atau lazim disebut Plan Kasimo. Program ini diwujudkan dengan pembangunan taman-taman ternak (Folkstation) di setiap ibu kota propinsi dengan biaya dari pemerintah pusat (Suharno, 1995).


(33)

Ayam broiler baru dikenal menjelang periode 1980-an, sekalipun galur murninnya sudah diketahui sekitar tahun 1960-an ketika peternak mulai memeliharanya. Tidak heran bila pada saat itu banyak orang yang antipati terhadap daging ayam ras sebab ada perbedaan yang mencolok antara daging ras broiler dan ayam ras petelur, terutama pada struktur pelemakan di dalam serat-serat dagingnya (Rasyaf, 2002).

Pemeliharaan ayam broiler di daerah tropis membutuhkan perhatian yang cermat dan teliti agar diperoleh hasil yang optimal. Suhu dan kelembabpan yang cukup tinggi di daerah tropis memungkinkan ayam mudah stress sehingga mengakibatkan ayam mudah terserang penyakit, ganguan pertumbuhan, konversi pakan meningkat, dan kematian ayam meningkat (Arifien, 2002).

Ayam ras pedaging (broiler) adalah istilah yang dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi makanan irit, dan siap potong pada usia yang relatif muda. Pada umumnya ayam broiler siap dipanen pada usia 35 - 45 hari dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor (Priyatno, 2000).

Pada saat berusia tiga minggu, ayam broiler tubuhnya sudah gempal dan padat. Ayam broiler yang berusia enam minggu sama besarnya dengan ayam kampung dewasa dan bila dipelihara hingga berusia delapan bulan, bobotnya dapat mencapai 2 kg. Berat sebesar itu sulit dicapai oleh ayam kampung dewasa maupun ayam ras petelur apkir pada usia 1,5 tahun. Kelebihan ini yang mengakibatkan ayam broiler sebagai ayam ras pedaging (Rasyaf, 2002).

Menurut Rasyaf (2002), beberapa persyaratan penentuan lokasi peternakan adalah sebagai berikut :

1) jauh dari keramaian, jauh dari lokasi perumahan, atau dipilih tempat yang sunyi,

2) tidak jauh dari pusat pasokan bahan baku ayam ras pedaging dan lokasi pemasaran,


(34)

3) lokasi yang dipilih sebaiknya termasuk areal agribisnis agar terhindar dari penggusuran.

Temperatur secara tidak langsung berpengaruh terhadap kemampuan

ayam broiler. Ayam broiler akan tumbuh optimal pada temperatur 190-210C. Udara panas akan menyebabkan ayam mengurangi beban panas

yang dihadapinya dengan banyak minum dan tidak makan. Bila sudah demikian, sejumlah unsur nutrisi dan keperluan nutrisi utama bagi ayam tidak masuk sehingga kehebatan ayam tidak tampak (Rasyaf, 2002).

Bibit ayam atau Day Old Chicken (DOC), obat-obatan dan pakan merupakan tiga komponen usaha yang sangat menentukan suksesnya agribisnis ayam ras. Ketiganya sering disebut sarana produksi peternakan (sapronak). Produksi peternakan ayam ras dapat berjalan baik jika ketiga komponen sapronak tersebut memiliki kualitas yang baik pula (Suharno, 2002).

Beberapa pedoman dalam pemilihan DOC adalah sebagai berikut : 1) anak ayam berasal dari induk yang sehat agar tidak membawa

penyakit bawaan,

2) ukuran dan bobot ayam itu,

3) anak ayam itu memperhatikan mata yang cerah dan bercahaya,

4) anak ayam tidak memperlihatkan cacat fisik, kaki bengkok, mata buta atau kelainan fisik lainnya, bulunya halus dan kering,

5) tidak ada lekatan tinja di duburnya. (Rasyaf, 2002).

Menurut Rasyaf (2002), pertumbuhan yang sangat cepat pada ayam broiler tidak akan tampak bila tidak didukung dengan ransum yang mengandung asam amino dan protein yang seimbang sesuai kebutuhan ayam. Ransum juga harus memenuhi syarat kuantitas karena jumlah ransum yang dimakan bertalian dengan jumlah jumlah unsur nutrisi yang masuk kedalam tubuh ayam. Formulasi pakan ayam broiler dapat dilihat melalui Tabel 3.


(35)

Tabel 3 Formulasi pakan ayam broiler

Bahan Pakan %

Jagung Kuning 50,0

Dedak Halus 12,5

Bungkil Kedelai 17,0

Bungkil Kelapa 5,0

Tepung Ikan 12,5

Minyak Kelapa 2,0

Pelengkap 0,5 Sumber : (Rasyaf, 2002).

Menurut Rasyaf (2002), suatu usaha peternakan ayam pedaging, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1) Daging ayam

Peternak biasanya menjual ayam hidup atau dalam bentuk daging ayam siap masak. Banyaknya daging yang dihasilkan tergantung pada jumlah ayam yang dipelihara.

2) Tinja ayam

Tinja ayam bukan merupakan limbah atau buangan yang tidak berarti. Tinja yang merupakan hasil peternakan dapat mendatangkan uang karena dapat dijual sebagai pupuk, untuk biogas, dan untuk pakan ternak. Misalnya dapat sebagai bahan pencampur ransum ayam pedaging, kerbau, sapi, domba, kambing dan sebagainya.

3) Bulu ayam

Bulu ayam dapat dipergunakan untuk bahan lukisan bulu, isi bantal dan banyak kerajinan tangan yang memanfaatkan bulu ayam.

Menurut Rasyaf (2002) keunggulan ayam broiler akan terbentuk bila didukung oleh lingkungan karena sifat genetis saja tidak menjamin keunggulan itu akan terlihat. Hal yang mendukung keunggulan ayam broiler adalah seperti berikut:

1) Makanan


(36)

mengandung protein dan asam amino yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ayam. Ransum juga harus memenuhi syarat kuantitas karena jumlah ransum yang dimakan bertalian dengan jumlah unsur nutrisi yang harus masuk sempurna kedalam tubuh ayam.

2) Tempratur Lingkungan

Ayam broiler akan tumbuh optimal pada temperatur lingkungan 19o-21oC. Temperatur lingkungan di Indonesia lebih panas, apalagi di daerah pantai sehingga ayam akan mengurangi beban panas dengan banyak minum dan tidak makan. Bila sudah demikian, sejumlah unsur nutrisi dan keperluan nutrisi bagi ayam tidak masuk sehingga kehebatan ayam tidak terlihat.

3) Pemeliharaan

Bibit yang baik memerlukan pemeliharaan yang baik pula. Apabila ayam broiler dipelihara secara “swalayan” bagaikan ayam kampung di desa-desa maka kehebatan tidak akan tampak karena kehebatan ayam memerlukan perawatan dan makanan yang baik. Perawatan ini termasuk vaksinasi yang baik dan benar. Sering kali peternak melakukan vaksinasi yang tidak benar atau vaksinnya telah mati akibatnya ayam terserang ND dan ini semua disebabkan oleh kesalahan manajemen di dalam peternakan tersebut.

Pada dasarnya ada dua pilihan bagi para peternak dalam usaha budi daya ayam pedaging yaitu dengan cara peternak mandiri atau dengan cara program kemitraan. Jika ingin memulai usaha sendiri, biasanya peternak plasma sudah fanatik terhadap produk intinya. Walaupun sudah tidak terikat untuk menggunakan produk perusahaan inti, biasanya peternak sudah familiar dan tetap menggunakan produk dari perusahaan intinya dahulu. Berikut ini adalah tabel perbandingan antara mengikuti program kemitraan dan menjadi peternak mandiri yang bisa dijadikan acuan atau pertimbangan bagi para peternak pemula.


(37)

Tabel 4 Perbedaan program kemitraan dan menjadi peternak mandiri Faktor Pembanding Program Kemitraan Peternak Mandiri

Modal Relatif lebih sedikit

karena peternak hanya menyediakan kandang, peralatan, dan tenaga kerja, sedangkan saran produksi peternakan (Sapronak) ditanggung perusahaan inti.

Relatif lebih besar karena kandang, peralatan, tenaga kerja, dan Sapronak harus disediakan sendiri.

Bantuan Teknis Diberikan perusahaan inti secara terencana.

Tidak ada keterikatan untuk pemberian bantuan teknis, kecuali bertanya kepada technical service dari tempat produk

yang dibeli peternak.

Aturan/kontrak tertentu Peternak terikat kontrak pada usaha inti untuk menggunakan produk tertentu. Bebas untuk menggunakan produk perusahaan mana pun.

Munculnya inovasi Tidak diizinkan bila tidak sesuai dengan kontrak.

Peternak bebas menerapkan dan mencoba inovasi sendiri.

Harga Sapronak Sudah diperhitungkan berdasarkan kontrak.

Sepenuhnya berdasarkan mekanisme pasar. Harga produk Sudah diperhitungkan

berdasarkan kontrak.

Sepenuhnya berdasarkan mekanisme pasar.

Bonus Ada perusahaan inti

yang memberikan bonus dengan nilai tertentu jika tercapai koversi pakan dan berat akhir yang baik.


(38)

Tabel 4 (Lanjutan)

Faktor Pembanding Program Kemitraan Peternak Mandiri Risiko kerugian Ditanggung bersama

antara perusahaan inti dan plasma.

Ditanggung sendiri.

Penjualan produk Tanggung jawab perusahaan.

Diusahakan sendiri.

Margin usaha Kecil tetapi pasti karena seluruhnya sudah berdasarkan kontrak.

Keuntungan dan kerugian tidak dapat diprediksi.

Sumber: Ayam Ras Pedaging, Abidin (2002)

D. PROSPEK BISNIS DAGING AYAM

Pada saat berusia tiga minggu, ayam broiler tubuhnya sudah gempal dan padat. Ayam broiler yang berusia enam minggu sama besarnya dengan ayam kampung dewasa dan bila dipelihara hingga berusia delapan bulan, bobotnya dapat mencapai 2 kg. Berat sebesar itu sulit dicapai oleh ayam kampung dewasa maupun ayam ras petelur pada usia 1,5 tahun. Kelebihan ini yang mengakibatkan ayam broiler sebagai ayam ras pedaging (Rasyaf, 2002).

Menurut Priyatno (2000), konsumsi daging ayam meningkat paling pesat dibandingkan dengan daging sapi, kambing, ataupun babi. Beberapa alasan yang menyebabkan kebutuhan daging ayam mengalami peningkatan yang cukup pesat adalah sebagai berikut :

1) daging ayam relatif murah dibandingkan daging lainnya,

2) daging ayam lebih baik dari segi kesehatan karena mengandung sedikit lemak dan kaya protein bila dibandingkan daging sapi, kambing, dan babi,

3) tidak ada agama apapun yang melarang umatnya untuk mengkonsumsi daging ayam,


(39)

Daging ayam dapat digolongkan berdasarkan cara pengolahannya, yaitu (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging yang dilayukan, didinginkan kemudian dilayukan kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap dan (6) daging olahan (Soeparno, 1992). Daging ayam merupakan produk yang cepat rusak, oleh karena itu diperlukan teknologi penyimpanan untuk mencegah terjadi kerusakan apabila produk tersebut tidak terkonsumsi/terjual dalam bentuk fresh salah satu cara penanganannya adalah dengan penyimpanan pada suhu dingin (-18 oC).

Menurut Departemen Pertanian (2000), konsumsi daging ayam ras di dalam negeri menunjukkan peningkatan pesat selama periode 1990-1996, yaitu sekitar 36,73% per tahun. Pada tahun 1990, rata-rata konsumsi daging ayam baru mencapai 1,93 kg/kapita/tahun. Pada tahun 1993, konsumsi daging ayam meningkat menjadi 2,29 kg/kapita/tahun dan pada tahun 1996 meningkat lagi menjadi 3,55 kg/kapita/tahun.

E. USAHA AGROINDUSTRI

Menurut Priyatno (2000), proses pemotongan ayam yang berlangsung dengan lancar, teratur, dan memenuhi syarat kesehatan akan menghasilkan kualitas karkas dan sampingan yang baik. Proses pemotongan ayam sebaiknya dilaksanakan dalam tiga kompartemen (ruangan) terpisah.

1) Kompartemen I

Kompartemen I disebut juga kompartemen sangat kotor. Di dalam bagian ini berlangsung tahapan pemotongan, meliputi penyembelihan ayam, pencelupan ayam ke dalam drum atau panci air panas, dan pencabutan bulu.

2) Kompartemen II


(40)

pengeluaran isi rongga perut, pembersihan bulu-bulu yang masih tersisa, penanganan sampingan, dan pencucian karkas.

3) Kompartemen III

Kompartemen III disebut juga kompartemen bersih. Di dalam bagian ini berlangsung proses pendinginan ayam dalam bak, penyiapan karkas sesuai pesanan, pembungkusan atau pengemasan, pemotongan ayam menjadi beberapa (parting), proses pengambilan tulang (boneless), dan penyimpanan karkas ke gudang pendingin (cold storage). Diagram alir proses pemotongan ayam dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir proses pemotongan ayam (Priyatno, 2000) Penyembelihan

(cara halal)

Blanching

Pencabutan Bulu

Pemotongan kepala dan kaki

Penyobekan Perut

Pendinginan

Pencucian ulang

Pembungkusan Pengeluaran isi

rongga perut

Pencucian karkas, kepala, kaki, dan

sampingan Ayam Hidup

Karkas kosong, hati, jantung, usus, ampela,

dan limpa

Karkas kosong, hati, jantung, usus, ampela, dan

limpa yang siap dipasarkan


(41)

Beberapa istilah dalam usaha pemotongan ayam adalah sebagai berikut :

1) Ayam hidup, yaitu ayam yang belum disembelih atau dipotong di pemotongan ayam.

2) Karkas, yaitu ayam yang telah disembelih atau dikurangi bagian-bagian tertentu.

3) Whole chicken, yaitu istilah untuk menyebut karkas ayam utuh.

4) Sampingan, yaitu produk lain selain karkas, tulang, dan hasil samping proses boneless dan penyiapan pengiriman karkas.

5) Chicken part, yaitu karkas yang telah dipotong-potong atas permintaan pelanggan atau untuk persiapan proses boneless.

6) Boneless, yaitu karkas ayam atau bagian karkas yang telah mengalami proses pengambilan tulang.

(Priyatno, 2000).

Menurut Wibowo (2002), bahan yang diperlukan untuk membuat bakso ayam yaitu daging ayam segar, tepung tapioka, garam, bawang putih, merica, dan es atau air es. Daging ayam yang digunakan adalah daging ayam segar. Tepung tapioka yang digunakan untuk menghasilkan bakso ayam yang lezat dan bermutu tinggi adalah sebanyak 10% dari berat daging ayam yang digunakan.

Pembuatan bakso ayam menggunakan bumbu-bumbu yang terdiri dari garam dapur halus dan bumbu penyedap yang dibuat dari campuran bawang putih dan merica. Garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging ayam yang digunakan. Bumbu penyedap yang digunakan biasanya 2% dari berat daging ayam yang digunakan. Bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan bakso ayam adalah es atau air es yang berfungsi membantu pembentukan adonan dan memperbaiki tekstur bakso (Wibowo, 2002).


(42)

Proses pembuatan bakso ayam menurut Wibowo (2002) adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bakso ayam (Wibowo, 2002) 1) Pelumatan Daging

Pelumatan daging akan memudahkan pembentukkan adonan. Daging ayam dilumatkan dengan cara dipotong-potong kecil kemudian digiling dengan gilingan daging atau dimasukkan meat separator sehingga diperoleh daging lumat.

2) Pembentukan adonan

Setelah diperoleh daging ayam lumat yang bersih, maka selanjutnya daging tersebut akan dibentuk menjadi adonan. Daging lumat digiling kembali bersama-sama es batu dan garam dapur, baru kemudian ditambahkan bahan yang lain. Garam dapur dapat pula ditambahkan bersama bumbu-bumbunya, kemudian tepung tapioka

Pelumatan Pembentukkan

adonan Pembentukkan

bola bakso

Perebusan Penirisan Daging ayam

Bumbu, tepung, dan es batu

Air

Bakso ayam yang siap dipasarkan


(43)

ditambahkan sambil dilumatkan sehingga diperoleh adonan yang homogen.

3) Pembentukan bola bakso

Pembentukan adonan menjadi bola bakso dapat dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Dalam membentuk bola bakso ini sebaiknya menggunakan sarung tangan karet yang bersih. Dapat juga menggunakan kantong plastik. Minyak kelapa dioleskan ke sarung tangan agar adonan tidak menempel.

4) Perebusan dan pengemasang

Bola bakso yang sudah terbentuk lalu direbus dalam air mendidih hingga matang. Bakso yang sudah mengapung di permukaan air berarti sudah matang dan perebusan dihentikan. Biasanya perebusan ini dilakukan sekitar 15 menit. Setelah itu, bakso diangkat, ditiriskan dan didinginkan pada suhu ruang. Bakso yang telah dingin, kemudian dikemas dalam kantong plastik. Bakso yang telah dikemas dalam kantong plastik selanjutnya dipak dalam kotak kardus untuk dikirim ke pasar.

F. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

Menurut Eriyatno (1999), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah pendekatan secara sistematis untuk menentukan teknologi ilmiah yang tepat untuk mengambil keputusan, yang merupakan konsep spesifik yang menghubungkan sistem komputerasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai penggunanya. SPK dimaksudkan untuk memaparkan secara terinci elemen-elemen sehingga dapat menunjang dalam proses pengambilan keputusan.

Tujuan dari Sistem Penunjang Keputusan adalah membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang pada umumnya bersifat semi struktural, yaitu adanya kemampuan untuk memadukan proses kemampuan struktural dengan penilaian dari masing-masing keputusan yang bersifat


(44)

Eriyatno (1999), aplikasi sistem penunjang keputusan selanjutnya mampu mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu melalui pendekatan sistem. Penggunaan sistem penunjang keputusan seyogianya ditunjang oleh berbagai studi lapangan dan penelitian kasus guna menelusuri validitas input dan parameter-parameternya.

Karakteristik pokok yang melandasi Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burn (1983) di dalam Eriyatno (1999) adalah :

1) interaksi langsung komputer dengan pengambil keputusan,

2) adanya dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap ganda, 3) suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang, antara lain

komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen,

4) mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap perubahan kondisi, kemampuan berevolusi menuju sistem yang bermanfaat.

Menurut Eriyatno (1999), aplikasi DSS bermanfaat apabila terdapat kondis sebagai berikut:

1) eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit mendayagunakannya,

2) kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses mencapai kebutuhan,

3) adanya keterbatasan waktu, baik dalam penetuan hasil maupun dalam prosesnya,

4) kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan pemilihan solusi.

Menurut Eriyatno (1999), konsep dan rancang bangun dan pengembangan DSS terdiri dari tiga elemen utama, yaitu :

1) pengoptimalan kriteria dalam merancang bangun sistem, 2) proses rancang bangun sistem secara total,

3) proses rancang bangun sistem secara mendetail.

Konsep model dari sistem penunjang keputusan menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama penunjang keputusan, yaitu (1)


(45)

Pengguna Sistem Manajemen

pengambil keputusan atau pengguna; (2) data; dan (3) model. Masing-masing komponen dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Masukan dan keluaran dari dan untuk pengguna dikelola oleh sistem manajemen dialog. Pengelolaan atau manipulasi data dilakukan oleh sistem manajemen basis data. Sedangkan model dikelola oleh sistem manajemen basis model. Ketiga komponen dari sistem tersebut dikoordinasi oleh sebuah sistem pengolahan terpusat (Keen dan Morton 1978, di dalam Eriyatno 1999). Struktur dasar dari sistem penunjang keputusan dapat dilihat pada Gambar 4.

Data Model

Sistem Manajemen Sistem Manajemen Basis Data Basis Model

Sistem Pengolahan Terpusat

Gambar 4. Struktur dasar sistem penunjang keputusan (Eriyatno, 1999)

Sistem manajemen dialog, menurut Minch dan Burns (1983) di dalam Eriyatno (1999), adalah sub sistem dari sistem penunjang keputusan yang berkomunikasi langsung dengan pengguna, yakni menerima masukan dan memberikan pengeluaran dari sistem. Sistem ini menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki oleh pengguna (Eriyatno, 1999).


(46)

Sistem manajemen basis data harus bersikap interaktif dan luwes, dalam arti mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data (Minch dan Burns 1983, di dalam Eriyatno 1999). Sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkoputasi pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam permodelan sistem penunjang keputusan seperti pembuatan model, implementasi, pengujian, validasi, eksekusi dan pemeliharaan model (Eriyatno, 1999).

Lebih lanjut Eriyatno (1999) menjelaskan bahwa sistem pengolahan terpusat adalah koordinator dan pengendali dari operasi sistem penunjang keputusan secara menyeluruh. Sistem ini akan menerima masukan dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan keluaran ke sub sistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula.

G. PENELITIAN TERDAHULU

Priatna (2003) mengembangkan Sistem Penunjang Keputusan Investasi Industri Ekstraksi Minyak untuk mengevaluasi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional dengan parameter kelayakan NPV, IRR, B/C Ratio, dan PBP. Selain itu juga dilengkapi dengan model analisis pasar dengan menggunakan proses perhitungan deret waktu dan model analisis lokasi unggulan dengan metode MPE (Metode Perbandingan Eksponensial).

Sirod (2003) mengembangkan Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Industri Kripik Pisang untuk mengevaluasi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional dan memperlihatkan konsep bagi hasil berdasarkan ekonomi syariah. Parameter kelayakan yang digunakan adalah NPV, IRR, B/C Ratio, BEP, dan PBP. Selain itu digunakan beberapa metode peramalan untuk menentukan hasil produksi kripik pisang dengan melihat perbandingan MSE (Mean Square Error) yang terkecil di Kabupaten Bogor.


(47)

III. LANDASAN TEORI

A. TEKNIK HEURISTIK

Teknik Heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan dalam permasalahan yang dikaji, atau dengan kata lain yaitu berupa bentuk pemecahan masalah dengan menggunakan kecerdasan manusia dan ditulis dengan program komputer. Tujuan teknik heuristik adalah untuk mempelajari aturan dan metode menemukan (Simon di dalam Thierauf dan Klekamp, 1975).

Eriyatno (1999) berpendapat bahwa teknik heuristik merupakan pengembangan operasi aritmatika dan matematika logika. Ciri-ciri teknik heuristik secara umum yaitu:

1) Adanya operasi aljabar, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

2) Adanya suatu perhitungan yang bertahap.

3) Mempunyai tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat algoritma komputernya.

Menurut Eriyatno (1999), teknik heuristik digunakan karena alasan-alasan sebagai berikut :

1) heuristik mempermudah lingkungan pembuat keputusan sehingga memungkinkannya membuat suatu keputusan dengan cepat tanpa tergantung caranya,

2) jumlah permasalahan begitu kompleks, sehingga walaupun intisari dari permasalahan dapat dibuat pola kerja matematikanya, tetapi tidak terdapat perangkat keras (komputer) yang dapat menyelesaikannya,

3) masalah perencanaan dan kebijaksanaan yang harus diatasi oleh

seorang manajer sulit untuk dikuatitatifkan dan bersifat “ill-structure”, sehingga tidak dapat diperoleh faktor-faktor yang


(48)

4) walaupun model matematika berhasil dikembangkan, tahapan pengerjaan sebelum sampai pada tahap permodelan sering tidak dimengerti oleh pengguna model tersebut.

B. METODA PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambil keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tiap tahapan proses (Eriyatno, 1999). Menurut Manning (1984), tahapan dilakukan dalam melaksanakan teknik MPE adalah :

1) menulis semua alternatif,

2) menentukan kriteria-kriteria penting dalam pengambilan keputusan, 3) mengadakan penilain terhadap semua kriteria,

4) mengadakan penilain terhadap semua alternatif pada masing-masing kriteria,

5) menghitung nilai dari setiap alternatif,

6) memberikan jenjang kepada alternatif-alternatif dengan didasarkan pada nilai masing-masing.

Penghitungan nilai untuk setiap alternatif adalah sebagai berikut :

Dimana :

NAi : Nilai akhir dari alternatif ke-I

Nilai ij : Nilai dari alternatif ke-I pada alternatif ke-j Krit j : Tingkat kepentingan deret kriteria ke-j i : 1,2,3,…,n n : jumlah alternatif j : 1,2,3,…,m m: jumlah kriteria


(49)

C. METODE PRAKIRAAN

Metode prakiraan (forecasting) merupakan suatu teknik yang menduga atau memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang. Teknik prakiraan dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi menjadi metode deret berkala (time series) dan metode sebab akibat (kausal). Sedangkan metode kualitatif dapat dibagi menjadi metode eksploratif dan metode normatif (Makridakis et al. 1995, di dalam Machfud 1999).

Lebih lanjut Makridakis et al. (1995) di dalam Machfud (1999) menyatakan bahwa metode prakiraan kuantitatif dapat diaplikasikan apabila terdapat kondisi berikut:

1) tersedianya informasi tentang masa lalu,

2) informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik,

3) beberapa aspek pola/keadaan masa lalu diasumsikan akan berlanjut terus di masa datang.

Analisa deret berkala merupakan metoda prakiraan yang disusun dengan menggunakan suatu analisa statistik terhadap data masa lalu. Analisa deret berkala ini bertujuan untuk menemukan pola dalam deret data historis dan menginterpolasikan pola dalam deret data historis tersebut ke masa depan. Asumsi dasar yang dipakai adalah bahwa nilai masa lalu dan masa kini mempunyai pola yang sama dan terus berlanjut di masa yang akan datang, sehingga prediksi nilai di masa yang akan datang bisa dilakukan dengan dasar nilai masa lalu dan masa kini.

Metode prakiraan deret berkala yang sering digunakan adalah metode pemulusan dan analisa trend dengan regresi. Metode pemulusan merupakan metode prakiraan deterministik dengan pemberian pembobotan (penghalus) terhadap data masa lalu. Sedangkan metode analisa trend merupakan pencocokan suatu persamaan garis matematis terhadap data dan memproyeksikannya ke masa yang akan datang (Makridakis et al. 1995, di


(50)

Pola hubungan yang ditunjukan dengan analisa regresi sederhana mengasumsikan bahwa hubungan antara suatu variabel yang diramalkan dengan satu variabel bebas yang mempengaruhinya dapat dinyatakan dengan suatu garis lurus (Assauri 1984, di dalam Sutiyono 2002). Lebih lanjut, Makridakis et al. (1995) di dalam Sutiyono (2002) menjelaskan bahwa jika kita menggunakan Y sebagai variabel tidak bebas dan X = t sebagai variabel bebas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah mendapatkan suatu persamaan garis lurus dengan rumusan untuk penentuan koefisien kemiringan b dan koefisien intersepsi a adalah sebagai berikut.

Dimana : b = konstanta variabel X a = konstanta persamaan X = nilai variabel X Y = nilai variabel Y n = banyaknya data

Model-model regresi ini sangat menentukan dalam pencarian persamaan yang cocok untuk menerangkan data-data yang ada dan meramalkan keadaan yang ditimbulkan. Model regresi untuk persoalan pertumbuhan produksi dapat terwakili dalam delapan kurva (persamaan), sehingga model analisa regresi terdapat dalam delapan macam kurva (Pantumsinchai et al. 1983, di dalam Kusuma 2001). Persamaan kurva untuk pendugaan regresi dari delapan kurva dapat dilihat pada Tabel 5.

Yt = a + bt

nΣXY – (ΣX)(ΣY)

nΣX2 – (ΣX)2 b =

(ΣY)(ΣX2) – (ΣX)(ΣXY)

nΣX2– (ΣX)2 a =


(51)

Tabel 5 Persamaan kurva dan bentuk transformasi metode pendugaan regresi tunggal delapan kurva

Kurva Persamaan Bentuk Transformasi

1 Y = a + bX Y = a + bX 2 Y = aebx Y = ln a + bX 3 Y = aXb LnY = ln a + b ln X 4 Y = a + b/X Y = a + b/X

5 Y = 1/(a+bX) 1/Y = a + bX 6 Y = X/(aX + b) 1/Y = a + b/X 7 Y = a + b log X Y = a + b ln X 8 Y = e(a+bX) Ln Y = a + bX Sumber: Pantumsinchai et al. (1983) di dalam Kusuma (2001)

D. FOURIER ANALISIS

Metoda Fourier merupakan salah satu metoda yang mempelajari hubungan antar kejadian yang berurutan didasarkan pada representasi runtun waktu sebagai jumlahan beberapa gelombang sinusoidal yang frekuensinya berbeda. Metoda ini menghasilkan fungsi autokorelasi yang mirip dengan metoda Arima, hanya saja interprestasinya yang berbeda tergantung dari sifat runtun waktunya (Setiawan, 1991). Beberapa rumusan analisa Fourier disajikan sebagai berikut :

= = + + = 2 1 0 ^ )] ( ) ( [ N j j j j j

jCos w Sin w

X α α β ... (1)

dengan

N

wj = 2πj ... (2) Pemerkira Kuadrat Terkecil :

) (

2 2 2

j j j

N


(52)

dimana :

α0 : intercept (setara dengan nilai rata-rata)

αj, βj : koefisien polinom trigonometri suku ke-j

ωj : kemiringan / sudut suku ke-j

N : jumlah data j : indeks iterasi

E. METODE MOVING AVERAGE

Perkiraan pada metode ini didasarkan pada proyeksi serial data yang dimuluskan dengan rata-rata bergerak. Nilai prakiraan untuk suatu periode merupakan rata-rata dari nilai observasi N periode terakhir. Istilah rata-rat bergerak digunakan karena setiap kali observasi baru (data aktual tersedia, angka rata-rat yang baru dihitung dengan masukan data terbaru dan mengeluarkan atau meninggalkan data periode terlama (Herjanto, 2006).

Secara matematika, rumus prakiraan dengan metode rata-rata bergerak sederhana sebagai berikut:

t-N+1

Ft-1 =

=

Xt + Xt-1 + ... + Xt-N+1

i=1 N N

Dimana :

Xt = Data observasi periode t

N = Panjang serial waktu yang digunakan Ft+1 = Nilai prakiraan periode t+1

F. METODE LINIER EXPONENTIAL BROWN’S

Menurut Machfud (1999) metode linier Brown’s dengan permulusan eksponensial ganda serupa dengan metode perataan bergerak ganda, tetapi proses permulusan pada setiap periode berbeda. Prakiraan untuk m periode kedepan dirumuskan sebagai berikut:


(53)

Ft+m = at + bt (mt) dimana:

At = 2St’ – 2S1’’

Bt = (St’ – S1’’) x ∞ / (1- ∞)

Dan

St’ = ∞ Xt + (1- ∞) St-1

S1’’ = ∞ St + (1- ∞) St-1

Pada metode brown’s ini, inisialisasi yang dilakukan meliputi penetapan nilai:

S1’’ = St’ = X1

a1 = X1

b1 = {(X2-X1)}+{(X4-X1)}/2

G. KRITERIA INVESTASI 1. Investasi Konvensional

Dalam rangka mencari ukuran menyeluruh sebagai dasar penerimaan dan pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang disebut kriteria investasi (Gray et al, 1993).

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity of capital (SOCC) sebagai discount factor. Rumus untuk menghitung NPV adalah:

n

NPV = Σ Bi – Ci t=0 (1+i)t di mana:

NB = Net Benefit = Benefit – Cost. C = Biaya Investasi + Biaya Operasi. B = Benefit yang telah di-discount.


(1)

Lampiran 41.(Lanjutan)

No. Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3. Biaya Variabel 0 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 a. Bahan Baku 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 b. Bahan Penunjang 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231

e. Biaya Utilitas 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 III. Laba Kotor -326,454,846 13,296,930 26,283,304 39,269,678 52,256,051 65,242,425 154,619,233 154,619,233 154,619,233 154,619,233 253,997,773 IV. Bagi Hasil (bank syariah) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 V. Laba Bersih -326,454,846 13,296,930 26,283,304 39,269,678 52,256,051 65,242,425 154,619,233 154,619,233 154,619,233 154,619,233 253,997,773

Lampiran 42. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam kondisi awal berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk Rp 650/butir)

No. Uraian

Rumus

Nilai

1 Net Present Value

Laba bersih per tahun X DF (

Discount factor

) Rp

32.577.155,-2 Internal Rate of Return

I'+((NPV')(I"-I'))/(NPV'-NPV")

18,74%

3 Payback Periode

Cash flow (t) + Cashflow (t+1) = 0

9,38 tahun

4 Benefit-Cost Ratio

(Penerimaan/pengeluaran) x DF (

Dsiscount factor

) 1.10

5 Break Even Point

(Biaya variabel + biaya total)/Harga jual komoditas per ekor

830.313butir


(2)

106.882.309,-Lampiran 43. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam skenario I berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk turun 1% menjadi Rp 644/butir)

No. Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

I. Penerimaan 326,454,846 629,677,440 629,677,440 629,677,440 629,677,440 629,677,440 629,677,440 629,677,440 629,677,440 629,677,440 740,098,040 1. Jumlah produk 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 2. Tingkat keberhasilan produksi 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

3. Total produk 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 4. Persentase produk terjual 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97

5. Total produksi 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 6. Harga produk 644 644 644 644 644 644 644 644 644 644 Modal Pinjaman 326,454,846

Nilai Sisa Modal 110,420,600 II. Pengeluaran 204,206,000 621,660,414 608,674,040 595,687,666 582,701,293 569,714,919 480,338,111 480,338,111 480,338,111 480,338,111 491,380,171 1. Biaya investasi (Rp) 204,206,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 a. Tanah dan Bangunan 100,000,000

b. Mesin dan Peralatan 103,131,000 c. Peralatan Kantor 1,075,000

2. Biaya Tetap 0 239,956,722 226,970,348 213,983,974 200,997,600 188,011,227 98,634,419 98,634,419 98,634,419 98,634,419 109,676,479 a. Tenaga kerja 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 b. Perawatan 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 c. Sewa Tempat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 d. Pajak 16,593,259 16,593,259 16,593,259 16,593,259 16,593,259 16,593,259 16,593,259 16,593,259 16,593,259 27,635,319 e. Penyusutan 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 f. Angsuran Pokok 76,390,434 76,390,434 76,390,434 76,390,434 76,390,434 0 0 0 0 0 g. Angsuran Bunga 64,931,869 51,945,495 38,959,121 25,972,748 12,986,374 0 0 0 0 0


(3)

Lampiran 43. (Lanjutan)

No. Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3. Biaya Variabel 0 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 a. Bahan Baku 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 b. Bahan Penunjang 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 e. Biaya Utilitas 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 III. Laba Kotor -326,454,846 8,017,026 21,003,400 33,989,774 46,976,147 59,962,521 149,339,329 149,339,329 149,339,329 149,339,329 248,717,869 IV. Bagi Hasil (bank syariah) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 V. Laba Bersih -326,454,846 8,017,026 21,003,400 33,989,774 46,976,147 59,962,521 149,339,329 149,339,329 149,339,329 149,339,329 248,717,869

Lampiran 44. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam skenario I berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk turun 1% menjadi Rp 644/butir)

No. Uraian

Rumus

Nilai

1 Net Present Value

Laba bersih per tahun X DF (

Discount factor

) Rp

7.980.175,-2 Internal Rate of Return

I'+((NPV')(I"-I'))/(NPV'-NPV")

17,43%

3 Payback Periode

Cash flow (t) + Cashflow (t+1) = 0

9,85 tahun

4 Benefit-Cost Ratio

(Penerimaan/pengeluaran) x DF (

Dsiscount factor

) 1,02

5 Break Even Point

(Biaya variabel + biaya total)/Harga jual komoditas per ekor

837.138 butir


(4)

101.602.405,-Lampiran 45. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam skenario II berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 637/butir)

No. Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

I. Penerimaan 326,454,846 622,833,120 622,833,120 622,833,120 622,833,120 622,833,120 622,833,120 622,833,120 622,833,120 622,833,120 733,253,720 1. Jumlah produk 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 2. Tingkat keberhasilan produksi 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

3. Total produk 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 1,008,000 4. Persentase produk terjual 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97

5. Total produksi 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 977,760 6. Harga produk 637 637 637 637 637 637 637 637 637 637 Modal Pinjaman 326,454,846

Nilai Sisa Modal 110,420,600 II. Pengeluaran 204,206,000 620,975,982 607,989,608 595,003,234 582,016,861 569,030,487 479,653,679 479,653,679 479,653,679 479,653,679 490,695,739 1. Biaya investasi (Rp) 204,206,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 a. Tanah dan Bangunan 100,000,000

b. Mesin dan Peralatan 103,131,000 c. Peralatan Kantor 1,075,000

2. Biaya Tetap 0 239,272,290 226,285,916 213,299,542 200,313,168 187,326,795 97,949,987 97,949,987 97,949,987 97,949,987 108,992,047 a. Tenaga kerja 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 67,000,000 b. Perawatan 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 2,062,620 c. Sewa Tempat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

d. Pajak 15,908,827 15,908,827 15,908,827 15,908,827 15,908,827 15,908,827 15,908,827 15,908,827 15,908,827 26,950,887 e. Penyusutan 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 12,978,540 f. Angsuran Pokok 76,390,434 76,390,434 76,390,434 76,390,434 76,390,434 0 0 0 0 0 g. Angsuran Bunga 64,931,869 51,945,495 38,959,121 25,972,748 12,986,374 0 0 0 0 0


(5)

Lampiran 45. (Lanjutan)

No. Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3. Biaya Variabel 0 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 381,703,692 a. Bahan Baku 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 329,538,462 b. Bahan Penunjang 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 34,485,231 e. Biaya Utilitas 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 17,680,000 III. Laba Kotor -326,454,846 1,857,138 14,843,512 27,829,886 40,816,259 53,802,633 143,179,441 143,179,441 143,179,441 143,179,441 242,557,981 IV. Bagi Hasil (bank syariah) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 V. Laba Bersih -326,454,846 1,857,138 14,843,512 27,829,886 40,816,259 53,802,633 143,179,441 143,179,441 143,179,441 143,179,441 242,557,981

Lampiran 46. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam skenario II berdasarkan ekonomi konvensional

(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 637/butir)

No. Uraian

Rumus

Nilai

1 Net Present Value

Laba bersih per tahun X DF (

Discount factor

) Rp

-20.716.302,-2 Internal Rate of Return

I'+((NPV')(I"-I'))/(NPV'-NPV")

15,89%

3 Payback

Periode

Cash

flow (t) + Cashflow (t+1) = 0

>10 tahun

4 Benefit-Cost Ratio

(Penerimaan/pengeluaran) x DF (

Dsiscount factor

) 0,94

5 Break Even Point

(Biaya variabel + biaya total)/Harga jual komoditas per ekor

845.263 butir


(6)

95.442.517,-Lampiran 47. Standar bakso daging berdasarkan SNI 01-3818

No Kriteria

Uji

Satuan Persyaratan

1

Keadaan

1.1 Bau

-

Normal, khas daging

1.2

Rasa

-

gurih

1.3

Warna

-

normal

1.4

Tekstur

-

kenyal

2

Air

% b/b

Maks. 70

3

Abu

% b/b

Maks. 3.0

4

Protein

% b/b

Min. 9.0

5

Lemak

% b/b

Maks. 2.0

6 Boraks

-

Tidak

boleh

ada

7 BTM

-

Sesuai

SNI

01-222-1995

8

Cemaran Logam

8.1 Timbal (Pb)

mg/kg

Maks. 2.0

8.2 Tembaga (Cu)

mg/kg

Maks. 20.0

8.3 Seng (Zn)

mg/kg

Maks. 40.0

8.4 Timah (Sn)

mg/kg

Maks. 40.0

8.5 Raksa (Hg)

mg/kg

Maks. 0.03

9

Cemaran Arsen (As)

mg/kg

Maks. 0.1

10

Cemaran mikroba

10.1 Angka lempeng total

koloni/g

Maks. 1 x 10

3

10.2 Bakteri bentuk koli

APM/g

Maks. 10

10.3

Eschercia coli

APM/g

<

3

10.4

Enteroccoci

koloni/g

Maks. 1 x 10

3

10.5

Clostridium perfringens

koloni/g

Maks. 1x 10

2

10.6

Salmonela

-

Negatif