77 sering kali terjadi pemborosan bahan baku karena terbuang ke lantai.
Selain itu proses produksi ini harus ditunjang oleh produk lainnya seperti bakso sapi, sosis, dan produk lainnya sehingga bila terjadi penurunan
permintaan pada produk bakso ayam maka dapat ditutupi oleh produk yang lain.
C. MODEL SYARMENT 2.6
Syarment 2.6 merupakan suatu model kelayakan investasi berdasarkan pembiayaan syariah dan ekonomi konvensional yang berbasis pada daging
ayam dari mulai peternakan sampai pada produk olahan yaitu bakso ayam. Model ini dirancang dalam suatu perangkat lunak komputer dengan
menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Model Syarment 2.6 ini memberikan solusi terhadap beberapa masalah yang timbul dalam hal
kelayakan suatu investasi. Tampilan login Syarment 2.6 dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Tampilan login Syarment 2.6 Pada paket program Syarment 2.6 Sistem Manajemen Basis Data
dibagi menjadi dua bagian yaitu Sistem Manajemen Basis Data Statis dan Sistem Manajemen Basis Data Dinamis. Sistem Manajemen Basis Data
Statis terdiri dari beberapa informasi yaitu: 1 Informasi tentang pembiayaan
78 Syariah, meliputi jenis pembiayaan dalam bank syariah; 2 informasi
wilayah yaitu Kabupaten Bogor, meliputi letak geografis, luas wilayah dan daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor; 3 informasi budi daya
ayam ras pedaging, meliputi deskripsi komoditi, cara persiapan kandang, tata laksana brooding, pemilihan DOC, komposisi pakan, Faktor pemeliharaan
ayam broiler, dan pengelolaan pasca panen; 4 informasi agroindustri daging ayam segar, meliputi istilah, lokasi dalam daging ayam, dan diagram alir
pemotongan ayam; 5 informasi agroindustri produk olahan bakso ayam, meliputi deskripsi produk bakso ayam, komposisi bumbu yang digunakan,
cara pengolahan, dan perbedaan dengan produk olahan bakso daging sapi. Tampilan salah satu contoh data statis dalam Syarment 2.6 dapat dilihat pada
Gambar 17.
Gambar 17. Tampilan data statis Syarment 2.6 Sistem Manajemen Basis Data Dinamis Syarment 2.6 terdiri dari
enam data yaitu Data Pembiayaan syariah, data lokasi, data permintaan pasar agroindustri, data kriteria dan bobot kriteria agroindustri daging ayam segar,
data struktur biaya budidaya, dan data struktur biaya agroindustri. Basis Data Dinamis ini ditangani oleh suatu manajemen data dengan bantuan Microsoft
Excel 2006. Contoh tampilan Basis Data Dinamis dapat dilihat pada Gambar 18.
79
Gambar 18. Tampilan Basis Data Dinamis Syarment 2.6 D. VERIFIKASI MODEL
1. Sub Model Tambahan Unit Satuan Terkecil Budidaya Sub model ini bertujuan untuk menentukan rata-rata tingkat
permintaan dari mulai tahun 2006 sampai tahun 2015 . Data aktual yang digunakan adalah selama delapan tahun dari mulai tahun 1998 sampai
dengan tahun 2005. Sub model ini selanjutnya akan digunakan dalam proses perhitungan jumlah tambahan unit satuan terkecil yang dibutuhkan
untuk memenuhi tingkat permintaan yang ada. Metode perhitungan yang digunakan pada sub model ini adalah
metode matematis regresi linier, metode persamaan kuadrat, eksponensial Brown’s, rata-rata bergerak, dan Fourier Analisis. Ketiga metode ini akan
dibandingkan nilai determinasinya R
2
, dan MSE Mean Square Error. Metode yang dipilih untuk penentuan rata-rata tingkat prakiraan 10 tahun
kedepan adalah metode yang memiliki nilai R
2
mendekati satu atau sama dengan satu dan MSE terkecil. Prakiraan ini selanjutnya akan digunakan
80 dalam proses perhitungan tambahan unit satuan terkecil yang dibutuhkan
untuk memenuhi tingkat permintaan tersebut. a. Masukan Sub Model
Data historis sub model ini berasal dari tingkat permintaan daging ayam segar pada Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput,
Bogor mulai dari tahun 1998 hingga tahun 2005. Data permintaan daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini.
Tabel 18 Tingkat permintaan ayam ras pedaging pada Tempat Pemotongan Ayam pondok rumput.
Tahun Tingkat Permintaan ekor
1998 438000 1999 474500
2000 511000 2001 547500
2002 638750 2003 655250
2004 689000 2005 723400
b. Keluaran Sub Model Keluaran yang dihasilkan model ini adalah tingkat permintaan
berdasarkan metode prakiraan dari mulai tahun 2006 sampai tahun 2015. Dari hasil perhitungan dengan metode persamaan kuadrat,
regresi linier, rata-rata bergerak, eksponensial Brown’s, dan Fourier Analisis maka dapat dilihat hasil dari perbandingan tingkat permintaan
berdasarkan ketiga metode prakiraan diatas pada Tabel 19.
81 Tabel 19 Hasil prakiraan tingkat permintaan pasar budidaya
Tahun Persamaan kuadrat
Linier Fourier Analisis
Rata-rata bergerak
Eksponensial Brown’s
2006 765026 777224
664593 689217 703363
2007 799679
820013 664422
700539 724181
2008 832705
862802 562017
704385 744999
2009 864103
905591 540721
698047 765817
2010 893873
948380 467929
700990 786635
2011 922017
991169 487656
701141 807454
2012 948533
1033958 426275
700059 828272
2013 973421
1076747 512527
700730 849090
2014 996683
1119536 515877
700643 869908
2015 1018316
1162325 591779
700478 890726
Rata-rata 901436 969775 543380 699622
797044
Prakiraan tingkat permintaan menggunakan metode Fourier Analisis menghasilkan data yang lebih aktual karena pada saat iterasi
sebanyak 50 kali didapatkan nilai deteminasinya sebesar satu dan MSE sama dengan nol. Grafik tingkat permintaan berdasarkan metode
Fourier Analisis dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Grafik prakiraan permintaan ayam ras pedaging di Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput
berdasarkan metode Fourier Analisis. Pada dasarnya metode prakiraan tingkat permintaan pasar ini
harus menggunakan satu metode pembanding atau lebih karena setiap data memiliki karakteristik yang berbeda. Dari grafik yang didapatkan
maka dapat dilihat perbandingan nilai determinasinya R
2
dan MSE pada Tabel 20.
USAHA BUDIDAYA
200000 400000
600000 800000
1000000
5 10
15 20
Tahun Ke- Tingkat Permintaan
Data Perkiraan
82 Tabel 20 Perbandingan nilai determinasi R
2
dan MSE permintaan ayam ras pedaging
No Jenis Analisis
Nilai MSE
Nilai Determinasi R2
1 Regresi Linier
199.571.897 0.9797
2 Persamaan kuadrat
185.667.961 0.9811
3 Fourier Analisis iterasi 50 kali
0.00 1.0000
4 Eksponensial Brown’s alpha = 0.2
7.066.110.041 0.9500
5 Rata-rata bergerak tunggal Leg = 3
15.431.286.666 1.0000
Dari hasil yang didapatkan maka tingkat permintaan pasar yang digunakan adalah hasil prakiraan berdasarkan metode Fourier
Analisis dengan rata-rata tingkat permintaan ayam ras pedaging sebanyak 543.380 ekor per tahun. Nilai BEP Break Even Point yang
didapatkan adalah sebanyak 27.599 ekor dan rata-rata tingkat permintaan yang didapatkan dari metode Fourier Analisis adalah
543.380tahun. Berdasarkan nilai BEP yang didapatkan maka tambahan unit satuan terkecil untuk memenuhi rata-rata tingkat
permintaan adalah sebanyak 20 unit usaha dengan kapasitas per satuan unit terkecil sebanyak 25.900 ekor.
2. Sub Model Tambahan Unit Satuan Terkecil Usaha Agroindustri Sub model ini bertujuan untuk menentukan tingkat permintaan
pasar daging ayam segar dan agroindustri bakso ayam yang selanjutnya akan dijadikan dasar penentuan tambahan unit satuan usaha terkecil yang
diperlukan untuk menutupi permintaan tersebut. Data aktual yang digunakan adalah selama delapan tahun dari mulai tahun 1998 sampai
dengan tahun 2005. Metode perhitungan yang digunakan pada Sub Model Prakiraan
Unit Tambahan Usaha Agroindustri adalah metode matematis regresi linier, metode persamaan kuadrat, eksponensial Brown’s, rata-rata
bergerak, dan Fourier Analisis. Ketiga metode ini akan dibandingkan nilai determinasinya R
2
, dan MSE Mean Square Error. Metode yang dipilih
untuk penentuan rata-rata tingkat prakiraan 10 tahun kedepan adalah metode yang memiliki nilai R
2
mendekati satu dan MSE terkecil. Prakiraan
83 ini selanjutnya akan digunakan dalam proses perhitungan tambahan unit
satuan terkecil yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat permintaan tersebut.
a. Sub Model Tambahan Unit Satuan Terkecil Usaha Pasca Panen a.1. Masukan Model
Data historis sub model ini berasal dari tingkat permintaan daging ayam segar pada Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput,
Bogor mulai dari tahun 1998 hingga tahun 2005. Data permintaan daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini.
Data ini berasal dari tingkat permintaan daging ayam segar pada Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput, Bogor. Data
permintaan daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini. Tabel 21 Tingkat permintaan ayam ras pedaging di TPA Pondok
Rumput, Bogor.
Tahun Tingkat Permintaan aktual
1 550785 2 596775
3 642400 4 688390
5 654800 6 724500
7 695600 8 734500
a.2. Keluaran Model Keluaran yang dihasilkan model ini adalah tingkat permintaan
berdasarkan metode prakiraan dari mulai tahun 2006 sampai tahun 2015. Dari hasil perhitungan dengan metode persamaan kuadrat,
regresi linier, rata-rata bergerak, eksponensial Brown’s, dan Fourier
84 Analisis maka dapat dilihat hasil dari perbandingan tingkat permintaan
berdasarkan ketiga metode rakiraan diatas pada Tabel 22. Tabel 22 Perbandingan hasil prakiraan tingkat permintaan daging
ayam segar
Tahun Persamaan Kuadrat
Linier Fourier Analisis
Rata-rata bergerak
Eksponensial Brown’s
2006 720643 767725
718197 718200 728468
2007 712981 791449
595093 716100 741507
2008 678825 838897
618062 719078 767584
2009 652331 862621
606454 719370 780623
2010 619559 886345
605999 720460 793662
2011 580511 910069
563410 719636 806701
2012 535185 933793
668234 719822 819740
2013 483583 957517
705414 719973 832779
2014 425703 981241
691392 719811 845818
2015 610836 874483
734169 719538 787142
Rata-Rata 610847 874487 650642
719538 787143
Prakiraan tingkat permintaan menggunakan metode Fourier Analisis menghasilkan data yang lebih aktual karena pada saat iterasi
sebanyak 50 kali didapatkan nilai deteminasinnya sebesar satu karena grafik antara data aktual dan data hasil prakiraan tidak dapat dibedakan
lagi. Grafik tingkat permintaan berdasarkan metode Fourier Analisis dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Grafik prakiraan permintaan daging ayam segar di Tempat Pemotongan Ayam Pondok Rumput berdasarkan metode
Fourier Analisis. Pada dasarnya metode prakiraan tingkat permintaan pasar ini
harus menggunakan satu metode pembanding atau lebih karena setiap data memiliki karakteristik yang berbeda. Dari grafik yang didapatkan
100000 200000
300000 400000
500000 600000
700000 800000
900000
5 10
15 20
Tahun ke- Tingkat Permintaan
Data Perkiraan
USAHA PASCA PANEN
85 maka dapat dilihat perbandingan nilai determinasinya R
2
dan MSE pada Tabel 23.
Tabel 23 Perbandingan nilai determinasi R
2
dan MSE tingkat permintaan daging ayam segar
No Jenis Analisis
Nilai MSE Nilai
Determinasi R2
1 Regresi Linier
549.88.545 0.78
2 Persamaan kuadrat
343.025.30290 0.81
3 Fourier Analisis
0.00 1.0000
4 Eksponensial Brown’s alpha = 0.2
3.191.698.309 0.8200
5 Rata-rata bergerak tunggal Leg = 3
2.873.570.700 0.2600
Dari hasil yang didapatkan maka tingkat permintaan pasar yang digunakan adalah hasil prakiraan berdasarkan metode Fourier
Analisis dengan rata-rata tingkat permintaan daging ayam segar sebanyak 650.642 kg per tahun. Dari hasil rata-rata permintaan yang
didapatkan maka selanjutnya akan dilakukan dilakukan perhitungan tambahan unit satuan terkecil yang dibutuhkan untuk memenuhi
tingkat permintaan tersebut. Nilai BEP Break Even Point yang didapatkan adalah
sebanyak 176.303 ekor dan rata-rata tingkat permintaan yang didapatkan dari metode Fourier Analisis adalah 650.642 ekortahun.
Berdasarkan nilai BEP yang didapatkan maka tambahan unit satuan terkecil untuk memenuhi rata-rata tingkat permintaan adalah sebanyak
3 unit dengan kapasitas per satuan unit terkecil 158.500 ekor. b. Sub Model Prakiraan Pasar Agroindustri Bakso Ayam
b.1. Masukan Model Data historis Sub Model Prakiraan Pasar agroindustri bakso
ayam adalah mulai dari tahun 1998 hingga tahun 2005. Data ini berasal dari tingkat permintaan daging ayam segar di Toserba Yogya,
Bogor. Data permintaan daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 24.
86 Tabel 24 Tingkat permintaan bakso ayam di Toserba Jogya, Bogor
Tahun Tingkat Permintaan aktual
1 423566 2 427890
3 433445 4 425357
5 445463 6 455783
7
475344 8 488763
b.2. Keluaran Model Keluaran yang dihasilkan model ini adalah tingkat permintaan
berdasarkan metode prakiraan dari mulai tahun 2006 sampai tahun 2015. Dari hasil perhitungan dengan metode persamaan kuadrat,
regresi linier, dan Fourier Analisis maka dapat dilihat hasil dari perbandingan tingkat permintaan berdasarkan ketiga metode prakiraan
diatas pada tabel 25. Tabel 25 Perbandingan hasil prakiraan tingkat permintaan bakso ayam
Tahun Persamaan Kuadrat
Linier Fourier Analisis
Rata-rata bergerak
Eksponensial Brown’s
2006 512685 488778
523028 473297 473877 2007 537921
498073 530955 479135 478197
2008 566342 507368
587922 480398 482517 2009 597950
516663 581848 477610 486837
2010 632746 525958
643165 479047 491157 2011 670730
535253 670393 479018 495477
2012 711893 544548
694721 478559 499797 2013 756251
553842 765371 478875 504117
2014 803796 563137
776972 478817 508437 2015
854540 572432
839366 478750 512757
Rata-rata 664488 530605
661374 4783506 4933170
Prakiraan tingkat permintaan menggunakan metode Fourier Analisis menghasilkan data yang lebih aktual karena pada saat iterasi
sebannyak 50 kali didapatkan nilai deteminasinnya sebesar satu karena grafik antara data aktual dan data hasil prakiraan tidak dapat dibedakan
87 lagi. Grafik tingkat permintaan berdasarkan metode Fourier Analisis
dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Grafik prakiraan permintaan bakso ayam di Toserba Yogya, Bogor menggunakan metode Fourier Analisis.
Pada dasarnya metode prakiraan tingkat permintaan pasar ini harus menggunakan satu metode pembanding atau lebih karena setiap
data memiliki karakteristik yang berbeda. Dari grafik yang didapatkan maka dapat dilihat perbandingan nilai determinasinya R
2
dan MSE pada Tabel 26.
Tabel 26 Perbandingan nilai determinasi R
2
dan MSE tingkat permintaan bakso ayam
No Jenis Analisis
Nilai MSE Nilai Determinasi
R2
1 Regresi Linier
70.618.022 0.88
2 Persamaan kuadrat
17.276.006 0.96
3 Fourier Analisis iterasi 50 kali
0.05 1.0000
4 Eksponensial Brown’s alpha = 0.2
442.761.286 0.9700
5 Rata-rata bergerak tunggal Leg = 3
543.541.965 0.8400
Dari hasil yang didapatkan maka tingkat permintaan pasar yang digunakan adalah hasil prakiraan berdasarkan metode Fourier
Analisis dengan rata-rata tingkat permintaan bakso ayam sebanyak 661.374 butir per tahun. Dari hasil rata-rata permintaan yang
didapatkan maka selanjutnya akan dilakukan dilakukan perhitungan kemampuan kapasitas produksi agroindustri bakso ayam dalam
memenuhi tingkat permintaan tersebut. Nilai BEP Break Even Point yang didapatkan adalah
sebanyak 767.410 butir dan rata-rata tingkat permintaan yang
AGROINDUSTRI BAKSO AYAM
100000 200000
300000 400000
500000 600000
700000
5 10
15 20
Tahun ke- Tingkat Permintaan
Data Perkiraan
88 didapatkan dari metode Fourier Analisis adalah 661.374 butirtahun.
Berdasarkan nilai BEP yang didapatkan maka tambahan unit satuan terkecil tidak ada karena nilai BEP yang didapatkan masih bisa
memenuhi rata-rata tingkat permintaan yang ada. 3. Sub Model Lokasi Unggulan Usaha Pasca Panen
Model ini merupakan model untuk menentukan lokasi unggulan untuk pengembangan usaha pasca panen. Penentuan
parameter, kriteria, bobot kriteria, penilaian, dan skor pada model ini dilakukan melalui wawancara dengan pakar yaitu pemilik rumah
potong pondok rumput. Alternatif lokasi yang dipilih adalah lima lokasi yang memiliki jumlah ayam ras pedaging yang paling banyak
pada tahun 2004. a. Masukan Model
Masukan Sub Model Penentuan Lokasi Unggulan Usaha Pasca Panen terdiri atas Data Kondisi Lokasi, Data Kriteria Penilaian,
Data Bobot Kriteria, dan Data Bobot Lokasi.
b. Penilaian Alternatif Lokasi Basis data dinamis yang digunakan adalah data kriteria dan
bobot kriteria usaha pasca panen. Verifikasi untuk penentuan lokasi unggulan usaha pasca panen ini dilakukan di Kabupaten Bogor.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor terdapat lima daerah yang memiliki populasi ayam ras pedaging paling
potensial yaitu Caringin, Bojong gede, Tajur halang, Gunung Sindur, dan Kemang. Informasi mengenai lima daerah dan jumlah populasi
ayam ras pedaging yang paling potensial dapat dilihat dari Tabel 27.
89 Tabel 27 Kecamatan dan jumlah populasi ayam ras pedaging
tahun 2004
No Kecamatan Jumlah
populasi 2004
1 Caringin 312942 2 Bojong
Gede 526000 3 Tajurhalang 526461
4 Kemang 726568 5 Gunung
Sindur 999018
Setiap lokasi dinilai berdasarkan enam kriteria penentuan lokasi agroindustri dengan memberikan nilai 3-9. Penentuan
kriteria lokas ini lokasi terdiri dari enam yaitu ketersediaan lahan, Kemudahan akses dengan bahan baku, ketersediaan sarana utilitas
transportasi, sarana komunikasi, ketersediaan air, dan ketersediaan listrik, ketersediaan tenaga kerja, kemudahan akses dengan
pemasaran, dan kondisi sosial budaya. Ketersediaan lahan merupakan merupakan kriteria yang
menggambarkan seberapa luas lahan kosong yang masih tersedia untuk mendirikan usaha agroindustri. Data luas wilayah menurut
kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Lampiran 3. Kelima alternatif kecamatan, yaitu Caringin, Bojong gede, Tajur
halang, Gunung Sindur, dan Kemang memiliki ketersediaan lahan yang cukup luas untuk pengembangan agroindustri.
Kemudahan akses dengan bahan baku merupakan kriteria yang menggambarkan kemudahan dalam mendapatkan bahan baku.
Kriteria ini berhubungan dengan populasi ayam ras pedaging yang dimiliki lima alternatif kecamatan tersebut. Dari data jumlah
populasi ayam ras pedaging pada Lampiran 1 didapatkan bahwa
Kemang dan Gunung Sindur merupakan dua kecamatan yang memiliki populasi ayam ras pedaging dalam jumlah yang sangat
besar sehingga dapat dikatakan bahwa kedua kecamatan tersebut memiliki akses yang sangat mudah dengan bahan baku.
90 Ketersediaan sarana utilitas terdiri dari sarana transportasi,
sarana komunikasi, ketersediaan air, dan ketersediaan listrik. Sarana transportasi merupakan kriteria menggambarkan ketersediaan sarana
transportasi dan kondisi jalan yang dapat mendukung kelancaran pengembangan agroindustri. Kriteria ini sangat penting terhadap
kelancaran pasokan bahan baku dan pemasaran. Sarana komunikasi merupakan kriteria yang menggambarkan ketersediaan sarana
komunikasi yang mendukung kelancaran pengembangan agroindustri. Kriteria ini berhubungan dengan kedekatan lokasi
dengan perkotaan. Ketersediaan air merupakan kriteria yang menggambarkan ketersediaan air baik dari segi kuantitas maupun
kualitas di lokasi tersebut. Ketersediaan air merupakan faktor yang penting dalam proses kegiatan agroindustri. pasokan air berasal dari
Perusahaan daerah air Minum PDAM, sumur, dan sungai yang melewati lokasi tersebut. Ketersediaan listrik merupakan kriteria
yang menggambarkan menggambarkan baik atau tidaknya pasokan listrik di lokasi tersebut untuk mendukung kelancaran
pengembangan agroindustri. Ketersediaan listrik merupakan faktor yang penting karena dalam proses kegiatan agroindustri terdapat
alat-alat proses dan kantor yang memerlukan listrik sebagai sumber energi.
Ketersediaan tenaga kerja merupakan kriteria yang menggambarkan tingkat produktivitas tenaga kerja pada suatu lokasi
alternatif. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan data penduduk angkatan kerja tahun 2004 seperti pada Lampiran 3.
Kecamatan Bojonggede memiliki ketersediaan tenaga kerja yang sangat baik.
Kondisi sosial budaya masyarakat merupakan kriteria yang menggambarkan sejauh mana dukungan masyarakat terhadap
pengembangan agroindustri. Kriteria ini penting karena pengembangan agroindustri jangan sampai bertentangan dengan
budaya dan hukum yang berlaku di masyarakat. Pengembangan
91 agroindustri daging ayam segar di Kabupaten Bogor tidak
bertentangan dengan budaya setempat, sehingga masyarakat mendukung pengembangannya.
c. Keluaran Model Model dirancang untuk menghitung nilai akhir dari masing-
masing alternatif lokasi dan kemudian mengurutkan nilai akhir hasil perhitungan untuk masing-masing alternatif lokasi tersebut dari
mulai lokasi dengan nilai tertinggi hingga lokasi dengan nilai terendah. Data penilaian alternatif lokasi yang telah diinput akan
dihitung menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial MPE untuk masing-masing alternatif lokasi. Lokasi yang memiliki nilai
yang tertinggi merupakan lokasi unggulan untuk mendirikan agroindustri daging ayam segar. Hasil perhitungan dapat dilihat
pada Tabel 28. Tabel 28 Hasil perhitungan sub model lokasi unggulan
No Kecamatan Nilai
MPE
1 Bojong Gede
2507368
2 Tajurhalang 1734586
3 Gunung Sindur
1016532 4 Caringin
1002850 5 Kemang
167812 Berdasarkan hasil perhitungan model analisis lokasi
unggulan seperti yang disajikan pada tabel 19 di atas, diketahui bahwa kecamatan Bojong Gede merupakan lokasi yang paling
potensial untuk mendirikan agroindustri daging ayam segar. Tampilan dari sub model ini dapat dilihat pada Gambar 22.
92 Gambar 22. Tampilan dari sub model lokasi unggulan usaha pasca
panen. 4. Sub Model Kelayakan Finansial Usaha Budidaya
Sub model ini digunakan untuk mengetahui perbedaan kelayakan investasi pada budidaya ayam ras pedaging berdasarkan
perhitungan kelayakan investasi ini berdasarakan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional. Parameter yang digunakan dalam kelayakan
finansial ekonomi syariah adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC Rasio, BEP Break Event Point, dan PBP Pay Back
Period sedangkan parameter untuk kelayakan finansial ekonomi konvensional adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio
BC Rasio, IRR Index Rate Of Return, BEP Break Event Point, NPV Net Present Value, dan PBP Pay Back Period.
Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvesional menggunakan tingkat suku bunga 17 sedangkan pada
ekonomi syariah tingkat suku bunga digantikan oleh tingkat risiko yaitu 17. Tingkat risiko ini berguna untuk menggantikan tingkat
suku bunga yang ada sehingga perhitungan tidak berdasarkan tingkat suku bunga karena dalam ekonomi syariah segala sesuatu yang
93 dihitung berdasarkan bunga adalah haram. Kriteria kelayakan dihitung
berdasarkan parameter-parameter yang menyusun biaya usaha budidaya dengan umur proyek selama 10 tahun dan jadwal
pengembalian modal adalah 5 tahun. a. Masukan Model
Masukan untuk Sub Model Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Ayam Ras Pedaging berasal dari Data Struktur Biaya
Budidaya Ayam Ras Pedaging dan dari Data Analisis Risiko. Pada budidaya ayam ras pedaging ini didapatkan nilai risiko sebesar 0,56
dan merupakan risiko sedang sehingga bank hanya mengharapkan bagi hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang didapatkan dan
asuransi kegagalan usaha sebesar 6. Hasil perhitungan nilai risiko untuk menentukan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha dapat
dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha
No. Jenis Resiko
Bobot
1 Kebakaran 1
2 Bencana alam
3 Kecelakaan kerja
1 4 Produk tidak laku dipasaran 0
5 Kesulitan akses perbaikan mesin 0 6 Pencurian
1 7 Pemadaman
listrik 1
8 Kelangkaan BBM
1 9 Kasus Flu Burung
Rata-Rata 0,56
Status Risiko Sedang
Bagi Hasil 50
Asuransi Kegagalan Usaha 6
Biaya modal terdiri dari modal tetap dan modal kerja. Modal tetap untuk budidaya ayam ras pedaging ini adalah Rp 23.030.000
yang terdiri dari biaya tanah, bangunan, mesin dan peralatan sedangkan modal kerjanya adalah Rp 207.234.328 per tahun yang
94 terdiri dari biaya pembelian DOC Day Old Chicken, biaya pakan,
biaya OVK obat dan vaksin, Cromax anti lalat, biaya sekam, biaya tenaga kerja, dan biaya utilitas.
Sub Model Analisis kelayakan finansial Budidaya Ayam Ras Pedaging ini menggunakan dua asumsi yang berbeda yaitu asumsi
untuk kelayakan investasi berdasarkan syariah dan asumsi untuk kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional. Asumsi
kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah adalah: 1 Pembiayaan musyarakah dengan modal dari bank 50 yaitu
sebesar Rp 115.132.164,- 2
Karena peternak meminjam modal dari bank 50 maka peternak sudah mendapatkan pendapatan sebesar Rp
113.532.164 pada tahun pertama. 3 Umur proyek 10 tahun.
4 Pembayaran cicilan adalah Rp 23.026.433tahun selama 5 tahun.
5 Tingkat risiko yang digunakan adalah 17. 6 Dalam satu tahun peternak mengalami musim panen sebanyak
8 kali. 7 Tingkat keberhasilan produksi adalah 100 maksudnya adalah
tidak ada ayam yang mengalami kematian dalam kandang. 8 Berat komoditas adalah 1,6 artinya bila jumlah ayam yang tejual
adalah 1000 ekor maka daging yang dihasilkan adalah 1600 kg. 9 Harga jual komoditas adalah Rp 8100ekor.
10 Harga DOC adalah Rp 2700ekor. 11 Harga pakan adalah Rp 2400kg.
12 Harga cromax adalah Rp 10100kg. 13 Total biaya OVK adalah Rp 1.237.291bulan
14 FCR Feed Cost Ratio sandar yang digunakan adalah 1,8. 15 Intensif pasar sebesar Rp 1.000.000bulan.
16 Nilai sisa modal 10
95 17 Biaya penyusutan adalah 10 dari harga awal mesin dan
peralatan. Sedangkan asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi
konvensional adalah sebagai berikut: 1 Peternak meminjam modal dari bank 50 yaitu sebesar
Rp 115.132.164,- 2 Biaya total pinjaman pada awal tahun pertama akan dikenai
beban bunga yaitu 17 sehingga menjadi Rp 134.704.632 pada tahun pertama.
3 Pembayaran angsuran pokok ke bank setelah ditambahkan tingkat bunga adalah Rp 26.940.926tahun selama 5 tahun.
4 Umur proyek 10 tahun. 5 Tingkat bunga pinjaman dari bank adalah 17
6 Tingkat keberhasilan produksi adalah 100 maksudnya adalah tidak ada ayam yang mengalami kematian dalam kandang.
7 Dalam satu tahun peternak mengalami musim panen sebanyak
8 kali. 8
Berat komoditas adalah 1,6 artinya bila jumlah ayam yang tejual adalah 1000 ekor maka daging yang dihasilkan adalah
1600 kg. 9 Harga jual komoditas adalah Rp 8100ekor.
10 Harga DOC adalah Rp 2700ekor. 11 Harga pakan adalah Rp 2400kg.
12 Harga cromax adalah Rp 10100kg. 13 Total biaya OVK adalah Rp 1.237.291bulan
14 FCR Feed Cost Ratio sandar yang digunakan adalah 1,8. 15 Intensif pasar sebesar Rp 1.000.000bulan
16 Nilai sisa modal adalah 10 17 Biaya penyusutan adalah 10 dari harga awal mesin dan
peralatan.
96 c. Keluaran Sub Model
Dalam perhitungan kelayakan finansial budidaya ayam ras pedaging ini menggunakan 2 skenario. Dalam perhitungan
berdasarkan ekonomi syariah harga jual komoditas diturunkan 1 dan 2. Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi
konvensional harga komoditas diturunkan 2 dan 3. Tujuan dari skenario ini adalah untuk melihat pengaruh penurunan harga jual
komoditi terhadap kelayakan investasi budidaya ayam ras pedaging baik secara ekonomi syariah maupun berdasarkan ekonomi
konvensional. b.1. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Syariah
Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun, pembayaran cicilan kepada bank adalah Rp 23.026.433tahun, tidak
ada biaya pembayaran angsuran bunga, dan bagi hasil kepada bank adalah 50 dari pendapatan peternak. Hasil ketiga analisis dapat
dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha
budidaya berdasarkan ekonomi syariah.
Parameter Kelayakan Kondisi awal
Skenario I Skenario II
1. Keuntungan bersih Rp 38.562.007
Rp 31,563,607 Rp 29,814,007
2. BC Ratio 1.26
1.01 0,94
3. PBP 7.90 tahun
9.94 tahun 10 tahun
4. BEP 27.599 ekor
28.615 ekor 28.883 ekor
Hasil Analisis Layak
Layak Tidak layak
Pada keadaan awal dengan tingkat risiko yang digunakan adalah 17 maka didapat keuntungan bersih Rp 38.562.007; BC
97 Ratio 1.26; PBP 7.90 tahun; dan 27.599 ekor. Perhitungan
kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa nilai BC Ratio diatas satu, PBP dibawah umur proyek yaitu 10
tahun dan pendapatan bersih bernilai positif. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual komoditas
mengalami penurunan sebanyak 4 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 8100ekor menjadi Rp 7776ekor. Penurunan
harga sebanyak 4 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana keuntungan bersih sebesar Rp 31,563,607; BC Ratio 1,01;
PBP 9.94 tahun; dan BEP 28.615 ekor. Dengan kondisi harga jual komoditas menurun sebanyak 2 maka terlihat bahwa investasi ini
masih dikatakan layak karena nilai parameter kelayakan investasi masih di dalam batas layak.
Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual komoditas mengalami penurunan sebanyak 5 sehingga harga pada kondisi
normal yaitu Rp 8100ekor menjadi Rp 7695ekor. Penurunan harga sebanyak 5 berpengaruh terhadap parameter kelayakan
dimana pendapatan bersih Rp 29,814,007; BC Ratio 0,94; BEP lebih dari 10 tahun; dan BEP 28.883 ekor. Pada kondisi ini terlihat
bahwa investasi menjadi tidak layak pada saat harga jual komoditas menurun 3. Nilai parameter kelayakan yang didapatkan berada
dibawah batas layak karena nilai PBP berada diatas umur proyek yaitu 10 tahun dan BC Ratio dibawah satu.
b.2. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Konvensional Pada dasarnya perbedaan perhitungan analisa kelayakan
finansial berdasarkan ekonomi konvensional mempunyai perbedaan yaitu penggunaan tingkat suku bunga pinjaman dalam perhitungan
kelayakan. Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun, dan tingkat suku bunga pinjaman 17 maka biaya angsuran bunga dan
biaya cicilan dapat dilihat pada Tabel 31.
98 Tabel 31 Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan usaha budidaya
No. Pinjaman
Awal Tahun Angsuran
Pokok Angsuran
Bunga Pinjaman
Akhir Tahun 115,132,164
134,704,632 1 134,704,632
26,940,926 22,899,787 107,763,706
2 107,763,706 26,940,926
18,319,830 80,822,779 3 80,822,779
26,940,926 13,739,872 53,881,853
4 53,881,853 26,940,926
9,159,915 26,940,926 5 26,940,926
26,940,926 4,579,957
TOTAL 134,704,632 68,699,362
Dari perhitungan pembayaran cicilan dan pembayaran bunga maka secara langsung akan terjadi penambahan pada biaya tetap
yaitu biaya cicilan dan angsuran bunga. Kedua biaya ini akan berpengaruh terhadap perhitungan kelayakan finansial sehingga
nilai parameter kelayakan finansialnya seperti pendapatan bersih, IRR, dan NPV akan mengalami penurunan dibandingkan dengan
ekonomi syariah. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial budidaya ayam ras pedaging dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha budidaya berdasarkan ekonomi konvensional.
Parameter Kelayakan Kondisi awal
Skenario I Skenario II
1. Keuntungan bersih Rp 38,710,177
Rp 34,044.577 Rp 31,711,777
2. BC Ratio 1.23
1.04 0,94
3. NPV Rp 25.733.808,-
Rp 3,998,627 Rp -6,868,963
4. IRR 21.13
17.67 15,89
5. PBP 8.13 tahun
9.68 tahun 10 tahun
6. BEP 28.674ekor
29.193 ekor 29.461 ekor
Hasil Analisis Layak
Layak Tidak layak
Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun dan tingkat bunga 17 investasi budidaya ayam ras pedaging ini
mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 38.710.177; BC Ratio
99 1,23; NPV Rp 25.733.808,-; IRR 21,13; PBP 8.13 tahun; dan
BEP 28.674 ekor. Perhitungan kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa investasi ini layak untuk dijalankan
karena terliha diatas bahwa nilai BC Ratio diatas satu, IRR berada diatas tingkat bunga dan NPV bernilai positif. Nilai IRR dan NPV
merupakan parameter yang sangat penting untuk melihat kelayakan investasi kerena sering kali terjadi nilai BC Ratio bernilai satu atau
diatas satu dan pendapatan bersih bernilai positif tetapi nilai IRR dan NPV menunjukan nilai yang negatif maka proyek tersebut
tidak layak untuk dijalankkan. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual komoditas
mengalami penurunan sebanyak 2 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 8100ekor menjadi Rp 7938ekor. Penurunan ini
sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada budidaya ayam ras pedaging karena nilai pendapatan bersih yang dihasilkan
adalah Rp 34,044.577,-; BC Ratio 1.04; NPV Rp 3.998.627; IRR 17,67; PBP 9.68 tahun; dan BEP 29.193 ekor. Dengan kondisi
harga jual komoditas menurun sebanyak 2 maka terlihat bahwa investasi ini masih dikatakan layak karena nilai parameter
kelayakan investasi masih di dalam batas layak. Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual komoditas
mengalami penurunan sebesar 3 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 8100ekor menjadi Rp 7857ekor. Penurunan ini
sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada budidaya ayam ras pedaging karena nilai pendapatan bersih yang dihasilkan
adalah Rp 31.711.777; BC Ratio 0,94; NPV Rp -6.868.963; IRR 15,89; dan BEP 29.461 ekor ekor. Pada kondisi ini terlihat
bahwa investasi menjadi tidak layak pada saat harga jual komoditas menurun 3. Nilai parameter kelayakan yang didapatkan berada
dibawah batas layak seperti walaupun keuntungan bersih bernilai positif, tetapi NPV bernilai negatif, IRR dibawah tingkat bunga.
100 5. Sub Model Kelayakan Finansial Usaha Pasca Panen
Sub model ini digunakan untuk menghitung kelayakan investasi usaha pasca panen berdasarakan ekonomi syariah dan
ekonomi konvensional. Parameter yang digunakan dalam kelayakan finansial ekonomi syariah adalah keuntungan bersih, BenefitCost
Ratio BC Rasio, BEP Break Event Point, dan PBP Pay Back Period. Parameter untuk kelayakan finansial ekonomi konvensional
adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC Rasio, IRR Index Rate Of Return, BEP Break Event Point, NPV Net Present Value,
dan PBP Pay Back Period. Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvesional
menggunakan tingkat suku bunga 17 sedangkan pada ekonomi syariah tingkat suku bunga digantikan oleh tingkat risiko yaitu 17.
Pada usaha pasca panen ini didapatkan nilai risiko sebesar 0,56 dan merupakan risiko sedang sehingga bank hanya mengharapkan bagi
hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang didapatkan dan asuransi kegagalan usaha sebesar 6. Hasil perhitungan nilai risiko untuk
menentukan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33 Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha
No. Jenis Resiko
Bobot
1 Kebakaran 2 Bencana
alam 3 Kecelakaan
kerja 1
4 Produk tidak laku dipasaran 0 5 Kesulitan akses perbaikan mesin 1
6 Pencurian 1
7 Pemadaman listrik
1 8 Kelangkaan
BBM 1
9 Kasus Flu Burung Rata-Rata
0,56 Status Risiko
Sedang Bagi Hasil
50 Asuransi Kegagalan Usaha
6
101 a. Masukan Model
Masukan untuk Sub Model Kelayakan Finansial Usaha Pasca Panen berasal dari Data Struktur Biaya Agroindustri Daging
Ayam Segar. Pada usaha pasca panen ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,56. Nilai bobot sebesar 0,56 merupakan risiko sedang
sehingga bank mengharapkan bagi hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang didapatkan.
Biaya modal terdiri dari modal tetap dan modal kerja. Modal tetap untuk usaha pasca panen ini adalah Rp 1.313.360.000
yang terdiri dari biaya tanah dan bangunan, biaya total peralatan kantor, biaya total mesin dan peralatan. Sedangkan modal kerjanya
adalah Rp 2.362.068.000 yang terdiri dari biaya pembelian ayam ras pedaging ekor, biaya total tenaga kerja, dan biaya utilitas.
Sub Model ini menggunakan dua asumsi yang berbeda yaitu asumsi untuk kelayakan investasi berdasarkan syariah dan asumsi
untuk kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional. Asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah adalah:
1 Pembiayaan musyarakah dengan modal dari bank 50 yaitu
sebesar Rp 1.837.714.000,- 2 Karena peminjam meminjam modal dari bank 50 maka
peminjam sudah
mendapatkan pendapatan
sebanyak Rp 1.837.714.000 di tahun pertama.
3 Pembayaran cicilan adalah Rp 367.542.800tahun selama 5 tahun.
4 Bagi hasil yang disepakati adalah 50 berdasarkan tingkat risiko dan diberikan pada saat mendapatkan pendapatan.
5 Tingkat risiko yang digunakan adalah 17. 6 Ayam yang dibeli mempunyai bobot 1,6 kg.
7 Tingkat keberhasilan produksi 95 maksudnya adalah sebanyak 5 ayam dalam rumah potong mengalami kegagalan
yang diakibatkan oleh kematian dalam perjalanan.
102 8
Presentase produk terjual adalah 95 artinya bila total produk 100 kg maka total produk terjual adalah 95 kg.
9 Harga jual komoditas adalah Rp 15.500Kg. 10 Harga beli ayam hidup adalah Rp 12.500kg.
11 Jumlah hati dan ampela dalam setiap 1 kg ayam adalah satu pasang dengan harga Rp 2000kg.
12 Setiap 40 kg daging ayam segar menghasilkan 1 kg usus dengan harga Rp 5000kg.
13 Jumlah kepala dalam 1 kg adalah 12 biji dengan harga Rp 3000kg.
14 Jumlah kaki dalam 1 kg adalah 15 biji dengan harga Rp 4000kg.
15 Biaya penyusutan adalah 10 per tahun dari harga awal mesin dan peralatan.
16 Nilai sisa modal adalah 10. 17 Biaya pajak adalah 3.
Sedangkan asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi konvensional adalah sebagai berikut:
1 Modal dari bank 50 yaitu sebesar Rp 1.837.714.000,- 2
Biaya total pinjaman pada awal tahun pertama akan dikenai beban
bunga yaitu
17 sehingga
menjadi Rp 2.150.125.380 pada tahun pertama.
3 Pembayaran cicilan ke bank setelah ditambahkan tingkat
bunga adalah Rp 430.025.076tahun selama 5 tahun. 4 Tingkat bunga pinjaman dari bank adalah 17
5 Ayam yang dibeli mempunyai bobot 1,6 kg. 6
Tingkat keberhasilan produksi 95 maksudnya adalah sebanyak 5 ayam dalam rumah potong mengalami
kegagalan yang diakibatkan oleh kematian dalam perjalanan. 7
Presentase produk terjual adalah 95 artinya bila total produk 100 kg maka total produk terjual adalah 95 kg.
8 Harga jual komoditas adalah Rp 15.500Kg.
103 9 Harga beli ayam hidup adalah Rp 12.500kg.
10 Jumlah hati dan ampela dalam setiap 1 kg ayam adalah satu pasang dengan harga Rp 2000kg.
11 Setiap 40 kg daging ayam segar menghasilkan 1 kg usus dengan harga Rp 5000kg.
12 Jumlah kepala dalam 1 kg adalah 12 biji dengan harga Rp 3000kg.
13 Jumlah kaki dalam 1 kg adalah 15 biji dengan harga Rp 4000kg.
14 Nilai sisa modal adalah 10. 15 Biaya penyusutan adalah 10 per tahun dari harga awal mesin
dan peralatan. 16 Biaya pajak adalah 3.
b. Keluaran Sub Model Dalam perhitungan kelayakan finansial usaha pasca panen
ini menggunakan 2 skenario. Dalam perhitungan berdasarkan ekonomi syariah harga jual komoditas diturunkan 4 dan 5.
Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvensional harga komoditas diturunkan 2 dan 3. Tujuan dari skenario ini
adalah untuk melihat pengaruh penurunan harga terhadap kelayakan agroindustri daging ayam segar baik secara ekonomi
syariah maupun berdasarkan ekonomi konvensional. b.1. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Syariah
Perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi syariah ini berdasarkan pada tingkat risiko 17, umur proyek 10 tahun,
pembayaran cicilan kepada bank adalah Rp 367.542.800tahun dan bagi hasil kepada bank adalah 50 dari total hasil
104 pendapatan. Hasil perhitungan kelayakan finansial berdasarkan
ekonomi syariah dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha
pasca panen berdasarkan ekonomi syariah.
Parameter Kelayakan Kondisi awal
Skenario I Skenario II
1. Keuntungan bersih Rp 671.074.810 Rp 562.298.290 Rp 540.542.986
2. BC
Ratio 1,26 1,02 0,97
3. PBP 8,62 tahun
9,90 tahun 10 tahun
4. BEP 176.303 kg
184.488 kg 186.230 kg
Hasil Analisis Layak
Layak Tidak layak
Pada keadaan awal kondisi dimana harga jual daging ayam segar adalah Rp 15500kg, maka diadapatkan keuntungan
bersih sebesar Rp 671.074.810; BC Ratio 1,26; PBP 8,62 tahun; dan BEP 176.303 kg. Dari hasil perhitungan yang didapat
terlihat bahwa investasi dianggap layak karena nilai pendapatan bersih positif, BEP dibawah umur proyek, dan BC Ratio diatas
satu. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual
komoditas mengalami penurunan sebanyak 5 sehingga harga pada
kondisi normal
yaitu Rp
15.500kg menjadi
Rp 14.725kg. Penurunan harga sebanyak 5 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana keuntungan bersih sebesar
Rp 562.069.287; BC Ratio 1,02; PBP 9,90 tahun dan BEP 184.448 kg. Pada kondisi penurunan harga jual daging ayam
segar sebesar 5 menyebabkan nilai parameter kelayakan mengalami perubahan tetapi karena PBP masih berada di dalam
umur proyek dan pendapatan bersih bernilai positif, dan BC Ratio diatas satu maka proyek masih layak dijalankan.
105 Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual daging
ayam segar mengalami penurunan sebanyak 6 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 15.500kg menjadi Rp 14.570kg.
Penurunan harga sebanyak 6 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana pendapatan bersih sebesar Rp 540.542.986;
BC Ratio 0,97; dan BEP 186.230 kg. Dengan hasil yang didapatkan maka terlihat investasi tidak layak karena nilai PBP
diats umur proyek dan nilai BC ratio dibawah satu. b.2. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Konvensional
Pada dasarnya perbedaan perhitungan analisa kelayakan finansial berdasarkan ekonomi konvensional mempunyai
perbedaan yaitu penggunaan tingkat suku bunga pinjaman dalam perhitungan kelayakan. Pada kondisi normal dengan umur
proyek 10 tahun, dan tingkat suku bunga pinjaman 17 maka biaya angsuran bunga dan biaya cicilan dapat dilihat pada
Tabel 35. Tabel 35 Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan usaha pasca
panen.
No. Pinjaman
Awal Tahun Angsuran
Pokok Angsuran
Bunga Pinjaman
Akhir Tahun 0 1,837,714,000
2,150,125,380 1 2,150,125,380 430,025,076 365,521,315 1,720,100,304
2 1,720,100,304 430,025,076
292,417,052 1,290,075,228 3 1,290,075,228 430,025,076 219,312,789 860,050,152
4 860,050,152 430,025,076 146,208,526 430,025,076 5 430,025,076 430,025,076 73,104,263
TOTAL 2,150,125,380 1,096,563,944
Dari perhitungan pembayaran cicilan dan pembayaran bunga maka secara langsung akan terjadi penambahan pada biaya
tetap yaitu biaya cicilan dan angsuran bunga. Kedua biaya ini akan berpengaruh terhadap perhitungan kelayakan finansial
sehingga nilai parameter kelayakan finansialnya seperti pendapatan bersih, IRR, dan NPV akan mengalami penurunan
106 dibandingkan dengan ekonomi syariah. Hasil perhitungan
parameter kelayakan finansial usaha pasca panen dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial usaha pasca panen berdasarkan ekonomi konvensional.
Parameter Kelayakan Kondisi awal
Skenario I Skenario II
1. Keuntungan bersih Rp 658.161.668 Rp 600.147.524 Rp 571,140,452
2. BC Ratio 1.18
1.03 0,96
3. NPV Rp 324.318.151
Rp 54.053.249 Rp -81.079.202
4. IRR
19,96 17,49 16,26 5. PBP
9,19 tahun 9,86 tahun
10 tahun 6. BEP
185.394 kg 188.753 kg
190.484 kg Hasil Analisis
Layak Layak
Tidak layak
Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun dan tingkat bunga 17 usaha pasca panen ini mendapatkan
keuntungan bersih sebesar Rp 658.161.668; BC Ratio 1.18; NPV Rp 324.318.151; IRR 19,96; PBP 9,96 tahun; dan BEP 185.394
kg. Perhitungan kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa investasi ini layak untuk dijalankan
karena terlihat diatas bahwa nilai BC Ratio diatas satu, IRR berada diatas tingkat bunga dan NPV bernilai positif.
Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual komoditas mengalami penurunan sebanyak 2 sehingga harga pada kondisi
normal yaitu Rp 15.500kg menjadi Rp 15.190kg. Penurunan ini sangat berpengaruh terhadap kelayakan usaha pasca panen karena
nilai keuntungan bersih yang dihasilkan adalah Rp 600.147.524; BC Ratio 1.03; NPV Rp 54.053.249; IRR 17,49; PBP 9,86
tahun; dan BEP 188.753 kg. Pada kondisi dimana harga jual
107 daging ayam mengalami penurunan 2 maka dapat dilihat bahwa
investasi masih layak karena pendapatan bersih bernilai positif, BC Ratio diatas satu, NPV bernilai positif, dan IRR diatas
tingkat suku bunga. Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual
komoditas mengalami penurunan sebesar 3 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 15.500kg menjadi Rp 15.035kg.
Penurunan ini sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada usaha pasca panen karena nilai pendapatan bersih yang
dihasilkan adalah Rp 571,140,452; BC Ratio 0,96; NPV Rp -81.079.202; IRR 16,26; BEP 190.484 kg. Pada
kondisi dimana harga jual daging ayam mengalami penurunan 3 maka dapat dilihat bahwa investasi sudah tidak layak
dijalankan karena nilai NPV bernilai negatif, nilai PBP diatas umur proyek dan IRR dibawah tingkat suku bunga.
6. Sub Model Kelayakan Finansial Agroindustri Bakso Ayam Sub model ini digunakan untuk mengitung kelayakan investasi
pada agroindustri bakso ayam berdasarkan berdasarakan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional. Parameter yang digunakan dalam
kelayakan finansial ekonomi syariah adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC Rasio, BEP Break Event Point, dan PBP
Pay Back Period. Parameter untuk kelayakan finansial ekonomi konvensional adalah keuntungan bersih, BenefitCost Ratio BC
Rasio, IRR Index Rate Of Return, BEP Break Event Point, NPV Net Present Value, dan PBP Pay Back Period.
Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi konvesional menggunakan tingkat suku bunga 17 sedangkan pada ekonomi
syariah tingkat suku bunga digantikan oleh tingkat risiko yaitu 17. Pada agroindustri bakso ayam ini didapatkan nilai risiko sebesar
0,56 dan merupakan risiko sedang sehingga bank hanya
108 mengharapkan bagi hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang
didapatkan dan asuransi kegagalan usaha sebesar 6. Hasil perhitungan nilai risiko untuk menentukan bagi hasil dan asuransi
kegagalan usaha dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha
No. Jenis Resiko
Bobot
1 Kebakaran 1
2 Bencana alam
3 Kecelakaan kerja
1 4 Produk tidak laku dipasaran 0
5 Kesulitan akses perbaikan mesin 1 6 Pencurian
7 Pemadaman listrik
1 8 Kelangkaan
BBM 1
9 Kasus Flu Burung Rata-Rata
0,56 Status Risiko
Sedang Bagi Hasil
50 Asuransi Kegagalan Usaha
6
a. Masukan Model Masukan untuk Sub Model Kelayakan Finansial
Agroindustri Bakso Ayam berasal dari Data Struktur Biaya Agroindustri Bakso Ayam. Biaya modal terdiri dari modal tetap dan
modal kerja. Pada agroindustri bakso ayam ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,56. Nilai bobot 0,56 merupakan nilai risiko sedang
sehingga bank mengharapkan bagi hasil sebanyak 50 dari keuntungan yang didapatkan.
Modal tetap untuk Agroindustri Bakso Ayam ini adalah Rp 204.206.000 yang terdiri dari biaya tanah, biaya bangunan, biaya
mesin dan peralatan, dan peralatan kantor. Modal kerjanya adalah Rp 448.703.692 yang terdiri dari biaya bahan baku daging ayam,
biaya bahan penunjang, biaya tenaga kerja, dan biaya utilitas.
109 Sub Model Analisis Kelayakan Finansial Agroindustri Bakso
Ayam ini menggunakan dua asumsi yang berbeda yaitu asumsi untuk kelayakan investasi berdasarkan syariah dan asumsi untuk kelayakan
investasi berdasarkan ekonomi konvensional. Asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah adalah:
1 Pembiayaan musyarakah dengan modal dari bank 50 yaitu sebesar Rp 335.359.278,-
2 Pembayaran cicilan adalah Rp 65.290.969tahun selama
5 tahun. 3 Umur proyek 10 tahun.
4 Bagi hasil yang disepakati adalah 50 pada saat peternak
mendapatkan pendapatan atau yang disebut pendapatan sebelum bagi hasil.
5 Tingkat risiko yang digunakan adalah 17. 6 Harga produk Rp 650butir.
7 Tepung tapioka yang digunakan 20 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 2300kg
8 Garam dapur yang digunakan adalah 10 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 2000kg.
9 Merica yang digunakan adalah 5 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 20.000kg.
10 Bawang putih yang digunakan adalah 1 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 3000kg.
11 Es batu yang digunakan adalah 25 dari bahan baku daging ayam dengan harga 200kg.
12 Plastik yang digunakan adalah 1 dari bahan baku daging ayam dengan harga Rp 3900kg.
13 Tingkat keberhasilan produksi 100 maksudnya adalah tidak ada produksi yang gagal dalam pabrik.
14 Presentase produk terjual adalah 97 artinya ada sebanyak 3 produk yang rusak dan gagal untuk dijual.
15 Pajak adalah 3.
110 16 Nilai sisa modal adalah 10
17 Biaya perawatan mesin dan peralatan adalah 3 per tahun. Sedangkan asumsi kelayakan investasi berdasarkan ekonomi
konvensional adalah sebagai berikut: 1 Peminjam meminjam modal dari bank 50 yaitu sebesar
Rp 335.359.278,- 2
Biaya total pinjaman pada awal tahun pertama akan dikenai beban bunga yaitu 17 sehingga menjadi Rp
381.952.170tahun. 3 Pembayaran cicilan ke bank setelah ditambahkan tingkat bunga
adalah Rp 76.390.4343tahun selama 5 tahun. 4 Tingkat bunga pinjaman dari bank adalah 17
5 Harga produk Rp 650butir. 6 Tepung tapioka yang digunakan 20 dari bahan baku daging
ayam dengan harga Rp 2300kg 7 Garam dapur yang digunakan adalah 10 dari bahan baku
daging ayam dengan harga Rp 2000kg. 8 Merica yang digunakan adalah 5 dari bahan baku daging
ayam dengan harga Rp 20.000kg. 9 Bawang putih yang digunakan adalah 1 dari bahan baku
daging ayam dengan harga Rp 3000kg. 10 Es batu yang digunakan adalah 25 dari bahan baku daging
ayam dengan harga 200kg. 11 Plastik yang digunakan adalah 1 dari bahan baku daging
ayam dengan harga Rp 3900kg. 12 Tingkat keberhasilan produksi 100 maksudnya adalah tidak
ada produksi yang gagal dalam pabrik. 13 Presentase produk terjual adalah 97 artinya ada sebanyak 3
produk yang rusak dan gagal untuk dijual. 14 Pajak adalah 3.
15 Nilai sisa modal adalah 10 16 Biaya perawatan mesin dan peralatan adalah 3 per tahun.
111 b. Keluaran Sub Model
Dalam perhitungan kelayakan finansial Agroindustri Bakso Ayam ini menggunakan dua skenario. Dalam perhitungan
berdasarkan ekonomi syariah harga jual komoditas diturunkan 3 dan 4. Pada perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi
konvensional harga komoditas diturunkan 1 dan 2. Tujuan dari skenario ini adalah untuk melihat pengaruh penurunan harga jual
produk terhadap kelayakan agroindustri bakso ayam baik secara ekonomi syariah maupun berdasarkan ekonomi konvensional.
b.1. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Syariah Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun,
pembayaran cicilan kepada bank adalah Rp 65.290.969tahun selama 5 tahun dan bagi hasil kepada bank adalah 50 dari total
pendapatan. Hasil ketiga analisis dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial
agroindustri bakso ayam berdasarkan ekonomi syariah
Parameter Kelayakan Kondisi awal
Skenario I Skenario II
1. Keuntungan bersih Rp 109.579.537
Rp 97,039,765 Rp 92,419,848 2. BC Ratio
1,19 1,04
0,98 3. PBP
8,74 tahun 9,76 tahun
10 tahun 4. BEP
791.807 butir 812.705 butir
820.725 butir Hasil Analisis
Layak Layak
Tidak layak
Pada keadaan awal dengan tingkat risiko yang digunakan adalah 17 maka didapat keuntungan bersih Rp 109.579.537;
BC Ratio 1,19; BEP 791.807 butir; dan 8,74 tahun. Perhitungan
112 kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa
investasi ini layak untuk dijalankan karena terlihat diatas bahwa nilai pendapatan bersih bernilai positif, BC Ratio diatas satu, dan
nilai PBP masih berada dibawah umur proyek. Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual produk
mengalami penurunan sebanyak 3 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 650butir menjadi Rp 631butir. Penurunan
harga jual produk sebanyak 1 berpengaruh terhadap parameter kelayakan dimana keuntungan bersih sebesar Rp 97.039.765;
BC Ratio 1,04; BEP 812.705 butir; dan PBP 9,76 tahun. Pada kondisi dimana harga jual produk mengalami penurunan harga
sebanyak 3 terlihat bahwa pendapatan bersih bernilai positif, BC Ratio sama dengan satu, keuntungan bersih bernilai positif,
dan PBP berada dibawah umur proyek yang digunakan sehingga investasi ini masih dapat dikatakan layak.
Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual daging ayam segar mengalami penurunan sebanyak 4 sehingga harga
pada kondisi normal yaitu Rp 650butir menjadi Rp 624butir. Penurunan harga sebanyak 4 berpengaruh terhadap parameter
kelayakan dimana pendapatan bersih sebesar Rp 92.419.848; BC Ratio 0,98; dan BEP 820.725 butir. Pada kondisi penurunan
harga jual produk sebanyak 4 maka dapat dilihat bahwa investasi menjadi tidak layak karena nilai BC Ratio dibawah
nilai satu, dan PBP diatas umur proyek yang digunakan. b.2. Kelayakan Berdasarkan Ekonomi Konvensional
Pada dasarnya perbedaan perhitungan analisa kelayakan finansial berdasarkan ekonomi konvensional mempunyai
perbedaan yaitu penggunaan tingkat suku bunga pinjaman dalam perhitungan kelayakan. Pada kondisi normal dengan umur
proyek 10 tahun, dan tingkat suku bunga pinjaman 17 maka
113 biaya angsuran bunga dan biaya cicilan dapat dilihat pada
Tabel 39. Tabel 39 Angsuran bunga dan biaya cicilan agroindustri bakso
ayam
No. Pinjaman
Awal Tahun Angsuran
Pokok Angsuran
Bunga Pinjaman
Akhir Tahun 326,454,846
381,952,170 1 381,952,170
76,390,434 64,931,869
305,561,736 2 305,561,736
76,390,434 51,945,495 229,171,302
3 229,171,302 76,390,434
38,959,121 152,780,868
4 152,780,868 76,390,434
25,972,748 76,390,434 5 76,390,434
76,390,434 12,986,374
6 0 0 0
7 0 0 0
8 0 0 0
9 0 0 0
10 0 0 0
TOTAL 381,952,170
194,795,607
Dari perhitungan pembayaran cicilan dan pembayaran bunga maka secara langsung akan terjadi penambahan pada biaya
tetap yaitu biaya cicilan dan angsuran bunga. Kedua biaya ini akan berpengaruh terhadap perhitungan kelayakan finansial
sehingga nilai parameter kelayakan finansialnya seperti pendapatan bersih, IRR, dan NPV akan mengalami penurunan
dibandingkan dengan ekonomi syariah. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial agroindustri bakso ayam dapat
dilihat pada Tabel 40. Tabel 40 Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial
agroindustri bakso ayam berdasarkan ekonomi konvensional
Parameter Kelayakan Kondisi awal
Skenario I Skenario II
1. Keuntungan bersih Rp 106.882.309
Rp 101.602.405 Rp 95.442.517
2. BC Ratio 1,10
1,02 0,94
3. NPV Rp 32,577,155
Rp 7.980.175 Rp -20.716.302
114 Tabel 40 Lanjutan
Parameter Kelayakan Kondisi awal
Skenario I Skenario II
4. IRR 18,74
17,43 15,89
5. BEP 830.313 butir
837.138 butir 845.263 butir 6. PBP
9,38 tahun 9,85 tahun
10 tahun Hasil Analisis
Layak Layak
Tidak layak
Pada kondisi normal dengan umur proyek 10 tahun dan tingkat bunga 17 investasi agroindustri bakso ayam ini
mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 106.882.309; BC Ratio 1.10; NPV Rp 32,577,155; IRR 18,74; BEP 830.313
butir; dan PBP 9,38 tahun. Perhitungan kelayakan investasi dalam kondisi normal memperlihatkan bahwa investasi ini layak untuk
dijalankan karena terlihat diatas bahwa nilai BC Ratio diatas satu, IRR berada diatas tingkat bunga dan NPV bernilai positif.
Skenario I merupakan kondisi dimana harga jual produk mengalami penurunan sebanyak 1 sehingga harga pada kondisi
normal yaitu Rp 650butir menjadi Rp 644butir. Penurunan ini sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada agroindustri
bakso ayam karena nilai keuntungan bersih yang dihasilkan adalah Rp 101.602.405; BC Ratio 1.02; NPV Rp 7.980.175; IRR 17,43;
BEP 837.138 butir butir; dan PBP 9,85 tahun. Pada kondisi dimana harga jual produk mengalami penurunan harga sebanyak 1
terlihat bahwa pendapatan bersih bernilai positif, BC Ratio diatas satu, nilai NPV positif dan IRR masih diatas tingkat bunga yang
digunakan sehingga investasi ini masih dapat dikatakan layak. Skenario II merupakan kondisi dimana harga jual produk
mengalami penurunan sebesar 2 sehingga harga pada kondisi normal yaitu Rp 650butir menjadi Rp 637butir. Penurunan ini
sangat berpengaruh terhadap kelayakan investasi pada agroindustri
115 bakso ayam karena nilai pendapatan bersih yang dihasilkan adalah
Rp 95.442.517; BC Ratio 0,94; NPV Rp -20.716.302; IRR 15,89; dan BEP 845.263 butir. Pada kondisi penurunan
harga jual produk sebanyak 6 maka dapat dilihat bahwa investasi menjadi tidak layak walaupun pendapatan bersih bernilai positif
dan BC Ratio sama dengan satu karena NPV bernilai negatif, dan IRR berada dibawah tingkat bunga yang digunakan.
E. ANALISIS PASCA PANEN