MODEL SYARMENT 2.6 HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENANGANAN BAHAN BAKU

77 sering kali terjadi pemborosan bahan baku karena terbuang ke lantai. Selain itu proses produksi ini harus ditunjang oleh produk lainnya seperti bakso sapi, sosis, dan produk lainnya sehingga bila terjadi penurunan permintaan pada produk bakso ayam maka dapat ditutupi oleh produk yang lain.

C. MODEL SYARMENT 2.6

Syarment 2.6 merupakan suatu model kelayakan investasi berdasarkan pembiayaan syariah dan ekonomi konvensional yang berbasis pada daging ayam dari mulai peternakan sampai pada produk olahan yaitu bakso ayam. Model ini dirancang dalam suatu perangkat lunak komputer dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Model Syarment 2.6 ini memberikan solusi terhadap beberapa masalah yang timbul dalam hal kelayakan suatu investasi. Tampilan login Syarment 2.6 dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Tampilan login Syarment 2.6 Pada paket program Syarment 2.6 Sistem Manajemen Basis Data dibagi menjadi dua bagian yaitu Sistem Manajemen Basis Data Statis dan Sistem Manajemen Basis Data Dinamis. Sistem Manajemen Basis Data Statis terdiri dari beberapa informasi yaitu: 1 Informasi tentang pembiayaan 78 Syariah, meliputi jenis pembiayaan dalam bank syariah; 2 informasi wilayah yaitu Kabupaten Bogor, meliputi letak geografis, luas wilayah dan daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor; 3 informasi budi daya ayam ras pedaging, meliputi deskripsi komoditi, cara persiapan kandang, tata laksana brooding, pemilihan DOC, komposisi pakan, Faktor pemeliharaan ayam broiler, dan pengelolaan pasca panen; 4 informasi agroindustri daging ayam segar, meliputi istilah, lokasi dalam daging ayam, dan diagram alir pemotongan ayam; 5 informasi agroindustri produk olahan bakso ayam, meliputi deskripsi produk bakso ayam, komposisi bumbu yang digunakan, cara pengolahan, dan perbedaan dengan produk olahan bakso daging sapi. Tampilan salah satu contoh data statis dalam Syarment 2.6 dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Tampilan data statis Syarment 2.6 Sistem Manajemen Basis Data Dinamis Syarment 2.6 terdiri dari enam data yaitu Data Pembiayaan syariah, data lokasi, data permintaan pasar agroindustri, data kriteria dan bobot kriteria agroindustri daging ayam segar, data struktur biaya budidaya, dan data struktur biaya agroindustri. Basis Data Dinamis ini ditangani oleh suatu manajemen data dengan bantuan Microsoft Excel 2006. Contoh tampilan Basis Data Dinamis dapat dilihat pada Gambar 18. 79 Gambar 18. Tampilan Basis Data Dinamis Syarment 2.6 D. VERIFIKASI MODEL 1. Sub Model Tambahan Unit Satuan Terkecil Budidaya Sub model ini bertujuan untuk menentukan rata-rata tingkat permintaan dari mulai tahun 2006 sampai tahun 2015 . Data aktual yang digunakan adalah selama delapan tahun dari mulai tahun 1998 sampai dengan tahun 2005. Sub model ini selanjutnya akan digunakan dalam proses perhitungan jumlah tambahan unit satuan terkecil yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat permintaan yang ada. Metode perhitungan yang digunakan pada sub model ini adalah metode matematis regresi linier, metode persamaan kuadrat, eksponensial Brown’s, rata-rata bergerak, dan Fourier Analisis. Ketiga metode ini akan dibandingkan nilai determinasinya R 2 , dan MSE Mean Square Error. Metode yang dipilih untuk penentuan rata-rata tingkat prakiraan 10 tahun kedepan adalah metode yang memiliki nilai R 2 mendekati satu atau sama dengan satu dan MSE terkecil. Prakiraan ini selanjutnya akan digunakan 80 dalam proses perhitungan tambahan unit satuan terkecil yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat permintaan tersebut. a. Masukan Sub Model Data historis sub model ini berasal dari tingkat permintaan daging ayam segar pada Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput, Bogor mulai dari tahun 1998 hingga tahun 2005. Data permintaan daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini. Tabel 18 Tingkat permintaan ayam ras pedaging pada Tempat Pemotongan Ayam pondok rumput. Tahun Tingkat Permintaan ekor 1998 438000 1999 474500 2000 511000 2001 547500 2002 638750 2003 655250 2004 689000 2005 723400 b. Keluaran Sub Model Keluaran yang dihasilkan model ini adalah tingkat permintaan berdasarkan metode prakiraan dari mulai tahun 2006 sampai tahun 2015. Dari hasil perhitungan dengan metode persamaan kuadrat, regresi linier, rata-rata bergerak, eksponensial Brown’s, dan Fourier Analisis maka dapat dilihat hasil dari perbandingan tingkat permintaan berdasarkan ketiga metode prakiraan diatas pada Tabel 19. 81 Tabel 19 Hasil prakiraan tingkat permintaan pasar budidaya Tahun Persamaan kuadrat Linier Fourier Analisis Rata-rata bergerak Eksponensial Brown’s 2006 765026 777224 664593 689217 703363 2007 799679 820013 664422 700539 724181 2008 832705 862802 562017 704385 744999 2009 864103 905591 540721 698047 765817 2010 893873 948380 467929 700990 786635 2011 922017 991169 487656 701141 807454 2012 948533 1033958 426275 700059 828272 2013 973421 1076747 512527 700730 849090 2014 996683 1119536 515877 700643 869908 2015 1018316 1162325 591779 700478 890726 Rata-rata 901436 969775 543380 699622 797044 Prakiraan tingkat permintaan menggunakan metode Fourier Analisis menghasilkan data yang lebih aktual karena pada saat iterasi sebanyak 50 kali didapatkan nilai deteminasinya sebesar satu dan MSE sama dengan nol. Grafik tingkat permintaan berdasarkan metode Fourier Analisis dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19. Grafik prakiraan permintaan ayam ras pedaging di Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput berdasarkan metode Fourier Analisis. Pada dasarnya metode prakiraan tingkat permintaan pasar ini harus menggunakan satu metode pembanding atau lebih karena setiap data memiliki karakteristik yang berbeda. Dari grafik yang didapatkan maka dapat dilihat perbandingan nilai determinasinya R 2 dan MSE pada Tabel 20. USAHA BUDIDAYA 200000 400000 600000 800000 1000000 5 10 15 20 Tahun Ke- Tingkat Permintaan Data Perkiraan 82 Tabel 20 Perbandingan nilai determinasi R 2 dan MSE permintaan ayam ras pedaging No Jenis Analisis Nilai MSE Nilai Determinasi R2 1 Regresi Linier 199.571.897 0.9797 2 Persamaan kuadrat 185.667.961 0.9811 3 Fourier Analisis iterasi 50 kali 0.00 1.0000 4 Eksponensial Brown’s alpha = 0.2 7.066.110.041 0.9500 5 Rata-rata bergerak tunggal Leg = 3 15.431.286.666 1.0000 Dari hasil yang didapatkan maka tingkat permintaan pasar yang digunakan adalah hasil prakiraan berdasarkan metode Fourier Analisis dengan rata-rata tingkat permintaan ayam ras pedaging sebanyak 543.380 ekor per tahun. Nilai BEP Break Even Point yang didapatkan adalah sebanyak 27.599 ekor dan rata-rata tingkat permintaan yang didapatkan dari metode Fourier Analisis adalah 543.380tahun. Berdasarkan nilai BEP yang didapatkan maka tambahan unit satuan terkecil untuk memenuhi rata-rata tingkat permintaan adalah sebanyak 20 unit usaha dengan kapasitas per satuan unit terkecil sebanyak 25.900 ekor. 2. Sub Model Tambahan Unit Satuan Terkecil Usaha Agroindustri Sub model ini bertujuan untuk menentukan tingkat permintaan pasar daging ayam segar dan agroindustri bakso ayam yang selanjutnya akan dijadikan dasar penentuan tambahan unit satuan usaha terkecil yang diperlukan untuk menutupi permintaan tersebut. Data aktual yang digunakan adalah selama delapan tahun dari mulai tahun 1998 sampai dengan tahun 2005. Metode perhitungan yang digunakan pada Sub Model Prakiraan Unit Tambahan Usaha Agroindustri adalah metode matematis regresi linier, metode persamaan kuadrat, eksponensial Brown’s, rata-rata bergerak, dan Fourier Analisis. Ketiga metode ini akan dibandingkan nilai determinasinya R 2 , dan MSE Mean Square Error. Metode yang dipilih untuk penentuan rata-rata tingkat prakiraan 10 tahun kedepan adalah metode yang memiliki nilai R 2 mendekati satu dan MSE terkecil. Prakiraan 83 ini selanjutnya akan digunakan dalam proses perhitungan tambahan unit satuan terkecil yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat permintaan tersebut. a. Sub Model Tambahan Unit Satuan Terkecil Usaha Pasca Panen a.1. Masukan Model Data historis sub model ini berasal dari tingkat permintaan daging ayam segar pada Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput, Bogor mulai dari tahun 1998 hingga tahun 2005. Data permintaan daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini. Data ini berasal dari tingkat permintaan daging ayam segar pada Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput, Bogor. Data permintaan daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini. Tabel 21 Tingkat permintaan ayam ras pedaging di TPA Pondok Rumput, Bogor. Tahun Tingkat Permintaan aktual 1 550785 2 596775 3 642400 4 688390 5 654800 6 724500 7 695600 8 734500 a.2. Keluaran Model Keluaran yang dihasilkan model ini adalah tingkat permintaan berdasarkan metode prakiraan dari mulai tahun 2006 sampai tahun 2015. Dari hasil perhitungan dengan metode persamaan kuadrat, regresi linier, rata-rata bergerak, eksponensial Brown’s, dan Fourier 84 Analisis maka dapat dilihat hasil dari perbandingan tingkat permintaan berdasarkan ketiga metode rakiraan diatas pada Tabel 22. Tabel 22 Perbandingan hasil prakiraan tingkat permintaan daging ayam segar Tahun Persamaan Kuadrat Linier Fourier Analisis Rata-rata bergerak Eksponensial Brown’s 2006 720643 767725 718197 718200 728468 2007 712981 791449 595093 716100 741507 2008 678825 838897 618062 719078 767584 2009 652331 862621 606454 719370 780623 2010 619559 886345 605999 720460 793662 2011 580511 910069 563410 719636 806701 2012 535185 933793 668234 719822 819740 2013 483583 957517 705414 719973 832779 2014 425703 981241 691392 719811 845818 2015 610836 874483 734169 719538 787142 Rata-Rata 610847 874487 650642 719538 787143 Prakiraan tingkat permintaan menggunakan metode Fourier Analisis menghasilkan data yang lebih aktual karena pada saat iterasi sebanyak 50 kali didapatkan nilai deteminasinnya sebesar satu karena grafik antara data aktual dan data hasil prakiraan tidak dapat dibedakan lagi. Grafik tingkat permintaan berdasarkan metode Fourier Analisis dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Grafik prakiraan permintaan daging ayam segar di Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput berdasarkan metode Fourier Analisis. Pada dasarnya metode prakiraan tingkat permintaan pasar ini harus menggunakan satu metode pembanding atau lebih karena setiap data memiliki karakteristik yang berbeda. Dari grafik yang didapatkan 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000 5 10 15 20 Tahun ke- Tingkat Permintaan Data Perkiraan USAHA PASCA PANEN 85 maka dapat dilihat perbandingan nilai determinasinya R 2 dan MSE pada Tabel 23. Tabel 23 Perbandingan nilai determinasi R 2 dan MSE tingkat permintaan daging ayam segar No Jenis Analisis Nilai MSE Nilai Determinasi R2 1 Regresi Linier 549.88.545 0.78 2 Persamaan kuadrat 343.025.30290 0.81 3 Fourier Analisis 0.00 1.0000 4 Eksponensial Brown’s alpha = 0.2 3.191.698.309 0.8200 5 Rata-rata bergerak tunggal Leg = 3 2.873.570.700 0.2600 Dari hasil yang didapatkan maka tingkat permintaan pasar yang digunakan adalah hasil prakiraan berdasarkan metode Fourier Analisis dengan rata-rata tingkat permintaan daging ayam segar sebanyak 650.642 kg per tahun. Dari hasil rata-rata permintaan yang didapatkan maka selanjutnya akan dilakukan dilakukan perhitungan tambahan unit satuan terkecil yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat permintaan tersebut. Nilai BEP Break Even Point yang didapatkan adalah sebanyak 176.303 ekor dan rata-rata tingkat permintaan yang didapatkan dari metode Fourier Analisis adalah 650.642 ekortahun. Berdasarkan nilai BEP yang didapatkan maka tambahan unit satuan terkecil untuk memenuhi rata-rata tingkat permintaan adalah sebanyak 3 unit dengan kapasitas per satuan unit terkecil 158.500 ekor. b. Sub Model Prakiraan Pasar Agroindustri Bakso Ayam b.1. Masukan Model Data historis Sub Model Prakiraan Pasar agroindustri bakso ayam adalah mulai dari tahun 1998 hingga tahun 2005. Data ini berasal dari tingkat permintaan daging ayam segar di Toserba Yogya, Bogor. Data permintaan daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 24. 86 Tabel 24 Tingkat permintaan bakso ayam di Toserba Jogya, Bogor Tahun Tingkat Permintaan aktual 1 423566 2 427890 3 433445 4 425357 5 445463 6 455783 7 475344 8 488763 b.2. Keluaran Model Keluaran yang dihasilkan model ini adalah tingkat permintaan berdasarkan metode prakiraan dari mulai tahun 2006 sampai tahun 2015. Dari hasil perhitungan dengan metode persamaan kuadrat, regresi linier, dan Fourier Analisis maka dapat dilihat hasil dari perbandingan tingkat permintaan berdasarkan ketiga metode prakiraan diatas pada tabel 25. Tabel 25 Perbandingan hasil prakiraan tingkat permintaan bakso ayam Tahun Persamaan Kuadrat Linier Fourier Analisis Rata-rata bergerak Eksponensial Brown’s 2006 512685 488778 523028 473297 473877 2007 537921 498073 530955 479135 478197 2008 566342 507368 587922 480398 482517 2009 597950 516663 581848 477610 486837 2010 632746 525958 643165 479047 491157 2011 670730 535253 670393 479018 495477 2012 711893 544548 694721 478559 499797 2013 756251 553842 765371 478875 504117 2014 803796 563137 776972 478817 508437 2015 854540 572432 839366 478750 512757 Rata-rata 664488 530605 661374 4783506 4933170 Prakiraan tingkat permintaan menggunakan metode Fourier Analisis menghasilkan data yang lebih aktual karena pada saat iterasi sebannyak 50 kali didapatkan nilai deteminasinnya sebesar satu karena grafik antara data aktual dan data hasil prakiraan tidak dapat dibedakan 87 lagi. Grafik tingkat permintaan berdasarkan metode Fourier Analisis dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Grafik prakiraan permintaan bakso ayam di Toserba Yogya, Bogor menggunakan metode Fourier Analisis. Pada dasarnya metode prakiraan tingkat permintaan pasar ini harus menggunakan satu metode pembanding atau lebih karena setiap data memiliki karakteristik yang berbeda. Dari grafik yang didapatkan maka dapat dilihat perbandingan nilai determinasinya R 2 dan MSE pada Tabel 26. Tabel 26 Perbandingan nilai determinasi R 2 dan MSE tingkat permintaan bakso ayam No Jenis Analisis Nilai MSE Nilai Determinasi R2 1 Regresi Linier 70.618.022 0.88 2 Persamaan kuadrat 17.276.006 0.96 3 Fourier Analisis iterasi 50 kali 0.05 1.0000 4 Eksponensial Brown’s alpha = 0.2 442.761.286 0.9700 5 Rata-rata bergerak tunggal Leg = 3 543.541.965 0.8400 Dari hasil yang didapatkan maka tingkat permintaan pasar yang digunakan adalah hasil prakiraan berdasarkan metode Fourier Analisis dengan rata-rata tingkat permintaan bakso ayam sebanyak 661.374 butir per tahun. Dari hasil rata-rata permintaan yang didapatkan maka selanjutnya akan dilakukan dilakukan perhitungan kemampuan kapasitas produksi agroindustri bakso ayam dalam memenuhi tingkat permintaan tersebut. Nilai BEP Break Even Point yang didapatkan adalah sebanyak 767.410 butir dan rata-rata tingkat permintaan yang AGROINDUSTRI BAKSO AYAM 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 5 10 15 20 Tahun ke- Tingkat Permintaan Data Perkiraan 88 didapatkan dari metode Fourier Analisis adalah 661.374 butirtahun. Berdasarkan nilai BEP yang didapatkan maka tambahan unit satuan terkecil tidak ada karena nilai BEP yang didapatkan masih bisa memenuhi rata-rata tingkat permintaan yang ada. 3. Sub Model Lokasi Unggulan Usaha Pasca Panen Model ini merupakan model untuk menentukan lokasi unggulan untuk pengembangan usaha pasca panen. Penentuan parameter, kriteria, bobot kriteria, penilaian, dan skor pada model ini dilakukan melalui wawancara dengan pakar yaitu pemilik rumah potong pondok rumput. Alternatif lokasi yang dipilih adalah lima lokasi yang memiliki jumlah ayam ras pedaging yang paling banyak pada tahun 2004. a. Masukan Model Masukan Sub Model Penentuan Lokasi Unggulan Usaha Pasca Panen terdiri atas Data Kondisi Lokasi, Data Kriteria Penilaian, Data Bobot Kriteria, dan Data Bobot Lokasi. b. Penilaian Alternatif Lokasi Basis data dinamis yang digunakan adalah data kriteria dan bobot kriteria usaha pasca panen. Verifikasi untuk penentuan lokasi unggulan usaha pasca panen ini dilakukan di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor terdapat lima daerah yang memiliki populasi ayam ras pedaging paling potensial yaitu Caringin, Bojong gede, Tajur halang, Gunung Sindur, dan Kemang. Informasi mengenai lima daerah dan jumlah populasi ayam ras pedaging yang paling potensial dapat dilihat dari Tabel 27. 89 Tabel 27 Kecamatan dan jumlah populasi ayam ras pedaging tahun 2004 No Kecamatan Jumlah populasi 2004 1 Caringin 312942 2 Bojong Gede 526000 3 Tajurhalang 526461 4 Kemang 726568 5 Gunung Sindur 999018 Setiap lokasi dinilai berdasarkan enam kriteria penentuan lokasi agroindustri dengan memberikan nilai 3-9. Penentuan kriteria lokas ini lokasi terdiri dari enam yaitu ketersediaan lahan, Kemudahan akses dengan bahan baku, ketersediaan sarana utilitas transportasi, sarana komunikasi, ketersediaan air, dan ketersediaan listrik, ketersediaan tenaga kerja, kemudahan akses dengan pemasaran, dan kondisi sosial budaya. Ketersediaan lahan merupakan merupakan kriteria yang menggambarkan seberapa luas lahan kosong yang masih tersedia untuk mendirikan usaha agroindustri. Data luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Lampiran 3. Kelima alternatif kecamatan, yaitu Caringin, Bojong gede, Tajur halang, Gunung Sindur, dan Kemang memiliki ketersediaan lahan yang cukup luas untuk pengembangan agroindustri. Kemudahan akses dengan bahan baku merupakan kriteria yang menggambarkan kemudahan dalam mendapatkan bahan baku. Kriteria ini berhubungan dengan populasi ayam ras pedaging yang dimiliki lima alternatif kecamatan tersebut. Dari data jumlah populasi ayam ras pedaging pada Lampiran 1 didapatkan bahwa Kemang dan Gunung Sindur merupakan dua kecamatan yang memiliki populasi ayam ras pedaging dalam jumlah yang sangat besar sehingga dapat dikatakan bahwa kedua kecamatan tersebut memiliki akses yang sangat mudah dengan bahan baku. 90 Ketersediaan sarana utilitas terdiri dari sarana transportasi, sarana komunikasi, ketersediaan air, dan ketersediaan listrik. Sarana transportasi merupakan kriteria menggambarkan ketersediaan sarana transportasi dan kondisi jalan yang dapat mendukung kelancaran pengembangan agroindustri. Kriteria ini sangat penting terhadap kelancaran pasokan bahan baku dan pemasaran. Sarana komunikasi merupakan kriteria yang menggambarkan ketersediaan sarana komunikasi yang mendukung kelancaran pengembangan agroindustri. Kriteria ini berhubungan dengan kedekatan lokasi dengan perkotaan. Ketersediaan air merupakan kriteria yang menggambarkan ketersediaan air baik dari segi kuantitas maupun kualitas di lokasi tersebut. Ketersediaan air merupakan faktor yang penting dalam proses kegiatan agroindustri. pasokan air berasal dari Perusahaan daerah air Minum PDAM, sumur, dan sungai yang melewati lokasi tersebut. Ketersediaan listrik merupakan kriteria yang menggambarkan menggambarkan baik atau tidaknya pasokan listrik di lokasi tersebut untuk mendukung kelancaran pengembangan agroindustri. Ketersediaan listrik merupakan faktor yang penting karena dalam proses kegiatan agroindustri terdapat alat-alat proses dan kantor yang memerlukan listrik sebagai sumber energi. Ketersediaan tenaga kerja merupakan kriteria yang menggambarkan tingkat produktivitas tenaga kerja pada suatu lokasi alternatif. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan data penduduk angkatan kerja tahun 2004 seperti pada Lampiran 3. Kecamatan Bojonggede memiliki ketersediaan tenaga kerja yang sangat baik. Kondisi sosial budaya masyarakat merupakan kriteria yang menggambarkan sejauh mana dukungan masyarakat terhadap pengembangan agroindustri. Kriteria ini penting karena pengembangan agroindustri jangan sampai bertentangan dengan budaya dan hukum yang berlaku di masyarakat. Pengembangan 91 agroindustri daging ayam segar di Kabupaten Bogor tidak bertentangan dengan budaya setempat, sehingga masyarakat mendukung pengembangannya. c. Keluaran Model Model dirancang untuk menghitung nilai akhir dari masing- masing alternatif lokasi dan kemudian mengurutkan nilai akhir hasil perhitungan untuk masing-masing alternatif lokasi tersebut dari mulai lokasi dengan nilai tertinggi hingga lokasi dengan nilai terendah. Data penilaian alternatif lokasi yang telah diinput akan dihitung menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial MPE untuk masing-masing alternatif lokasi. Lokasi yang memiliki nilai yang tertinggi merupakan lokasi unggulan untuk mendirikan agroindustri daging ayam segar. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Hasil perhitungan sub model lokasi unggulan No Kecamatan Nilai MPE 1 Bojong Gede 2507368 2 Tajurhalang 1734586 3 Gunung Sindur 1016532 4 Caringin 1002850 5 Kemang 167812 Berdasarkan hasil perhitungan model analisis lokasi unggulan seperti yang disajikan pada tabel 19 di atas, diketahui bahwa kecamatan Bojong Gede merupakan lokasi yang paling potensial untuk mendirikan agroindustri daging ayam segar. Tampilan dari sub model ini dapat dilihat pada Gambar 22. 92 Gambar 22. Tampilan dari sub model lokasi unggulan usaha pasca panen. 4. Sub Model Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Sub model ini digunakan untuk mengetahui perbedaan kelayakan investasi pada budidaya ayam ras pedaging berdasarkan perhitungan kelayakan investasi ini berdasarakan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional. Parameter yang digunakan dalam kelayakan finansial ekonomi syariah adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC Rasio, BEP Break Event Point, dan PBP Pay Back Period sedangkan parameter untuk kelayakan finansial ekonomi konvensional adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC Rasio, IRR Index Rate Of Return, BEP Break Event Point, NPV Net Present Value, dan PBP Pay Back Period. Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvesional menggunakan tingkat suku bunga 17 sedangkan pada ekonomi syariah tingkat suku bunga digantikan oleh tingkat risiko yaitu 17. Tingkat risiko ini berguna untuk menggantikan tingkat suku bunga yang ada sehingga perhitungan tidak berdasarkan tingkat suku bunga karena dalam ekonomi syariah segala sesuatu yang 93 dihitung berdasarkan bunga adalah haram. Kriteria kelayakan dihitung berdasarkan parameter-parameter yang menyusun biaya usaha budidaya dengan umur proyek selama 10 tahun dan jadwal pengembalian modal adalah 5 tahun. a. Masukan Model Masukan untuk Sub Model Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Ayam Ras Pedaging berasal dari Data Struktur Biaya Budidaya Ayam Ras Pedaging dan dari Data Analisis Risiko. Pada budidaya ayam ras pedaging ini didapatkan nilai risiko sebesar 0,56 dan merupakan risiko sedang sehingga bank hanya mengharapkan bagi hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang didapatkan dan asuransi kegagalan usaha sebesar 6. Hasil perhitungan nilai risiko untuk menentukan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha No. Jenis Resiko Bobot 1 Kebakaran 1 2 Bencana alam 3 Kecelakaan kerja 1 4 Produk tidak laku dipasaran 0 5 Kesulitan akses perbaikan mesin 0 6 Pencurian 1 7 Pemadaman listrik 1 8 Kelangkaan BBM 1 9 Kasus Flu Burung Rata-Rata 0,56 Status Risiko Sedang Bagi Hasil 50 Asuransi Kegagalan Usaha 6 Biaya modal terdiri dari modal tetap dan modal kerja. Modal tetap untuk budidaya ayam ras pedaging ini adalah Rp 23.030.000 yang terdiri dari biaya tanah, bangunan, mesin dan peralatan sedangkan modal kerjanya adalah Rp 207.234.328 per tahun yang 94 terdiri dari biaya pembelian DOC Day Old Chicken, biaya pakan, biaya OVK obat dan vaksin, Cromax anti lalat, biaya sekam, biaya tenaga kerja, dan biaya utilitas. Sub Model Analisis kelayakan finansial Budidaya Ayam Ras Pedaging ini menggunakan dua asumsi yang berbeda yaitu asumsi untuk kelayakan investasi berdasarkan syariah dan asumsi untuk kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional. Asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah adalah: 1 Pembiayaan musyarakah dengan modal dari bank 50 yaitu sebesar Rp 115.132.164,- 2 Karena peternak meminjam modal dari bank 50 maka peternak sudah mendapatkan pendapatan sebesar Rp 113.532.164 pada tahun pertama. 3 Umur proyek 10 tahun. 4 Pembayaran cicilan adalah Rp 23.026.433tahun selama 5 tahun. 5 Tingkat risiko yang digunakan adalah 17. 6 Dalam satu tahun peternak mengalami musim panen sebanyak 8 kali. 7 Tingkat keberhasilan produksi adalah 100 maksudnya adalah tidak ada ayam yang mengalami kematian dalam kandang. 8 Berat komoditas adalah 1,6 artinya bila jumlah ayam yang tejual adalah 1000 ekor maka daging yang dihasilkan adalah 1600 kg. 9 Harga jual komoditas adalah Rp 8100ekor. 10 Harga DOC adalah Rp 2700ekor. 11 Harga pakan adalah Rp 2400kg. 12 Harga cromax adalah Rp 10100kg. 13 Total biaya OVK adalah Rp 1.237.291bulan 14 FCR Feed Cost Ratio sandar yang digunakan adalah 1,8. 15 Intensif pasar sebesar Rp 1.000.000bulan. 16 Nilai sisa modal 10 95 17 Biaya penyusutan adalah 10 dari harga awal mesin dan peralatan. Sedangkan asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional adalah sebagai berikut: 1 Peternak meminjam modal dari bank 50 yaitu sebesar Rp 115.132.164,- 2 Biaya total pinjaman pada awal tahun pertama akan dikenai beban bunga yaitu 17 sehingga menjadi Rp 134.704.632 pada tahun pertama. 3 Pembayaran angsuran pokok ke bank setelah ditambahkan tingkat bunga adalah Rp 26.940.926tahun selama 5 tahun. 4 Umur proyek 10 tahun. 5 Tingkat bunga pinjaman dari bank adalah 17 6 Tingkat keberhasilan produksi adalah 100 maksudnya adalah tidak ada ayam yang mengalami kematian dalam kandang. 7 Dalam satu tahun peternak mengalami musim panen sebanyak 8 kali. 8 Berat komoditas adalah 1,6 artinya bila jumlah ayam yang tejual adalah 1000 ekor maka daging yang dihasilkan adalah 1600 kg. 9 Harga jual komoditas adalah Rp 8100ekor. 10 Harga DOC adalah Rp 2700ekor. 11 Harga pakan adalah Rp 2400kg. 12 Harga cromax adalah Rp 10100kg. 13 Total biaya OVK adalah Rp 1.237.291bulan 14 FCR Feed Cost Ratio sandar yang digunakan adalah 1,8. 15 Intensif pasar sebesar Rp 1.000.000bulan 16 Nilai sisa modal adalah 10 17 Biaya penyusutan adalah 10 dari harga awal mesin dan peralatan. 96 c. Keluaran Sub Model Dalam perhitungan kelayakan finansial budidaya ayam ras pedaging ini menggunakan 2 skenario. Dalam perhitungan berdasarkan ekonomi syariah harga jual komoditas diturunkan 1 dan 2. Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvensional harga komoditas diturunkan 2 dan 3. Tujuan dari skenario ini adalah untuk melihat pengaruh penurunan harga jual komoditi terhadap kelayakan investasi budidaya ayam ras pedaging baik secara ekonomi syariah maupun berdasarkan ekonomi konvensional. b.1. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Syariah Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun, pembayaran cicilan kepada bank adalah Rp 23.026.433tahun, tidak ada biaya pembayaran angsuran bunga, dan bagi hasil kepada bank adalah 50 dari pendapatan peternak. Hasil ketiga analisis dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha budidaya berdasarkan ekonomi syariah. Parameter Kelayakan Kondisi awal Skenario I Skenario II 1. Keuntungan bersih Rp 38.562.007 Rp 31,563,607 Rp 29,814,007 2. BC Ratio 1.26 1.01 0,94 3. PBP 7.90 tahun 9.94 tahun 10 tahun 4. BEP 27.599 ekor 28.615 ekor 28.883 ekor Hasil Analisis Layak Layak Tidak layak Pada keadaan awal dengan tingkat risiko yang digunakan adalah 17 maka didapat keuntungan bersih Rp 38.562.007; BC 97 Ratio 1.26; PBP 7.90 tahun; dan 27.599 ekor. Perhitungan kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa nilai BC Ratio diatas satu, PBP dibawah umur proyek yaitu 10 tahun dan pendapatan bersih bernilai positif. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual komoditas mengalami penurunan sebanyak 4 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 8100ekor menjadi Rp 7776ekor. Penurunan harga sebanyak 4 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana keuntungan bersih sebesar Rp 31,563,607; BC Ratio 1,01; PBP 9.94 tahun; dan BEP 28.615 ekor. Dengan kondisi harga jual komoditas menurun sebanyak 2 maka terlihat bahwa investasi ini masih dikatakan layak karena nilai parameter kelayakan investasi masih di dalam batas layak. Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual komoditas mengalami penurunan sebanyak 5 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 8100ekor menjadi Rp 7695ekor. Penurunan harga sebanyak 5 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana pendapatan bersih Rp 29,814,007; BC Ratio 0,94; BEP lebih dari 10 tahun; dan BEP 28.883 ekor. Pada kondisi ini terlihat bahwa investasi menjadi tidak layak pada saat harga jual komoditas menurun 3. Nilai parameter kelayakan yang didapatkan berada dibawah batas layak karena nilai PBP berada diatas umur proyek yaitu 10 tahun dan BC Ratio dibawah satu. b.2. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Konvensional Pada dasarnya perbedaan perhitungan analisa kelayakan finansial berdasarkan ekonomi konvensional mempunyai perbedaan yaitu penggunaan tingkat suku bunga pinjaman dalam perhitungan kelayakan. Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun, dan tingkat suku bunga pinjaman 17 maka biaya angsuran bunga dan biaya cicilan dapat dilihat pada Tabel 31. 98 Tabel 31 Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan usaha budidaya No. Pinjaman Awal Tahun Angsuran Pokok Angsuran Bunga Pinjaman Akhir Tahun 115,132,164 134,704,632 1 134,704,632 26,940,926 22,899,787 107,763,706 2 107,763,706 26,940,926 18,319,830 80,822,779 3 80,822,779 26,940,926 13,739,872 53,881,853 4 53,881,853 26,940,926 9,159,915 26,940,926 5 26,940,926 26,940,926 4,579,957 TOTAL 134,704,632 68,699,362 Dari perhitungan pembayaran cicilan dan pembayaran bunga maka secara langsung akan terjadi penambahan pada biaya tetap yaitu biaya cicilan dan angsuran bunga. Kedua biaya ini akan berpengaruh terhadap perhitungan kelayakan finansial sehingga nilai parameter kelayakan finansialnya seperti pendapatan bersih, IRR, dan NPV akan mengalami penurunan dibandingkan dengan ekonomi syariah. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial budidaya ayam ras pedaging dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha budidaya berdasarkan ekonomi konvensional. Parameter Kelayakan Kondisi awal Skenario I Skenario II 1. Keuntungan bersih Rp 38,710,177 Rp 34,044.577 Rp 31,711,777 2. BC Ratio 1.23 1.04 0,94 3. NPV Rp 25.733.808,- Rp 3,998,627 Rp -6,868,963 4. IRR 21.13 17.67 15,89 5. PBP 8.13 tahun 9.68 tahun 10 tahun 6. BEP 28.674ekor 29.193 ekor 29.461 ekor Hasil Analisis Layak Layak Tidak layak Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun dan tingkat bunga 17 investasi budidaya ayam ras pedaging ini mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 38.710.177; BC Ratio 99 1,23; NPV Rp 25.733.808,-; IRR 21,13; PBP 8.13 tahun; dan BEP 28.674 ekor. Perhitungan kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa investasi ini layak untuk dijalankan karena terliha diatas bahwa nilai BC Ratio diatas satu, IRR berada diatas tingkat bunga dan NPV bernilai positif. Nilai IRR dan NPV merupakan parameter yang sangat penting untuk melihat kelayakan investasi kerena sering kali terjadi nilai BC Ratio bernilai satu atau diatas satu dan pendapatan bersih bernilai positif tetapi nilai IRR dan NPV menunjukan nilai yang negatif maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankkan. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual komoditas mengalami penurunan sebanyak 2 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 8100ekor menjadi Rp 7938ekor. Penurunan ini sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada budidaya ayam ras pedaging karena nilai pendapatan bersih yang dihasilkan adalah Rp 34,044.577,-; BC Ratio 1.04; NPV Rp 3.998.627; IRR 17,67; PBP 9.68 tahun; dan BEP 29.193 ekor. Dengan kondisi harga jual komoditas menurun sebanyak 2 maka terlihat bahwa investasi ini masih dikatakan layak karena nilai parameter kelayakan investasi masih di dalam batas layak. Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual komoditas mengalami penurunan sebesar 3 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 8100ekor menjadi Rp 7857ekor. Penurunan ini sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada budidaya ayam ras pedaging karena nilai pendapatan bersih yang dihasilkan adalah Rp 31.711.777; BC Ratio 0,94; NPV Rp -6.868.963; IRR 15,89; dan BEP 29.461 ekor ekor. Pada kondisi ini terlihat bahwa investasi menjadi tidak layak pada saat harga jual komoditas menurun 3. Nilai parameter kelayakan yang didapatkan berada dibawah batas layak seperti walaupun keuntungan bersih bernilai positif, tetapi NPV bernilai negatif, IRR dibawah tingkat bunga. 100 5. Sub Model Kelayakan Finansial Usaha Pasca Panen Sub model ini digunakan untuk menghitung kelayakan investasi usaha pasca panen berdasarakan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional. Parameter yang digunakan dalam kelayakan finansial ekonomi syariah adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC Rasio, BEP Break Event Point, dan PBP Pay Back Period. Parameter untuk kelayakan finansial ekonomi konvensional adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC Rasio, IRR Index Rate Of Return, BEP Break Event Point, NPV Net Present Value, dan PBP Pay Back Period. Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvesional menggunakan tingkat suku bunga 17 sedangkan pada ekonomi syariah tingkat suku bunga digantikan oleh tingkat risiko yaitu 17. Pada usaha pasca panen ini didapatkan nilai risiko sebesar 0,56 dan merupakan risiko sedang sehingga bank hanya mengharapkan bagi hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang didapatkan dan asuransi kegagalan usaha sebesar 6. Hasil perhitungan nilai risiko untuk menentukan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha No. Jenis Resiko Bobot 1 Kebakaran 2 Bencana alam 3 Kecelakaan kerja 1 4 Produk tidak laku dipasaran 0 5 Kesulitan akses perbaikan mesin 1 6 Pencurian 1 7 Pemadaman listrik 1 8 Kelangkaan BBM 1 9 Kasus Flu Burung Rata-Rata 0,56 Status Risiko Sedang Bagi Hasil 50 Asuransi Kegagalan Usaha 6 101 a. Masukan Model Masukan untuk Sub Model Kelayakan Finansial Usaha Pasca Panen berasal dari Data Struktur Biaya Agroindustri Daging Ayam Segar. Pada usaha pasca panen ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,56. Nilai bobot sebesar 0,56 merupakan risiko sedang sehingga bank mengharapkan bagi hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang didapatkan. Biaya modal terdiri dari modal tetap dan modal kerja. Modal tetap untuk usaha pasca panen ini adalah Rp 1.313.360.000 yang terdiri dari biaya tanah dan bangunan, biaya total peralatan kantor, biaya total mesin dan peralatan. Sedangkan modal kerjanya adalah Rp 2.362.068.000 yang terdiri dari biaya pembelian ayam ras pedaging ekor, biaya total tenaga kerja, dan biaya utilitas. Sub Model ini menggunakan dua asumsi yang berbeda yaitu asumsi untuk kelayakan investasi berdasarkan syariah dan asumsi untuk kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional. Asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah adalah: 1 Pembiayaan musyarakah dengan modal dari bank 50 yaitu sebesar Rp 1.837.714.000,- 2 Karena peminjam meminjam modal dari bank 50 maka peminjam sudah mendapatkan pendapatan sebanyak Rp 1.837.714.000 di tahun pertama. 3 Pembayaran cicilan adalah Rp 367.542.800tahun selama 5 tahun. 4 Bagi hasil yang disepakati adalah 50 berdasarkan tingkat risiko dan diberikan pada saat mendapatkan pendapatan. 5 Tingkat risiko yang digunakan adalah 17. 6 Ayam yang dibeli mempunyai bobot 1,6 kg. 7 Tingkat keberhasilan produksi 95 maksudnya adalah sebanyak 5 ayam dalam rumah potong mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh kematian dalam perjalanan. 102 8 Presentase produk terjual adalah 95 artinya bila total produk 100 kg maka total produk terjual adalah 95 kg. 9 Harga jual komoditas adalah Rp 15.500Kg. 10 Harga beli ayam hidup adalah Rp 12.500kg. 11 Jumlah hati dan ampela dalam setiap 1 kg ayam adalah satu pasang dengan harga Rp 2000kg. 12 Setiap 40 kg daging ayam segar menghasilkan 1 kg usus dengan harga Rp 5000kg. 13 Jumlah kepala dalam 1 kg adalah 12 biji dengan harga Rp 3000kg. 14 Jumlah kaki dalam 1 kg adalah 15 biji dengan harga Rp 4000kg. 15 Biaya penyusutan adalah 10 per tahun dari harga awal mesin dan peralatan. 16 Nilai sisa modal adalah 10. 17 Biaya pajak adalah 3. Sedangkan asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional adalah sebagai berikut: 1 Modal dari bank 50 yaitu sebesar Rp 1.837.714.000,- 2 Biaya total pinjaman pada awal tahun pertama akan dikenai beban bunga yaitu 17 sehingga menjadi Rp 2.150.125.380 pada tahun pertama. 3 Pembayaran cicilan ke bank setelah ditambahkan tingkat bunga adalah Rp 430.025.076tahun selama 5 tahun. 4 Tingkat bunga pinjaman dari bank adalah 17 5 Ayam yang dibeli mempunyai bobot 1,6 kg. 6 Tingkat keberhasilan produksi 95 maksudnya adalah sebanyak 5 ayam dalam rumah potong mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh kematian dalam perjalanan. 7 Presentase produk terjual adalah 95 artinya bila total produk 100 kg maka total produk terjual adalah 95 kg. 8 Harga jual komoditas adalah Rp 15.500Kg. 103 9 Harga beli ayam hidup adalah Rp 12.500kg. 10 Jumlah hati dan ampela dalam setiap 1 kg ayam adalah satu pasang dengan harga Rp 2000kg. 11 Setiap 40 kg daging ayam segar menghasilkan 1 kg usus dengan harga Rp 5000kg. 12 Jumlah kepala dalam 1 kg adalah 12 biji dengan harga Rp 3000kg. 13 Jumlah kaki dalam 1 kg adalah 15 biji dengan harga Rp 4000kg. 14 Nilai sisa modal adalah 10. 15 Biaya penyusutan adalah 10 per tahun dari harga awal mesin dan peralatan. 16 Biaya pajak adalah 3. b. Keluaran Sub Model Dalam perhitungan kelayakan finansial usaha pasca panen ini menggunakan 2 skenario. Dalam perhitungan berdasarkan ekonomi syariah harga jual komoditas diturunkan 4 dan 5. Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvensional harga komoditas diturunkan 2 dan 3. Tujuan dari skenario ini adalah untuk melihat pengaruh penurunan harga terhadap kelayakan agroindustri daging ayam segar baik secara ekonomi syariah maupun berdasarkan ekonomi konvensional. b.1. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Syariah Perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi syariah ini berdasarkan pada tingkat risiko 17, umur proyek 10 tahun, pembayaran cicilan kepada bank adalah Rp 367.542.800tahun dan bagi hasil kepada bank adalah 50 dari total hasil 104 pendapatan. Hasil perhitungan kelayakan finansial berdasarkan ekonomi syariah dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha pasca panen berdasarkan ekonomi syariah. Parameter Kelayakan Kondisi awal Skenario I Skenario II 1. Keuntungan bersih Rp 671.074.810 Rp 562.298.290 Rp 540.542.986 2. BC Ratio 1,26 1,02 0,97 3. PBP 8,62 tahun 9,90 tahun 10 tahun 4. BEP 176.303 kg 184.488 kg 186.230 kg Hasil Analisis Layak Layak Tidak layak Pada keadaan awal kondisi dimana harga jual daging ayam segar adalah Rp 15500kg, maka diadapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 671.074.810; BC Ratio 1,26; PBP 8,62 tahun; dan BEP 176.303 kg. Dari hasil perhitungan yang didapat terlihat bahwa investasi dianggap layak karena nilai pendapatan bersih positif, BEP dibawah umur proyek, dan BC Ratio diatas satu. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual komoditas mengalami penurunan sebanyak 5 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 15.500kg menjadi Rp 14.725kg. Penurunan harga sebanyak 5 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana keuntungan bersih sebesar Rp 562.069.287; BC Ratio 1,02; PBP 9,90 tahun dan BEP 184.448 kg. Pada kondisi penurunan harga jual daging ayam segar sebesar 5 menyebabkan nilai parameter kelayakan mengalami perubahan tetapi karena PBP masih berada di dalam umur proyek dan pendapatan bersih bernilai positif, dan BC Ratio diatas satu maka proyek masih layak dijalankan. 105 Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual daging ayam segar mengalami penurunan sebanyak 6 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 15.500kg menjadi Rp 14.570kg. Penurunan harga sebanyak 6 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana pendapatan bersih sebesar Rp 540.542.986; BC Ratio 0,97; dan BEP 186.230 kg. Dengan hasil yang didapatkan maka terlihat investasi tidak layak karena nilai PBP diats umur proyek dan nilai BC ratio dibawah satu. b.2. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Konvensional Pada dasarnya perbedaan perhitungan analisa kelayakan finansial berdasarkan ekonomi konvensional mempunyai perbedaan yaitu penggunaan tingkat suku bunga pinjaman dalam perhitungan kelayakan. Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun, dan tingkat suku bunga pinjaman 17 maka biaya angsuran bunga dan biaya cicilan dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35 Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan usaha pasca panen. No. Pinjaman Awal Tahun Angsuran Pokok Angsuran Bunga Pinjaman Akhir Tahun 0 1,837,714,000 2,150,125,380 1 2,150,125,380 430,025,076 365,521,315 1,720,100,304 2 1,720,100,304 430,025,076 292,417,052 1,290,075,228 3 1,290,075,228 430,025,076 219,312,789 860,050,152 4 860,050,152 430,025,076 146,208,526 430,025,076 5 430,025,076 430,025,076 73,104,263 TOTAL 2,150,125,380 1,096,563,944 Dari perhitungan pembayaran cicilan dan pembayaran bunga maka secara langsung akan terjadi penambahan pada biaya tetap yaitu biaya cicilan dan angsuran bunga. Kedua biaya ini akan berpengaruh terhadap perhitungan kelayakan finansial sehingga nilai parameter kelayakan finansialnya seperti pendapatan bersih, IRR, dan NPV akan mengalami penurunan 106 dibandingkan dengan ekonomi syariah. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha pasca panen dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha pasca panen berdasarkan ekonomi konvensional. Parameter Kelayakan Kondisi awal Skenario I Skenario II 1. Keuntungan bersih Rp 658.161.668 Rp 600.147.524 Rp 571,140,452 2. BC Ratio 1.18 1.03 0,96 3. NPV Rp 324.318.151 Rp 54.053.249 Rp -81.079.202 4. IRR 19,96 17,49 16,26 5. PBP 9,19 tahun 9,86 tahun 10 tahun 6. BEP 185.394 kg 188.753 kg 190.484 kg Hasil Analisis Layak Layak Tidak layak Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun dan tingkat bunga 17 usaha pasca panen ini mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 658.161.668; BC Ratio 1.18; NPV Rp 324.318.151; IRR 19,96; PBP 9,96 tahun; dan BEP 185.394 kg. Perhitungan kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa investasi ini layak untuk dijalankan karena terlihat diatas bahwa nilai BC Ratio diatas satu, IRR berada diatas tingkat bunga dan NPV bernilai positif. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual komoditas mengalami penurunan sebanyak 2 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 15.500kg menjadi Rp 15.190kg. Penurunan ini sangat berpengaruh terhadap kelayakan usaha pasca panen karena nilai keuntungan bersih yang dihasilkan adalah Rp 600.147.524; BC Ratio 1.03; NPV Rp 54.053.249; IRR 17,49; PBP 9,86 tahun; dan BEP 188.753 kg. Pada kondisi dimana harga jual 107 daging ayam mengalami penurunan 2 maka dapat dilihat bahwa investasi masih layak karena pendapatan bersih bernilai positif, BC Ratio diatas satu, NPV bernilai positif, dan IRR diatas tingkat suku bunga. Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual komoditas mengalami penurunan sebesar 3 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 15.500kg menjadi Rp 15.035kg. Penurunan ini sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada usaha pasca panen karena nilai pendapatan bersih yang dihasilkan adalah Rp 571,140,452; BC Ratio 0,96; NPV Rp -81.079.202; IRR 16,26; BEP 190.484 kg. Pada kondisi dimana harga jual daging ayam mengalami penurunan 3 maka dapat dilihat bahwa investasi sudah tidak layak dijalankan karena nilai NPV bernilai negatif, nilai PBP diatas umur proyek dan IRR dibawah tingkat suku bunga. 6. Sub Model Kelayakan Finansial Agroindustri Bakso Ayam Sub model ini digunakan untuk mengitung kelayakan investasi pada agroindustri bakso ayam berdasarkan berdasarakan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional. Parameter yang digunakan dalam kelayakan finansial ekonomi syariah adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC Rasio, BEP Break Event Point, dan PBP Pay Back Period. Parameter untuk kelayakan finansial ekonomi konvensional adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC Rasio, IRR Index Rate Of Return, BEP Break Event Point, NPV Net Present Value, dan PBP Pay Back Period. Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvesional menggunakan tingkat suku bunga 17 sedangkan pada ekonomi syariah tingkat suku bunga digantikan oleh tingkat risiko yaitu 17. Pada agroindustri bakso ayam ini didapatkan nilai risiko sebesar 0,56 dan merupakan risiko sedang sehingga bank hanya 108 mengharapkan bagi hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang didapatkan dan asuransi kegagalan usaha sebesar 6. Hasil perhitungan nilai risiko untuk menentukan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha No. Jenis Resiko Bobot 1 Kebakaran 1 2 Bencana alam 3 Kecelakaan kerja 1 4 Produk tidak laku dipasaran 0 5 Kesulitan akses perbaikan mesin 1 6 Pencurian 7 Pemadaman listrik 1 8 Kelangkaan BBM 1 9 Kasus Flu Burung Rata-Rata 0,56 Status Risiko Sedang Bagi Hasil 50 Asuransi Kegagalan Usaha 6 a. Masukan Model Masukan untuk Sub Model Kelayakan Finansial Agroindustri Bakso Ayam berasal dari Data Struktur Biaya Agroindustri Bakso Ayam. Biaya modal terdiri dari modal tetap dan modal kerja. Pada agroindustri bakso ayam ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,56. Nilai bobot 0,56 merupakan nilai risiko sedang sehingga bank mengharapkan bagi hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang didapatkan. Modal tetap untuk Agroindustri Bakso Ayam ini adalah Rp 204.206.000 yang terdiri dari biaya tanah, biaya bangunan, biaya mesin dan peralatan, dan peralatan kantor. Modal kerjanya adalah Rp 448.703.692 yang terdiri dari biaya bahan baku daging ayam, biaya bahan penunjang, biaya tenaga kerja, dan biaya utilitas. 109 Sub Model Analisis Kelayakan Finansial Agroindustri Bakso Ayam ini menggunakan dua asumsi yang berbeda yaitu asumsi untuk kelayakan investasi berdasarkan syariah dan asumsi untuk kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional. Asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah adalah: 1 Pembiayaan musyarakah dengan modal dari bank 50 yaitu sebesar Rp 335.359.278,- 2 Pembayaran cicilan adalah Rp 65.290.969tahun selama 5 tahun. 3 Umur proyek 10 tahun. 4 Bagi hasil yang disepakati adalah 50 pada saat peternak mendapatkan pendapatan atau yang disebut pendapatan sebelum bagi hasil. 5 Tingkat risiko yang digunakan adalah 17. 6 Harga produk Rp 650butir. 7 Tepung tapioka yang digunakan 20 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 2300kg 8 Garam dapur yang digunakan adalah 10 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 2000kg. 9 Merica yang digunakan adalah 5 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 20.000kg. 10 Bawang putih yang digunakan adalah 1 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 3000kg. 11 Es batu yang digunakan adalah 25 dari bahan baku daging ayam dengan harga 200kg. 12 Plastik yang digunakan adalah 1 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 3900kg. 13 Tingkat keberhasilan produksi 100 maksudnya adalah tidak ada produksi yang gagal dalam pabrik. 14 Presentase produk terjual adalah 97 artinya ada sebanyak 3 produk yang rusak dan gagal untuk dijual. 15 Pajak adalah 3. 110 16 Nilai sisa modal adalah 10 17 Biaya perawatan mesin dan peralatan adalah 3 per tahun. Sedangkan asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional adalah sebagai berikut: 1 Peminjam meminjam modal dari bank 50 yaitu sebesar Rp 335.359.278,- 2 Biaya total pinjaman pada awal tahun pertama akan dikenai beban bunga yaitu 17 sehingga menjadi Rp 381.952.170tahun. 3 Pembayaran cicilan ke bank setelah ditambahkan tingkat bunga adalah Rp 76.390.4343tahun selama 5 tahun. 4 Tingkat bunga pinjaman dari bank adalah 17 5 Harga produk Rp 650butir. 6 Tepung tapioka yang digunakan 20 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 2300kg 7 Garam dapur yang digunakan adalah 10 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 2000kg. 8 Merica yang digunakan adalah 5 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 20.000kg. 9 Bawang putih yang digunakan adalah 1 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 3000kg. 10 Es batu yang digunakan adalah 25 dari bahan baku daging ayam dengan harga 200kg. 11 Plastik yang digunakan adalah 1 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 3900kg. 12 Tingkat keberhasilan produksi 100 maksudnya adalah tidak ada produksi yang gagal dalam pabrik. 13 Presentase produk terjual adalah 97 artinya ada sebanyak 3 produk yang rusak dan gagal untuk dijual. 14 Pajak adalah 3. 15 Nilai sisa modal adalah 10 16 Biaya perawatan mesin dan peralatan adalah 3 per tahun. 111 b. Keluaran Sub Model Dalam perhitungan kelayakan finansial Agroindustri Bakso Ayam ini menggunakan dua skenario. Dalam perhitungan berdasarkan ekonomi syariah harga jual komoditas diturunkan 3 dan 4. Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvensional harga komoditas diturunkan 1 dan 2. Tujuan dari skenario ini adalah untuk melihat pengaruh penurunan harga jual produk terhadap kelayakan agroindustri bakso ayam baik secara ekonomi syariah maupun berdasarkan ekonomi konvensional. b.1. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Syariah Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun, pembayaran cicilan kepada bank adalah Rp 65.290.969tahun selama 5 tahun dan bagi hasil kepada bank adalah 50 dari total pendapatan. Hasil ketiga analisis dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial agroindustri bakso ayam berdasarkan ekonomi syariah Parameter Kelayakan Kondisi awal Skenario I Skenario II 1. Keuntungan bersih Rp 109.579.537 Rp 97,039,765 Rp 92,419,848 2. BC Ratio 1,19 1,04 0,98 3. PBP 8,74 tahun 9,76 tahun 10 tahun 4. BEP 791.807 butir 812.705 butir 820.725 butir Hasil Analisis Layak Layak Tidak layak Pada keadaan awal dengan tingkat risiko yang digunakan adalah 17 maka didapat keuntungan bersih Rp 109.579.537; BC Ratio 1,19; BEP 791.807 butir; dan 8,74 tahun. Perhitungan 112 kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa investasi ini layak untuk dijalankan karena terlihat diatas bahwa nilai pendapatan bersih bernilai positif, BC Ratio diatas satu, dan nilai PBP masih berada dibawah umur proyek. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual produk mengalami penurunan sebanyak 3 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 650butir menjadi Rp 631butir. Penurunan harga jual produk sebanyak 1 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana keuntungan bersih sebesar Rp 97.039.765; BC Ratio 1,04; BEP 812.705 butir; dan PBP 9,76 tahun. Pada kondisi dimana harga jual produk mengalami penurunan harga sebanyak 3 terlihat bahwa pendapatan bersih bernilai positif, BC Ratio sama dengan satu, keuntungan bersih bernilai positif, dan PBP berada dibawah umur proyek yang digunakan sehingga investasi ini masih dapat dikatakan layak. Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual daging ayam segar mengalami penurunan sebanyak 4 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 650butir menjadi Rp 624butir. Penurunan harga sebanyak 4 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana pendapatan bersih sebesar Rp 92.419.848; BC Ratio 0,98; dan BEP 820.725 butir. Pada kondisi penurunan harga jual produk sebanyak 4 maka dapat dilihat bahwa investasi menjadi tidak layak karena nilai BC Ratio dibawah nilai satu, dan PBP diatas umur proyek yang digunakan. b.2. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Konvensional Pada dasarnya perbedaan perhitungan analisa kelayakan finansial berdasarkan ekonomi konvensional mempunyai perbedaan yaitu penggunaan tingkat suku bunga pinjaman dalam perhitungan kelayakan. Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun, dan tingkat suku bunga pinjaman 17 maka 113 biaya angsuran bunga dan biaya cicilan dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39 Angsuran bunga dan biaya cicilan agroindustri bakso ayam No. Pinjaman Awal Tahun Angsuran Pokok Angsuran Bunga Pinjaman Akhir Tahun 326,454,846 381,952,170 1 381,952,170 76,390,434 64,931,869 305,561,736 2 305,561,736 76,390,434 51,945,495 229,171,302 3 229,171,302 76,390,434 38,959,121 152,780,868 4 152,780,868 76,390,434 25,972,748 76,390,434 5 76,390,434 76,390,434 12,986,374 6 0 0 0 7 0 0 0 8 0 0 0 9 0 0 0 10 0 0 0 TOTAL 381,952,170 194,795,607 Dari perhitungan pembayaran cicilan dan pembayaran bunga maka secara langsung akan terjadi penambahan pada biaya tetap yaitu biaya cicilan dan angsuran bunga. Kedua biaya ini akan berpengaruh terhadap perhitungan kelayakan finansial sehingga nilai parameter kelayakan finansialnya seperti pendapatan bersih, IRR, dan NPV akan mengalami penurunan dibandingkan dengan ekonomi syariah. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial agroindustri bakso ayam dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial agroindustri bakso ayam berdasarkan ekonomi konvensional Parameter Kelayakan Kondisi awal Skenario I Skenario II 1. Keuntungan bersih Rp 106.882.309 Rp 101.602.405 Rp 95.442.517 2. BC Ratio 1,10 1,02 0,94 3. NPV Rp 32,577,155 Rp 7.980.175 Rp -20.716.302 114 Tabel 40 Lanjutan Parameter Kelayakan Kondisi awal Skenario I Skenario II 4. IRR 18,74 17,43 15,89 5. BEP 830.313 butir 837.138 butir 845.263 butir 6. PBP 9,38 tahun 9,85 tahun 10 tahun Hasil Analisis Layak Layak Tidak layak Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun dan tingkat bunga 17 investasi agroindustri bakso ayam ini mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 106.882.309; BC Ratio 1.10; NPV Rp 32,577,155; IRR 18,74; BEP 830.313 butir; dan PBP 9,38 tahun. Perhitungan kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa investasi ini layak untuk dijalankan karena terlihat diatas bahwa nilai BC Ratio diatas satu, IRR berada diatas tingkat bunga dan NPV bernilai positif. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual produk mengalami penurunan sebanyak 1 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 650butir menjadi Rp 644butir. Penurunan ini sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada agroindustri bakso ayam karena nilai keuntungan bersih yang dihasilkan adalah Rp 101.602.405; BC Ratio 1.02; NPV Rp 7.980.175; IRR 17,43; BEP 837.138 butir butir; dan PBP 9,85 tahun. Pada kondisi dimana harga jual produk mengalami penurunan harga sebanyak 1 terlihat bahwa pendapatan bersih bernilai positif, BC Ratio diatas satu, nilai NPV positif dan IRR masih diatas tingkat bunga yang digunakan sehingga investasi ini masih dapat dikatakan layak. Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual produk mengalami penurunan sebesar 2 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 650butir menjadi Rp 637butir. Penurunan ini sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada agroindustri 115 bakso ayam karena nilai pendapatan bersih yang dihasilkan adalah Rp 95.442.517; BC Ratio 0,94; NPV Rp -20.716.302; IRR 15,89; dan BEP 845.263 butir. Pada kondisi penurunan harga jual produk sebanyak 6 maka dapat dilihat bahwa investasi menjadi tidak layak walaupun pendapatan bersih bernilai positif dan BC Ratio sama dengan satu karena NPV bernilai negatif, dan IRR berada dibawah tingkat bunga yang digunakan.

E. ANALISIS PASCA PANEN